KAIDAH MENVONIS ORANG LAIN DENGAN KEBID’AHAN DAN KEFÂSIQAN
قاعدة الحكم علي الأخرين بالتبديع والتفسيق
قال الشيخ الدميجي :
Syaikh ‘Abdullâh bin’ Umar ad-Dumaijî (guru besar Universitas Ummul Quro) berkata :
📕 أن العبرة بالالتزام بالأصوال
📕Sesungguhnya yang menjadi acuan adalah ber-iltizâm (berpegang teguh) dengan ushûl (prinsip ahlus sunnah).
📔 من التزم بأصول أهل السنة فوافق بعض أصول أهل البدع اجتهادا مثل الاشاعرة فلا يحكم بأنه أشعري مثل النووي و ابن حجر
📔 Barangsiapa yang berpegang dengan prinsip ahlus sunnah, kemudian dia menyepakati sebagian dari prinsip ahli bid’ah seperti golongan Asy’ariyah karena ijtihâd, maka dia tidak divonis sebagai Asy’arî, semisal an-Nawawî dan Ibnu Hajar.
📔 ومن التزم بأصول أهل البدع ووافق بعض أصول اهل االسنة اجتهادا ولايحكم بأن من أهل السنة مثل الزمخشاري.
📔Dan barangsiapa yang berpegang dengan prinsip ahli bid’ah, kemudian dia bersesuaian dengan sebagian prinsip ahlus sunnah karena ijtihâd, maka dia tidak dihukumi sebagai ahlus sunnah seperti az-Zamakhsyarî.
(Faidah dari al-Ustâdz Zainal Abidin hafizhahullâhu selama dauroh dengan masyaikh Ummul Qurō
Dishare oleh beliau di grup Multaqō ad-Du’ât ilallâh
Dialihbahasakan oleh Abû Salmâ)
@abinyasalma
TAMBAHAN :
Syaikh DR Luthfullâh Khaujah, saat acara pertemuan di SMA IHBS (Ibnu Hajar Boarding School) siang ini (6 Agustus 2015), ditanya apakah Imam Nawawi dan Ibnu Hajar termasuk Asy’ariyah?
Maka beliau menjawab :
“Tidak benar. Imam Nawawi dan Ibnu Hajar adalah diantara ulama ahli sunnah. Seseorang yang memiliki pendapat yang sama dalam suatu hal tidak lantas menjadikan dia satu…
Misalnya, kaum Nasrani meyakini Allâh itu eksis (wujûd), demikian pula dengan kaum muslimin yg juga meyakini Allâh eksis. Kesamaan dalam satu pendapat tidak lantas menjadikan Nasrani sama dengan Islam, atau sebaliknya.
Karena Islam memiliki perbedaan prinsipil dengan Nasrani, dimana Islam meyakini Allâh itu tunggal (wâhid) sedangkan Nasrani meyakini Allâh itu diantara oknum yang 3 (tatslîts/trinitas).
Demikian pula, Ibnu Hajar dan Nawawi memiliki kesamaan pendapat dengan Asy’ariyah (dan ini ketergelinciran ulama) namun tidak serta merta menjadikan mereka sebagai Asy’ariyah.
Wallâhu a’lam. ”
***
Dinukil secara makna.
Posted from WordPress for Android