MAULID : Tinjauan Sejarah dan Analisa Dampak

 Apr, 01 - 2007   21 comments   Agama SyiahAqidah & Manhaj

MAULID
Tinjauan Sejarah dan Analisa Dampak

Sejarah lahirnya Maulid

Syaikh ‘Ali Mahfudzh dalam bukunya menerangkan, “Ada yang mengatakan bahwa yang pertama kali mengadakannya ialah para Khalifah Bani Fahimiyyah di Kairo pada abad keempat Hijriyah. Mereka merayakan perayaan bid’ah enam maulid, yaitu: Maulid Nabi saw, Maulid Imam ‘Ali ra, Maulid Sayyidah Fathimah Az-Zahra radhiallahuanha, Maulid Al-Hasan dan Al-Husein dan maulid Khalifah yang sedang berkuasa. Perayaan tersebut terus berlangsung dalam berbagai bentuknya sampai dilarang pada zaman pemerintahan Al-Afdhal Amirul Juyusy. Perayaan ini kemudian dihidupkan kembali di zaman pemerintahan Al-Hakim biamrillah pada tahun 524 Hijriyah setelah orang-orang hampir melupakannya. Dan yang pertama kali maulid Nabi dikota Irbil adalah Raja Al-Mudhaffar Abu Said di abad ketujuh dan terus berlangsung sampai di zaman kita ini. Orang-orang memperluas acaranya dan menciptakan bid’ahbid’ah sesuai dengan selera hawa nafsu mereka yang diilhamkan oleh syaithan , jin dan manusia kepada mereka.” [Al-Ibda’ fi madhiril ibtida’: 126].

 Satu hal yang sangat penting untuk diketahui bahwa Kerajaan Fathimiyyah didirikan oleh ‘Ubaidillah Al-Mahdi tahun 298 H di Maghrib (sekarang wilayah Maroko dan Aljazair) sedangakan di Mesir kerajan ini didirikan pada tahun 362 H oleh Jauhar As-Shaqali. Para pendiri dan raja-raja kerajaan ini beragama Syi’ah Islmailiyah Rafdliyah. Kerajaan ini didirikan sebagai misi dakwah agama tersebut dan merusak Islam dengan berkedok kecintaan terhadap Ahlul Bait (keluarga Nabi saw). Maka jelaslah sudah bagi mereka yang memiliki bashirah bahwa perayaan maulid dipelopori oleh kaum Syi’ah.

Hari lahir Nabi memang istimewa, akan tetapi…..

Tentang keistimewaan hari lahir Nabi saw, terdapat hadits shahih dari Abi Qatadah, beliau menceritakan bahwa seorang A’rabi (Badawi) bertanya kepada Rasulullah saw: “Bagaimana penjelasanmu tentang berpuasa di hari Senin? maka Rasulullah saw menjawab, ‘Ia adalah hari aku dilahirkan dan hari diturunkan kepadaku Al-Qur’an” [Syarh Shahih Muslim An-Nawawi 8 / 52]. Hari kelahiran Nabi adalah istimewa berdasarkan hadits tersebut, akan tetapi tidak terdapat dalam hadits tersebut perintah untuk merayakannya. Seandainya kita setuju dengan istilah “merayakan”, maka seharusnya kaum Muslimin merayakannya dengan berpuasa sebagaimana tersurat dalam hadits tersebut. Bukannya merayakan dengan berfoya-foya dan pesta arak-arakan seperti yang kita saksikan saat ini.

ANALISA DAMPAK PERAYAAN MAULID

Praktek Kesyirikan yang tidak Disadari

Kenyataan yang ada, bahwa pada sebagian kaum Muslimin dalam merayakan maulid mereka membacakan Barzanji, sebuah ritual membacakan puji-pujian kepada Nabi saw yang di dalamnya juga terdapat jentik-jentik kesyirikan dan pujian yang melampaui batas Syari’at terhadap Nabi saw (ithra’), namun mereka menganggap itu sebagai sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah. Hal ini membuat sebuah praktek kesyirikan menjadi terselubung dalam nuansa yang dianggap ibadah. Lebih jelas lagi tentang hal ini kami cantumkan dalam rubrik “STUDI KRITIS” Tentang pujian yang melampaui batas, Rasulullah saw bersabda : “Janganlah kalian berlebihan memujiku sebagaimana orang-orang Nashrani berlebihan memuji putera Maryam. Aku tidak lain hanyalah seorang hamba, maka Katakanlah hamba Allah dan Rasul-Nya.” [HR. Bukhari dari ‘Umar ra]

Inilah dampak yang terbesar dan tercantum di urutan pertama dari sekian kerusakan dalam ritual perayaan maulid. Karena perbuatan Syirik menghapus seluruh amal seorang hamba sebagaimana firman-Nya : “Dan sesungguhnya telah diwahyukan kepada kamu (Hai Muhammad) dan kepada (nabi-nabi) yang sebelummu, ‘Jika engkau berbuat syirik niscaya akan hapus amalmu dan niscaya engkau termasuk golongan orang-orang yang merugi.” [QS. Az-Zumar : 65]. Kaum Muslimin yang terlibat dalam pembacaan Barzanji tersebut juga meyakini datangnya ruh Muhammad sehingga mereka menyambutnya dengan berdiri. Ini adalah I’tiqad yang keliru dan melampaui batas terhadap Nabi saw . Keyakinan seperti ini bertentangan dengan firman Allah : “Kemudian, sesudah itu sesungguhnya kamu sekalian benar-benar akan mati, kemudian sesungguhnya kamu sekalian akan dibangkitkan (dari kuburmu) di hari kiamat.” [Al-Mukminun : 15-16]. Bertentangan pula dengan sabda Rasulullah saw : “Aku adalah orang yang pertama kali dibangkitkan dari kubur pada hari kiamat nanti, Aku adalah orang yang pertama kali memberi Syafa’at dan orang yang pertama kali diterima Syafa’atnya” Berkata Imam Ibnu Baaz setelah membawakan dua dalil tersebut, “Ayat dan Hadits di atas serta nash-nash lain yang semakna bahwa Nabi Muhammad saw dan siapapun yang sudah mati tidak akan bangkit kembali dari kuburnya, kecuali pada hari kiamat. Hal ini merupakan kesepakatan para ‘ulama Muslimin, tidak ada pertentangan diantara mereka”. [At-Tahdziru minal Bida’ oleh Syaikh Abdul ‘Aziz Abdullah bin Baaz].

Mendahului Allah dan Rasul-Nya dalam menetapkan Syari’at

Ini dikarenakan Allah dan Rasul-Nya tidak pernah menetapkan dalam Syari’at untuk beribadah dengan merayakan hari kelahiran Nabi. Perbuatan sebagian kaum Muslimin melakukan ritual dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah dengan sesuatu yang tidak ada contohnya dari Rasulullah dan Sahabat jelas merupakan sikap mendahului Allah dan Rasulullah dalam menetapkan Syari’at. Sedangkan Allah berfirman : “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mendahului Allah dan Rasul-Nya...”[Al-Hujurat :1]. Maksudnya adalah, orang-orang Mukmin tidak boleh menetapkan sesuatu hukum, sebelum ada ketetapan dari Allah dan Rasul-Nya. Bagaimana pendapat Anda ? Jika Raja alam semesta ini menetapkan suatu aturan bagi kebahagian hambanya, kemudian Sang Raja menyatakan bahwa aturan-Nya itu telah sempurna. Lalu datanglah seorang hamba dengan membawa aturan baru yang dianggapnya baik bagi dirinya dan bagi hamba yang lain. Tidakkah ia (si hamba) tanpa disadari telah lancang menuduh aturan Sang Raja belum sempurna, sehingga perlu ditambahi ? Inilah hakikat Bid’ah, menyaingi bahkan mengambil hak Allah dalam menetapkan Syari’at. Padahal Allah berfirman: “Apakah mereka mempunyai sesembahan-sesembahan selain Allah yang mensyari’atkan untuk mereka (aturan) agama yang tidak diizinkan Allah ?” [Asy-Syuura :21]. Kita tak akan pernah menemukan adanya perayaan hari ulang tahun Nabi oleh para Sahabat terekam dalam lembaran-lembaran kitab hadits yang shahih, karena memang itu tidak pernah terjadi pada masa Sahabat baik tabi’in, tabi’ut tabi’in dan bahkan tidak pernah terjadi pada masa Imam Syafi’ie (150 H – 204 H). Karena bid’ah maulid baru muncul pada abad ke-4 H. Kalau memang peringatan Maulid itu baik maka tentunya para sahabat telah mendahului kita melakukannya sebagaimana kata ulama : “walau kaana khairan lasabaquunaa ilaihi”

Munculnya wujud rasa cinta yang keliru

Perayaan maulid oleh sebagian kaum Muslimin dianggap sebagai bentuk ungkapan rasa cinta terhadap Nabi yang paling mulia Muhammad saw. Jika ini benar, siapakah diantara kita di zaman ini yang lebih dalam cintanya kepada Nabi ketimbang Sahabat ?. Tidak ada pilihan lain bagi kita kecuali menjawab “Sahabatlah yang paling dalam cintanya kepada Nabi”. Jika memang demikian, lalu mengapa para Sahabat tidak mewujudkan rasa cinta kepada Nabi dengan cara merayakan hari kelahiran Nabi sebagaimana sebagian muslim di zaman ini ? Mengapa para Sahabat tidak mengarang bait-bait syair untuk memuji Nabi di hari kelahirannya ? Mengapa pula para Sahabat tidak membentuk “Panitia Lomba Maulid” untuk memeriahkan HUT manusia terbaik di muka bumi ini ?. “Tunjukkanlah bukti kalian, jika kalian orang-orang yang benar” [Al-Baqarah : 111]. Sesungguhnya Ahlussunnah meyakini bahwa yang terpenting adalah bagaimana menjadi mukmin yang dicintai oleh Allah dan Rasul-Nya. Karena ungkapan cinta kepada Allah dan Rasul-Nya bisa juga diucapkan oleh orang-orang munafik, akan tetapi mereka bukan orang-orang yang dicintai oleh Allah dan Rasul-Nya. Dan mustahil mendapatkan kecintaan Allah kecuali dengan mengikuti Sunnah Nabi yang mulia. Allah berfirman : “Katakanlah ; ‘jika kalian mencintai Allah, ikutilah aku (Muhamad)! Niscaya Allah akan mencintai kalian dan mengampunkan dosa-dosa kalian. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang ” [QS.Ali-‘Imran: 31].

Bukannya kebaikan, justru sebaliknya

Tidak asing telinga kita mendengar hentakan-hentakan musik yang hingar bingar pada setiap tahunnya di bulan Rabiul Awwal dalam aneka ragam perayaan maulid. Alunan-alunan musik tersebut tidak jarang disertai juga oleh pemuda-pemuda mabuk yang bergoyang bersama mengikuti irama lagu. Bahkan musik-musik tersebut diperdengarkan di rumah Allah yang di dalamnya digunakan untuk bersujud kepada-Nya. (hanya kepada Allah memohon pertolongan dari kerusakan ini). Allah berfirman : “Dan diantara manusia ada yang menggunakan “lahwal hadits” untuk menyesatkan manusia dari jalan Allah tanpa ilmu dan menjadikan jalan Allah itu olok-olokan. Mereka itu akan memperoleh azdab yang menghinakan ” [Luqman : 6]. Ibnu Mas’ud ra menafsirkan lahwal hadits dalam ayat tersebut adalah “nyanyian atau lagu”. [lih. Tafsir Ibnu Katsier Surat Luqman].

Jati diri Islam menjadi luntur, karena mengekor pada Nashrani

Maulid pada hakikatnya meniru Nashrani dalam hal merayakan hari kelahiran Nabi Isa yang mereka sebut dengan Natal. Kita, ummat Muhammad dilarang keras menyerupai Yahudi dan Nashrani apalagi meniru-niru ritual agama mereka. Allah berfirman : “Dan sesungguhnya jika kamu mengikuti keinginan mereka (Yahudi dan Nashrani) setelah datang kepadamu ilmu, sesungguhnya kamu kalau begitu termasuk golongan orang-orang yang zhalim.” [Al-Baqarah :145]. Yang dimaksud ayat ini menurut Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah adalah “meniru sesuatu yang menjadi ciri khas mereka, atau yang merupakan bagian dari ajaran Agama mereka” [Iqtidha’ shirathal mustaqim T. / 63-64]. Rasulullah juga bersabda : “Barang siapa menyerupai suatu kaum, berarti ia termasuk golongan kaum itu” [Ahmad dan Abu Dawud, shahih].

Kecenderungan bersikap tabdzir (menghamburkan harta secara mubazzir)

Bisa dibayangkan dana yang dikeluarkan oleh sebagian kaum muslimin yang merayakan maulid, andaikata dana-dana tersebut disedekahkan kemudian dikorbankan untuk berjihad di jalan Allah niscaya hal itu akan lebih bermanfaat ketimbang menggunakannya sebagai penyokong bid’ah yang tidak bernilai ibadah di sisi Allah. Bahkan diantara mereka ada yang sampai memberatkan diri untuk berhutang kepada saudara muslim lainnya. Ini adalah sikap mubazzir yang dapat menghantarkan kita menjadi saudara-saudara syaitan sebagaimana yang disebut oleh Al-Qur’an “…dan janganlah kamu menghamburkan hartamu secara boros. Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan dan syaitan itu adalah sangat ingkar pada Tuhannya” [Al-Isra’ :26-27].

Membantu penyebaran hadits palsu

Perlu diketahui bahwa banyak beredar di tengah ummat hadits-hadits tentang keutamaan merayakan hari kelahiran Nabi. Dan semuanya adalah palsu tidak ada keraguan padanya. Kami tidak akan menyebutkannya karena di sini bukanlah tempatnya. Di bulan Rabiul Awwal ini selalu disampaikan hadits-hadits tentang keutamaan maulid di atas-atas mimbar maupun pada saat acara perayaan dilangsungkan, ini tentu saja membantu menyebarkan kedustaan atas nama Rasulullah. Sedangkan Rasul bersabda :“Barang siapa mengatakan sesuatu atas namaku sesuatu yang tidak aku katakan maka hendaklah ia mengambil tempat duduknya dalam neraka.” [Hadits Hasan riwayat Ahmad].

Persatuaan Islam yang semu

Sebagian kaum Muslimin masih berusaha melakukan pembelaan terhadap perayaan maulid dengan berkata : “Ini adalah momen yang istimewa untuk mempererat ukhuwah, silaturahmi dan menyemarakkan sedekah antara saudara Muslim. Jadi tidak ada salahnya kita merayakan maulid dengan kemeriyahannya”. Untuk menjawab ungkapan ini kita kembali kepada kaidah yang sangat kokoh bahwa generasi pertama ummat ini adalah sebaik-baik generasi, berdasarkan hadits Sebaik-baik manusia adalah pada zamanku (Sahabat), kemudian yang sesudahnya (tabi’in) kemudian yang sesudahnya (tabi’ tabi’in)” [HR. Bukhari]. Berangkat dari kaidah ini kita katakan bahwa para Sahabat adalah orang-orang yang paling kokoh ukhuwah dan silaturahminya terhadap saudara Muslim. Barisan shaf mereka rapat, bersambung dari bahu kebahu dari tumit ke tumit dan kokoh dihadapan Rabbul ‘alamin sewaktu mereka berdiri, ruku’ dan sujud. Jiwa-jiwa mereka bersatu di medan jihad. Begitu pula sedekah mereka tidak berbicara sebagaimana orang-orang di zaman ini. Dan tidaklah itu semua dikarenakan oleh perayaan maulid Nabi, tidak pula oleh aneka lomba dan permainan yang mereka adakan setiap Rabiul Awwal. Giliran kami yang bertanya, jika maulid adalah jembatan menuju persatuan Islam dan ukhuwah Islamiyah yang kokoh, lalu apa gerangan yang mengakibatkan kaum Muslimin sampai saat ini masih terkotak-kotak karena berpecah belah ? Padahal perayaan maulid telah berlangsung lebih dari sepuluh abad. Hanya kepada Allah kita kembali dan hanya kepada-Nya kita memohon pertolongan dari badai syubhat dan syahwat yang menerpa.

Sumber Bacaan:
– Idtidho Shitothol Muataqim
– Tahdziiru Minal Bida’

[Al-Hujjah Risalah No: 50 / Thn IV / Rabiul Awal / 1423H ]


Related articles

 Comments 21 comments

  • orido says:

    semoga kita termasuk dalam golongan yg selalu di jaga amal ibadah nya oleh Allah swt…

    tetep jaga ukhuwah islamiyah..

  • As-Salafy says:

    Sumber Bacaan:
    – Idtidho Shitothol Muataqim
    – Tahdziiru Minal Bida’

    >> Iqtidho Shirotol Mustaqim maksudnya akh?

    Antum benar, itu salah ketik. Jazzakallohu khoyrol jazaa’.

  • Abu `Abdirrohman says:

    Akhi, ana boleh copy artikelnya untuk disebarluaskan di milis gak?
    Mohon jawabannya..
    Jazaakalloh Khoir…

    Tafadhdhol… wa iyak

  • aditya-IPB says:

    akhi ana mau copy untuk di situs http://www.majelis-alihsan.cjb.net tapi ada huruf yang mau ana ganti yakni Allah menjadi Alloh dan Rasul menjadi Rosul, bagaimana?…
    (-ana tunggu jawabannya-)

    Tafadhdhol

  • Kemarin ana diskusi sama seorang ikhwan, sufi sepertinya (tapi awam, mgkn karena lingkungannya aja).
    Beliau berkata bahwa pada saat maulid itu ruh Nabi datang, sehingga harus berdiri untuk menghormati beliau.
    Antum ada bahasan ttg ini, akh?

    Muhammad Haryo
    http://annajiyah.notlong.com

    Subhanalloh. Cukuplah Al-Qur’an dan As-Sunnah menolak pemikirannya dan khurofatnya. Insya Alloh apabila ada akan ana carikan dan muat di blog ini…

  • ayi Salim says:

    Alhamdulillah, semoga Ana termasuk orang yang mendapatkan petunjuk. Begini Akh, Ana adalah ketua rohis, Disekolah ana diadakan acara Maulid, Padahal Ana sudah membantah Mereka yaitu Guru yang mengadakannya.Mereka tetap bersikukuh untuk merayakannya bahkan Ana dikatakan sesat.Akhirnya ketika acaranya Ana datang karena ana ketua Rohis. Memang benar banyak kebidahan yang disebutkan tadi.Tolong berikan masukan ke Ane karena Ane merasa bersalah dan bingung

    Alhamdulillah, semoga Alloh senantiasa memberikan petunjuk-Nya kepada kita semua. Masalah antum ini sama dengan masalah yg terjadi waktu ana masih sekolah dulu. Alhamdulillah, ketika ana dulu juga menjadi ketua I rohis (SKI) hubungan kami cenderung baik dengan fihak guru. Namun, ketika adik-2 kelas kami yang memegang, dikarenakan semangat yang meluap-2, akhirnya mereka mengadakan kegiatan-2 yg cenderung frontal, semisal kajian dan buletin yang menghantam kegiatan-2 semisal upacara bendera, peringatan hari besar RI dan keislaman, serta lainnya. Hal ini tentu saja adalah suatu al-Haq, namun caranya kurang tepat. Aktivitas yang kurang persuasip dan cenderung frontal maka akibatnya lebih banyak penolakan, apalagi di sekolah yang memegang peran besar adalah guru.
    Apabila guru sudah fobia dan tidak suka, maka dakwah ini akan terhambat bahkan diusir. Jadi, lebih baik kita menggunakana cara yang hikmah dan persuasif. Kita lebih banyak melakukan interaksi dan silaturrahim kepada para guru, terutama guru agama dan yang memiliki peran besar, kita tunjukkan akhlaq kita yang mulia. Secara pelan-2 kita ajak diskusi mereka tanpa sikap menggurui, bahkan kalo bisa dengan sikap seakan-akan bertanya dan memberikan usul. Kita hadiahkan kepada mereka buku-2, kaset ceramah, VCD, dll. Insya Alloh cara seperti ini akan lebih mudah diterima mereka.
    Ingkarul Mungkar adalah wajib, namun apabila pengingkaran kita dengan lisan mendatangkan kemadharatan, maka kita ingkari dengan hati terlebih dahulu, dan kita dakwahi mereka masalah-2 yg paling mendasar dulu. Insya Alloh apabila mereka mulai faham maka mereka tdk akan melakukan penolakan. Adik kelas kami dulu pun sempat dikatakan ikut aliran sesat, bahkan sampai-2 SKI (rohis) mau dibubarkan. INi jelas suatu kemadharatan besar. Oleh karena itu kami sering menasehati mereka untuk bersikap baik, hormat dan hikmah kepada para guru.
    Jangan terkesan menggurui, sok pinter dan merasa paling benar sendiri. Lakukan semua dengan hikmah dan suasana dialogis. Yang penting lagi berinteraksi lah dengan mereka dengan ilmu dan hikmah, dengan akhlaqul karimah. Berkunjunglah ke rumahnya, berikan hadiah-2 yang bermanfaat, dan yang lebih penting lagi. TUnjukkan bahwa kita juga menguasai masalah akademisi/pelajaran. Jangan sampai kita sibuk dakwah di rohis tapi rapot kita ‘kebakaran’ atau nama kita jelek di mata guru dan teman-2 kita di kelas. Karena apabila demikian, maka dakwah kita akan dipandang sebelah mata…
    Allahu yubariku fiikum…

  • rifai says:

    maulid bid’ah ?? ini pemikiran kaum wahabi dong? maulid itu khan dimaksudkan supaya kita mengingat perilaku rasul dan mengikuti apa yang beliau ajarkan. sekalian disitu kita menyanjung rasul dan mendoakannya. masa’ berdoan buat rasul bid’ah ? tiap kali kita berdoa buat rasul dengan harapan nanti di masyhar beliau menolong kita.

    orang tua kita ajah di bacain tahlilan 3hari, 7hari, 40 hari masa’ buat rasul setahun sekali di bilang bid’ah ??
    apa thalilan juga bid’ah ??? kalau tahlilan ( membacakan doa buat si mayat) itu bid’ah, berarti kalo ada orang meninggal gak usah di bacain doa dong ????

  • azqi says:

    Ass.. Akhi, masalah maulid ini adalah masalah klasik tapi menarik. Maulid memang bid’ah, tapi hasanah. Tarawih juga bid’ah, tapi hasanah. Maulid itu adalah di antara sarana mengenal Rasulullah saw supaya dapat mencintainya. Ada yang anti maulid, tapi dia merayakan milad partainya besar-besaran. Apa bedanya kalau begitu? Masalah maulid adalah barang lama yang tidak perlu dibuka lagi. Prrof. Umar Shihab mengatakan selama ada dalil yang mendukun, jangan disalahkan. Islam buka agama yang kaku, jadi jangan sempit dalam memahaminya. Biarkanlah mereka merayakan maulid dan yang anti maulid tidak usah menghujat. Karena inilah cara masing-masing muslim mengekspresikan ajarannya selama mereka masih bersyahadat dan menegakkan rukun Islam. Jangan karena masalah ini, persatuan Umat Islam terpecah, kita ditawain orang kafir. Sekarang yang terpenting bagaimana caranya kita membentengi diri dari serangan-serangan orang kafir yang ingin merusak Islam. jadi, masalah mengekspresikan Islam intinya adalah lana a’maluna walakum a’maalukum. Sesama hamba Allah dan umat Nabi saw jangan saling ganggu. Semoga kita diberikan hidayah oleh Allah. amin’
    sekian dulu, nanti disambung lagi, ane mo kuliah.
    wass..

    Semoga anda memberikan hidayah dan taufiq. Baca masalah tidak adanya bid’ah hasanah. Diantaranya di website al-Akh Abu Aqil : http://altsar.wordpress.com.

  • ridho says:

    maaf akh,
    ada beberapa pertanyaan…:
    1. syiah rafidhah = syiah ismailiyah…..?????

    1. Setahu ana tidak sama…

    2. menurut anda maulid itu, ibadah atau bukan ibadah….??

    2. Maulid itu merupakan pengkhususan dan ta’zhim kepada Rasulullah dengan suatu hal yang tidak pernah dilakukan oleh para sahabat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam, tabi’in dan tabi’ut tabi’in. Walaw Kaana khoyron lasaabaquuna ilayna (seandainya maulid itu baik niscaya mereka yang pertama berlomba-2 melakukannya). Ta’zhim dan takhsish yang tidak ada dalilnya maka ini adalah bid’ah. Maulid itu bisa jadi suatu ibadah dan bisa jadi suatu ‘urf. Bid’ah itu dapat masuk ke dalam ibadah dan bisa pula masuk ke dalam ‘urf. Islam hanya mengenal 2 ied (perayaan) saja dan tidak selainnya. Mengada-2kan ied selain yang dituntunkan Rasulullah maka merupakan bid’ah.

    3. bagaimana anda menilai “jentik-jentik kesyirikan dalam maulid al barzanji”….?

    3. Barzanji, Burdah dan syair-2 yang ghuluw lainnya, yang tidak pernah dituntunkan oleh para sahabat, tabi’in dan tabi’ut tabi’in adalah syair-2 yang ghuluw dan bernuansa kesyirikan. Syaikh Alwai ‘Abdul Qadir as-Seqqaf hafizhahullahu memiliki risalah ilmiah yang membantah kesesatan dua kitab ini. Bisa anda baca dan download di http://www.dorar.net

    4. anda menilai syair al barzanji secara harfiah kah, atau secara makna bahasa….??

    4. Dinilai dari hakikat yang yang tersirat darinya. Misalnya Bushiri mengatakan :
    فإنَّ من جودك الدنيا وضرَّتها *** ومن علومك علم اللوح والقلم
    Apa yang anda fahami darinya???
    Bushiri juga mengatakan :
    يا أكرمَ الخلق مالي من ألوذُ به *** سواكَ عند حلولِ الحادثِ العمَِمِ
    Apa yang anda fahami darinya??
    Penakwilan bagaimana yang anda inginkan? Menurut siapakah penakwilan itu? Apakah menurut anda sendiri, menurut Bushiri sendiri ataukah para penakwil lainnya? Apabila anda mengklaim menurut Bushiri, dimana penjelasan Bushiri yang menerangkan tentangnya?!!

    5. “mengekor kepada nasrani” bagaimana anda mengambil kesimpulan ini….?? ( saya hanya mengingatkan kalau menyama2 kan seharusnya anda mempertimbangkan pula gerakan sholat kita yg menyamai kaum kristen ortodok syria dan agama kaldean, lalu tawaf mengelilingi ka’bah yg sudah mentradisi di kalangan jahiliyah dan banyak lagi….)

    5. mengekor kepada Nasrani, yaitu ketika mereka mengadakan perayaan ’Natal’ (yg artinya adl kelahiran) maka sebagian kaum muslim yg jahil atau shufi juhala’ membebek kpd mereka mengadakan ’maulid’ (yg maknanya sama dg natal). Anda jangan menggunakan qiyas ma’al fariq dengan masalah sholat, ini ba’id jiddan ’anil haqiqoh… saya teringat bahwa ahlul bid’ah itu, diantara metode dalil mereka adalah kebanyakan takwil/tahrif bahasa dan qiyas faasid…
    Ya Ridha… sholat itu dituntunkan oleh Nabi yang mulia, diamalkan oleh seluruh sahabat bahkan seluruh muslim kaifiyatnya… maka apa yg warid dari Nabi dan tsabat darinya maka tidaklah berubah walaupun kaum kuffar menirunya atau memiliki kesamaan padanya. Adapun maulid, siapa sahabat yang mengamalkannya? Siapa tabi’in yg melakukannya? Siapa tabi’ut tabi’in yang melaksanakannya?!! Mana hadits atau dalil yg warid yang menunjukkan akan disyariatkankannya maulid?!! Haat burnakah in kunta aaqil…

    6. Membantu penyebaran hadis palsu….??? tidakkah anda baca sebagian ulama yg membolehkan fadhailul amal dengan hadis dhaif atau penulisan manaqib dengan hadis palsu sekalipun….??

    6. Ya Ridha, melihat ucapan anda ini, menyebabkan orang menjadi menangis dan tertawa sekaligus. Benarlah seorang penyair yang menyatakan : ’Faqidu asy-Syai’ la Yu’thi’ (seorang yang tidak memiliki tdk bisa memberi)… hadits maudhu’ itu mardud kulluh… semua tertolak dan para ulama ahli hadits bersepakat bahwa hadits maudhu’ itu ditolak semuanya dan haram dijadikan hujjah untuk apapun… jika ada yg anda ketahui satu ulama hadits saja yg memperbolehkan hadits maudhu’ dijadikan dalil, maka haat!!! Berikan buktimu!!
    Adapun fadha’ilul ’amal dengan hadist dha’if, maka ini adl khilaaful ulamaa. Para ulama yang memperbolehkan berdalil dengan hadits dhaif dalam masalah fadhail atau targhib wa tarhib mempersyaratkan : (1)Tidak terlalu dha’if (dhaif jiddan) apalagi maudhu!!! (2) harus masuk dalam satu ajaran pokok yg diamalkan di dalam syariat atau syariat menjelaskannya (3)ketika meriwayatkan harus menyebutkan kedhaifannya (4) tidak boleh meyakininya sebagai ucapan dan perbuatan Nabi, namun diduga sebagai ucapan dan perbuatan…

    7. kenapa anda tidak mengutip para ulama yg membolehkan perayaan maulid ( semisal al suyuthi ibn jauzi, ibn katsir dll)…?? (sebagai sikap ilmiah yg menunjukkan tesis dan anti tesis)

    7. Masalah ini akan saya turunkan sendiri pembahasannya, utk menunjukkan klaim anda bahwa ini semua adalah hanya sekedar klaim tanpa bukti… ’ad-Da’aawi malam tuqiimu ’alaiha bayyinatin abna`uha ad’iyaa`’ (pengaku-2 tanpa bukti hanyalah seorang pengaku-2 belaka)…

    afwan terima kasih atas komentarnya…
    ridho

  • ridho says:

    maaf, sebagai bahan pertimbangan saya muat beberapa ulama yg memperbolehkan maulid
    diantaranya:
    1. Berkata Imam Al Hafidh Ibn Hajar Al Asqalaniy rahimahullah :
    —Truncated—

    Akan diperiksa… walau butuh waktu yang lama karena sudah sangat sibuk sekali…

  • nedi says:

    Hey Rifa’i. cerita apalagi yang kau semburkan dari mulutmu,

  • nedi says:

    Ah kau pun sama aja nya azki, bid’ah ya bid’ah, semua bid’ah itu sesat, kalau sudah semua ya semua, ga ada itu sebagian sesat sebagian baik, apa terlalu susah untuk mu untuk mendengar dan taat?

  • aluq says:

    Assalamu’alaikum,
    Maaf, tapi aku gak suka cara akhi Nedi membuat tulisan dan komentar. Sebab, tidak ada nuansa da’wahnya. Hanya mencela thok.
    Ya Abu Salma,
    Apakah memang demikian contoh salafuna sholih berkata2 terhadap orang yang KEMUNGKINAN memang belum tahu / faham ?
    afwan,

    = aluq =

    Wa’alaikumus Salam
    Asal dakwah adalah lemah lembut, dan memang lebih utama bagi kita berlemah lembut terlebih dahulu, kecuali apabila sikap keras memang diperlukan. Syukron atas nasehat antum, semoga bisa menjadi nasehat untuk kita semua. Dan semoga kita semua bisa menempatkan diri kapan harus bersikap keras dan kapan bersikap lemah lembut.

  • burit says:

    sabar mas nedi, sahabat umar juga melakukan bid’ah, gak usalah terlalu kolot, pergi ke masjid juga bidah klo pake motor, pergi haji pake pesawatnya kaum kafir juga bidah,

    Jika bid’ahnya adalah dalam koridor bahasa, memang benar. Bahwa kita semua melakukan bid’ah atau inovasi. Adapun yang dilarang adalah bid’ah dalam artian ishtilah, yaitu dalam pengertian agama. Jadi, hal yg diada-adakah di dalam agama tanpa ada tuntunannya dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam, yang diamalkan seakan-akan bagian dari syariat atau menyerupai syariat, padahal tdk ada syariatnya, maka inilah bid’ah yang sesat. Jadi, mas Burit, belajar dulu aje… baru kasih komentar.

  • kuliahkilat says:

    Assalamu’alaikum warahmatullah,

    Banyak orang berdalil dengan perkataan Umar tentang bolehnya bid’ah selama itu hasanah. Padahal para ulama sudah menegaskan bahwa yang diperintahkan Umar bukanlah bid’ah, tapi pernah dicontohkan oleh Rosulullah.

    Anggaplah bahwa apa yang diperintahkan Umar itu tidak pernah diperintahkan ataupun dilarang oleh Rosulullah, lalu apakah ilmu – ilmu kita sama dengan Umar sehingga bisa mengetahui ke-“hasanah”-annya.

    Alloh Subhnahahu wa Ta’ala berfirman.

    “Artinya : orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) di antara orang-orang Muhajirin dan Anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Alloh ridha kepada mereka” [At-Taubah : 100]

    Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.

    “Artinya : Wajib atas kalian berpegang teguh dengan sunnahku dan sunnah Khulafaur Rasyidin yang mendapat petunjuk sepeninggalku” [Diriwayatkan oleh Ahmad dalam Musnadnya 4/126, Tirmidzi dalam Jami’nya 5/44 dan Ibnu Majah dalam Sunannya 1/15 dan dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani dalam Zhilalul Jannah 26, 34]

    ana pernah baca di buku, (bukunya ana punya) mengenai Syeikh Shalih al Fauzan pernah berfatwa terhadap yang mengatakan bahwa bid’ah azan dua kali yang dikumandangkan pada sebelum sholat jum’at pada masa khalifah Utsman bin Affan radiyallahu’anhu, maka jawaban Syeikh bahwa itu bukanlah bid’ah tapi sunnah, walaupun belum pernah dilakukan pada masa Rosulullah shallahu’alaihi was salam, dalilnya adalah hadist diatas.

    Jadi para khulafaur Rasyidin sudah dijamin oleh Allah dan Rosulullah, bahwa setiap perintah mereka adalah sunnah.

    Lalu apakah kita mengklaim mengetahui ke-“hasanah”-an suatu bid’ah sehingga merasa layak menghidupkan ibadah baru itu, apakah merasa kurang dengan yang Allah dan Rosul-Nya berikan??

    Dan apa kita dibanding sahabat Rosulullah. Umar hanya sekali menyatakan bahwa ibadah ini harus dihidupkan, dengan pernyataan bid’ah hasanahnya, Utsman dengan azan dua kali pada sholat jum’at.

    Lalu kebanyakan masyarakat kita, berpuluh – puluh bahkan beratus – ratus bid’ah dibuat, apakah ilmu masyarakat ini lebih baik dari dua orang sahabat itu ??.

    Dan Ibrahim An-Nalkha’i berkata, ”Seandainya para shahabat Nabi Muhammad Shalallahu alaihi wa sallam mengusap kuku, niscaya aku tidak membasuhnya karena mencari keutamaan dalam mengikuti mereka.”

  • pengemb4r4 says:

    saya terkadang bertanya-tanya dalam hati, kenapa teman-teman yang mengaku beraliran salafy dalam menyampaikan pendapatnya / komentar dalam blog-blog beraliran tersebut cenderung dengan bahasa yang, mohon maaf, kasar dan tidak mengenal sopan santun …?. apakah memang demikian yang diajarkan oleh Rasululloh SAW dan para salafus sholeh..?. Terima kasih.

  • bayumariachi says:

    kalau tidak ada maulid
    umat Islam ga akan bisa menang perang Salib
    yang pertama kali menganjurkan maulid adalah Salahuddin al Ayubbi untuk menimbulkan semangat dan mempersatukan umat Islam menghadapi tentara salib dari eropa.

    Yang memenangkan ummat Islam adalah Alloh, dan sebab kemenangan adl dg berpegang kpd al-Qur`an dan Sunnah menurut pemahaman salaful ummah. Maulid Nabi bkn-lah penyebab kemenangan kaum muslimin dlm perang salib. Yang benar, sejarah awal mula maulid itu dirayakan oleh Bani Buwaihi Fathimi Syi’i, penguasa bid’ah yg gemar melakukan bid’ah. Adapun klaim bahwa Shalahuddin adl penganjur pertama kali perlu ditinjau ulang. Pun sekiranya kita katakan benar beliau adl penganjur prtama maulid, maka yg menjadi hujjah adalah Kalamullah dan Kalamur Rasul, yg mjd hujjah adalah af’alur Rasul dan Sahabat beliau, bukan af’al-nya Shalahuddin al-Ayyubi.

  • bayumariachi says:

    simple saja akhi 🙂

    Maulid yang bertujuan memuji rasulullah SAW tak pernah dianjurkan rasulullah SAW. tapi Rasulullah sendiri tak pernah melarang para sahabatnya berpuisi untuk memuji beliau, malah kadang Rasulullah SAW memberikan hadiah kepada orang yg membaca syair…
    itu adalah ekspresi kecintaan para sahabat.
    Sebagaimana maulid masa kini.apakah pantas dilarang?

    Maulid pun tak pernah dianggap termasuk ibadah
    seperti sholat,haji, zakat, baca quran dll.
    ditinggalkan pun tak ada larangannya berdosa atau tidak,

    Tak pernah ada acara menyembah Muhammad dlm maulid seperti kaum Nasrani menyembah Nabi Isa AS.
    sungguh sangat jauh perbandingannya ya akhi kalau mau dibilang syirik.

    Maulid hanya ekspresi cinta, apakah iru terlarang sedangkan Rasulullah tak pernah melarang para Sahabat mengekspresikan rasa cinta mereka baik melalui perkataan, puisi, atau nyanyian.

    Semoga Allah memberikan kemampuan pada kita untuk mencintai ALlah dan RasulNya.

  • khilafah007 says:

    Assalamualaikum
    Kalau maulid nabi setau ana memang urusannya dengan ibadah, jadi boleh-boleh aja dihukumi bid’ah dholalah, bagaimana dengan acara memperingati hari kemerdekaan Indonesia setiap tanggal 17 Agustus (bukankah ini hanya masalah dunia) bolehkah kita ikut memperingatinya baik dengan lomba maupun upacara?

    Wa’alaikumus Salam warohmatullahi wabarokatuh
    Upacara bendera dan semisalnya, termasuk perbuatan Tasyabbuh ‘ala Kuffar (menyerupai orang kafir).

  • Assalamu’alaikum, mengenai maulid ini sudah termaktub anjurannya dalam Alqur’an. Saya bukan orang yang pintar untuk mengemukakan fatwa untuk menetapkan suatu hukum dalm masalah agama.

    Untuk lebih jelasnya silahkan lihat di blog saya penjelasan tentang maulid.

    http://mhfathurrahim.wordpress.com/2010/01/31/maulid-menurut-al-quran-dan-hadist/

  • Leave a Reply

    Your email address will not be published. Fields with * are mandatory.