STUDI KRITIS : Syair-syair Barzanji & Burdah

 Apr, 01 - 2007   17 comments   Agama Syiah

STUDI KRITIS!
Syair-syair Barzanji & Burdah

Berikut adalah beberapa kalimat kufur dan syirik yang terdapat dalam kitab Barzanji sekaligus komentar dari sebagian ulama.

Hambamu yang miskin mengharapkan
“Karuniamu (wahai Rasul) yang sangat banyak”
Padamu aku telah berbaik sangka
“Wahai pemberi kabar gembira dan Pemberi Peringatan”
Maka tolonglah Aku, selamatkan Aku
“Wahai Penyelamat dari Sa’iir (Neraka)”
Wahai penolongku dan tempat berlindungku
“Dalam perkara-perkara besar dan berat yang menimpaku”

Penjelasan :

Misi dan tujuan kedatangan Rasulullah yang utama adalah untuk membebaskan manusia dari penghambaan diri kepada selain Allah. Sementara penyair dalam petikan syair Barzanji di atas menyatakan penghambaan dirinya kepada Rasulullah (bukan kepada Allah) dan mengharapkan pemberian yang banyak dari beliau. Pada bait yang ke-2 dia telah berbaik sangka kepada Rasulullah (untuk menyelamatkan dirinya). Padahal Nabi sendiri menyuruh untuk berbaik sangka hanya kepada Allah bilamana akan menghadap Allah (akan mati) Hal ini sebagaimana yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Sahabat Jabir bin Abdillah bahwasanya ia pernah mendengar Rasulullah bersabda (3 hari sebelum wafatnya) :

Janganlah mati salah seorang dari kamu melainkan ia berbaik sangka kepada Allah ‘Azza wa Jalla

berbaik sangka dalam hadits tersebut maksudnya adalah mengharap rahmat dan ampunan

Pada bait yang ke-3 penyair minta pertolongan kepada Rasulullah dan minta perlindungan dari beliau supaya diselamatkan dari api neraka, padahal Nabi sendiri melarang umatnya memohon untuk menghilangkan kesusahan dan kesulitan yang menimpa (beristigotsah) kecuali hanya kepada Allah. Bahkan beliau sendiri meminta perlindungan hanya kepada Allah dan memerintahkan ummatnya untuk berlindung serta memohon perlindungan hanya kepada Allah semata. Rasulullah bersabda : “

Tidaklah boleh memohon untuk menghilangkan kesusahan dan kesulitan yang menimpa (beristigotsah) kepadaku (karena Nabi tidak mampu melakukannya), dan beristigotsah itu hanya boleh kepada Allah semata.” [HR. Thabrani, semua periwayatnya shahih kecuali Ibnu luhaiah, dia hasan].

Pada bait yang ke-4 penyair menjadikan Nabi sebagai penolong dan tempat berlindung dalam perkara-perkara besar dan berat yang menimpanya dengan melupakan Allah ‘Azza wa Jalla sebagai penolong dan tempat berlindung yang Nabi sendiri meminta pertolongan dan perlindungan hanya kepada-Nya.

Keempat bait syair ini di dalamnya terdapat kalimat-kalimat yang mengandung kesesatan dan kesyirikan yang sangat berat. Hal ini tidak diketahui oleh orang-orang yang berdiri mendendangkan syair-syair Barzanji tersebut. Berdirinya mereka (pembaca Barazanji) pada acara Maulid dan “Cukuran” (potong rambut bayi) dan acara ziarahan di rumah calon jamaah hajji. dikatakan oleh Ulama bahwa hal itu didasarkan kepada I’tiqad (keyakinan) sesat bahwasanya Nabi menghadiri majelis yang di dalamnya di baca kisah maulid tersebut. Setelah mendapat kritikan Ulama mereka pindah kepada I’tiqad (keyakinan) lain yang sama juga sesatnya yaitu anggapan bahwa Ruh Nabi hadir menyertai mereka. Sehingga terdengar dari mereka ungkapan “Jasadnya tidak menyertai kita akan tetapi rohaniatnya selalu bersama kita.”

Kemudian di dalam Qashidah Burdah yang dicetak bersama kitab Barzanji, ada bait-bait yang dikritik oleh Ulama karena mengandung pujian melampaui batas yang ditujukan kepada Rasulullah (Ithra) sehingga menempatkan Nabi pada posisi dan tingkatan Allah ‘Azza wa Jalla. Diantara bait yang dikritik itu adalah:

Wahai makhluk yang mulia tiadalah bagiku tempat berlindung”
“selain engkau, di kala bencana besar menimpaku”
“Maka sesungguhnya termasuk sebagian dari pemberianmu (adalah) dunia dan akhirat”
“dan termasuk sebagian dari ilmumu adalah ilmu tentang apa yang tercatat
dalam Al-Lauh Al-Mahfudzh
dan apa yang tertulis oleh Pena Allah

Inilah sebagian dari syair Qashidah yang mengandung Pujian kepada Rasululah saw yang melampai batas.

 

[Al-Hujjah Risalah No: 50 / Thn IV / Rabiul Awal / 1423H ]


Related articles

 Comments 17 comments

  • ridho says:

    maaf al akh,
    anda harus ingat yg anda teliti adalah syair…,bukan tulisan biasa. Maka perlakukanlah sebagai syair…,kl anda perlakukan sebagai tulisan biasa sangat berbahaya, karena syair penuh dgn bahasa ungkapan dan metafora..,dan apa yg anda kutip diatas adalah keadaan di padang mahsyar yg di mana tidak ada satu manusiapun dapat membantu bahkan para nabi, kecuali rasullullah sesuai hadist yg diriwayatkan muslim, afwan

    Dahulu konon Syaikh Siti Jenar juga menjadi ilhad gara-2 syair-2 atau ucapan-2 konotatif yg bernuansa wahdatul wujud dan hulul. Demikian pula para pembesar hulul dan wahdatul wujud semisal al-Hallaj dan Ibnu Arobi. Apabila menggunakan kaidah anda, maka kapankah suatu syair yang berisi kekufuran dapat menjadi kafir??? Jika demikian syair-2 Kahlil Gibran, Anand Krishna atau orang-2 zindiq lainnya bisa dibenarkan… karena ucapan-2 mereka adl ucapan syair yang penuh dg ungkapan metafora…

  • ridho says:

    maaf al akh,
    bukankah bahasa arab penuh dengan metafora dan permisalan….???? bukankah di alquran sendiri penuh dengan metafora dan permisalan…??? bukankah akhirnya ” wa tilkal amtsalu nadribuha linnasi la allahum yatafakarrun…???? setau saya dalam syair ada ilmunya sendiri…,dalam bahasa arab di sebut arudh’ (timbangan2 dalam bersyair) anda dapat membaca buku madaih an nabawiyah karya sayyid muhammad al maliki untuk mengerti dasarnya saja……,apakh anda pernah mendengar kisah ibn taimiyah yg mengkafirkan aforisma2 ibn arabi, sehingga memfatwakan bahwa ibn arabi kafir….???, tp akhirnya setelah beliau mendengarkan penjelasan dari seorang syeikh( klo ga salah abu nur al kalabadzi)di sebuah mesjid di kairo beliau menarik kembali fatwanya…..!!!
    gampangnya gini akh, klo anda membuat skripsi mungkin anda menggunaka rujukan buku komposisi karya goris keraf bukan…??? tapi klo anda menilai syair rendra…??? bisakah anda tetap menggunakan rujukan buku tersebut….????? beda kan, acuannya…???

    Begini akhy… apabila antum katakan di al-Qur’an ada metafora dan majaz, bagaimana dhabith dan syuruthnya? karena setau ana al-Qur’an tdk memiliki majaz. Al-Qur’an adalah Kalamullah yang bisa difahami dari zhahirnya, bukan makhluk atau ciptaan Goris, Gibran, Rendra atau siapapun itu yang fleksibel bisa ditakwil ke sana kemari. Majaz dapat terjadi apabila ada qorinahnya. Di dalam bahasa Arab -juga masuk ke dalam pembahasan ushul fiqh– dikatakan asal suatu kalimat adalah haqiqi sampai ada qorinah yang kuat memalingkannya.
    Misal dikatakan : “Ja’a Sa’ad“, di sini Sa’ad bisa bermakna nama orang bisa juga singa bisa juga manusia yang pemberani seperti singa. Namun hakikinya adalah Sa’ad/singa datang, dan tidak dipalingkan ke makna orang yang bersifat pemberani kecuali ada syarat-2 yang memalingkannya dari zhahir atau hakikinya.
    Al-Qur’an tidak memiliki majaz, dan ini pendapat terkuat diantara dua pendapat. Karena banyak sekali ahli bid’ah yang mentahrif ataupun menta’wil al-Qur’an dengan atas dasar majaz. Misalnya, Alloh berfirman : “Ar-Rohmanu ‘alal Arsy Istawa“. Asy’ariyah, Maturidiyah dan Mu’tazilah menta’wil kata istiwa’ dengan istaula’ (menguasai) dengan tujuan tanzih (mensucikan) Alloh dari Dzat makhluq. Permasalahannya adalah atas dasar apa mereka menta’wil istiwa’ menjadi istaula… Padahal ta’wil ini berimplikasi pada :
    1) Meniadakan makna istiwa’ bagi Alloh padahal Alloh sendiri dan rasulullah sebagai makhluk Alloh yang paling tahu tentang-Nya menetapkan kata ini.
    2) Memalingkan makna istiwa’ kepada istaula’ yang artinya menetapkan makna istaula’ padahal Alloh dan rasul-Nya tidak menetapkannya
    3) Jatuh kepada tasybih (penyerupaan Alloh dengan makhluk) dan tamtsil karena menurut mereka apabila tdk dita’wil maka Alloh sama dengan makhluk-Nya, ini berarti mereka bermaksud lari dari tasybih namun berangkat dari tasybih sehingga pada hakikatnya mereka telah melakukan tasybih.
    4) Istaula menurut bahasa maknanya adalah menguasai setelah sebelumnya melakukan perebutan, maka sungguh Alloh jauh dari sifat yang demikian ini.
    Oleh karena itu, ahlus sunnah menetapkan bahwa apa yang dilafazhkan oleh Al-Qur;an adalah hakiki sebagaimana zhahirnya kecuali apabila ada qorinah kuat yang memalingkannya yang mana qorinah tsb dari Alloh dan Rasul-Nya.
    Saya juga heran, apabila mereka mentakwil sifat Alloh semisal Alloh beristiwa, memiliki tangan, memiliki betis dan selainnya dari sifat yang Alloh dan rasul-Nya sendiri yang tetapkan, namun mereka tidak mentakwil sifat melihat, mendengar, mengetahui dan semisalnya… Padahal Alloh melihat dan manusia juga melihat, namun pengelihatan Alloh dan manusia tentu saja berbeda. Alloh mendengar dan manusia mendengar maka tentu saja pendengaran Alloh dan manusia berbeda. Maka bisa juga saya katakan bahwa Alloh menetapkan untuk dirinya bahwa dia memiliki tangan dan manusia juga memiliki tangan, namun tangan Alloh berbeda dengan tangan manusia. Kita fahami makna tangan namun kita tidak mentakyif (membayangkan) bagaimana tangan Alloh. Wong, kaki ayam, kelinci, kambing dan kaki kursi aja beda padahal sama-sama kaki dan sama-sama dimiliki makhluk, maka tentu saja bagi Alloh permisalan yang lebih tinggi…
    Sungguh benar apa yang dikatakan oleh Imam Malik rahimahullahu, Imam Darul Hijrah dan Ahlus Sunnah ketika ditanya kaif istawa? (bagaimana Alloh beristiwa)? Maka beliau menjawabnya dengan : “Al-Istiwa`u ma’lumun wa kaifiyatuhu majhul (wa fi riwayah : ghoiru ma’qul), wal-Imanu bihi wajibun was Su`alu ‘anhu bid’ah!!!” (Bersemayamnya Alloh itu maknanya telah diketahui, menanyakan bagaimana (kaifiyat)-nya adalah tidak diketahui (dalam riwayat lain : tidak bisa dicerna akal), mengimaninya adalah wajib dan menanyakan bagaimananya adalah bid’ah.”
    Oleh karena itu saya tanya kepada anda, apa dhobit dan syuruth di dalam majaz atau metafora ini? BUkankah Bahasa Arab sendiri menyatakan bahwa al-kalamu huwal lafzhul murokkabu yufiidu ‘ala ma’na dimana maknanya jelas dan ada pada dzatnya.
    Saya teringat sebuah kejadian, seorang ikhwan pernah berdiskusi dengan seorang guru bahasa Arab shufi (shufinya sedikit moderat), yang pada saat itu membawa sebuah buku syair shufi terkenal yang saya lupa namanya, teman saya bertanya : “Ustadz bolehkah manusia bersumpah dengan makhluq?”, ustadz itu menjawab : “menurut pendapat yang rajih tdk boleh, itu tmsk syirik mensekutukan Alloh”, lalu ikhwan ini mengatakan : “kalo begitu ustadz, buku yang antum pegang ada kesyirikan di dalamnya. Karena penulisnya bersumpah dengan nama makhluq. Di sana ada kata : wasy Syamsi… (demi matahari)wal Ardhi (demi bumi)… wan Nabiyy (demi Nabi)… dst..:” lalu ustadz itu dengan tenangnya mengatakan : “Ya Ali, antum harus fahami dulu Bahasa Arab, tidakkah antum ketahui bahwa Bahasa Arab penyair itu tinggi. Di dalam ucapannya itu ada khobar mahdzuf (berita yang dihilangkan dari kalimat), taqdir (penentuan dari berita yang hilang)-nya adalah Robb, jadi maksudnya adalah : “wa Robbi” Syamsi” (demi tuhannya matahari)… dst…”
    Lantas si ikhwan ini mengatakan : “Jika demikian ya ustadz, maka kalo begitu benar pendapat Ibnu Arobi dan kaum shufi ghulat, bahwa Fir’aun itu adalah muslim dan hamba Alloh yang paling bertauhid.” “Loh koq bisa” tukas sang ustadz. Si ikhwan ini menjawab : “Na’am ustadz, karena hujjah mereka sama dengan hujjah antum, yaitu ada khobar mahdzuf dan taqdirnya ‘Abdun, ketika Fir’aun berkata lantang kepada Musa Wa Ana Robbukumul A’la, taqdirnya adalah Wa Ana ‘Abdu Robbikumul A’la (Aku adalah hamba tuhanmu yang paling tinggi).” Maka ustadz ini terdiam seribu bahasa…
    Allohul Muwafiq…

  • ridho says:

    maaf al akh,
    saya kira saya tidak perlu menjelaskan panjang lebar, karena permasalahan ini cukup kompleks, tp atas pertanyaan anda :”aya juga heran, apabila mereka mentakwil sifat Alloh semisal Alloh beristiwa, memiliki tangan, memiliki betis dan selainnya dari sifat yang Alloh dan rasul-Nya sendiri yang tetapkan, namun mereka tidak mentakwil sifat melihat, mendengar, mengetahui dan semisalnya… Padahal Alloh melihat dan manusia juga melihat, namun pengelihatan Alloh dan manusia tentu saja berbeda. Alloh mendengar dan manusia mendengar maka tentu saja pendengaran Alloh dan manusia berbeda. Maka bisa juga saya katakan bahwa Alloh menetapkan untuk dirinya bahwa dia memiliki tangan dan manusia juga memiliki tangan, namun tangan Alloh berbeda dengan tangan manusia. Kita fahami makna tangan namun kita tidak mentakyif (membayangkan) bagaimana tangan Alloh. Wong, kaki ayam, kelinci, kambing dan kaki kursi aja beda padahal sama-sama kaki dan sama-sama dimiliki makhluk, maka tentu saja bagi Alloh permisalan yang lebih tinggi…”….

    masa sih anda ga tau beda tangan, betis dengan melihat, mendengar…..,masa sih anda ga tau bedanya kata2 ini…????!!! saya jadi bingung….., tangan kan kata benda, melihat kan kata sifat…..,coba anda terjemahkan kalimat ” hatimu berada di tanganku…..”..??? apa maksud kalimat ini……???

    gini aja, sejauh yg saya tau ini perdebatan kuno antara mazhab hambali dengan mazhab al asy’ari……, untuk lebih komplitnya silahkan anda baca buku imam al ghazali ” fash al tafriqah ” di situ diuraikan lengkap dan tuntas tentang masalah ini…,klau anda menganngap al ghazali sering membawakan hadist2 dhaif, buang saja seluruh hadis dhoif yg anda lihat…,tp buang juga ta’asshub yg ada di hati anda…., biasakan berpikirn terbuka dan berlapang dada…., maaf atas keterbatasan waktu, saya menulis ini dgn cepat sekali, mohon maaf klo ada kesalahan…..

  • Ridho said :

    Alloh mendengar dan manusia mendengar maka tentu saja pendengaran Alloh dan manusia berbeda. Maka bisa juga saya katakan bahwa Alloh menetapkan untuk dirinya bahwa dia memiliki tangan dan manusia juga memiliki tangan, namun tangan Alloh berbeda dengan tangan manusia. Kita fahami makna tangan namun kita tidak mentakyif (membayangkan) bagaimana tangan Alloh.

    Ini Jawaban dari pertanyaan antum sendiri ridho. Kok susah.

  • Abu Azzam says:

    Kalo ada seseorang yang menyodorkan kaki ayam kepada seorang buta, pasti dia akan mengingat bentuk kaki ayam tersebut yaitu bersisik, punya 4 jari, berkuku, dan kadang-kadang bertaji. Kemudian disodorkan lagi kaki kelinci, pasti dia akan mengingat kaki kelinci itu begini-begitu. Demikian juga ketika dia memegang kaki kursi, pasti dia mengingat bahwa kaki kursi itu begini dan begitu. Nah, sekarang coba antum suruh si buta tersebut untuk menebak kaki gajah. Sebelumnya antum kasih tau bahwa semua binatang yang di darat seperti gajah punya kaki. Coba antum minta agar dia menebak kaki gajah, kemudian antum suruh menebak kaki kura-kura…he..he..antum mungkin sependapat dengan saya bahwa dia mengatakan tidak tau karena belum dikasih tau atau disuruh pegang sendiri sehingga dia akan mengingat-ingat bahwa kaki binatang gajah itu begini dan begitu. Kalopun si buta mau menjawabnya maka dia akan mengira-ngira bahwa kaki gajah itu sama seperti kaki ayam, atau kaki kelinci, atau apa yang penah dirasakannya. Akankah kita membenarkannya?? Nah…kalo kita diberitahu oleh Alloh lewat Al-Qur`an dan lisan Nabi-Nya bahwa Alloh itu punya tangan, Alloh itu punya wajah, Alloh itu punya betis, lantas apakah kita ingin mengatakan bahwa tangan Alloh sama dengan kita? Apakah wajah Alloh sama dengan kita? Apakah betis Alloh sama dengan betis kita? Kalo antum mengatakan masa sih anda ga tau beda tangan, betis dengan melihat, mendengar…masa sih anda ga tau bedanya kata2 ini…????!!!! saya jadi bingung…Iya karena antum sama saja dengan si buta tadi yang disuruh menebak padahal dia sendiri belum pernah tau, hanya saja diberitahu bahwa Alloh itu punya tangan, betis, dan wajah, tidak lebih. Apakah kita akan menebak bahwa tangan Alloh sama seperti tangan manusia dengan permisalan lebih tinggi? Lha antum dapat wahyu darimana untuk memisalkan itu? Nabi saja tidak memisalkan tangan Alloh itu begini dan begitu, antum malah ingin memisalkan. Wallahu musta`an.
    Afwan…hilangkan prasangka bahwa akh abusalma ta`ashub kepada salah satu madzhab, karena setau saya seorang salafi, ahlus sunnah wal jama`ah tidak ta`ashub kepada imam tertentu karena imam-imam tidaklah ma`shum. Mereka berdalil kepada Al-Qur`an dan Assunnah dengan pemahaman para sahabat. Mereka lebih terbuka dan berlapang dada menerima dalil kalau dalil itu datang dari keduanya. Wallahu a`lam.

  • ridho says:

    assalamualaikum….
    maaf itu bukan perkataan saya makanya saya beri tanda kutip “======” itu say copy dari pernyaataan abu salma sendiri.., yg saya ingin komentari..!!
    maksud saya gini…,kata “mendengar” dan kata “betis” atau “tangan” jelas jauh berbeda, yg satu kata benda yg satu lagi kata kerja(maaf saya koreksi pernyataan saya)…..,klo anda mengatakan allah punya tangan…,maka anda jatuh pd faham mujasimah yaitu menjisimkan tuhan…..?!apakah anda mentakyif atau tidak….sebab “laisa kamistlihi syaiun fil ardhi wala fisamawaati….”ini sudah jelas kan,tp kl anda mengatakan allah mendengar itu tentu dalam artian berbeda(masuk kepada sifat, tentunya allah tidak mempunyai telinga), ini adalah persoalan bahasa yg serius yg para ahli ahli sendiri masih terjadi perselisihan, oleh karena itu saya sarankan anda membaca buku2 imam ghazali (fasl al tafriqah dan iljam al awwam min ilmil kalam) disitu beliau menerangkan dengan jelas sekali perbedaan antar mazhab hanabilah, asy’ariyah dan mu’tazilah……
    intinya apa yg ingin saya katakan adalah bahwa saya menolak apa yg abu salam lakukan yaitu menilai syair dengan menggunakan standar bhs biasa, sebab ukurannya pasti berbeda…..,wong imam sekelas ibn taimiyah bisa tergelincir dalam menilai aforisma ibn arabi, apalagi kita yg hanya bisa bhs arab pas2an…..
    wassalam

    Wa’alaikumus Salam
    Apabila Alloh menetapkan bagi-Nya tangan, betis, wajah dan semisalnya, atas dasar apa anda menyatakan bahwa saya telah menjismkan Alloh dan menuduh saya berfaham tajsim, sebagaimana ahli bid’ah menuduh ahlus sunnah seperti syaikhul islam ibnu taimiyah dan selain beliau sebagai mujassamah. Kita menetapkan makna yang Alloh dan Rasul-Nya sendiri menetapkan tanpa menta’wil, mentahrif, menta’thil, mentakyif, mentasybih dan mentamtsilnya.
    Adapun klaim anda kepada Syaikhul Islam bahwa beliau tergelincir, maka sejauh pengetahuan ana beliau tdk tergelincir dan beliau benar akan takfirnya kepada Ibnu Arobi yang sesat dan menyesatkan. Bawakan bukti keterelinciran Syaikhul Islam jangan hanya mengklaim sebagaimana kebiasaan anda wahai saudara? Betapa sering anda mengklaim ini dan itu, namun realita tdk menunjukkan demikian.
    Ana blm menjawab pertanyaan saya, tahun berapa anda pernah bertemu as-Saqqof di Madinah, sebab penentuan tahun ini utk mencari tahu kebenaran suatu klaim, apakah anda bertemu dgnya ataukah hanya klaim belaka. Apabila anda pernah bertemu, sebutkan ciri as-Saqqof, apakah berjenggot? berkulit warna apa? tingginya seberapa?
    إنَّ خَوْضَ المَرْءِ فِيمَا لاَ يَعْنِيْهِ وَفِرَارُهُ مِنَ الحَقِّ مِنْ أَسْبَابِ عِثَارِهِ
    Sesungguhnya keterlibatan seseorang dalam hal yang bukan urusannya
    dan ia lari dari kebenaran adalah salah satu sebab kefrustrasiannya

  • ridho says:

    assalamualaikum………

    tenang ya akh……

    saya akan jawab satu2, tp mohon maaf klo ada kekeurangan karena saya bekerja di tengah laut yg jauh dari referensi kitab2 saya, maka saya mencoba menjawab sepengetahuan saya, dan apa yg pernah saya baca,begini…
    1.soal penetapan allah memmpunyai jisim ini adalah masalah yg kompleks, apa yg saya ketahui para ulama ahlussunnah menolak menjisimkan allah berdasarkan ayat “laisa kamistlihi syaiun fil ardhi wala fisamawatti….”, Sedangkan “mendengan,melihat(kata kerja)..dsb” lingkupnya adalah ” innallaha ala kulli syaiin qadir….” berikut keterangan Imam Abu Hasan Al As’ary soal Tajsim ini. Beliau menyebut dalam Kitab Maqoolaat Al- Islamiyyin juz: 2 Ms: 281 cetakan Al Maktabah Al Asha’riyah. :
    “Sesungguhnya Tuhan Al- Baary , Maha tinggi pujian terhadapNya ,TIDAKLAH BERJISIM ,TIDAK MEMPUNYAI PADANAN DAN TIADA KESERUPAAN DAN TIADA KESUDAHAN’.
    Imam Abu Hasan Al As’ary seterusnya berkata lagi : “Berkata Ahlus Sunnah dan Ahli Hadis (Tuhan Tidak berjisim dan tidak meyerupai sesuatu)”
    untuk lebih jelasnya setelah saya tiba di rumah saya akan menjawab lebih lengkap insya allah…

    Alhamdulillah, ini adalah pendapat Ahlus Sunnah, karena apa yang dipaparkan oleh Imam Abul Hasan al-Asy’ari dalam Maqolat Islamiyyin dan al-Ibanah ‘an Ushulid Diyanah adl pendapat salaf dan tdk kontradiktif. Salaf tdk mentajsim Alloh karena Alloh bebas dari sifat makhluq. Namun salaf menetapkan sifat sebagaimana yang Alloh tetapkan tanpa takyif, tasybih dan tajsim. Istilah jism, tahayyuz, ghoyah dan semisalnya, adalah istilah muhdats yang tdk ditetapkan oleh al-Qur’an dan as-Sunnah, juga tdk dinafikan. Dalam masalah istilah-2 ini, salaf mengharuskan tahrirul ishtilah, apa yg dimaksud dg jism, tahayyuz, ghoyah atau semisalnya. ‘Ala kulli haal, dalam masalah ini salaf lebih aslam, karena mereka tdk tafwidhul ma’na, namun mereka tafwidhul haqiqoh atau tafwidhul kaifiyah. Salaf menetapkan apa yang Alloh tetapkan bagi diri-Nya dan apa yang telah tsabat dari penetepan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam. Insya Alloh akan saya turunkan pembahasan khusus tentangnya.

    2. Adapun Soal ibn Taimiyyah yg tergelincir dalam mengkafirkan ibn arobi saya dapati dari desertasi program doktor saudara Khalid ibrahim jindan,seorang mahasiswa mesir yg meneliti pemikiran ibn taimiyah dalam bidang tata negara…,setelah saya sampai dirumah insya allah akan saya sebutkan referensi beliau insya allah……

    Alhamdulillah, saya tunggu.

    3.soal habib hasan bin ali assagaf saya bertemu beliau di rumah paman kawan saya habib muchsin bin salim alatas pada pertengahan 96 sewaktu saya umroh bersama kawan2 saya, saya juga bertemu dengan ayahanda habib alwi bin abdul qadir sasggaf, yaitu habib abdul qadir assagaf di riyadh beliau seorang yg berilmu luar biasa dan seorang mutassawufin tulen..,saya sering berkunjung ke rumah beliau(habib adul qadir assagaf, disini pula saya bertemu sayyid muhammad bin alwi al maliki yg merupakan murid beliau)klo saya kebetulan di tugaskan di wilayah timteng, pasti saya sempatkan untuk umroh dan bertemu beliau…,untuk ciri2 fisik untuk apa…..????? dia bertubuh sedang tidak gemuk dan tidak kurus, agak hitam tapi wajahnya bersih…,pakainnya biasa aja khas kaum sarungan hadrami…..,trus apa lagi…???tingginya mirip saya sekitar 180an…….apanya lagi…??jenggot aga lebat namun rambut kepalanya lagi di cukur habis……,apa lagi…??matanya dark brown…..,apa lagi…??klo dalemannya saya ga tau akh….mohon maaf.

    Saya menanyakan hal ini utk mengkonfirmasi, apakah pertemuan anda dg-nya benar atau tdk. Karena saya pernah berdiskusi dg seseorang yg modalnya suka mengaku-2, pernah bertemu Albani, Bin Baz, al-Buthi, ash-Shobuni dll… lalu ia membawakan berita-2 yg ghoro`ib utk mendiskreditkan para masyaikh, terutama masyaikh salafiyin… Saya hanya ingin mengkonfirmasi karena diantara penelitian atau tahqiq suatu kebenaran salah satunya adl pengecekan thd ketemu tdknya seseorang dg org yang dimaksud, disebabkan Hasan Ali as-Seggaf ini telah meninggal…
    Ada lagi yang rancu dan tercampur-baur, dikarenakan kesamaan dan kemiripan nama-2 ‘Alul Bait’, semisal seseorang yg rancu antara Hasan Ali as-Seggaf dengan Muhammad Ali Hasan as-Seggaf. Bahkan ada yg menyamakan antara Syaikh Alwi bin Abdul Qadir as-Seggaf, salah seorang ulama salafiy penulis “at-Tawassuth fil Kufri wal Iman” dengan Hasan Ali as-Seggaf yang dibantah oleh sejumlah ulama ahlus sunnah. Lihat lebih lengkapnya di E-Books, ttg “Membongkar Kedok Kedustaan as-Seggaf” di blog ini.

    4. anda juga belum menjawab pertanyaan saya…”apakah ukuran ahlussunnah hanya dari ibn baaz…,ibn utsaimin…,al albani…,apa hanya mereka yg yg berhak di sebut ahlussunnah…?? yg lain tidak..??

    Alhamdulillah, apabila anda lebih teliti, kami tdk pernah menyatakan demikian. Ukuran ahlus sunnah bukan ditentukan dari individu-2 tertentu secara mutlak, namun dilihat dari alamat sunnah yg ada padanya. Apakah lebih banyak sunnah ataukah amalan bid’ah pd dirinya. Kita lihat aqidah, manhaj dan amalnya, kesesuaiannya dengan al-Firqoh an-Najiyah. Apabila ia selaras dengannya, maka alhamdulillah ia seorang ahlus sunnah, dan al-Qur’an dan as-Sunnah-lah yg menjadi saksi atas dirinya, tdk perlu persaksian manusia atasnya…

    afwan

  • rifai says:

    ahlu sunnah memang pasti jaya sampai kiamat .
    ahlu sunnah yang mana ??? semua ngakunya ahlu sunnah.
    ahlu sunnah baca maulid
    ahlu sunnah baca ratib
    ahlu sunnah baca burdah
    ahlu sunnah cinta keluarga rasul
    yang gak baca namanya wahabi…….bukan ahlu sunnah
    mendingan judulnya di ganti wahabi jaya sampai kiamat

    Rifai Rifai… semoga Alloh memberi anda hidayah…
    Saya teringat sebuah syair :
    Kullun yadda’i washlan bi Layla wa Layla la tuqirru lahum bidzaaka
    “Semua mengaku-2 punya hubungan dengan Laila namun Laila memungkiri pengaku-2an mereka itu.”
    Aduhai betapa banyak pengaku-2 ahlus sunnah namun hanyalah pengakuan belaka…
    Orang yang baca maulid ahlus sunnah…
    Orang yang baca ratib ahlus sunnah…
    Orang yang bertabaruk di kuburan ahlus sunnah…
    de el el…
    Aduhai, ahlus sunnah… dirimu terzhalimi oleh pengaku-2an ahli bid’ah ini…
    Yang bid’ah dibilang sunnah dan yang sunnah dibilang bid’ah…
    Ahlus sunnah cinta Rasul, namun ahlus sunnah membid’ahkan sikap ghuluw di dalamnya…
    Terus, syair lagi yang teringat…
    In kaana tabi’u Muhammad Mutawahhiban fasyhadu bianna wahaabi
    “Sekiranya pengikut Muhammad itu dikatakan Wahabi, maka persaksikanlah bahwa saya seorang Wahhabi!”
    Sekiranya melawan bid’ah dan menghidupkan sunnah itu dikatakan Wahhabi, maka sebutlah saya dengan Wahhabi…
    Dengan itu, maka tidaklah mengapa kau katakan : Wahhaabiyyun Zhoohiruuna ila Yaumis Saa’ah…

  • arman says:

    jgn komentar jika tdk memahami dgn baik konsep wahdatul wujud sadarilah diri anda dan saya sgt bodoh dlm memahami zat Allah. contoh sederhana, Tuhan tidak terbatas, apakah anda tuhan? jika bukan, anda adalah batasan Tuhan. jika Tuhan, apakah terbatas seperti anda? pikirlah dg baik. Percikan air dilaut, apakah bisa di bilang laut? bgm dg sifatnya? tp jk kembali ke laut bgm? seperti itulah saya memahami makna Rosullah dgn Kholiknya. Semoga Allah membuka hati kita utk lbh memahaminya tdk dg hiasan-hiasan ini

    Alloh maha suci dari sifat-2 makhluk yang tiada yang serupa dengan-Nya. Kita menetapkan apa yang Alloh dan Rasul-Nya tetapkan utk diri-Nya. Berfaham wahdatul (ada yg membaca wihdatul) wujud adalah kafir murtad dari Islam.

  • nedi says:

    barzanzi memang menyesatkan.

  • alhurr says:

    nedi Berkata:
    Agustus 27th, 2007 pada 7:30 am

    barzanzi memang menyesatkan.

    apakah memang sudah anda yakini bahwa anda paling benar dan tidak sesat ? apakah anda menjamin diri anda sendiri sebagai ahli surga sedangkan yang lain ahli neraka ?
    ==================================
    Berfaham wahdatul (ada yg membaca wihdatul) wujud adalah kafir murtad dari Islam.

    kenapa anda berani memvonis begitu ? apakah anda juga merasa paling Islam dan PASTI masuk surga ?

    saudaraku….
    Rasulullah diutus kedunia ini sebagai PENYEMPURNA AKHLAK dan RAHMATAN LIL ALAMIN, beliau SANGAT SANTUN kepada MUSUH-MUSUHNYA, apalagi kepada umatnya, mengapa kita yang hanya umat ini begitu SADIS menyatakan saudara kita sesama muslim lain yang tidak sepaham dengan kita lalu kita VONIS KAFIR dan MURTAD ? apakah memang demikian ajaran Rasulullah SAW kepada kita.

    mari kita melihat perbedaan dengan bijak, dan mari kita berdakwah dengan SANTUN sehingga orang yang kita dakwahi menjadi sangat respek kepada kita, DEMIKIANLAH APA YANG DIAJARKAN RASULULLAH SAW KEPADA KITA…satu contoh : silahkan anda simak kembali cerita DAKWAH Rasulullah SAW sewaktu di kota Tha’ib…bagaimana beliau sampai BERDARAH-DARAH, tetapi beliau malah mendo’akan kepada Allah SWT agar orang-orang kota Tha’ib mendapat taufik dan hidayah Allah SWT.

    wassalam

    Wa’alaikumus Salam warohmatullahi Wabarokatuh
    Tidak dipungkiri bahwa dakwah secara asal adalah dengan santun dan lemah lembut. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam sendiri adalah orang yang paling santun dan lemah lembut. Namun, agama Islam tidaklah datang semuanya dengan kelemahlembutan, karena sikap tegas dan keras dibutuhkan pada waktu dan kondisi tertentu. Dan inilah hikmah tersebut. Hikmah adalah menempatkan sesuatu pada tempatnya. Sungguh bukanlah suatu hikmah apabila kita bersikap kasar dimana kelemahlembutan diperlukan pada saat itu, dan bukanlah suatu hikmah pula apabila kita bersikap lembut di saat ketegasan diperlukan. Maka pelajarilah dulu wahai saudara tentang hal ini. Bacalah “Adab Dakwah” dalam blog ini, dan juga 2 ebook berjudul “Dakwah dan Akhlak Da’i” karya Imam Ibnu Baz dan “Bekal-Bekal Da’i” karya Imam Ibnu ‘Utsaimin.
    Rasulullah sendiri pernah bersikap tegas dan keras kepada beberapa sahabat dan musuh-musuh beliau, dimana hal ini beliau lakukan pada saat kondisi tsb diperlukan. Beliau pernah menyatakan bahwa akan datang pada keturunan ‘Dzuilkhuwaisirah’ (nenek moyang khowarij) kaum yang melesat keluar dari agama seperti melesatnya anak panah dari busurnya. Beliau juga menyebut khowarij sebagai “Kilabun Naar” (anjing-2 neraka). Lihatlah pula ucapan beliau ketika ada seorang sahabat yang kepalanya terluka, lalu sahabat ini bertanya kepada para sahabat lainnya ttg bolehkah ia bertayamum, lalu sebagian sahabat menjawab ia tetap wajib berwudhu’ sehingga menghantarkannya kepada kematian. Mendengar hal ini Rasulullah bersabda: “Qootalahumullahu (semoga Alloh membunuh/membinasakan mereka)…”, lihatlah, apakah dengan hal ini bisa dikatakan Rasulullah tidak hikmah??? Dan sangat banyak sekali hadits-2 serupa, silakan anda baca buku “ar-Rifq wal Liyn fid Da’wah” karya DR Fadhl Ilahi, yg telah diterjemahkan dengan judul “lemah lembut di dalam dakwah”, di dalamnya ada penjelasan kapan harus lemah lembut dan kapan harus keras…
    Kemudian, ketahuilah wahai saudara -semoga Alloh memberi hidayah-Nya kepada anda, saya dan kaum muslimin seluruhnya-. Rasulullah sendiri pernah bersabda : “Setiap bid’ah itu sesat dan setiap kesesatan itu nerakalah tempatnya”, dalam banyak hadits. Sabda Nabi ini adalah hujjah bagi ummat islam utk menjauhi bid’ah dan para ulama ahlus sunnah pun bersepakat ttg wajibhnya menjauhi dan memperingatkan dari bid’ah. Demikian pula dengan kesyirikan, dimana Alloh mengampuni semua dosa selain dosa syirik. Lantas bagaimana lagi dengan mereka yang mensekutukan Alloh lalu berkeyakinan akan wahdatul wujud dan semisalnya… Bukankah ini kezhaliman yg paling besar, dimana Alloh yang menciptakan manusia dan menganugerahkan segala kenikmataannya dengan begitu saja disekutukan atau disifati dengan sifat yg tidak layak bagi-Nya…
    Saya teringat hadits Rasulullah, ketika itu dalam keadaan perang dengan kaum musyrik. Para sahabat melihat kaum kafir Quraisy menggantungkan pedangnya di pohon yg dikeramatkan yang disebut ‘Dzatu Anwat”, kemudian mereka meminta Nabi yang mulia utk membuatkan pohon seperti itu. Menjawab hal ini nabi menjawab : “Allohu akbar!!! apa yang kalian utarakan ini sama dengan kaum nabi Musa yg berkata kepada beliau : buatkan untuk kami sesembahan-sesembahan selain Alloh…” (aw kamaa qoola). Demikianlah, tauhid itu adalah asas utama, dan tanpa tauhid tidak akan jaya agama ini dan tidak ada bedanya agama ini dengan agama paganis dan politeistik lainnya…
    Alhamdulillah, Islam adalah agama yang mulia dan tinggi, tidak ada yg lebih mulia dan tinggi darinya… Islam adalah agama yang rahmatan lil ‘Alamien, yang membebaskan manusia dari perbudakan thd sesama makhluk, dan mengikatkan peribadatan hanya kepada Alloh… Islam adalah agama yg tegas, jika bathil maka harus dikatakan bathil walaupun pahit rasanya dan seluruh makhluk memusuhi… Alhamdulillah, kita berani menyatakan bahwa yang sesat adalah sesat dan yang bid’ah adalah bid’ah dan yang kafir adalah kafir, selama itu ada hujjah dan dalil yang nyata… Kita tidak ragu mengatakan orang yang menyembah bebatuan, pepohonan, makam dan selainnya adalah musyrik murtad dari Islam… orang yang berkeyakinan wahdatul wujud (pantheisme) atau hulul (inkarnasi) Alloh adalah murtad kafir dari Islam… Tidak mengkafirkan apa yang dikafirkan Alloh dan rasulNya adalah kekafiran…
    Alhamdulillah, ketika kita menyatakan bahwa wahdatul wujud adalah sesat murtad dari islam, bukan artinya kami menyatakan bahwa kami pasti masuk surga atau masuk neraka… itu adalah tazkiyatu lin nafsi (mensucikan diri sendiri), yang ahlus sunnah berlepas darinya. Kami juga tidak berani memastikan seseorang itu masuk surga atau neraka, kecuali apabila ia orang yg jelas-2 kekafirannya. Kita menilai dari zhahir amal dan keyakinan, apabila sesat maka dikatakan sesat, adapun hisabnya adalah di tangan Alloh.
    Maka, nasehat saya kepada anda wahai saudara, belajarlah agama ini secara mendalam, fahami aqidah yang benar. Insya Alloh, Allloh akan memberikan hidayah dan taufiq-Nya kepada anda. Sungguh, logika berfikir anda ini, apabila diterapkan, akan membenarkan semua aliran sesat dan menyimpang. Apabila kita mengatakan, Lia Aminudin atau Jaringan ‘Islam’ Liberal adalah aliran kufur sesat dan menyesatkan, maka dengan serta merta dapat dijawab, apakah anda yakin bahwa anda masuk Islam? koq beran-2nya menyesat-2kan dan mengkufur-2kan… aduhai, lantas dimana aqidah kita apabila aqidah kita tidak dilandasi keyakinan, bahwa yang haq adalah haq dan yang bathil adalah bathil?!!
    Allohumma, Laa ilaaha illa Allohu…!!!

  • abuamincepu says:

    Ana ingin bersyair “Akal itu adalah pemilih yang baik jika disandarkan kepada kebenaran dari Alloh”

    Mari kita berfikir sejenak dengan hati yang bersih, hilangkan siapa dan bagaimanapun dia berkata, tumpukan semua hati dan akal hanya kepada Alloh, dan tanyakan pada diri, dari dasar hati yang terdalam, yang harus antum fikirkan adalah :

    MAUKAH ALLLOH DISAMAKAN DENGAN SELAIN-NYA? seperti perkataan dibawah ini? :

    Hambamu yang miskin mengharapkan
    “Karuniamu (wahai Rasul) yang sangat banyak”
    Padamu aku telah berbaik sangka
    “Wahai pemberi kabar gembira dan Pemberi Peringatan”
    Maka tolonglah Aku, selamatkan Aku
    “Wahai Penyelamat dari Sa’iir (Neraka)”
    Wahai penolongku dan tempat berlindungku
    “Dalam perkara-perkara besar dan berat yang menimpaku”

    jika jawabanya ” mau” berarti antum telah mendukung kesyirikan
    Jika Jawabnya” Ana meninggalkan kebiasaan berkata ini” berarti antum terlepas dari kesyirikan
    Jika jawabanya ” kadang kadang mau dan kadang kadang nggak” berarti antum dalam syuhbat pilihan.

    Sekarang mari kita renungkan lagi tiga JAWABAN DIATAS dengan cara pertama diatas berulang-ulang sampai antum mempunyai hati yang hanya memihak kepada Alloh , jika sudah didapati hasil renungan yaitu” antum berkata SAYA HANYA MEMIHAK ALLOH DAN DAKWAH DIJALAN ALLOH”

    MAKA ANTUM AKAN MEMAHAMI BETAPA BAHAYANYA PERKATAAN INI BAGI ANAK CUCU KITA DAN PERADABAN ISLAM SESUDAH KITA SAMPAI HARI KIAMAT, maka sekarang ketahuan siapa yang menjaga sunnah dan siapa yang berdiri diatas sunnah bukan hanya pengakuan belaka.

    Kemudian ana ingin bersyair lagi ” Dukungan tak akan dibutuhkan jika yang didukung tak memerlukannya”

    SEKARANG KITA RENUNGKAN APAKAH RASULMU MEMINTA DUKUNGAN UNTUK DIKATA KATAI SEPERTI SYAIR INI?

    SEKARANG KITA RENUNGKAN KEMBALI APAKAH BELIAU S.BARZANJY MINTA DUKUNGAN DARI ANTUM DIKUBURNYA SANA?

    Maka ana ingin bersyair sebagai penutup :

    ” Sifulan mengira mendukung Alloh padahal tidak lain sifulan itu telah mendukung syaitan yang menyesatkan”

    Mari kita merenung bersama saudaraku,
    Alfaqir ilm’ wa amal

    Akhuk Abu Amin
    http://abuamincepu.wordpress.com/

  • abuamincepu says:

    Ahki Abu salma,

    Mohon sebelum ditampilkan dikoreksi dulu jika ada perkataan yang tak sesuai dengan kebenaran.

    Mohon ditambahkan kata “agama”

    -pada syair “Sifulan mengira mendukung Alloh padahal tidak lain sifulan itu telah mendukung syaitan yang menyesatkan”

    menjadi:

    -“Sifulan mengira mendukung Agama Alloh padahal tidak lain sifulan itu telah mendukung syaitan yang menyesatkan”

    Jazakalloh atas info kitabnya kemarin secepatnya ana kirim balasan.

    Abu Amin

  • bayumariachi says:

    salam alaikum
    menurut saya syair burdah yang berarti dbawah ini (yg kemudian dipermasalhkan syirik) :
    “Wahai makhluk yang mulia tiadalah bagiku tempat berlindung”
    “selain engkau, di kala bencana besar menimpaku”
    “Maka sesungguhnya termasuk sebagian dari pemberianmu (adalah) dunia dan akhirat”
    “dan termasuk sebagian dari ilmumu adalah ilmu tentang apa yang tercatat
    dalam Al-Lauh Al-Mahfudzh dan apa yang tertulis oleh Pena Allah”
    haruslah dimengerti dan difahami dengan membaca bait selanjutnya:
    “wahai jiwa janganlah putus asa
    karena dosa besar yang telah dilakukan
    dalam ampunan Allah,
    dosa besar seperti kecil dan ringan”
    dalam hal ini menurut saya dalam bait pertama Penulis Syair ingin memanjatkan permohonan kepada Rasulullah SAW agar memberikan syafaatnya di hari kiamat, karena dia begitu takutnya akan Allah karena banyaknya dosa2nya. Karena merasa tak bisa mengandalkan amalan2 solehnya dan saking takutnya kepada Allah Sehingga sang penulis syair hanya menggantungkan dirinya kepada syafaat Rasulullah SAW.
    Hal ini terlihat pada bait berikutnya bahwa sang penulis berharap Allah memaafkan dosa2nya walaupun sebesar apapun dosanya. Bagi saya ini adalah sungguh suatu pernyataan yang rendah hati dan memandang diri tak berarti dihadapan Allah.
    intinya sang penulis merasa takut akan hukuman Allah SWT di dunia dan akhirat dan beliau tak mampu dan tak bisa mengandalkan amalan2nya mengatasi hal ini (bisa dibaca di bait bait sebelumnya) sehingga beliau mengandalkan syafaat Rasulllah SAW, agar Allah mengamuni dan menyelamatkan penulis.Kalau syair Burdah dibaca hingga akhir akan terbaca jelas maksud sang penulis dalam hal ini. Kalau dibaca sepotong2 ya tentu saja bermakna syirk.
    Dalam hal ini (mengharap syafaat kepada Rasulullah SAW) tak pernah ada larangannya dalam syariah.
    Sang penulis tetap memohon ampunan kepada ALlah, beliau hanya meminta syafaat Rasulullah agar Allah mengampuni dosa2nya.
    Ya Allah ihdinashirotol mustaqim…
    wasalamualaikum warahmatullahi wabarakutuhu

    Wa’alaikumus Salam warohmatullahi wabarokatuh
    Semoga Alloh memberi saya, anda dan seluruh kaum muslimin hidayah. Al-Bushiri rahimahullahu adl seorang pernyair shufi yang terkenal. Dan apa yg ia lakukan sebagai manusia biasa bisa salah dan benar. Yang benar maka kita ambil dan yg salah wajib kita jauhi dan jelaskan kepada ummat.
    Namun sayang, ada sebagian kaum muslimin yg begitu fanatik dan kultusnya kpd al-Bushiri, shg menggunakan syairnya sebagai bacaan-2 pujian yg seakan2 dianggap bagian dari ibadah, padahal tdk ada tuntunannya sama sekali dr Rasulullah dan para sahabatnya.
    Di dalam syair al-Bushiri tdk menafikan adanya pujian-2 yg berlebihan kpd Rasulullah saw. Bushiri memuji Rasulullah memiliki ilmu lauh mahfuzh dan layak utk dipinta dg doa. Padahal hanya Alloh semata yg layak dipinta dan milik Alloh-lah ilmu Lauh mahfuzh.
    Kita tdk mengingkari syafaat al-Uzhma yg dimiliki Rasulullah, dan semoga kita semua memperoleh syafaat tsb. Yang kita ingkari adl doa yg ditujukan kpd Rasulullah bukan kpd Alloh dan penisbatan sifat-2 Rububiyah kpd Rasulullah yg jatuh kpd kultus dan syirik.
    Syafaat Rasulullah berlangsung dg izin Alloh, maka selayaknya kpd Alloh-lah kita memohon supaya kita masuk ke dalam syafaat Rasulullah, bkn meminta kpd Rasulullah saw, sebagai seorang manusia dan makhluk Alloh yg tidak mampu memberikan madharat da maslhat kepada manusia.

  • sejarahsma15jakut says:

    Bagaimana kalo penulis memberikan tulisan tentang zikir-zikir yang diajarkan oleh Rasululllah sehingga dapat menganti Barzanji, saya sering dengar karena tiap hari diputar Radio FAJRI FM 91,4 MHz ketika sehabis subuh sampai menjelang terbit matahari atau sehabis asar sampai terbenam matahari. Bagaimana karena terus terang saya belum begitu hafal dan tau artinya.

    Saudara mungkin bisa membaca buku “Hishnul Muslim” atau Kumpulan Doa Sesuai dengan Sunnah Shahih karya DR Said Wahf al-Qahthani. Bisa juga di download di http://www.ziddu.com/download/3172359/HISHNULMUSLIMEBOOK.pdf.html.

  • imuslimovic says:

    Assalamu’ alaikum warahmatullahi wabarakatuh …

    Saya ucapkan Alhamdulillah bila akhi pernah membaca kisah nabi Musa Alaihissalam dan Penggembala. Namun kalau belum, saya harap akhi berkenan membacanya.
    Yang saya tanyakan bagaimana tanggapan akhi tentang Si Penggembala, padahal dia sudah jelas2 menyekutukan Allah SWT, tapi bukannya murka Allah SWT yang ia dapat, malah Nabi Musa Alaihissalam yang mendapatkan teguran dari Allah SWT.
    Untuk lebih jelasnya akhi dapat mengakses link di bawah ini :

    http://sufimuda.wordpress.com/2008/08/03/nabi-musa-dan-penggembala/

    Wa’alaikumus Salam Warohmatullahi Wabarokatuh
    Di mana sanad kisah di atas, adakah bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah islamiyyah?

  • salamdion says:

    Assalamu’alaikum…

    Saya hanya berharap semoga anda yang ngaku sunni dan wahabi dijauhkan dari sifat2 tidak terpuji, tinggi hati, sok tahu, sok ilmiah, sok mujtahid, de el el…

    Terus terang Saya seorang Sunni … maka, saya jg suka barzanji/burdah … biarlah itu tanggung jawab saya dihadapan Allah … terima kasih telah mengingatkan, semoga menjadi amal shalih amien…

    Hentikan perdebatan … karena tidak ada manfaat sama sekali selama masing2 melibatkan hati yg dengki dan kotor … alangkah terpuji bila kita mengkritisi misalkan bagaimana agar orang2 yg kaya mau bayar zakat supaya kemiskinan bisa diatasi…

    Wallahul muwafiq ilaa aqwamith tharieq
    Wassalamualaikum wr wb.

  • Leave a Reply

    Your email address will not be published. Fields with * are mandatory.