HADITS KHULAFA`UR RASYIDIN ANTARA AHLUS SUNNAH DAN SYIAH
HADITS KHULAFA`UR RASYIDIN ANTARA AHLUS SUNNAH DAN SYIAH
Bantahan Terhadap Kedustaan dan Pengkhianatan Ilmiah Syiah terhadap hadits ’Irbadh bin Sariyah
Oleh :
Abu Salma al-Atsari
الحمد لله الذي جعل في كل زمان فترة من الرسل بقايا من أهل العلم ، يدعون من ضل إلى الهدى ، ويصبرون منهم على الأذى ، يُحيون بكتاب الله الموتى ، ويُبصرون بنور الله أهل العمى ، فكم من قتيل لإبليس قد أحيوه ، وكم من ضال تائه قد هدوه ، فما أحسن أثرهم على الناس ، وأقبح أثر الناس عليهم ، ينفون عن كتاب الله تحريف الغالين ، وانتحال المبطلين ، وتأويل الجاهلين الذين عقدوا ألوية البدع ، وأطلقوا عقال الفتنة ، ويتكلمون بالمتشابه من الكلام ويخدعون جهال الناس بما يشبهون عليهم ، فنعوذ بالله من فتن الضالين.
Segala puji hanyalah milik Alloh yang telah menjadikan kekosongan zaman dari para Rasul dengan tetap eksisnya para ulama, yang mengajak orang yang tersesat kepada petunjuk, yang sangat sabar di dalam menghadapi aral rintangan yang menghadang. Mereka hidupkan orang yang mati (hatinya) dengan Kitabullah, dan menerangi orang-orang yang buta (mata hatinya) dengan cahaya Alloh. Betapa banyak korban sembelihan iblis yang telah mereka hidupkan, dan betapa banyak orang bingung yang tersesat mereka beri petunjuk. Aduhai, betapa besar jasa mereka kepada manusia, namun betapa buruk balasan manusia kepada mereka. Mereka tepis penyimpangan (tahrif) terhadap Kitabullah dari orang-orang yang ekstrim (ghuluw), kedustaan para pembuat kebatilan dan penyelewengan (penakwilan) orang-orang yang bodoh, yang mana mereka semua ini adalah pengibar kebid’ahan, penyebar virus fitnah, mereka berbicara dengan syubuhat (kesamar-samaran) dan menipu manusia dengan syubhat-syubhat yang mereka sebarkan. Kita berlindung kepada Alloh dari fitnah orang-orang yang sesat ini.
Telah sampai kepada saya tulisan gelap seorang fanatikus Syiah yang dikirimkan oleh al-Akh al-Fadhil Abu Yahya adz-Dzahabi via email, yang penuh dengan kedustaan dan kebodohan terhadap sunnah Rasulullah dan ahlis sunnah. Penulis ini dengan kepongahan dan kebodohannya terhadap Islam dan sunnah, telah berani melakukan kedustaan, kecurangan, penipuan, manipulasi dan segala keburukan lainnya. Dengan bekal kebodohannya dan kefanatikannya kepada kelompoknya yang sesat dan menyesatkan, ia melontarkan pendha’ifan terhadap hadits ’Irbadh bin Sariyah dan beberapa hadits lainnya. Kezhaliman dan kebodohan penulis ini akan tampak –insya Alloh– dalam uraian di dalam risalah yang singkat ini.
Sebelum menginjak ke pembahasan inti, saya ingin mengajak pembaca untuk mengetahui karakter Syiah Rafidhah atau Itsna ’Asyariyah dari ucapan para ulama mutaqoddimin dari ahlis sunnah. Tidak tersamar bagi para thullabatil ’ilmi (para penuntut ilmu) ahlis sunnah, bahwa Syiah adalah tho`ifah (kelompok) sesat yang paling gemar berdusta. Karakter mereka sangat mirip dengan Yahudi la’natullah ’alayhi. Mereka ini paling pintar bermuka dua (baca : bertaqiyah) terhadap ahlis sunnah apabila ahlus sunnah mayoritas. Namun apabila ahlus sunnah minoritas, mereka tidak segan-segan akan menzhalimi, menganiaya bahkan membunuhi ahlus sunnah.
Para pembaca jangan sekali-kali tertipu dengan sikap mereka yang seolah-olah menunjukkan bahwa perbedaan mereka dengan ahlus sunnah hanyalah dalam masalah khilafiyah ijtihadiyah belaka, karena perbedaan antara ahlus sunnah dengan syiah itu adalah perbedaan di dalam ushul (prinsip), silakan baca masalah ini di dalam tulisan ”Mungkinkah Sunnah dan Syiah bersatu?” karya al-’Allamah Muhibbudin al-Khathib. Untuk mengetahui tentang hakikat agama Syiah silakan baca :
Dan masih banyak lainnya. Silakan buka juga www.hakekat.com dan website-website serupa.
Pembaca budiman juga jangan sekali-kali tertipu dengan sikap mereka yang mencela dan menunjukkan sikap memerangi Yahudi dan memusuhi Amerika Serikat dan sekutunya. Apa yang mereka lakukan itu pada hakikatnya hanyalah kamuflase dan sikap semu belaka. Karena Syiah itu pada hakekatnya adalah jelmaan dari agama Yahudi yang merusak agama Islam ini dari dalam.
Berikut ini adalah ucapan para imam ahlus sunnah mutaqoddimin terhadap karakter Syiah yang paling gemar berdusta, menipu dan memanipulasi :
قال أبوحاتم الرازي: سمعت يونس بن عبدالأعلى يقول: قال أشهب بن عبدالعزيز: سئل مالك عن الرافضة؟ فقال: لا تكلمهم ولا ترو عنهم، فإنّهم يكذبون.
Abu Hatim ar-Razi berkata : Aku mendengar Yunus bin ‘Abdil A’la berkata, Berkata Asyah bin ‘Abdil ‘Aziz, Malik ditanya tentang kelompok Rafidhah, maka beliau menjawab : ”Jangan berbicara dengan mereka dan jangan pula menerima pandangan mereka, karena mereka adalah para pendusta.” [Lihat : al-Muntaqo karya Imam adz-Dzahabi, hal. 21].
وقال أبوحاتم: حدثنا حرملة. قال: سمعت الشافعي يقول: لم أر أحدًا أشهد بالزور من الرافضة.
Berkata Abu Hatim : mengabarkan kepada kami Harmalah, beliau berkata : Aku mendengar asy-Syafi’i berkata : ”Aku belum pernah melihat seorang yang bersaksi palsu lebih parah dari Rafidhah.” [Lihat : al-Kifayah fi ’Ilmi ar-Riwayah karya Imam Khathib al-Baghdadi hal. 202].
وقال مؤمل بن إهاب: سمعت يزيد بن هارون يقول: نكتب عن كل صاحب بدعة إذا لم يكن داعية، إلا الرافضة فإنّهم يكذبون.
Berkata Mu`ammil bin Ihab : Aku mendengar Yazid bin Harun berkata : ”Kami menulis setiap (khobar) yang datang dari ahli bid’ah selama ia bukan seorang yang menyeru (kepada bid’ahnya), kecuali Rafidhah karena mereka adalah para pendusta.” [Lihat : Minhajus Sunnah karya Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah Juz I, hal. 16]
وقال محمد بن سعيد الأصبهاني: سمعت شريكًا يقول: أحمل العلم عن كل من لقيت إلا الرافضة فإنّهم يضعون الحديث ويتخذونه دينًا
Berkata Muhammad bin Sa’id al-Ashbahani : Aku mendengar Syarik berkata : ”Ambillah ilmu dari siapa saja yang kamu temui kecuali Rafidhah, karena mereka ini gemar memalsukan hadits dan menjadikan hal ini sebagai bagian agama mereka.” [Lihat : al-Muntaqo karya Imam adz-Dzahabi, hal. 22]
Dan masih banyak lagi ucapan para Imam Ahlis Sunnah tentang karakter pendusta dan pembohong kaum Syiah, bahkan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullahu sendiri sampai berkata :
وقد اتفق أهل العلم بالنقل والرواية والإسناد على أن الرافضة أكذب الطوائف، والكذب فيهم قديم، ولهذا كان أئمة الإسلام يعلمون امتيازهم بكثرة الكذب
”Para ulama telah bersepakat dengan naql, riwayat dan isnad bahwa Rafidhah itu adalah kelompok yang paling pendusta diantara kelompok-kelompok lainnya dan kedustaan pada mereka mulai dari dulu, oleh karena itulah para imam kaum muslimin mengetahui bahwa ciri khas utama kelompok Syiah ini adalah banyaknya kedustaan.” [Lihat : Minhajus Sunnah, juz I, hal. 59].
Menolak persaksian dan ucapan seorang pendusta, pembohong dan manipulator adalah telah disepakati oleh para fuqoha’, oleh karena itu dari sini saja ucapan dan persaksian orang Syiah itu sudah bisa kita tolak dan tidak perlu didengarkan, karena tidak ada yang keluar dari lisan mereka melainkan kedustaan, kebohongan dan manipulasi. Karena agama mereka dibangun di atas dasar kedustaan dan taqiyah, mereka adalah kaum yang paling pendusta, maka waspadalah!!!
Setelah kita mengetahui karakteristik mereka yang pendusta, mari kita masuk ke pembahasan dan kita kupas kedustaan, kecurangan, kebodohan dan pengkhianatan ilmiah si penulis syiah yang pendusta ini…
Si pendusta ini berkata :
Hadits “Kamu Harus Berpegang Teguh Kepada Sunahku Dan Sunah Para Khulafa` Rasyidin” Merupakan Kebohongan Yang Nyata” Orang yang melihat hadis ini untuk pertama kali dia akan mengira hadis ini merupakan hujjah yang kokoh dan petunjuk yang jelas akan kewajiban mengikuti mazhab para Khulafa` Rasyidin. Yaitu Abu Bakar ash-Shiddiq, Umar bin Khattab, Usman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib, dan tidak mungkin membawanya ke arti lain, kecuali dengan melakukan takwil yang didasari ta’assub. Dari sini tampak sekali kehebatan tipuan dan kelihaian para pemalsu. Di dalamnya mereka menetapkan kebenaran mazhab Ahlus Sunnah —madrasah Khulafa` Rasyidin— dihadapan madzhab Syi’ah —madrasah Ahlul Bait. Dari sini kita dapat menjelaskan bahwa pertumbuhan madrasah-madrasah pemikiran Ahlus Sunnah adalah di dalam rangka menentang mazhab Ahlul Bait. Karena madrasah-madrasah tersebut berdiri di atas dasar hadis ini dan hadis-hadis lain yang sepertinya. Namun, dengan menggunakan pandangan ilmiah dan dengan sedikit bersusah payah di dalam meneliti kenyataan sejarah dan hal-hal yang melingkupi hadis ini dan hadis-hadis lain yang sepertinya, atau dengan melihat ke dalam ilmu hadis dan ilmu al-Jarh wa at-Ta’dil, niscaya akan tampak dengan jelas kebohongan hadis ini.
Ucapannya di atas menunjukkan akan madzhabnya yang rusak, kebodohannya yang sangat dan fanatismenya yang membinasakan. Tentu saja si pendusta ini akan menolak hadits khulafa`ur Rasyidin, karena menurut pandangan dia, seluruh khulafa`ur Rasyidin semuanya kafir kecuali Khalifah ’Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ’anhu.
Al-Majlisi, salah satu Imam agama Syiah berkata : ”Bahwa mereka (Abu Bakar, ’Umar dan ’Utsman) adalah para perampok yang curang dan murtad keluar dari agama –semoga Alloh melaknati mereka dan semua orang yang mengikuti mereka dalam bertindak jahat terhadap keluarga Nabi, baik orang-orang yang dahulu maupun yang belakangan.” [Lihat : Biharul Anwar IV/383; melalui perantaraan “Inilah Haqiqat Syiah” oleh M. Dawam Anwar di dalam buku ”Mengapa Kita Menolak Syiah”, LPPI, 1998].
Pembesar agama Syiah, al-Kulaini di dalam menafsirkan ayat :
إِنَّ الَّذِيْنَ ارْتَدُّوا عَلَى أَدْبَارِهِمْ مِنْ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُمُ الْهُدَى
“Sesungguhnya orang-orang yang kembali (murtad) kembali ke belakang (kekafiran) setelah jelas petunjuk itu pada mereka” (QS Muhammad : 25)
Yaitu : Abu Bakar, ’Umar dan ’Utsman telah murtad dari iman, karena tidak mau mengangkar ’Ali menjadi khalifah setelah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam wafat.” [Lihat : Ushul al-Kafi I/488; melalui perantaraan “Inilah…”, op.cit].
Jadi, para pembaca budiman, si penipu dan pendusta ini, dengan dalih kritik terhadap hadits ‘Irbadh bin Sariyah tentang berpegang dengan sunnah Khulafa`ur Rasyidin, pada prinsipnya ingin membatalkan prinsip aqidah ahlus sunnah di dalam mensikapi para sahabat terutama para Khulafa`ur Rasyidin ridhwanullah ‘alaihim ajma’in, yang mana keempat-empatnya telah dijanjikan oleh Rasulullah dengan surga yang luasnya seluas langit dan bumi.
Sesungguhnya, para penjahat dan pelaknat sahabat dari agama Syiah ini menghendaki untuk merusak agama Islam yang murni ini, dengan menolak persaksian manusia terbaik dan teradil setelah Rasulullah, dan menggantikannya supaya umat mau menerima persaksian mereka –kaum Syiah- yang pendusta dan penipu, aduhai…
فالبهت عندكم رخيص سعره حثوا بلا كيل ولا ميزان
Di sisi kalian dusta itu sangat murah harganya
Tanpa ditakar dan ditimbang mereka menghamburkannya
Mari sekarang kita kupas kebodohan, kedustaan dan penipuan si penulis pendusta ini… sebelumnya izinkan saya untuk menurunkan hadits ’Irbadh bin Sariyah yang dikritik oleh penipu ini dan jalur-jalur periwayatan haditsnya :
عن أبي نجيح العرياض ين سارية رضي الله عته ، قال : ( وعظنا رسول الله عليه وسلم موعظة وجلت منها القلوب ، وذرفت منها العيون ، فقلنا : يا رسول الله ! كأنها موعظة مودع فأوصنا ) قال : (( أوصيكم بتقوي الله ، والسمع والطاعة وإن تأمر عليكم عبد ، فإنه من يعش منكم فسيري اختلافا كثيرا ، فعليكم بسنتي وسنة الخلفاء الراشدين المهديين عضوا عليها بالنواجذ ، وإباكم ومحدثات الأمور ، فإن كل بدعة ضلالة )) . رواه أبو داود [ رقم : 4607 ] والترمذي [ رقم : 2676 ] وقال : حديث حسن صحيح .
Dari ’Abi Najih al-’Irbadh bin Sariyah radhiyallahu ’anhu, beliau berkata : Rasulullah Shallallahu ’alaihi wa Salam memberikan kita sebuah nasehat mendalam yang menyebabkan hati bergetar dan air mata bercucuran, lantas kami berkata : ”Wahai Rasulullah! Seakan-akan nasehat anda ini seperti nasehat perpisahan, berikanlah wasiat kepada kami.” Rasulullah bersabda : ”Aku berwasiat kepada kalian agar kalian senantiasa bertakwa kepada Alloh, mendengar dan taat kepada penguasa kalian walaupun kalian dipimpin oleh seorang budak, karena sesungguhnya siapa saja diantara kalian yang masih hidup sepeninggalku nanti akan melihat perselisihan yang banyak, maka berpeganglah kalian dengan sunnahku dan sunnah Khulafa`ur Rasyidin al-Mahdiyin (para khalifah yang lurus dan terbimbing), gigitlah kuat dengan gigi geraham kalian dan jauhilah oleh kalian perkara-perkara baru di dalam agama katena setiap bid’ah itu sesat.” Diriwayatkan oleh Abu Dawud [no. 4607], Turmudzi [no. 2676] dan beliau berkata : ”hadits hasan shahih.”
Si penipu ini berkata :
Sesungguhnya kesulitan pertama yang dihadapi hadis “Kamu harus berpegang teguh kepada sunahku dan sunah para Khulafa` Rasyidin …” ialah Bukhari Muslim membuangnya dan tidak meriwayatkannya. Dan ini berarti kekurangan di dalam derajat kesahihannya. Karena sesahih-sahihnya hadis adalah hadis-hadis yang diriwayatkan oleh dua orang Syeikh, yaitu Bukhari dan Muslim. Kemudian yang diriwayatkan oleh Bukhari saja. Lalu yang diriwayatkan oleh Muslim saja. Kemudian yang memenuhi syarat keduanya. Kemudian yang memenuhi syarat Bukhari saja. Dan kemudian yang memenuhi syarat Muslim saja. Keutamaan-keutaman ini tidak terdapat di dalam hadis di atas. Hadis di atas terdapat di dalam Sunan Abu Dawud, Sunan Turmudzi dan Sunan ibnu Majah.
Untuk menjawab tuduhan penipu ini, akan saya turunkan takhrij haditsnya secara lengkap dan thuruq (jalur-jalur) periwayatannya, agar tampak bahwa si pendusta ini sedang mengigau dan melancarkan manipulasi dan kedustaan…
Takhrij Hadits
[Catatan : Dalam takhrij ini saya banyak mengambil faidah dari : Basha`ir Dzawi Syarf bi Syarhi Marwiyat Manhaj as-Salaf karya Syaikhuna Salim bin ’Ied al-Hilali, Maktabah Al-Furqon, ’Ajman, 1420, hal. 67-69 dan Al-Azhar al-Mantsurah fi Tabyin anna Ahlal Hadits Hum al-Firqoh an-Najiyah wa ath-Tho`ifah al-Manshuroh karya Abu ’Abdirrahman Fauzi al-Atsari, Maktabah Al-Furqon, 1422].
Hadits tersebut diriwayatkan oleh : Abu Dawud (4607), Turmudzi (2676), Ibnu Majah (43-44), ad-Darimi (I/44-45), Ahmad (IV/126), al-Hakim di dalam Mustadrak (I/95-96) dan al-Madkhol ila ash-Shahih (I/I), al-Baihaqi di dalam as-Sunan al-Kubra (10/114) dan al-I’tiqod (hal. 229-230) serta Manaqib asy-Syafi’i (I/10-11), Ibnu Hibban (5), Ibnu Abi ’Ashim (27,32,54,55), al-Baghowi di dalam Syarhus Sunnah (102), al-Ajurri di dalam asy-Syari’ah (70-71), ath-Thohawi dalam Musykilul Atsar (1187), ath-Thobroni di dalam al-Kabir (18/818) dan Musnad asy-Syamiyin (437-438), Ibnu ’Abdil Barr di dalam Jami’ Bayanil ’Ilmi wa Fadhlihi (II/222-223), Ibnu Jarir ath-Thobari dalam Tafsir-nya (VI/212), al-Maruzi dalam as-Sunnah (26-27), al-Harawi dalam Dzammul Kalam (II/170), al-Mizzi dalam Tahdzibul Kamal (I/q.236/th), al-Qodhi ’Iyadh dalam asy-Syifaa’ (II/10-11), ad-Dani dalam as-Sunan (II/374) dan ar-Risalah al-Wafiyah (148), al-Fasawi dalam al-Ma;rifah Ta’liqon (II/1344), Ibnul Jauzi dalam al-Hada’iq (I/544) dan Talbis Iblis (22), Abu Ishaq al-Harbi dalam Gharibul Hadits (III/1174), Ibnu Baththoh dalam al-Ibanah (I/306), Ibnu Basyron dalam al-’Amali (45), Abu Nu’aim dalam al-Hilyah (X/114-115), Ibnu Jam’ah dalam al-Masyikhoh (II/557); dari jalan Al-Walid bin Muslim, ia berkata : menceritakan kepada kami Tsaur bin Yazid, ia berkata : menceritakan kepada kami Khalid bin Mi’dan, ia berkata : Menceritakan padaku ’Abdurrahman bin ’Amru as-Sulami dan Hujr bin al-Kala’i darinya (’Irbadh bin Sariyah radhiyallahu ’anhu).
Syaikhuna Salim bin ’Ied berkata : ”isnadnya shahih dan rijal (perawi) haditsnya tsiqot dan ma’ruf (dikenal) kecuali ’Abdurrahman bin ’Amru as-Sulami. Ibnu Hajar mentsiqohkannya di dalam Muwafiquhul Khobar al-Khobar 9I/137). Adz-Dzahabi berkata tentangnya di dalam al-Kasyif (II/158) : ”Shoduq”. Ibnu Hibban menyebutkannya di dalam ats-Tsiqot dan meriwayatkan darinya sejumlah ulama tsiqot. Turmudzi , Ibnu Hibban dan al-Hakim menshahihkannya.”
Adapun Al-Walid bin Muslim adalah perawi yang melakukan tadlis taswiyah, akan tetapi dia telah meriwayatkan hadits ini dengan tahdits sehingga hadits ini menjadi kuat dan hilanglah syubhat tadlis-nya.
Hadits ini pun memiliki mutaba’ah (penyerta) yang menyertainya :
-
Hujr bin Hujr. Abu Dawud, Ibnu Hibban, Ibnu Abi ’Ashim, al-Ajurri dan selainnya menganggap Hujr sebagai tabi’in dan tidak ada seorangpun yang meriwayatkan darinya kecuali Khalid bin Mi’dan, Ibnu Hibban menyebutkannya di dalam ats-Tsiqot.
-
Yahya bin Abil Mutho’ yang berkata : ”Aku mendengar ’Irbadh…” Riwayatnya dikeluarkan oleh Ibnu Majah (42), al-Hakim (I/97), ath-Thobroni di dalam al-Kabir (18/622) dan Musnad asy-Syamiyin (786) dan Ibnu Abi ’Ashim di dalam as-Sunnah (55, 1038). Syaikh Salim mengomentari : ”sanadnya shahih dan rijal-nya tsiqot, hanya saja Duhaim mengisyaratkan bahwa Riwayat Yahya bin Abil Mutho’ dari ’Irbad statusnya mursal. Namun ia menerangkan secara terang akan sima’-nya (mendengarnya) dari ’Irbadh dan sanadnya shahih, dan inilah yang dipegang oleh al-Imam al-Bukhari. Beliau berkata di dalam at-Tarikh al-Kabir (VIII/307) : ”ia mendengar ’Irbadh bin Sariyah”.
-
Al-Muhashir bin Habib. Dikeluarkan oleh Ibnu Abi ’Ashim (28,29,59,1043) dan Thobroni dalam al-Kabir (XVIII/623) dan Musnad asy-Syamiyin (697). Syaikh Salim berkata : ”sanadnya shahih dan guru kami (al-Albani) telah menshahihkannnya di dalam ash-Shahihah (2735).”
-
Jubair bin Nafir. Diriwayatkan oleh Ibnu Abi ’Ashim dalam as-Sunnah (I/20 dan II/483), Abu Nu’aim dalam al-Mustakhroj (I/37), Thabrani dalam Mu’jamul Kabir (XVIII/257) dari jalan Syu’udz al-Azdi dari Khalid bin Mi’dan dari Jubair in Nafir dari al-’Irbadh. Pada sanadnya ada Syu’udz al-Azdi, Ibnu Abi Hatim menyebutkannya di dalam al-Jarh wat Ta’dil (IV/390) namun tidak menyebutkan jarh maupun ta’dil kepadanya.
-
’Abdullah bin Abi Bilal. Diriwayatkan oleh Ahmad dalam al-Musnad (IV/127) dan ath-Thabrani dalam Mu’jamul Kabir (XVIII/249) dari jalan Baqiyah dari Buhair bin Sa’ad dari Khalid bin Mi’dan dari’Abdullah bin Abi Bilal dari al-’Irbad. Hadits ini berstatus hasan dengan syawahid-nya, namun secara dzatnya sanad hadits ini memiliki dua ’illat, yaitu pertama : Baqiyah bin Walid adalah seorang mudallis taswiyah dan dia dalam riwayatnya menggunakan ’an’anah tidak menerangkan secara tahdits periwayatannya, maka riwayatnya tertolak. Kedua, ’Abdullah bin Abi Bilal haditsnya maqbul hanya sebagai muttabi’ saja, apabila tidak maka haditsnya layyin (lemah), sebagaimana diutarakan al-Hafizh dalam at-Taqrib (297).
Bagi para thullabatul ’ilmi yang mempelajari hadits Nabawi, telah jelas bahwa hadits ’Irbadh ini, dengan rijal-nya yang tsiqoh, lalu diikuti oleh mutaba’ah dan syawahid, maka status hadits ini adalah shahih tanpa menyisakan keraguan sedikitpun. Sekalipun ada yang melemahkan salah satu dari riwayat-riwayat di atas, namun dengan menghimpun thuruqul hadits, maka stattus hadits ini dapat terangkat menjadi shahih. Oleh karena itu para huffazh bersepakat untuk mentashhih (menshahihkan) atau mentahsin (menghasankan) hadits ini, diantara mereka adalah :
-
Adh-Dhiya’ul Maqdisi dalam juz ”Ittiba’us Sunan wa Ijtinabul Bida’” (q. 79/1)
-
Al-Harawi dalam Dzammul Kalam (102), beliau berkata : ”Ini adalah hadits paling bagus di kalangan penduduk Syam.”
-
Al-Baghowi dalam Syarhus Sunnah (102), beliau berkata : ”ini hadits hasan”.
-
Ibnu ’Abdil Barr dalam Jami’ Bayanil ’Ilmi wa Fadhlihi (1758) mengatakan : ”diriwayatkan dari Nabi Shalallallahu ’alaihi wa salam dengan sanad yang shahih.”
-
Ahmad bin ’Amru al-Bazzar –sebagaimana dinukil oleh Ibnu ’Abdil Barr dalam Jami’ Bayanil ’Ilmi (2306)- mengatakan : ”Hadits ’Irbadh bin Sariyah tentang Khulafa’ Rasyidin ini adalah hadits yang tsabit shahih.”
-
Abu Nu’aim –sebagaimana dinukil oleh az-Zarkasyi dalam al-Mu’tabar (78)- menshahihkannya.
-
Al-Hafizh Ibnu Katsir dalam Tuhfatu ath-Tholib (46) mengatakan : “hadits yang jayyid termasuk hadits shahih-nya penduduk Syam.”
-
Al-Hafizh Muhammad bin ’Abdurrahman ad-Dughuli –sebagaimana di dalam al-Mu’tabar hal. 78-
-
Al-Hafizh Ibnu Qoyyim al-Jauziyah dalam I’lamul Muwaqqi’in (IV/140) mengatakan : ”ini hadits yang hasan dan sanadnya la ba’sa bihi.”
-
Al-Hafizh Ibnu Rojab al-Hanbali di dalam Jami’ul ’Ulum wal Hikam (muntaqo hal. 391).
-
Al-Hafizh az-Zarkasyi dalam al-Mu’tabar (30).
-
Al-Hafizh Ibnu Hajar di dalam Muwafoquhul Khobaril Khobar (I/137) mengatakan : ”hadits ini shahih dan rijal-nya tsiqot. Al-Walid bin Muslim secara baik menyebutkan sanadnya dan menerangkannya dengan tahdits di dalam penghimpunannya (jama’) dan ia tidak infirod (bersendirian) riwayatnya.”
-
Abu Isma’il al-Anshori sebagaimana dinukil oleh al-Hafizh dalam Muwafoquhul Khobaril Khobar (I/130)
-
Syaikh al-Albani di dalam Irwa’ul Gholil (2455) dan ash-Shahihah (937)
Dan masih banyak lagi para ulama salaf dan kholaf yang menshahihkan atau menghasankan hadits ini, yang apabila dihimpun keseluruhannya niscaya akan menjadi sebuah buku yang sangat tebal dikarenakan banyaknya para ulama yang berihtijaj (berhujjah) dengan hadits ini, mensyarahnya dan memetik fawaid darinya.
Oleh karena itu ucapan si tukang tipu dan dusta ini yang mengatakan ” Hadis di atas terdapat di dalam Sunan Abu Dawud, Sunan Turmudzi dan Sunan ibnu Majah. Para perawi hadis ini seluruhnya tidak lolos dari kelemahan dan tuduhan dalam pandangan para ulama ilmu al-Jarh wa at-Ta’dil.” adalah suatu omong kosong belaka, penipuan dan kedustaan. Karena hadits ini tidak hanya diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud, Turmudzi dan Ibnu Majah saja, sebagaimana dapat pembaca baca pada uraian sebelumnya.
Ucapannya ”Sesungguhnya kesulitan pertama yang dihadapi hadis “Kamu harus berpegang teguh kepada sunahku dan sunah para Khulafa` Rasyidin …” ialah Bukhari Muslim membuangnya dan tidak meriwayatkannya. Dan ini berarti kekurangan di dalam derajat kesahihannya.” adalah suatu kebodohan di atas kebodohan. Orang jahil ini tidak faham bahwa tidak semua hadits yang tidak diriwayatkan oleh Syaikhain maka otomatis lemah dan tidak dapat digunakan untuk berhujjah. Selama hadits itu shahih, selamat sanadnya dari ’illat dan para muhadditsin sepakat menerimanya, maka sebuah hadits walaupun tidak diriwayatkan oleh Syaikhain tetap maqbul dan wajib diamalkan dan dijadikan landasan di dalam berhujjah.
Ucapannya ”Bukhari Muslim membuangnya” adalah berangkat dari kebodohannya, karena Imam Bukhari tidak membuang hadits ini, bahkan beliau menukilnya di dalam at-Tarikh al-Kabir (VIII/306) walaupun beliau tidak memasukkan ke dalam bagian dari kitab Shahihnya. Hal ini dikarenakan beliau memilih dan menseleksi hadits-hadits di dalam Shahihnya dengan seleksi yang super ketat di dalam sanadnya. Sedangkan hadits ’Irbadh ini merupakan hadits penduduk Syam yang dianggap Imam Bukhari sebagai Awhamu asy-Syamiyin, dan ini bukan artinya hadits tersebut dha’if atau lemah.
Adapun ucapannya ”Karena sesahih-sahihnya hadis adalah hadis-hadis yang diriwayatkan oleh dua orang Syeikh, yaitu Bukhari dan Muslim. Kemudian yang diriwayatkan oleh Bukhari saja. Lalu yang diriwayatkan oleh Muslim saja. Kemudian yang memenuhi syarat keduanya. Kemudian yang memenuhi syarat Bukhari saja. Dan kemudian yang memenuhi syarat Muslim saja. Keutamaan-keutaman ini tidak terdapat di dalam hadis di atas. ” adalah Kalimatu Haq Uriida biha Bathil (Ucapan yang benar yang dikehendaki dengannya kebatilan), dan saya katakan bahwa ucapannya tersebut adalah Maqoolu fi ghoiri mahallihi (ucapan yang tidak pada tempatnya). Karena apa? Karena penentuan tingkatan-tingkatan keshahihan derajat hadits sebagaimana di sebutkan oleh pendusta ini, tidak digunakan untuk menolak hadits yang shahih walaupun tidak memenuhi syarat Bukhari maupun syarat Muslim.
Orang bodoh ini tidak faham tentang kaidah yang ia sebutkan, padahal yang dimaksud dengan syarthul Bukhari atau Syarthul Muslim adalah hadits yang diriwayatkan oleh rijalul Bukhari atau Muslim namun tidak dikeluarkan oleh keduanya. Jadi, apabila ada sebuah hadits yang shahih, dan rijal-nya tsiqot, namun bukan termasuk rijal-nya Bukhari atau Muslim, maka dikatakan tidak termasuk syarthul Bukhari atau Muslim. Namun haditsnya tetap shahih dan wajib berhujjah dengannya dan diamalkan.
Selain itu, kaidah ini berfaidah apabila terjadi ta’arudh (kontradiksi) dan tanaqudh (pertentangan) pada zhahir hadits. Sehingga dari sinilah muncul yang namanya syadz yaitu hadits dari perawi tsiqoh dan dhabit yang menyelisihi hadits yang perawinya lebih tsiqoh dan dhabit. Telah diketahui bahwa rijalul Bukhari wa Muslim adalah rijal yang paling tsiqoh dan dhobit. Maka penentuan tingkatan-tingkatan sebagaimana di atas berfaidah di dalam masalah ini.
Jadi, ini bukan artinya hadits yang tidak diriwayatkan oleh Bukhari Muslim atau salah satunya, atau yang tidak memenuhi syarat Bukhari Muslim atau salah satunya, maka otomatis hadits tersebut lemah, dha’if dan tidak boleh dijadikan hujjah dan diamalkan. Ini adalah pendapat bodoh dari orang-orang yang bodoh namun sok tahu, apalagi dibungkus dengan dusta, khianat dan manipulasi. Allohul Musta’an.
Baiklah mari kita menginjak ke uraian si pendusta ini berikutnya, yang mendhaifkan hadits ’Irbadh ini dengan kaidah dustanya dan kebodohannya.
Si pendusta ini berkata :
Para perawi hadis ini seluruhnya tidak lolos dari kelemahan dan tuduhan dalam pandangan para ulama ilmu al-Jarh wa at-Ta’dil. Orang yang meneliti biografi mereka dapat melihat hal ini dengan jelas. Pada kesempatan ini saya tidak bisa mendiskusikan seluruh para perawi hadis ini seorang demi seorang, dengan berbagai macam jalannya, dan dengan menukil pandangan para ulama ilmu al-Jarh wa at-ta’dil tentang mereka. Melainkan saya akan mencukupkan dengan hanya mendhaifkan seorang atau dua orang perawi dari musnad setiap riwayat. Itu sudah cukup digunakan untuk mendhaifkan riwayat tersebut, sebagaimana yang disepakati oleh para ulama ilmu al-Jarh wa at-Ta’dil. Karena, bisa saja perawi yang dhaif ini sendiri yang telah membuat riwayat ini.
Saya berkata : Aduhai… celaka anda wahai pendusta –semoga Alloh menghinakan anda dan membalas segala kedustaan dan kebohongan anda-, ucapan anda di atas adalah omong kosong belaka yang berangkat dari kebodohan anda yang amat sangat. Tidak percaya? Mari kita telaah kupas kedustaan dan kebodohan anda ini.
Turmudzi telah meriwayatkan hadis ini dari Bughyah bin Walid. Dan, inilah pandangan para ulama ilmu al-Jarh wa at-Ta’dil tentang Bughyah bin Walid: Ibnu Jauzi berkata tentangnya di dalam sebuah perkataan, “Sungguh kami ingat bahwa Bughyah telah meriwayatkan dari orang-orang yang majhul dan orang-orang lemah. Mungkin saja dia tidak menyebutkan mereka dan tidak menyebutkan orang-orang yang meriwayatkan baginya.”
Saya berkata, wahai jahil… saya belum pernah mendapatkan seorang perawi yang memiliki nama Bughyah bin Walid, namun yang saya dapatkan adalah Baqiyah bin Walid. Para pembaca, perhatikanlah bagaimana orang bodoh ini salah menyebut nama perawi, seharusnya Baqiyah namun menjadi Bughyah. Apakah si jahil ini menyebut nama Baqiyah dengan lahjah (dialek) Yaman dimana huruf qoof seringkali dibaca gaaf sebagaimana qohwah (kopi) dibaca menjadi gahwah?!! Sehingga ia membaca Baqiyah menjadi Bagiyah?!! Tentu saja tidak, karena ushlub yang digunakan oleh penulis pendusta itu adalah ushlub kitabah (tulisan), apalagi ia mengklaim menukil dari buku Imam Ibnul Jauzi dalam al-Maudhu’aat. Apakah Imam Ibnul Jauzi menyebut nama Baqiyah dan Bughyah?
Saya menjadi ragu, apakah si jahil ini merujuk ke bukunya langsung ataukah ia hanya kopas (kopi paste) atau menukil dari tulisan berbahasa asing, sehingga mendapatkan transliterasi yang jauh ini… atau mungkin saja ia mentahrif nama perawi ini menjadi Bughyah yang berasal dari Bahasa Arab bagho yang artinya : menyimpang, durhaka, berdusta atau bertindak zhalim, al-Baghyu yang artinya aniaya, perbuatan jahat, kedurhakaan atau perbuatan cabul?!! Apabila ia memang bermaksud demikian, maka dia sendirilah yang baghiy (penganiaya, pendusta dan pendurhaka)!!!
Apabila yang dimaksud adalah Baqiyah bin Walid, maka dia ini menukil salah satu sanad riwayat dari riwayat yang dibawakan oleh Imam Turmudzi, padahal telah berlalu penjelasannya bahwa riwayat hadits ini tidak satu, namun banyak. Dia menyebutkan jalur yang dibawakan oleh Imam at-Turmudzi dalam Sunan-nya (V/24), juga diriwayatkan oleh ath-Thabrani dalam Musnad asy-Syamiyin (II/197), al-Baghowi dalam Dala`ilun Nubuwwah (VI/541) dan selain mereka dari jalur : Baqiyah bin al-Walid dari Buhair bin Sa’ad dari Khalid bin Mi’dan dari ’Abdurrahman bin ’Amru…
Kemudian si pendusta ulung ini kembali berkata dengan menukil ucapan para ulama dengan penukilan yang palsu dan dusta
Ibnu Hiban berkata, “Tidak bisa berhujjah dengan Bughyah.” Ibnu Hiban juga berkata, “Bughyah seorang penipu. Dia meriwayatkan dari orang-orang yang lemah, dan para sahabatnya tidak meluruskan perkataannya dan membuang orang-orang yang lemah dari mereka.” Abu Ishaq al-Jaujazani berkata, “Semoga Allah merahmati Bughyah, dia tidak peduli jika dia menemukan khurafat pada orang tempat dia mengambil hadis.” Dan ucapan-ucapan lainnya dari para huffadz dan ulama ilmu al-Jarh wa at-Ta’dil. Dan apa yang telah kita sebutkan itu sudah cukup.
Bagi para thullabatul ’ilmi yang pernah membaca buku ’Ulumul Hadits dan Rijalul Hadits, niscaya akan mengetahui akan kebodohan dan kedustaan orang yang zhalim ini. Orang ini tidak faham apa itu tadlis?!! Apa itu mudallis?!! Berapa macamkah tadlis itu?!! Bagaimanakah hukum tadlis?!! Bagaimana status hadits yang ada perawi mudallis… masalah ini sepertinya si jahil ini tidak faham namun merasa sok alim dan sudah berani mendha’ifkan riwayat hadits yang dishahihkan oleh para imam ahlus sunnah salafan wa kholafan…
Si pendusta ini ketika menukil ucapan Imam Ibnu Hibban, ia mengatakan bahwa “Ibnu Hiban juga berkata, “Bughyah seorang penipu. Dia meriwayatkan dari orang-orang yang lemah, dan para sahabatnya tidak meluruskan perkataannya dan membuang orang-orang yang lemah dari mereka.” ”, padahal yang benar adalah Ibnu Hibban mengatakan bahwa Baqiyyah itu seorang mudallis. Kata mudallis di dalam ilmu hadits tidak tepat diterjemahkan dengan begitu saja dengan kata “penipu”. Ini menunjukkan kebodohannya akan ilmu mustholahul hadits dan sepertinya ia tidak merujuk langsung ke kitab asli, melainkan ia menukil dari bahasa asing yang bukan arab lalu ia translasikan dengan se-enak-udhel-nya sendiri.
Di dalam ishtilah atau syari’, kata tadlis itu artinya :
إخفاء عيب في الإسناد وتحسين لظاهره
“menyembunyikan aib (cacat) di dalam isnad dan membaguskannya dengan zhahirnya”
Baqiyah bin Walid telah masyhur di kalangan muhadditsin dan thullabatul ‘ilmi hadits bahwa dirinya termasuk mudallis yang gemar melakukan tadlis taswiyah. Tadlis taswiyah termasuk bagian dari tadlis al-Isnad yang artinya adalah : riwayat seorang rawi dari syaikhnya, lalu ia menghilangkan seorang rawi yang dha’if diantara dua rawi tsiqot, lalu ia menyembunyikan rawi yang dhaif dengan cara menjadikan lafazh penerimaannya dengan lafazh yang muhtamal (mengandung kemungkinan-kemungkinan) dan ia samarkan sanadnya seakan-akan seluruh rawi haditsnya adalah tsiqot. Tadlis taswiyah ini adalah seburuk-buruk bentuk tadlis.
Bagaimana menghukumi riwayat mudallis? Apakah semua riwayatnya dha’if?? Pendapat yang mu’tamad (diperpegangi) oleh para muhadditsin salafan wa kholafan adalah : dengan tafshil (perincian). Apabila perawi itu menegaskan secara sharih (terang) akan sima’ (mendengar)-nya dia, misalnya dengan ucapan sami’tu (aku mendengar), atau haddatsani atau akhbaroni dan semisalnya dari bentuk tahdits, maka haditsnya maqbul (diterima). Namun apabila ia tidak menegaskan secara sharih akan sima’-nya, maka riwayatnya tidak diterima, misalnya dengan ucapan ‘an atau semisalnya yang disebut dengan ‘an’anah.
Nah, kaidah yang mulia inilah yang tidak difahami oleh penulis bodoh lagi pendusta ini. Ia menipu pembacanya dengan menterjemahkan kata mudallis dari penilaian Ibnu Hibban kepada Baqiyah bin Walid dengan kata “penipu”, padahal dirinyalah yang penipu. Karena riwayat seorang mudallis itu fiihi tafshil (memerlukan perincian). Apabila perawi tersebut di dalam riwayatnya shoroha bi tahdits (menerangkan dengan tadits secara terang) maka riwayatnya maqbul namun apabila ia menggunakan lafazh yang muhtamal semisal ‘an atau disebut dengan ‘an’anah maka riwayatnya ditolak.
Alhashil, para ulama telah menjelaskan bahwa riwayat Baqiyah bin Walid dari Buhair bin Sa’ad tidak kuat status haditsnya, karena Baqiyah melakukan tadlis taswiyah dan ia tidak menerangkan dengan tahdits. Namun dikarenakan adanya syawahid dan mutaba’ah maka hadits ini dapat terangkat menjadi hasan, apalagi ada jalur riwayat dari jalan al-Walid bin Muslim yang menerangkan dengan tahdits dari Tsaur bin Yazid yang derajatnya shahih. Maka hadits ini hasan hukumnya sebagaimana dipaparkan oleh para ulama muhadditsin. Oleh karena itu jangan tertipu oleh penipuan si baghi (penganiaya) ini…
Si penipu ini berkata lagi :
Walid bin Muslim meriwayatkan hadis dari Tsaur an-Nashibi. Sebagaimana kata Ibnu Hajar al-‘Asqolani, “Kakeknya telah terbunuh pada hari Muawiyah terserang penyakit sampar. Adapun Tsaur, jika nama Ali disebut dihadapannya dia mengatakan, “Saya tidak menyukai laki-laki yang telah membunuh kakek saya.” Adapun berkenaan dengan Walid, adz-Dzahabi berkata, “Abu Mushir mengatakan Abu Walid seorang penipu, dan mungkin dia telah menyembunyikan cacat para pendusta.” Abdullah bin Ahmad bin Hambal berkata “Ayah saya ditanya tentangnya (tentang Walid), dia menjawab, ‘Dia seorang yang suka mengangkat-angkat.” Dan begitu juga perkataan-perkataan yang lainnya. Itu sudah cukup untuk mendhaifkan riwayatnya.
Sekali lagi si pendusta ini melakukan kedustaan dan penipuan. Telah saya turukan pada uraian di atas sebelumnya bahwa Walid bin Muslim memang seorang mudallis, namun riwayatnya ia terangkan dengan cara tahdits, maka haditsnya diterima.
Adapun penukilannya dari al-Hafizh Ibnu Hajar tentang Imam Tsaur bin Yazid perlu dicek kembali, sayang saya tidak memiliki rujukan yang ia sebutkan. Saya katakan, sangat perlu sekali kita melakukan pengecekan berita dan penukilan yang dibawa oleh orang-orang Syiah, karena mereka ini adalah pendusta, suka bersaksi palsu dan pengkhianat ilmiah. Oleh karena itu sebutannya kepada Imam Tsaur sebagai Nashibi (pembenci ’Ali) adalah julukan yang buruk bagi para imam ahlis sunnah. Para nuqad (ahli kritik hadits) bersepakat bahwa Tsaur bin Yazid itu tsiqqoh.
Si pendusta ini dalam uraian berikutnya menukil jarh para ulama ahlis sunnah kepada sebagian perawi yang disebutkan di dalam hadits ’Irbadh bin Sariyah ini. Saya katakan, semua penukilannya perlu dicek kembali dan sayangnya belum ada kelapangan bagi saya untuk memeriksa semuanya dikarenakan minimnya referensi yang saya miliki dan waktu yang terbatas. Namun, sebagaimana telah saya katakan, beberapa contoh kedustaan, kejahilan, dan pengkhianatan ilmiahnya telah cukup untuk membantah semua klaimnya, dan telah cukup untuk membuktikan akan kedustaan, kebodohan dan kecurangannya.
Puncak kebodohan dan kezhaliman orang ini adalah ucapannya
Di samping itu, hadis tersebut sebagai hadis ahad. Seluruh riwayatnya kembali kepada seorang sahabat, Urbadh bin Sariyah. Hadis ahad tidak bisa digunakan sebagai hujjah, disamping Urbadh termasuk pengikut dan agen Muawiyah.
Tanggapan :
كَبُرَتْ كَلِمَةً تَخْرُجُ مِنْ أَفْوَاهِهِمْ إِنْ يَقُولُونَ إِلَّا كَذِبًا
“Alangkah jeleknya kata-kata yang keluar dari mulut mereka, mereka tidak mengatakan kecuali dusta” [QS Al-Kahfi 5].
Orang bodoh ini menyebut nama sahabat dengan penyebutan yang tidak masyhur kalau tidak mau dikatakan salah. Karena penyebutan yang masyhur bagi sahabat yang mulia ini adalah ’Irbadh dengan mengkasrahkan ’ain.
Kedua, ini menunjukkan bagaimana bodohnya ia terhadap ilmu hadits. Orang ini menghimpun pemahaman sesat mu’tazilah, syiah dan pemahaman sesat lainnya yang menolak hadits ahad yang datang dari seorang sahabat yang ’adil. Hadits ahad yang shahih itu hujjah untuk seluruh perkara, baik masalah ahkam, aqidah, akhlaq, manhaj dan lainnya.
Ketiga, seluruh sahabat adalah ’adil statusnya menurut ahlis sunnah. Apabila ada yang mengungkit-ngungkit ke’adalahan seorang sahabat saja, maka ia telah menjadi mubtadi’ ahli bid’ah yang sesat dan menyesatkan seperti penulis bodoh ini. Bagaimana mungkin ia mengungkit riwayat ’Irbadh yang dinyatakannya infirad (bersendirian) dan akhirnya ia sebut sebagai hadits ahad.
Ucapannya di atas menunjukkan akan manhajnya yang rusak, yang mencela para sahabat Nabi yang mulia ridhwanullah ’alaihim ajma’in, padahal seluruh sahabat Nabi telah ditazkiyah (direkomendasi) oleh Alloh yang Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.
Alloh berfirman menjelaskan akan keridhaan-Nya kepada orang-orang Muhajirin dan Anshar…
والسابقون الأولون من المهاجرين والأنصار والذين اتبعوهم بإحسان رضي الله عنهم ورضوا عنه وأعد لهم جنات تجري تحتها الأنهار خالدين فيها أبداً ذلك الفوز العظيم
“Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) dari golongan muhajirin dan anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya selama-lamanya. mereka kekal di dalamnya. Itulah kemenangan yang besar.” (QS at-Taubah : 100)
Perhatikanlah firman Alloh yang menceritakan sifat dan ciri para Sahabat Nabi yang mulia :
محمد رسول الله والذين معه أشداء على الكفار رحماء بينهم تراهم ركعاً سجداً يبتغون فضلاً من الله ورضواناً سيماهم في وجوههم من أثر السجود ذلك مثلهم في التوراة ومثلهم في الإنجيل كزرع أخرج شطأه فآزره فاستغلظ فاستوى على سوقه يعجب الزراع ليغيظ بهم الكفار وعد الله الذين آمنوا وعملوا الصالحات منهم مغفرة وأجراً عظيماً
“Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka. kamu lihat mereka ruku’ dan sujud mencari karunia Allah dan keridhaan-Nya, tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud. Demikianlah sifat-sifat mereka dalam Taurat dan sifat-sifat mereka dalam Injil, yaitu seperti tanaman yang mengeluarkan tunasnya Maka tunas itu menjadikan tanaman itu Kuat lalu menjadi besarlah dia dan tegak lurus di atas pokoknya; tanaman itu menyenangkan hati penanam-penanamnya Karena Allah hendak menjengkelkan hati orang-orang kafir (dengan kekuatan orang-orang mukmin). Allah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh di antara mereka ampunan dan pahala yang besar.” (QS al-Fath : 29)
Perhatikan pula bagaimana Alloh Azza wa Jalla menjelaskan akan penerimaan taubat Rasulullah yang disertai pula dengan taubat para sahabat beliau dari Muhajirin dan Anshar yang menyertai Rasulullah di dalam perawng tabuk
لقد تاب الله على النبي والمهاجرين والأنصار الذين اتبعوه في ساعة العسرة من بعد ما كاد يزيغ قلوب فريق منهم ثم تاب عليهم إنه بهم رؤوف رحيم
“Sesungguhnya Allah Telah menerima Taubat nabi, orang-orang muhajirin dan orang-orang anshar yang mengikuti nabi dalam masa kesulitan, setelah hati segolongan dari mereka hampir berpaling, Kemudian Allah menerima Taubat mereka itu. Sesungguhnya Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang kepada mereka”
Lihatlah bagaimana Alloh meridhai para sahabat Nabi yang berbaiat setia di bawah pohon dan Alloh janjikan mereka dengan balasan dan kemenangan…
لقد رضي الله عن المؤمنين إذ يبايعونك تحت الشجرة فعلم ما في قلوبهم فأنزل السكينة عليهم وأثابهم فتحاً قريباً ومغانم كثيرة يأخذونها وكان الله عزيزاً حكيماً
“Sesungguhnya Allah Telah ridha terhadap orang-orang mukmin ketika mereka berjanji setia kepadamu di bawah pohon, Maka Allah mengetahui apa yang ada dalam hati mereka lalu menurunkan ketenangan atas mereka dan memberi balasan kepada mereka dengan kemenangan yang dekat (waktunya). Serta harta rampasan yang banyak yang dapat mereka ambil. dan adalah Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.”
Dan masih banyak ayat-ayat lainnya yang menunjukkan akan keutamaan para sahabat Nabi yang mulia Shallallahu ‘alaihi wa Salam
Si penipu lagi pencela Sahabat ini menunjukkan bagaimana bencinya dia kepada sahabat Nabi yang mulia, Mu’wiyah bin Abi Sufyan radhiyallahu ’anhu. Padahal Nabi yang mulia ‘alaihi Sholaatu wa Salaam telah memilih Mu’awiyah radhiyallahu ’anhu sebagai penulis wahyu Allah, dan beliau Shallallahu ‘alaihi wa Sallam pernah mendo’akan Mua’wiyah : ”Ya Allah, ajarkan Mu’awiyah al-Kitab dan selamatkan dirinya dari siksa api neraka.” [HR. Ahmad (IV/127) dan Ibnu Hibban (566)] Juga sabdanya ‘alaihi Sholaatu wa Salaam : ”Ya Allah, jadikanlah dirinya orang yang mendapat petunjuk lagi menunjuki” [Lihat Silsilah al-Ahadits Ash-Shahihah no. 1969].
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam memperingatkan umatnya dari mencerca sahabat dalam sabdanya : ”Janganlah kalian sekali-kali mencerca sahabatku, jika seandainya ada diantara kalian menginfakkan emas sebesar gunung uhud, tidak akan mampu mencapai satu mud yang mereka infakkan, bahkan tidak pula setengahnya.” (HR. Muslim).
Wahai pencela, tidakkah engkau ketahui bahwa Mu’awiyah itu adalah pamannya kaum muslimin?!! Ibrahim bin Maisarah berkata : ”Aku tidak pernah melihat Umar bin Abdul Aziz memukul seseorang pun kecuali orang yang mencerca Mu’awiyah. Beliau memukulnya dengan beberapa kali cambukan.”
Imam Al-Lalika`i rahimahullahu meriwayatkan di dalam as-Sunnah (no. 2359) bahwa Imam Abu Abdillah Ahmad bin Muhammad al-Hanbal rahimahullahu berkata : ”Jika kau melihat seorang berbicara buruk tentang sahabat, maka ragukanlah keislamannya.”
Beliau juga berkata di dalam as-Sunnah (hal. 78) : ”Barangsiapa yang mencela para sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam atau salah seorang dari mereka, ataupun meremehkan mereka, mencela dan membuka aib-aib mereka ataupun menjelekkan salah seorang dari mereka, maka ia adalah seorang Mubtadi’, Rofidhi, Khabits (busuk), Mukhalif (orang yang menyempal), …”
Imam Abu Zur’ah ar-Razi berkata : ”Jika engkau melihat ada seseorang yang merendahkan salah seorang dari sahabat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam, maka ketahuilah sesungguhnya ia adalah Zindiq! Karena Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam adalah haq di sisi kami, dan al-Qur’an itu haq, dan yang menyampaikan al-Qur’an dan as-Sunnah ini adalah para sahabat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam. Sesungguhnya mereka menghendaki mencela persaksian kita dengan tujuan membatalkan al-Kitab dan as-Sunah” (Dikeluarkan oleh al-Khathib di dalam al-Kifaayah fi ’ilmir Riwaayah hal. 67) [Lihat nukilan ucapan para Imam Ahlus Sunnah tentang larangan mencela para sahabat di dalam Iiqozhul Himmah littiba’in Nabiyyil Ummah, Khalid bin Su’ud al-Ajmi, Darul Wathan lin Nasyr, cet. I, 1420 H/ 1999 M, Riyadh, hal. 76-79]
Imam Barbahari berkata di dalam Syarhus Sunnah : ”Jika kau melihat ada seseorang mengkritik sahabat nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam maka ketahuilah bahwa dia adalah orang yang jahat ucapannya dan pengikut hawa nafsu, karena Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda : Jika kau mendengar sahabat-sahabatku disebut maka tahanlah lisanmu.” (Diriwayatkan oleh Thabrani dari Ibnu Mas’ud dan haditsnya shahih) [Lihat Silsilah al-Ahaadits ash-Shahihah no. 34]
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullahu berkata di dalam Minhajus Sunnah (V/146) : ”Oleh karena itu dilarang (memperbincangkan) perselisihan yang terjadi diantara mereka, baik para sahabat maupun generasi setelahnya. Jika dua golongan kaum muslimin berselisih tentang suatu perkara dan telah berlalu, maka janganlah menyebarkannya kepada manusia, karena mereka tidak mengetahui realita sebenarnya, dan perkataan mereka tentangnya adalah perkataan yang tanpa ilmu dan keadilan. Sekiranya pun mereka mengetahui bahwa kedua golongan tersebut berdosa atau bersalah, kendati demikian menyebutkannya tidaklah mendatangkan maslahat yang rajih (kuat) dan bahkan termasuk ghibah yang tercela. Para sahabat Ridlawanullahu ’alaihim ’ajmain adalah orang yang paling agung kehormatannya, paling mulia kedudukannya dan paling suci jiwanya. Telah tetap keutamaan mereka baik secara khusus maupun umum yang tidak dimiliki oleh selain mereka. Oleh karena itu, memperbincangkan perselisihan mereka dengan celaan adalah termasuk dosa yang paling besar daripada memperbincangkan selain mereka.” [Lihat I’laamul Ajyaal bi’tiqoodi ’Adaalati Ashhabi an-Nabiy Shallallahu ‘alaihi wa Sallam al-Akhyaar, karya Syaikh Abu Abdullah Ibrahim Sa’idai, Maktabah ar-Rusyd, cet. II, 1414 H / 1993 M, Riyadh, hal. 65)]
Ingatlah pula ucapan al-Hafizh Ibnu Katsiir rahimahullahu yang berkata di dalam al-Ba’its al-Hatsits (hal. 182) : ”Adapun perselisihan mereka pasca wafatnya Nabi ’alaihi Salam, yang di antara perselisihan tersebut ada yang terjadi tanpa didasari oleh kesengajaan seperti peristiwa Jamal, ada diantaranya yang terjadi karena faktor ijtihad seperti peristiwa Shiffin. Ijtihad itu bisa salah dan bisa benar. Namun, pelakunya dimaafkan jika ia salah, bahkan ia diganjar satu pahala. Adapun ijtihad yang benar maka ia mendapat dua pahala.” [Ibid hal. 66.]
Wahai para pencela Sahabat Nabi… sudahkah dirimu membaca ucapan para ulama hadits berikut ini :
-
Abu Abdillah Muhammad bin Ismail al-Bukhari al-Ju’fi (w. 256) di dalam Shahih-nya, kitab Fadlail Ashhabin Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam, Bab : Qowlun Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam Law Kuntu Muttakhidzan Khaliilan (Sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam sekiranya aku menjadikan kekasih).
-
Abul Husain Muslim bin Hajjaj al-Quysairi an-Naisaburi (w. 261) di dalam Shahih-nya, kitab Fadlailus Shahabah, Bab : Tahriimu Sabbis Shahabah Radhiallahu ‘anhum (Haramnya mencela sahabat radhiallahu ‘anhum).
-
Abu Dawud Sulaiman bin al-Asy’ats as-Sijistani (w. 275) di dalam Sunan-nya, kitab as-Sunnah, Bab : an-Nahyu ‘an Sabbi Ashhabin Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam (Larangan mencela sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam).
-
Abu Isa Muhammad bin Isa at-Turmudzi (w. 259) di dalam Sunan-nya, dalam bab al-Manaqib ’an Rasulillah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam, Bab : Fiiman Sabba Ashhaba an-Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam (Bagi siapa yang mencela para sahabat).
-
Abu Abdurrahman Ahmad bin Syuaib an-Nasa`i (w. 303) di dalam kitabnya Fadlailus Shahabah, Bab : Manaqib Ashhabin Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam wan Nahyu ’an Sabbihim rahimahumullahu ajma’in wa radhiallahu ‘anhum (Manakib Para Sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam dan Larangan Mencela Mereka semoga Alloh merahmati dan merihai mereka).
-
Abu Abdillah Yazid bin Abdillah al-Qirwani (w. 273) di dalam muqoddimah Sunan-nya, Bab : Fadlail Ashhabi Rasulillah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam.
-
Abu Hatim Muhammad bin Hibban al-Busti (w. 354) di dalam Manaqib ash-Shahabah, Rijaaluha wa Nisaa’uha bidzikri Asmaa`ihim radhiallahu ‘anhum ajma’in (Manakib Sahabat, kaum lelaki dan wanitanya dengan menyebut nama-namanya), dalam bab : Fadlail ash-Shahabah wat Tabi’in yang menyebutkan : al-Khabar ad-Daalu ’ala anna Ashhaba Rasulillah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam Kulluhum Tsiqaat wa ’uduul (Berita yang menunjukkan bahwa Sahabat Rasulullah seluruhnya kredibel dan terpercaya) dan az-Zajru ’an Sabbi Ashhabi Rasulillah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam alladzi Amarallahu bil Istighfar Lahum (Ancaman terhadap mencela sahabat Rasulullah yang Allah memerintahkan untuk memohonkan ampun bagi mereka). Demikan pula dalam kitabnya al-Majruuhin minal Muhadditsin tentang haramnya mencela sahabat.
Dan masih beribu-ribu lagi penjelasan para ulama ahlus sunnah baik salaf maupun kholaf yang menjelaskan tentang haramnya mencela sahabat…
Iya, inilah tujuan sebenarnya si pendusta yang membinasakan ini menyebarkan syubuhat tadh’if (pelemahan) hadits ’Irbadh bin Sariyah, yaitu :
-
Mengkafirkan Khulafa`ur Rasyidin kecuali Sahabat ’Ali radhiyallahu ’anhu saja dan menuduh mereka telah merampok hak wilayah Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ’anhu. Berpegang dengan hadits ’Irbadh bin Sariyah tentu saja akan berhadapan dengan madzhab mereka yang mereka klaim sebagai madzhab ahli bait.
-
Mencela para sahabat dan perawi dari kalangan Tabi’in atau Tabi’ut tabi’in yang ahlis sunnah, dengan menggelarinya sebagai Nashibi (pembenci Alul bait), agennya Mu’wiyah dan semisalnya.
-
Membatalkan madzhab ahlus sunnah yang ia sebut sebagai madzhab khulafa`ur rasyidin dan mengklaim bahwa madzhab ahlul bait palsunya-lah yang paling benar.
-
Merusak tatanan ilmu hadits ahlis sunnah, menyusupinya dengan syubuhat kebodohan, agar orang-orang awam tertipu dengan kelihaiannya di dalam berdusta, berkhianat dan curang.
-
Menipu kaum muslimin agar kaum muslimin melihat bahwa madzhab sesatnyalah yang paling benar.
Dan tujuan-tujuan lainnya yang hanya Alloh-lah yang mengetahuinya.
Semoga apa yang saya tulis dan sampaikan ini bermanfaat bagi kaum muslimin dan diri saya sendiri, dan semoga apa yang dipaparkan oleh penulis Syiah ini dapat terbantahkan walaupun tidak seluruhnya, dan sebagian syubhat lainnya akan saya bantah pada kesempatan lainnya –insya Alloh-.
Sebenarnya saya merasa malas untuk mengkomentari dan mencounter syubuhat kalangan syiah, dkarenakan kesesatan dan penyimpangan mereka sangatlah jelas. Namun ketika saya melihat bahwa gerombolan dakwah mereka mulai ramai menyebarkan dakwahnya melalui internet, maka mau tidak mau saya harus sedikit memberikan andil di dalam membantah kesesatan dan penyimpangan mereka,
لِيَهْلِكَ مَنْ هَلَكَ عَنْ بَيِّنَةٍ وَيَحْيَا مَنْ حَيَّ عَنْ بَيِّنَةٍ
“Agar orang yang binasa itu binasanya dengan keterangan yang nyata dan agar orang yang hidup itu hidupnya dengan keterangan yang nyata pula” [QS Al-Anfaal 42].
الحق شمس و العيون نواظر لكنها تخفى على العميان
Kebenaran itu bak mentari dan mata-mata ini memandangnya
Akan tetapi matahari itu tersembunyi bagi si buta
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman :
فَإِنَّهَا لَا تَعْمَى الْأَبْصَارُ وَلَكِنْ تَعْمَى الْقُلُوبُ الَّتِي فِي الصُّدُورِ
“Karena sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang buta ialah hati yang didalam dada” [QS Al-Hajj 46].
Malang, 14 Robi’ul Awwal 1428
1 April 2007
Akhukum Abu Salma
assalamu alaikum warohmatullahi wabarokatuh
sedikit tambahan akh…syubhat tentang hadist khulafaurrasyidin itu diambil mereka dari bukunya tijani …”ketemukan kebenaran”..yg penuh kepalsuan.
sedangkan tijani ini seperti biasanya orang syiah adalah pembohong tulen.
http://www.ansar.org/english/exposingtaijani.htm
tentang tijani oleh syeikh ar ruhaily
Mengenai Imam Tsaur bin Yazid, berikut ini ana nukilkan perkataan Ibnu Hajar dalam kitabnya :
ثور بن يزيد بزيادة تحتانية في أول اسم أبيه أبو خالد الحمصي ثقة ثبت إلا أنه يرى القدر من السابعة مات سنة خمسين وقيل ثلاث أو خمس وخمسين ع
[Taqribut-Tahdzib nomor 861]
Tsaur bin Yazid adalah tsiqah dalam nukilan. Adapun penisbatannya sebagai seorang Nashibi (jikalau hal itu dianggap benar), maka tidak mempengaruhi periwayatannya. Allaahu a’lam.
Tambahan :
خ 4 البخاري والأربعة ثور بن يزيد بن زياد الكلاعي ويقال الرحبي أبو خالد الحمصي روى عن مكحول ورجاء بن حيوة وصالح بن يحيى بن المقدام وعطاء وعكرمة وأبي الزبير والمطعم بن المقدام وابن جريج وأبي الزناد وخالد بن معدان وحبيب بن عبيد الرحبي والزهري وخلق وعنه بقية والخريبي وصفوان بن عيسى والسفيانان وعيسى بن يونس وابن إسحاق ومالك والوليد بن مسلم ويحيى بن حمزة الحضرمي وابن المبارك ويحيى بن سعيد القطان وأبو عاصم النبيل وجماعة قال بن سعد كان ثقة في الحديث ويقال أنه كان قدريا وكان جده قتل يوم صفين مع معاوية فكان ثور إذا ذكر عليا قال لا أحب رجلا قتل جدي وقال أحمد ثنا سعد بن إبراهيم ثنا إبراهيم بن سعد عن محمد بن إسحاق قال حدثني ثور بن يزيد الكلاعي وكان ثقة وكان أبو أسامة يحسن الثناء عليه وعده دحيم في أثبات أهل الشام مع أرطأة وحريز وبخير بن سعد وفي رواية يعقوب بن سفيان عنه ثور بن يزيد أكبرهم وكل هؤلاء ثقة وقال عثمان الدارمي عن دحيم ثور بن يزيد ثقة وما رأيت أحدا يشك أنه قدري وهو صحيح الحديث حمصي وقال يعقوب بن سفيان سمعت أحمد بن صالح وذكر رجال الشام فقال وثور بن يزيد ثقة الا أنه كان يرى القدر وقال عمرو بن علي عن يحيى بن سعيد ما رأيت شاميا أوثق من ثور بن يزيد وقال بن المديني عن يحيى بن سعيد ما رأيت شاميا أوثق من ثور بن يزيد وقال بن المديني عن يحيى بن سعيد ليس في نفسي منه شيء أتتبعه وقال علي عن يحيى أيضا كان ثور عندي ثقة وقال وكيع ثور كان صحيح الحديث وقال أيضا رأيت ثور بن يزيد وكان أعبد من رأيت وقال عيسى بن يونس كان ثور من أثبتهم وقال أيضا جيد الحديث وقال الوليد بن مسلم ثور يحفظ حديث خالد بن معدان وقال سفيان الثوري خذوا عن ثور واتقوا قرنيه قال عبد الرزاق ثم أخذ الثوري بيد ثور وخلا به في حانوت يحدثه وقال الثوري بعد ذلك لرجل رأى عليه صوفا إرم بهذا عنك فإنه بدعة فقال له الرجل ودخولك مع ثور الحانوت واغلاقك الباب عليكما بدعة وقال أبو عاصم قال لنا بن أبي رواد اتقوا لا ينطحنكم بقرنيه وقال أبو مسهر وغيره كان الأوزاعي يتكلم فيه ويهجوه وقال عبد الله بن أحمد عن أبيه ثور بن يزيد الكلاعي كان يرى القدر كان أهل حمص نفوه لأجل ذلك ولم يكن به بأس وقال أبو مسهر عن عبد الله بن سالم أدركت أهل حمص وقد اخرجوا ثور بن يزيد وأحرقوا داره لكلامه في القدر وقال بن معين كان مكحول قدريا ثم رجع وثور بن يزيد قدري وقال أبو زرعة الدمشقي عن منبه بن عثمان قال رجل لثور بن يزيد يا قدري قال لئن كنت كما قلت إني لرجل سوء وإن كنت على خلاف ما قلت فأنت في حل وقال عباس الدوري عن يحيى بن معين ثور بن يزيد ثقة وقال في موضع آخر أزهر الحرازي وأسد بن وداعة كانوا يجلسون ويسبون علي بن أبي طالب وكان ثور لا يسبه فإذا لم يسب جروا برجله وقال عبد الله بن أحمد عن أبيه عن يحيى القطان كان ثور إذا حدثني عن رجل لا أعرفه قلت أنت أكبر أم هذا فإذا قال هو أكبر مني كتبته وإذا قال هو أصغر مني لم اكتبه وقال محمد بن عوف والنسائي ثقة وقال أبو حاتم صدوق حافظ وقال نعيم بن حماد قال عبد الله بن المبارك
أيها الطالب علما
ائت حماد بن زيد
فاطلب العلم منه
ثم قيده بقيد
لا كثور وكجهم
وكعمرو بن عبيد وقال بن عدي بعد أن روى له أحاديث وقد روى عنه الثوري ويحيى القطان وغيرهما من الثقات ووثقوه ولا أرى بحديثه بأسا إذا روى عنه ثقة أو صدوق ولم أر في أحاديثه أنكر من هذا الذي ذكرته وهو مستقيم الحديث صالح في الشاميين قال أبو عيسى الترمذي مات سنة 5 وقال بن سعد وخليفة وجماعة مات سنة 53 ببيت المقدس وقال يحيى بن بكير سنة 55 قلت وقال الآجري عن أبي داود ثقة قلت أكان قدريا قال اتهم بالقدر وأخرجوه من حمص سحبا وقال بن حبان في الثقات كان قدريا ومات وله سبعون سنة وقال العجلي شامي ثقة وكان يرى القدر وقال الساجي صدوق قدري قال فيه أحمد ليس به بأس قدم المدينة فنهى مالك عن مجالسته وليس لمالك عنه رواية لا في الموطأ ولا في الكتب الستة ولا في غرائب مالك للدارقطني فيما أدرى أين وقعت روايته عنه مع ذمه له وقال بن خزيمة في صحيحه هو أصغر سنا من المدني
[Tahdzibut-Tahdzib juz 2 nomor 57]
Banyak para imam yang mentsiqatkan beliau.
Allaahu a’lam
Assalamu’alaikum,
Bila Anda termasuk orang-orang yang berpikiran terbuka, kritis, tidak termasuk orang yang ber-taqlid buta, danbisa menghargai orang lain..silakan mampir ke blog saya. Jika tidak, alangkah baiknya Anda tidak mem-posting hal-hal yang Anda sendiri tidak mempunyai pengetahuan tentang-nya.
Wassalam.
have you read dilog sunnah syiah? 2 orang dengan pemahaman sunni dan syiah yang begitu tinggi pun tidak berani saling menghujat..
>> have you read dilog sunnah syiah? 2 orang dengan pemahaman sunni dan syiah yang begitu tinggi pun tidak berani saling menghujat..
lucu ya… kalau ke orang yang masih hidup & dialog, orang2 syiah seolah2 menghormati. Tapi kepada orang2 mulias yang sudah wafat (para sahabt nabi), mereka menghujat habis2an, bahkan mengkafirkan…
Laa haula wa laa quwwata illaa billaah…
coba pelajari lagi ttg syiah, download di link ini ::
ttg syiah
Muhammad Haryo
http://anc.zendurl.com
buat nurul dialog sunni-syiah karanga musawi itu adalah dialog palsunya orang2 syiah…sudah dibantah dengan jelas
silahkan anda rujuk kesini
http://www.al-firdaus.com/al-murajaat/