BENARKAH IMAM BUKHARI & AHLI HADITS SUNNI MENGAMBIL PERIWAYATAN DARI KAUM SYIAH??? 3

 Apr, 28 - 2007   1 comment   Agama SyiahHaditsTahdzir

BENARKAH IMAM BUKHARI & AHLI HADITS SUNNI MENGAMBIL PERIWAYATAN DARI KAUM SYIAH???

Tanggapan dan Jawaban terhadap Saudara Ridho

 

Bagian 3 : Klarifikasi dan Tabayyun II (Selesai)

 

 

Kita lanjutkan ke pembahasan berikutnya…

 

3. ’Abdurrazaq bin Hammam bin Nafi’ ash-Shan’ani

 

Biografi Global :

Nama : ’Abdurrazzaq bin Hammam bin Nafi’ al-Humairi –maula mereka- al-Yamani, Abu Bakr ash-Shon’ani

Lahir : 126 H.

Thobaqoh : ke-9 dari Atba’ut Tabi’in kecil

Wafat : 211 H.

Yang Meriwayatkan Darinya : Bukhari, Muslim, Abu Dawud, Turmudzi, Nasa`i dan Ibnu Majah

Tingkatannya Menurut Ibnu Hajar : Tsiqqoh Haafizh (pemilik) Mushonnaf (Abdurrazaq), buta pada akhir umurnya dan taghoyar (berubah). Ia yatasyayu’ (memiliki kecenderungan syiah).

Tingkatannya Menurut Adz-Dzahabi : salah seorang a’lam , penulis tashonif.

Di dalam Taqribut Tahdzib, al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullahu berkata :

[ 4064 ] عبد الرزاق بن همام بن نافع الحميري مولاهم أبو بكر الصنعاني ثقة حافظ مصنف شهير عمي في آخر عمره فتغير وكان يتشيع .

[Rawi no. 4064] ’Abdurrazaq bin Hammam bin Nafi’ al-Humairi –maula mereka- Abu Bakr ash-Shon’ani seorang yang tsiqqoh haafizh (pemilik buku) Mushonaf yang terkenal, buta pada akhir usianya dan taghoyar (berubah). Beliau orang yang memiliki kecenderungan kepada syiah. [Dinukil dari Taqribut Tahdzib, download softcopy dari www.sahab.org].

 

Faidah : Mengenal Sekelumit Tentang Kitab Taqriibut Tahdziib

Bagi para penuntut ilmu yang pernah merasakan aroma harumnya ilmu hadits dan rijalul hadits, pasti tidak akan asing dengan karya al-Hafizh yang satu ini. Sebenarnya, kitab tarajum yang paling masyhur dan mu’tamad adalah Tahdzibul Kamal karya al-Hafizh al-Mizzi yang menghimpun rijal Kutubus Sittah. Kitab karya al-Mizzi ini merupakan tahdzib dari kitab al-Kamal karya ’Abdul Ghoni al-Maqdisi. Kemudian al-Mizzi mengurutkan, meringkas, membenahi kesalahan-kesalahan dan jadilah kitab Tarajum ar-Ruwat (biografi para perawi) yang terkenal ini. Kemudian datanglah al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullahu dan menyusun kembali, meringkas dan membenahi kitab Tahdzibul Kamal ini dalam buku beliau Tahdzibut Tahdzib dan menambahkan beberapa pendapat ahli hadits serta mentarjih pendapat yang paling kuat.

Setelah al-Hafizh menulis Tahdzibut Tahdzib, beliau menyempurnakan karyanya ini dengan menulis sebuah kitab tarajum yang lebih ringkas dan memilih pendapat-pendapat para nuqad (pengkritik hadits) yang paling ashah (benar/kuat), yaitu kitab Taqribut Tahdzib. Sistematika buku ini adalah, al-Hafizh menyebutkan nama rawi, thobaqoh-nya, martabat/tingkatan-nya dari Jarh wa Ta’dil, dan menyebutkan sebagian besar wafatnya perawi hadits. Buku ini adalah buku yang sangat besar sekali faidahnya dan lebih ringkas serta lebih mudah.

Al-Hafizh berkata di dalam muqoddimah kitabnya : ”Sesungguhnya aku menghukumi setiap orang dari para perawi, dengan suatu hukum yang cakupannya paling shahih dari pendapat (para nuqad) kepadanya, paling adil di dalam pensifatannya, paling ringkas ungkapannya dan paling jelas penunjukannya. Dimana setiap tarjamah (biografi)-nya, hampir semuanya tidak lebih dari satu paragraf saja yang menghimpun nama perawi, bapak dan kakeknya, kemudian akhir nisbat dan nasabnya yang paling masyhur serta kunyah dan laqob­-nya, beserta menjelaskan syakal huruf padanya lalu sifatnya yang khusus dengan jarh atau ta’dil…”

Para pembaca mungkin akan mendapatkan istilah-istilah jarh dan ta’dil dalam risalah ini, semisal tsiqoh haafizh, shoduq qod yukhthi’, dll. Istilah-istilah ini, antara satu ulama hadits dengan lainnya seringkali berbeda dan tingkatannya juga berbeda. Oleh karena itu kita perlu memahami tingkatan martabat perawi menurut al-Hafizh agar tidak rancu dengan martabat yang dibuat oleh ulama hadits lainnya. Al-Hafizh membagi martabah/tingkatan perawi di dalam buku beliau ini menjadi 12 tingkatan, yaitu :

Tingkatan I : Sahabat [dan semua sahabat itu adil, pent.]

Tingkatan II : Perawi yang pujiannya dita’kid (dikuatkan) seperti : tsiqotu tsiqoh atau tsiqotu haafizh.

Tingkatan III : Yang disifatkan dengan sifat tunggal seperti : tsiqoh, mutqin, tsabt atau adil.

Tingkatan IV : Shoduq Laa Ba’sa Bihi atau Laysa Bihi Ba’s (jujur, tidak ada masalah dengan periwayatannya).

Tingkatan V : Shoduq Sayyi`ul Hifzh (jujur namun hapalannya buruk) atau shoduq yahimu atau lahu auhaam (sering salah meriwayatkan).

Tingkatan VI : Maqbul yaitu apabila sebagai mutaba’ah, dan apabila tidak maka haditsnya layyin (lemah).

Tingkatan VII : Mastur atau Majhul al-Haal (perihal perawi tidak diketahui).

Tingkatan VIII : Dha’if.

Tingkatan IX : Majhul, yang membawa kepada majhul al-’Ain (identitas perawi tidak diketahui sama sekali).

Tingkatan X : Matruk, Matrukul Hadits, Waahiyul Hadits atau Saaqith.

Tingkatan XI : Perawi yang tertuduh kidzb (dusta).

Tingkatan XII : Perawi yang disifatkan berdusta atau memalsu hadits.

Demikian ini adalah sekelumit tentang kitab beliau yang agung, Taqribut Tahdzib. Mudah-mudahan bermanfaat. [Lihat lebih rinci dalam Taysiir Diroosatul Asaaniid karya Syaikh ’Amru ’Abdul Mun’im Salim, Cet. 1, 1421, Daar adh-Dhiyaa’, hal. 147-156].

Sekarang kita kembali kepada penilaian para nuqad (kritikus hadits) lainnya. Al-Hafizh al-Mizzi membawakan periwayatan yang banyak tentang penilaian kepada ’Abdurrazaq. Sebagaiannya telah disebutkan oleh Saudara Ridha, dan saya akan turunkan sebagiannya lagi.

و قال أبو زرعة الدمشقى ، عن أبى الحسن بن سميع ، عن أحمد بن صالح المصرى : قلت لأحمد بن حنبل : رأيت أحدا أحسن حديثا من عبد الرزاق ؟ قال : لا . قال أبو زرعة : عبد الرزاق أحد من ثبت حديثه

Abu Zur’ah ad-Dimsayqi berkata : dari Abul Hasan bin Sami’, dari Ahmad bin Shalih al-Mishri (berkata) : Aku berkata kepada Ahmad bin Hanbal : ”Adakah kau pandang ada orang yang lebih baik haditsnya daripada ’Abdurrazaq?” beliau menjawab : ”tidak”. Abu Zur’ah berkata : ”Abdurrazaq adalah salah seorang yang tsabat (mantap/kuat) haditsnya.”

و قال الأثرم : سمعت أبا عبد الله يسأل عن حديث النار جبار ؟ فقال : هذا باطل ليس من هذا شىء . ثم قال : و من يحدث به عن عبد الرزاق ؟ قلت : حدثنى أحمد ابن شبويه . قال : هؤلاء سمعوا بعدما عمى ، كان يلقن فلقنه ، و ليس هو فى كتبه و قد أسندوا عنه أحاديث ليس فى كتبه كان يلقنها بعدما عمى . و قال حنبل بن إسحاق ، عن أحمد بن حنبل نحو ذلك ، و زاد : من سمع من الكتب فهو أصح .

Abu Bakr al-Atsram berkata : Aku mendengar Abu ’Abdillah (Imam Ahmad) bertanya tentang hadits neraka Jabbar. Lantas beliau (Imam Ahmad) berkata : ”Ini batil tidak ada sesuatupun dari hal ini”. Kemudian beliau berkata : ”Siapa yang menceritakan hal ini dari ’Abdurrazaq?” Aku berkata : menceritakan padaku Ahmad bin Syibawaih. Beliau berkata : ”Mereka ini mendengar setelah dia (’Abdurrazaq) buta. Dia (’Abdurrazaq) mendiktekannya lalu mereka mendengarkannya padahal tidak ada hal ini di dalam buku-bukunya. Mereka telah meyandarkan padanya hadits-hadits yang tidak ada di dalam bukunya, ia mendiktekannya setelah ia mengalami kebutaan.” Berkata Hanbal bin Ishaq dari Ahmad bin Hanbal yang serupa dengan di atas, dan ditambakan (oleh Imam Ahmad) : ”Barangsiapa yang mendengarnya dari buku-bukunya maka ini lebih shahih.”

و قال أبو زرعة الدمشقى : قلت لأحمد بن حنبل : كان عبد الرزاق يحفظ حديث معمر ؟ قال : نعم . قيل له : فمن أثبت فى ابن جريج عبد الرزاق أو محمد بن بكر البرسانى ؟ قال : عبد الرزاق .

Berkata Abu Zur’ah ad-Dimasyqi : Aku berkata kepada Ahmad bin Hanbal : ”Apakah ’Abdurrazaq mengahafal haditsnya Ma’mar?” beliau menjawab : ”iya”. Ada yang bertanya pada beliau : ”Mana yang lebih tsabat (mantap periwayatannya) dari Ibnu Juraij, ’Abdurrazaq-kah ataukah Muhammad bin Bakr al-Barsaani?” beliau menjawab : ”’Abdurrazaq”.

قال : و أخبرنى أحمد بن حنبل ، قال : أتينا عبد الرزاق قبل المئتين و هو صحيح البصر و من سمع منه بعدما ذهب بصره ، فهو ضعيف السماع .

Abu Zur’ah berkata : Ahmad bin Hanbal memberitakan kepadaku : ”Kami mendatangi ’Abdurrazaq sebelum 200 H dan beliau dalam keadaan sehat matanya. Barangsiapa yang mendengarkan darinya setelah hilang pengelihatannya (buta) maka sima’ (pendengaran)-nya berstatus lemah.

و قال عباس الدورى ، عن يحيى بن معين : كان عبد الرزاق فى حديث معمر أثبت من هشام بن يوسف ، و كان هشام بن يوسف فى حديث ابن جريج أثبت من عبد الرزاق ، و كان أقرأ للكتب ، و كان أعلم بحديث سفيان الثورى من عبد الرزاق .

Abbas ad-Dauri berkata dari Yahya bin Ma’in, (beliau berkata) : ”’Abdurrazaq di dalam periwayatan hadits Ma’mar itu lebih mantap daripada Hisyam bin Yusuf, namun Hisyam bin Yusuf itu di dalam periwayatan hadits Ibnu Juraij lebih mantap daripada ’Abdurrazaq. Aku pernah membaca buku-bukunya dan aku mengetahui hadits Sufyan ats-Tsauri itu dari ’Abdurrazaq.”

و قال يعقوب بن شيبة ، عن على ابن المدينى ، قال : لى هشام بن يوسف : كان عبد الرزاق أعلمنا و أحفظنا . قال يعقوب : و كلاهما ثقة ثبت .

Ya’qub bin Syaibah berkata, dari ’Ali ibnul Madini (beliau berkata) : Berkata Hisyam bin Yusuf kepadaku : ”’Abdurrazaq itu orang yang lebih ’alim dan hafizh daripada kami.” Ya’qub berkata : keduanya (yaitu Hisyam bin Yusuf dan ’Abdurrazaq) adalah sama-sama tsiqoh tsabt.

و قال الحسن بن جرير الصورى ، عن على بن هاشم : قال عبد الرزاق : كتب عنى ثلاثة لا أبالى أن لا يكتب عنى غيرهم ; كتب عنى ابن الشاذكونى ، و هو من أحفظ الناس ، و كتب عنى يحيى بن معين و هو من أعرف الناس بالرجال ، و كتب عنى أحمد بن حنبل و هو من أزهد الناس .

Al-Hasan bin Jarir ash-Shuri berkata, dari ’Ali bin Hisyam bahwa ’Abduurrazaq berkata : ”Menulis dariku tiga orang yang aku tidak peduli apabila tidak ada orang yang menulis dariku selain mereka ini, yaitu : telah menulis dariku Ibnu Syadzikun dan dia adalah orang yang paling hafizh, telah menulis dariku Yahya bin Ma’in dan dia adalah orang yang paling mengetahui tentang para perawi hadits dan telah menulis dariku Ahmad bin Hanbal dan ia adalah manusia yang paling zuhud.”

[Saya berkata] Dan masih banyak lagi penilaian para a`immah kepada beliau, namun saya rasa yang di atas ini sudah cukup. Saya ingin melanjutkan sedikit dengan masalah tasyayu’ (kecenderungan pada faham Syi’ah)-nya ’Abdurrazaq dan menukil ucapan sebagian imam dalam masalah ini.

و قال أبو بكر بن أبى خيثمة : سمعت يحيى بن معين و قيل له : إن أحمد بن حنبل قال : إن عبيد الله بن موسى يرد حديثه للتشيع ، فقال : كان والله الذى لا إله إلا هو عبد الرزاق أغلى فى ذلك منه مئة ضعف ، و لقد سمعت من عبد الرزاق أضعاف أضعاف ما سمعت من عبيد الله .

Abu Bakr bin Abi Khaitsamah berkata : Aku mendengar Yahya bin Main dan ada yang berkata padanya : ”Sesungguhnya Ahmad bin Hanbal berkata, bahwa sesungguhnya ’Ubaidillah bin Musa membantah hadits ’Abdurrazaq dikarenakan tasyayu’-nya.” Lantas Ibnu Ma’in menukas : ”Demi Alloh yang tidak ada sesembahan yang haq untuk di sembah melainkan Dia, ’Abdurrazaq itu jauh lebih bernilai (periwayatannya) darinya berkali-kali lipat. Dan sungguh aku telah mendengar dari ’Abdurrazaq berkali-kali lipat daripada aku mendengar dari ’Ubaidillah.”

و قال عبد الله بن أحمد بن حنبل : سألت أبى ، قلت : عبد الرزاق كان يتشيع و يفرط فى التشيع ؟ فقال : أما أنا فلم أسمع منه فى هذا شيئا ، و لكن كان رجلا تعجبه أخبار الناس ، أو الأخبار .

Abdullah bin Ahmad bin Hanbal berkata : Aku bertanya pada ayahku, ”’Abdurrazaq itu tasyayu’ dan melampaui batas di dalam tasyayu’.” lalu beliau menjawab : ”Adapun aku belum pernah mendengar hal ini sedikitpun, namun dia adalah orang yang beritanya mengagumkan manusia.”

و قال عبد الله أيضا : سمعت سلمة بن شبيب يقول : سمعت عبد الرزاق يقول : والله ما انشرح صدرى قط أن أفضل عليا على أبى بكر و عمر ، رحم الله أبا بكر و رحم الله عمر و رحم الله عثمان و رحم الله عليا ، من لم يحبهم فما هو مؤمن ، و قال : أوثق عملى حبى إياهم .

Abdullah juga berkata : Aku mendengar Salamah bin Syabib (ada yang membaca Syubaib) berkata : Aku mendengar ’Abdurrazaq berkata : ”Demi Alloh, tidak akan lapang dadaku sedikitpun apabila ’Ali itu dikatakan lebih utama daripada Abu Bakr dan ’Umar. Semoga Alloh merahmati Abu Bakr, Umar, ’Utsman dan ’Ali. Barangsiapa yang tidak mencintai mereka maka bukanlah seorang mukmin.” beliau berkata lagi : ”Amalku yang terkuat adalah cintaku pada mereka.”

[Saya berkata] Subhanalloh wallohu Akbar, semoga Alloh merahmati ’Abdurrazaq ash-Shon’ani yang telah mencintai para sahabat agung, empat khulafa’ur rasyidin yang sebagaiannya telah dikafirkan oleh kaum syiah yang laknat, semoga Alloh membinasakan kaum yang melaknat dan mencela sahabat Nabi yang mulia.

و قال أبو الأزهر أحمد بن الأزهر النيسابورى : سمعت عبد الرزاق يقول : أفضل الشيخين بتفضيل على إياهما على نفسه ، و لو لم يفضلهما لم أفضلهما ، كفى بى آزرا أن أحب عليا ثم أخالف قوله .

Abul Azhar Ahmad bin al-Azhar an-Naisaburi berkata : Aku mendengar ’Abdurrazaq berkata : ”Aku lebih mengutamakan syaikhain (Abu Bakar dan ’Umar) dengan pengutamaan ’Ali keduanya daripada dirinya sendiri, seandainya ’Ali tidak mengutamakan mereka berdua maka aku pun tidak pula mengutamakan mereka. Cukuplah bagiku dosa dikarenakan aku mencintai ’Ali namun aku menyelisihi perkataannya.”

و قال أبو أحمد بن عدى : و لعبد الرزاق أصناف و حديث كثير ، و قد رحل إليه ثقات المسلمين و أئمتهم و كتبوا عنه . و لم يروا بحديثه بأسا إلا إنهم نسبوه إلى التشيع . و قد روى أحاديث فى الفضائل مما لا يوافقه عليه أحد من الثقات ، فهذا أعظم ما ذموه من روايته لهذه الأحاديث ، و لما رواه فى مثالب غيرهم ، و أما فى باب الصدق فإنى أرجو أنه لا بأس به إلا أنه قد سبق منه أحاديث فى فضائل أهل البيت و مثالب آخرين مناكير .

Abu Ahmad bin ’Adi berkata : ”’Abdurrazaq memiliki Ashnaaf dan hadits yang banyak. Banyak para tsiqot dan imam muslim mendatanginya dan menulis darinya dan mereka tidak berpandangan ada masalah dengan haditsnya hanya saja mereka menisbatkannya kepada tasyayu’. Dia meriwayatkan hadis tentang keutamaan-keutamaan (Alul Bait) yang tidak disepakati oleh para tsiqot. Dan inilah celaan mereka yang paling besar kepadanya oleh sebab riwayatnya tentang hadits-hadits ini dimana ia meriwayatkan celaan-celaan kepada selain Alul Bait. Adapun dalam masalah shidq (kejujuran) maka aku harap mudah-mudahan tidak ada masalah dengannya, hanya saja ia bermasalah dalam hadits-hadits tentang keutamaan ahlul bait dan celaan terhadap selainnya yang statusnya munkar.”

 

Kesimpulan :

  • Abdurrazaq ash-Shon’ani adalah perawi yang tsiqoh namun memiliki kecenderungan kepada syiah. Sebagaimana dikatakan oleh Al-Ijli : ثقة يتشيع seorang yang tsiqoh dan memiliki kecenderungan syiah”.

  • Hadits riwayatnya tidak langsung diterima namun diteliti dahulu, sebagaimana kata Imam an-Nasa’i : فيه نظر ، لمن كتب عنه بآخره كتب عنه أحاديث مناكير ”Perlu penelitian lagi tentang (riwayat)-nya, bagi orang yang menulis darinya pada usia senjanya maka ia menulis hadits-hadits yang mungkar.”

  • Ditolak periwayatannya yang apabila menyokong atas ketasyayu’annya, sebagaimana ucapan Imam Ibnu Hibban : كان ممن يخطىء إذا حدث من حفظه على تشيع فيه ”Dia termasuk orang yang salah apabila menyampaikan (riwayat) dari hafalannya tentang tasyayu’-nya.”

  • Beliau memiliki keyakinan yang jauh berbeda dengan syiah rafidhah ekstrim, dimana beliau memuji dan mengutamakan Abu Bakr dan ’Umar daripada ’Ali ridhwanulloh ’alaihim ajma’in.

 

Oleh karena itu terhadap ucapan Saudara Ridha yang mengatakan

Pernyataan-pernyataan di atas menunjukkan dengan jelas bahwa ‘Abdurrazaq bukanlah Syi’ah Rafidhah. Jika demikian, bagaimana bisa dibenarkan pendapat yang menyatakan bahwa ‘Abdurrazaq penganut paham Rafidhah, dan ia dipandang salah seorang perawi yang tsiqat dan adil? Ini jelas merupakan kepalsuan yang besar yang mengandung motif menghancurkan sendi-sendi sunnah Nabi, dan menceburkan keragu-raguan kepada mereka yang memelihara sunnah, supaya mereka dengan mudah bisa menghancurkan Islam. Orang-orang Sunni hendaknya awas dan peka terhadap hal ini!

Adalah ucapan yang benar dan jujur… Barokallohu fiikum

 

4. ’Adi bin Tsabit al-Anshori al-Kufi

 

Biografi Global :

Nama : ’Adi bin Tsabit al-Anshori al-Kufi (putera dari saudari (kemenakan/ keponakan) ’Abdullah bin Yazid al-Khatmi seorang sahabat radhiyallahu ’anhu).

Thobaqot : ke-4, pertengahan tabi’in

Wafat : 116 H

Yang Meriwayatkan Darinya : Bukhari, Muslim, Abu Dawud, Turmudzi, Nasa`i dan Ibnu Majah

Tingkatannya menurut Ibnu Hajar : tsiqoh dituduh tasyayu’

Tingkatannya menurut Dzahabi : tsiqoh, orator Syiah dan imam masjid mereka di Kufah.

 

Penilaian Ulama terhadapnya :

Masih dalam penukilan al-Mizzi rahimahullahu dalam kitabnya yang agung, Tahdzibul Kamal (melalui perantaraan Maktabah Syamilah v.2) :

قال عبد الله بن أحمد بن حنبل ، عن أبيه : ثقة . و كذلك أحمد بن عبد الله العجلى و النسائى .

Berkata ’Abdullah bin Ahmad bin Hanbal dari ayahandanya (berkata) : ”tsiqoh”. Demikian pula dengan Ahmad bin ’Abdullah al-’Ijli dan an-Nasa`i (juga mentsiqohkannya).

و قال أبو حاتم : صدوق ، و كان إمام مسجد الشيعة و قاصهم .

Berkata Abu Hatim : ”Shoduq, dan ia adalah imamnya Masjid Syiah serta orator mereka.”

Al-Hafizh berkata di dalam at-Tahdzib VII/165 :

قال البرقانى : قلت للدارقطنى : فعدى بن ثابت عن أبيه عن جده ؟ ، قال : لا يثبت و لا يعرف أبوه و لا جده ، و عدى ثقة .

Berkata al-Burqoni : Aku bertanya kepada ad-Daruquthni : ”Apakah ’Adi bin Tsabit (mengambil riwayat) dari ayahandanya dari kakeknya?” beliau (ad-Daruquthni) menjawab : ”Tidak tsabat (tetap periwayatannya) dan tidaklah diketahui ayahnya dan kakeknya, sedangkan ’Adi seorang yang tsiqoh.”

و قال الطبرى : عدى بن ثابت ممن يجب التثبت فى نقله .

Ath-Thobari berkata : ”’Adi bin Tsabit termasuk orang yang wajib ditabayuni (dinverifikasi) penukilannya.”

و قال ابن معين : شيعى مفرط .

Ibnu Ma’in berkata : ”seorang syi’ah yang melampaui batas.”

و قال السلمى : قلت للدارقطنى : فعدى بن ثابت ، قال : ثقة إلا أنه كان غاليا ـ يعنى فى التشيع .

Berkata as-Silmi (ada yang membaca as-Sulami) : Aku bertanya kepada ad-Daruquthni : “bagaimana dengan ‘Adi bin Tsabit?”, beliau menjawab : ”seorang yang tsiqoh hanya saja ia orang yang berlebih-lebihan di dalam kesyiahannya.”

و قال ابن شاهين فى الثقات ” : قال أحمد : ثقة إلا أنه كان يتشيع . اهـ .

Ibnu Syahin mengatakan di dalam ats-Tsiqoot : Berkata Ahmad : ”tsiqot hanya saja ia cenderung kepada syiah.”

 

و قال ابن شاهين فى الثقات ” : قال أحمد : ثقة إلا أنه كان يتشيع . اهـ .

 

Saudara Ridha berkata :

Pendeknya para Ulama sepakat mengenai sifat adil ‘Adi ibn Tsabit dan tsiqatnya. Mereka hanya mengkritik ‘Adi dalam posisinya sebagai orang Syi’ah. Maksudnya orang yang sangat condong membela dan berpihak kepada ‘Ali, baik dalam soal Khalifah maupun dalam pertempurannya melawan Mu’awiyah. Namun hal itu tidak mengurangi nilai keadilan ‘Adi dan nilai kehujjahan haditsnya. Karena itu Ashabus-Sittah meriwayatkan haditsnya dan menjadikannya sebagai hujjah. Apalagi dia bukan orang yang mempromosikan ajaran bid’ahnya. Namun Imam Bukhari dan Muslim masih melakukan bertindak hati-hati dan waspada, dengan tidak meriwayatkan dari ‘Adi hadits-hadits yang tampaknya memperkuat ajaran bid’ahnya.

 

[Saya katakan] Saudara Ridha telah bersikap jujur dan benar di dalam mengomentari ’Adi bin Tsabit al-Khatmi. Beliau (’Adi bin Tsabit) tetap dijadikan hujjah di dalam haditsnya dikarenakan ketsiqohan dan keadilan beliau, hanya saja beliau cenderung kepada Syiah namun tidak menyeru kepada bid’ahnya walaupun beliau seorang imam masjid Syiah dan orator mereka. Sebagaimana telah berlalu, periwayatan ahli bid’ah yang tidak menyeru kepada bid’ahnya, tidak mempromosikan bid’ahnya dan tidak membelanya, sedangkan ia seorang yang tsiqoh, adil, waro’ dan takwa serta tidak menghalalkan dusta, maka haditsnya diterima.

 

5. Yahya bin Sa’id al-Qoththon

Biografi Global :

Nama : Yahya bin Sa’id bin Furuj al-Qoththon at-Tamimi, Abu Sa’di al-Bashri al-Ahwal al-Hafizh, dikatakan beliau adalah maula bani Tamim (dan ada yang berpendapat : tidak ada seorang pun yang pernah memberikan perwalian atasnya.)

Lahir : 120 H.

Thobaqot : ke-9, dari atba’ut tabi’in kecil.

Wafat : 198 H.

Yang meriwayatkan darinya : Bukhari, Muslim, Abu Dawud, Turmudzi, Nasa`i dan Ibnu Majah.

Tingkatannya menurut Ibnu Hajar : Tsiqoh mutqin (mantap/kokoh) haafizh imaam qudwah (tauladan)

Tingkatannya menurut Adz-Dzahabi : al-Hafizh al-Kabir, seorang penghulu di dalam ilmu dan amal. Berkata Ahmad : ”tidak ada kulihat ada seorang yang semisalnya”.

 

Penilai Ulama atasnya :

Masih dalam Tahdzibul Kamal karya al-Mizzi. Beliau menyebutkan ta’dil (pujian) yang sangat panjang terhadap Yahya al-Qoththon. Berikut ini diantaranya :

و قال عمرو بن على ، عن يحيى بن سعيد : ما اجتمعت أنا و معاذ فى شىء إلا قدمانى و قال أبو الخصيب المصيصى ، عن القواريرى : سمعت عبد الرحمن بن مهدى يقول : ما رأيت أحدا أحسن أخذا للحديث و لا أحسن طلبا له من يحيى بن سعيد القطان ، و سفيان بن حبيب .

Berkata Abul Khashib al-Mashishi dari al-Qowariri : Aku mendengar ’Abdurrahman bin Mahdi berkata : ”Belum pernah aku melihat seorangpun yang lebih baik di dalam mengambil hadits dan menuntutnya selain daripada Yahya bin Sa’id al-Qoththon dan Sufyan bin Habib.”

و قال زكريا بن يحيى الساجى : حدثت عن على ابن المدينى ، قال : ما رأيت أعلم بالرجال من يحيى بن سعيد القطان ، و لا رأيت أعلم بصواب الحديث و الخطأ من عبد الرحمن بن مهدى ، فإذا اجتمع يحيى و عبد الرحمن على ترك حديث رجل تركت حديثه ، و إذا حدث عنه أحدهما حدثت عنه

Berkata Zakaria bin Yahya as-Saaji : Aku menceritakan dari ’Ali bin al-Madini beliau berkata : ”Belum pernah kulihat ada orang yang lebih mengetahui tentang rijal (perawi hadits) selain Yahya bin Sa’id al-Qoththon dan belum pernah aku melihat orang yang paling tahu tentang benar dan salahnya suatu hadits daripada ’Abdurrahman bin Mahdi. Apabila Yahya dan ’Abdurrahman bersepakat untuk meninggalkan hadits seseorang maka aku tinggalkan haditsnya, dan apabila menceritakan salah seorang dari mereka sebuah hadits maka aku juga turut menceritakannya.”

و قال عبد الله بن أحمد بن حنبل : سمعت أبى يقول : حدثنى يحيى القطان و ما رأت عيناى مثله .

Berkata ’Abdullah bin Ahmad bin Hanbal : Aku mendengar ayahandaku berkata : ”Menceritakan kepada Yahya al-Qoththon dan belum pernah kedua mataku melihat orang yang seperti dia.”

و قال عبد الله بن بشر الطالقانى : سمعت أحمد بن حنبل يقول : يحيى بن سعيد أثبت الناس . قال أحمد : و ما كتبت عن مثل يحيى بن سعيد .

Abdullah bin Bisyr al-Qohthoni berkata : Aku mendengar Ahmad bin Hanbal berkata : ”Yahya bin Said adalah manusia yang paling tsabat”. Ahmad berkata : ”Aku tidak pernah menulis dari orang yang semisal Yahya bin Sa’id.”

و قال عباس الدورى ، عن يحيى بن معين : قال لى عبد الرحمن بن مهدى : لا ترى بعينيك مثل يحيى بن سعيد القطان أبدا ! .

Abbas ad-Dauri berkata dari Yahya bin Ma’in : Berkata kepada ’Abdurrahman bin Mahdi : ”Kamu tidak bakal melihat dengan kedua matamu ada orang yang semisal Yahya bin Sa’id al-Qoththon selamanya!”

و قال أيضا ، عن يحيى بن معين : يحيى بن سعيد أثبت من عبد الرحمن بن مهدى فى سفيان .

Beliau (’Abbas ad-Dauri) berkata juga : Dari Yahya bin Ma’in : ”Yahya bin Sa’id lebih tsabat daripada ’Abdurrahman bin Mahdi di dalam (riwayat) Sufyan.”

و قال أبو زرعة الدمشقى : قلت ليحيى بن معين : يحيى بن سعيد فوق ابن مهدى ؟ قال : نعم .

Berkata Abu Zur’ah ad-Dimasyqi : Aku berkata kepada Yahya bin Ma’in : ”Yahya bin Sa’id di atas Ibnu Mahdi?” Beliau menjawab : ”iya”.

و قال أبو بكر بن خزيمة ، عن بندار : حدثنا يحيى بن سعيد إمام أهل زمانه .

 

Berkata Abu Bakr bin Khuzaimah dari Bandar : ”Menceritakan kepada kami Yahya bin Sa’id seorang imam pada zamannya.”

و قال الحسين بن إدريس : كان يحيى بن سعيد يشبه التجار إذا نظرت إليه ، حتى يأخذ فى الحديث ، فإذا أخذ فى الحديث علمت أنه صاحب حديث .

Berkata al-Husain bin Idris : ”Yahya bin Sa’id itu apabila aku melihat dirinya mirip seperti pedagang, sampai ia mengambil (riwayat) hadits, ketika ia mengambil suatu hadits maka aku tahu bahwa ia adalah seorang ahli hadits.”

و قال محمد بن سعد : كان ثقة مأمونا رفيعا حجة . و قال النسائى : ثقة ثبت مرضى .

Berkata Muhammad bin Sa’id : ”Dia adalah orang yang tsiqoh ma`mun (mantap) rofi’an (tinggi derajatnya) dan hujjah. Berkata an-Nasa`i : ”Tsiqoh Tsabat yang diridhai.”

و قال أبو زرعة : يحيى القطان من الثقات الحفاظ . و قال أبو حاتم : ثقة حافظ .

Berkata Abu Zur’ah : ”Yahya al-Qoththon adalah termasuk ats-Tsiqoot al-Huffaazh. Berkata Abu Hatim : ”Tsiqoh Haafizh.”

[Saya berkata] Dan sungguh, masih banyak lagi untaian kata berderai bagi al-Imam as-Sunnah di zamannya, Yahya bin Sa’id al-Qoththon, namun saya tutup pujian kepada beliau dengan apa yang dibawakan oleh al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullahu di dalam Tahdzibut Tahdzib (XI:220) dari al-Kholili…

و قال الخليلى : هو أمام بلا مدافعة ، و هو أجل أصحاب مالك بالبصرة ، و كان الثورى يتعجب من حفظه ، واحتج به الأئمة كلهم ، و قالوا : من تركه يحيى تركناه . اهـ .

Al-Kholili berkata : ”Beliau adalah seorang imam tanpa diragukan lagi, dan beliau termasuk sahabat utama Malik di Bashrah. Ats-Tsauri terkagum-kagum dengan hafalannya dan para imam berhujjah dengannya seluruhnya dan berkata, barangsiapa meninggalkan Yahya maka ia kami tinggalkan.”

[Saya berkata] Perhatikan ucapan Imam al-Kholili, yang mana beliau menyebutkan bahwa seluruh imam berhujjah dengan Imam Yahya bin Sa’id al-Qoththon, seakan-akan beliau ingin menyatakan ijma’nya penerimaan riwayat dari Yahya al-Qoththon. Bahkan ta’dil yang disebutkan oleh para mu’addilin kepada beliau adalah ta’dil tingkatan pertama, yang tidak ditemukan adanya jarh (celaan) atau cacat pada diri beliau.

Maka sekali lagi saya katakan bahwa apa yang disebutkan Saudara Ridha di bawah ini…

Dari berbagai pendapat di atas nyatalah bahwa para ulama sepakat mengenai keadilan, ketsiqatan dan kehujjahan hadits Yahya al-Qaththan tanpa ada perselisihan. Mereka tidak ada yang melontarkan kecaman kepadanya yang dapat merusak sifat adil dan kehujjahan haditsnya. Karena itu, beberapa orang Ashabus-Sittah meriwayatkan hadits Yahya.

Adalah suatu ucapan yang benar, bilaa mudafa’ah (tanpa diragukan lagi). Karena seluruh imam ahlus sunnah sepakat menerima riwayatnya dan beliau adalah hujjah.

Namun, dimana letak klaim atau dakwaan bahwa Imam Yahya bin Sa’id adalah tasyayu’ atau memiliki kecenderungan kepada Syi’ah?! Saya tidak menemukan hal ini di dalam penelaahan baik terhadap Tahdzibul Kamal karya al-Mizzi, Tahdzibut Tahdzib, Lisanul Mizan dan Taqribut Tahdzib karya al-Hafizh, demikian pula dengan Syiaru ’A’lamin Nubalaa`dan al-Miizan karya adz-Dzahabi, dll yang kesemuanya ada di Maktabah Syamilah v.2. Bahkan penukilan saudara Ridha pun tidak menunjukkan adanya pendapat ulama yang menuduh Imam Yahya bin Sa’id sebagai Syiah atau cenderung kepada Syiah. Lantas, bagaimana bisa disebutkan sebagai perawi Syiah yang diambil periwayatannya oleh ulama hadits ahlus sunnah?! Mungkin saudara Ridha lupa kali… Allohu a’lam…

 

6. Yahya bin al-Jazar al-’Uroni al-Kufi

Biografi Global

Nama : Yahya bin al-Hajar al-’Uroni (atau al-’Aroni) al-Kufi, laqob beliau Zabaan dan ada yang berpendapat Yahya bin Zabaan [maksudnya yang Zabaan adalah ayahandanya, pent.], maula Bajilah.

Thobaqot : ke-3 dalam jajaran tabi’in pertengahan.

Yang meriwayatkan darinya : Muslim, Abu Dawud, Turmudzi, Nasa`i dan Ibnu Majah.

Tingkatannya menurut Ibnu Hajar : Shoduq dituduh ghuluw (ekstrem) di dalam kecenderungan kepada Syiah.

Tingkatannya menurut Dzahabi : Tsiqoh.

 

Penilaian ulama terhadapnya

Masih di dalam Tahdzibul Kamal karya al-Hafizh al-Mizzi :

قال إبراهيم بن يعقوب الجوزجانى : كان غاليا مفرطا .

Berkata Ibrahim bin Ya’qub al-Jauzajaani : ”Dia orang yang berlebih-lebihan dan melampaui batas (di dalam tasyayu’)”

و قال أبو زرعة ، و أبو حاتم ، والنسائى : ثقة . و ذكره ابن حبان فى كتاب الثقات ” .

Berkata Abu Zur’ah, Abu Hatim dan an-Nasa`i : tsiqoh. Ibnu Hibban menyebutkan dirinya di dalam kitab ats-Tsiqoot.

Para jama’ah ahli hadits meriwayatkan darinya kecuali Bukhari.

Al-Hafizh Ibnu Hajar dalam Tahdzibut Tahdzib XI/192 membawakan penilaian ulama terhadapnya, diantaranya :

و قال ابن سعد : كان يغلو فى التشيع ، و كان ثقة ، و له أحاديث .

Berkata Ibnu Sa’d : ”Dia orang yang ghuluw di dalam kesyi’ahannya, namun ia seorang yang tsiqoh dan memiliki sejumlah hadits.”

و قال العجلى : كوفى ثقة ، و كان يتشيع .

Berkata al-’Ijli : ”Seorang penduduk Kufah yang tsiqoh namun cenderung kepada Syiah.”

و روى العقيلى عن الحكم بن عتيبة أنه قال : كان يحيى بن الجزار يغلو فى التشيع .

Al-’Uqoili meriwayatkan dari al-Hukm bin ’Utaibah yang berkata : ”Yahya bin al-Jazaar itu ghuluw di dalam kesyia’ahannya.”

و قال حرب : قلت لأحمد : هل سمع من على ؟ قال : لا .

Berkata Harb : Aku bertanya kepada Ahmad : ”Apakah ia mendengar dari ’Ali?” Imam Ahmad menjawab : ”tidak”.

[Saya berkata] Yahya bin al-Jazar terhimpun padanya jarh dan ta’dil. Ia dita’dil akan ketsiqohannya dan dijarh atas tasyayu’nya yang cenderung berlebih-lebihan. Para imam menerima riwayat dari ahli bid’ah dengan persyaratan sebagaimana telah dikemukakan di awal pembahasan, yaitu hendaklah perawi ahli bid’ah itu tidak menyeru kepada bid’ahnya dan membawakan periwayatan yang menyokong bid’ahnya, selain itu ia haruslah orang yang tsiqoh, adil, taqwa dan waro’ serta tidak menghalalkan kedustaan. Riwayat yang seperti ini diterima dan apabila tidak terpenuhi maka tertolak.

Saudara Ridha berkata :

Adanya kesepakatan ulama mengenai tsiqatnya Yahya ibn Jazar –walaupun ada sebagian orang yang memandang tasyayyu’nya berlebih-lebihan– menunjukkan bahwa kecenderungan Syi’ah Yahya belum sampai ke tingkat yang dapat merusak ketsiqatan dan kehujjahan haditsnya. Dengan kata lain, kesepakatan Ulama mengenai tsiqatnya Yahya menunjukkan bahwa ia bukan pelaku bid’ah yang mengkafirkan, juga bukan orang yang mempromosikan menghalalkan dusta untuk bid’ahnya. Ia juga bukan orang yang menguatkan mazhabnya. Barangsiapa yang kondisinya seperti itu, maka dapat diterima riwayatnya, dan tidak ada halangan untuk berhujjah dengan haditsnya. Karena itu, beberapa orang Ashabus-Sittah meriwayatkan hadits Yahya ibn Jazar. udah dulu ya nunggu komentar anda dulu…. jazakallah atas komentar2 nya…..

Saya katakan : Apa yang dilontarkan oleh Saudara Ridha di atas benar tidak salah. Tidak ada riwayat yang menunjukkan bahwa ekstremnya Yahya bin al-Jazar itu sampai kepada derajat mukaffirah (mengkafirkan pelakunya). Para ulama hadits zaman dahulu, sering kali menyebut seseorang itu ghuluw atau mufrith di dalam kecenderungan kepada Syiah, apabila ia membawakan riwayat-riwayat yang berisi celaan kepada para sahabat dan pengagungan kepada ’Ali radhiyallahu ’anhu yang riwayat-riwayat tersebut adalah riwayat munkar. Sekiranya perawi itu sifatnya sebagaimana kaum Syiah pada umumnya, yang sampai menghalalkan dusta maka derajat periwayatannya otomatis tertolak dan perawinya dikatakan matruk

 

Mulhaq (Tambahan) : Sejumlah Perawi Syi’ah Dalam Timbangan

Sebenarnya banyak sekali para perawi syiah yang ditolak periwayatannya dikarenakan karakternya yang gemar berbohong dan membual. Mayoritas mereka disebutkan oleh para ulama sebagai matrukin (orang yang ditinggalkan haditsnya karena tertuduh berdusta, walau derajatnya di bawah al-Kadzdzab), adh-Dhu’afa’ bahkan ada yang kadzdzab. Berikut ini adalah diantara mereka :

1. Muhammad bin Bisyr al-Kalbi al-Kufi as-Syi’i, salah seorang matrukin sebagaimana bapaknya yang juga matruk.

Imam adz-Dzahabi berkata tentangnya dalam Siyaru A’laamin Nubalaa` juz X hal. 101 :

روى عن أبيه كثيرا، وعن مجالد، وأبي مخنف لوط، وطائفة.

Dia meriwayatkan banyak hadits dari bapaknya, Mujalid (bin Sa’id), Abu Mikhnaf Luth dan sejumlah kelompok (syiah).

قال أحمد بن حنبل: إنما كان صاحب سمر ونسب، ما ظننت أن أحدا يحدث عنه

Ahmad bin Hanbal berkata : ”Sesungguhnya ia orang yang gemar bergadang dan seorang pendongeng. Aku tidak mengira ada orang yang mau menyampaikan (riwayat) darinya.”

وقال الدارقطني وغيره: متروك الحديث

Ad-Daruquthni dan selain beliau berkata : ”orang yang matruk haditsnya.”

Di dalam Lisanul Mizan VI/19 disebutkan bahwa Yahya bin Ma’in mengatakan :

غير ثقة، وليس عن مثله يروى الحديث.

Tidak tsiqoh, tidak ada dari selainnya yang meriwayatkan hadits.”

Ibnu Asakir berkata : ”Seorang Rafidhah dan tidak tsiqoh.”

Al-’Uqoili memasukkannya ke dalam adh-Dhu’afa’ al-Kabir juz IV, hal, 339, dan mengatakan tentangnya : ”Padanya banyak kelemahan.”

Ibnul Jarud, Ibnu Sakan dan selainnya juga menyebutkannya sebagai adh-Dhu’afaa’.

Ibnu Hibban menyebutkannya di dalam al-Majruhin juz VIII, hal. 91 : ”Ia meriwayatkan dari bapaknya, Ma’ruf maula Sulaiman dan dari orang-orang Iraq yang kontroversial dan berita-berita aneh tak berdasar. Ia seorang penganut Syiah yang ekstrem dan berita-beritanya yang kacau balau sudah cukup bagi orang yang mencari kejelasan dan keterangan tentangnya.”

Ibnu ’Adi dalam al-Kamil fid Dhu’afaa ar-Rijaal (VII:2568) mengatakan : ”Hisyam al-Kalbi adalah orang yang suka membual di waktu malam, saya tidak melihat adanya suatu musnad yang meriwayatkan daripadanya. Bapaknya juga seorang pendusta.”

2. Luth bin Yahya Abu Mikhnaf, seorang perawi matrukin yang banyak diriwayatkan oleh perawi yang matruk pula.

Abu Hatim mengatakan tentangnya : ”matruk”.

Ad-Daruquthni dalam adh-Dhuafaa’ menyebutnya ”dha’if.”

Ibnu Ma’in menyebutnya : ”tidak tsiqoh” dan ”laysa bi syai’ (tidak ada apa-apanya).”

Ibnu ’Adi dalam al-Kamil fidh Dhu’afaa’ (VI:2110) berkata tentangnya : ”Seorang syiah tulen dan nara sumber sejarah mereka.”

Adz-Dzahabi dalam al-Mizan (III/419) sendiri mengatakan : ”Perawi yang rusak tidak dapat dipercaya.”

3. Jabir bin Yazid al-Ju’fi, seorang Syiah ekstrim yang pendusta dan meyakini aqidah sesat raj’ah (Reinkarnasi ’Ali).

Ibnu Ma’in mengomentarinya : ”Jabir adalah kadzdzab (pendusta besar).” beliau juga berkata : ”Jabir tidak ditulis haditsnya dan tidak ada martabatnya.”

Berkata Za`idah : ”Demi Alloh! Al-Ju’fi itu pendusta yang meyakini aqidah raj’ah kaum syiah.”

Al-Jauzajaani mengatakan : ”Jabir al-Ju’fi adalah pendusta.”

Abu Hanifah pun angkat suara : ”Saya belum pernah menemukan orang yang kedustaannya melebihi Jabir al-Ju’fi.” sebagaimana dinukil oleh adz-Dzahabi dalam al-Mizan.

An-Nasa`i dalam adh-Dhu’afaa’ wal Matrukin hal. 71 mengatakan : ”Dia termasuk perawi yang matruk.”

Al-Ajurri dalam as-Su`alaat hal. 180 menukil ucapan Abu Dawud : “Menurutku tidak ada kekuatan dalam (riwayat) haditsnya”

Bahkan lebih terang lagi adalah apa yang diucapkan Ibnu Hibban dalam al-Majruhin (I/208) : ”Al-Ju’fi adalah pengikut aliran Saba’iyah yaitu pengikut ’Abdullah bin Saba’ yang memiliki doktrin bahwa ’Ali akan kembali ke dunia (raj’ah/reinkarnasi).”

Dan masih banyak lagi perawi-perawi Syi’ah yang matruk ditinggalkan haditsnya dikarenakan sifatnya yang gemar berdusta, menghalalkan dusta dan tidak kredibel alias tsiqoh.

Alhamdulillah, Syaikh ’Abdurrahman bin ’Abdullah az-Zar’i memiliki kitab yang bermanfaat dalam masalah ini, judulnya Rijaal asy-Syi’ah fil Miizan, diterbitkan oleh Darul Arqom, Kuwait. Bagi yang ingin memperluas wawasannya tentang hal ini silakan merujuk ke sana…

 

Sebuah Peringatan Penting!!!

Wahai saudaraku kaum muslimin… ketahuilah bahwa Syi’ah adalah suatu sekte atau aliran yang menyimpang dari Islam, mereka tidak hanya gemar memalsu dan memanipulasi hadits dari Rasulullah, dan mereka bukan saja kaum yang paling pendusta, namun mereka juga meyakini akan adanya tahrif dan adanya perubahan pada Al-Qur’an, kecuali sebagian kecil mereka yang masih dirahmati Alloh…

Lihatlah apa yang diucapkan oleh as-Sayyid Hasyim al-Bahrooni seorang mufassir Syi’ah yang terkenal di dalam muqoddimah tafsirnya ”al-Burhaan”, dia berkata :

وعندي يقين من وضوح صحة هذا القول (أي القول بتحريف القرآن وتغييره) بعد تتبع الأخبار، وتفحص الآثار، بحيث يمكن الحكم بكونه من ضروريات مذهب التشيع [البرهان في تفسير القرآن، مقدمة الفصل الرابع ص49 ط إيران].

Dan aku sangat yakin akan terangnya keshahihan pendapat ini (yaitu yang menyatakan) adanya tahrif (penyelewengan) dan taghyir (perubahan) al-Qur’an) setelah meneliti berita-berita dan menyelidiki atsar-atsar yang sangat memungkinkan menghukumi adanya hal ini sebagai suatu hal yang dhoruri (pasti) dari madzhab Syi’ah, dan sesungguhnya inilah tujuan-tujuan terbesar dirampoknya kekhilafahan, oleh karena itu renungkanlah!” [Al-Burhan fi Tafsiiril Qur`an, pengantar pasal ke-4 hal. 49, cetakan Iran; melalui perantaraan Baina Syi’ah wa Ahlus Sunnah karya al-’Allamah Ihsan Ilahi Zhahir rahimahullahu; Pimpinan Redaksi Majalah ”Turjumanul Hadits” Ahwar Pakistan dan Pimpinan Umum Jum’iyah Ahlil Hadits Pakistan; download dari www.albrhan.com.]

Yang semisal dengan ini adalah apa yang dilontarkan oleh Syaikh ’Ali Ashghor al-Barwujardi salah seorang tokoh Syi’ah abad XIII dalam kitab Aqo`id-nya, dia berkata :

وواجب علينا أن نعتقد أن القرآن الأصلي لم يغير ولم يبدل وهو موجود عند إمام العصر (الغائب) عجل الله فرجه، لا عند غيره، وإن المنافقين قد غيروا وبدلوا القرآن الموجود عندهم” [كتاب عقائد الشيعة فارسي ص27-ط إيران].

Dan wajib atas kita untuk meyakini bahwa al-Qur’an yang asli itu tidak dirubah dan tidak diganti, dan kitab ini berada di tangan Imam Akhir Zaman yang Ghaib -semoga Alloh menyegerakan keluarnya- tidak pada selainnya. Sesungguhnya kaum munafikinlah yang telah merubah dan mengganti al-Qur’an yang saat ini ada pada mereka.” [Kitab Aqo`idu asy-Syi’ah Faarisi, hal. 27, cet. Iran; melalui perantaraan Baina Syi’ah wa Ahlus Sunnah, ibid.].

[Saya berkata] Lantas, adakah kesesatan yang lebih besar daripada ini? Apabila al-Qur’an yang ada di tangan kaum muslimin saat ini adalah al-Qur’an yang telah diubah-ubah, lantas bukankah berarti sekarang kaum muslimin tidak ubahnya layaknya ahli kitab yang kitab mereka telah ditahrif dan ditabdil oleh tangan-tangan mereka sendiri?!! Lantas dimanakah kebenaran Islam apabila Kitab Suci umat Islam sendiri diyakini telah dirubah dan diganti?!! Allohul Musta’an wa Ilayhil Musytaka

Adakah kekufuran yang lebih dahsyat daripada ini? Yang membatalkan keabsahan al-Qur’an?!!

 

Suatu Kaidah Penting

Di dalam Tarikh ar-Rusul karya ath-Thobari (IV/279), ada sebuah ucapan indah yang diucapkan oleh seorang sahabat yang mulia lagi agung, Dzun Nur’ain yang menikahi dua puteri Rasulullah, seorang Alul Bait setia yang wajib dicintai, ’Utsman bin ’Affan radhiyallahu ’anhu yang mengatakan : ”Lihatlah kedudukan setiap orang, dan berikanlah apa yang menjadi haknya secara proporsional.”

Sungguh benar apa yang dikatakan oleh sahabat yang agung ini, bahwa hendaknya kita berikan setiap orang itu apa yang menjadi haknya secara proporsional. Jika ia adalah seorang yang jujur, adil, terpercaya, takwa, waro’ (berhati-hati dari sesuatu yang haram), namun ia jatuh kepada pemahaman yang menyimpang, namun ia tidak menyeru umat kepada pemahamannya, tidak menyelisihi ushul Islam yang prinsip dan dhoruri, tidak memiliki keyakinan yang mengkafirkan, maka kita berikan haknya sebagai muslim. Diterima periwayatannya dan berita darinya, setelah melakukan verifikasi dan cek dan ricek tentunya.

Adapun mereka yang gemar berdusta dan membual, membangun agamanya dari taqiyah, menghalalkan kedustaan bahkan menjadikannya sebagai bagian dari agama, fanatik dan menyeru umat kepada kebid’ahannya, mencela para sahabat Nabi yang mulia dan mengagungkan sebagiannya dengan pengagungan yang berlebih-lebihan; maka orang yang seperti ini sangat layak dicap sebagai pembual, pendusta, penipu, manipulator, pembohong dan wajib menolak riwayat dan berita-berita darinya. Walaupun mereka membungkusnya dengan perkataan yang indah-indah dan menghiasinya dengan penipuan-penipuan.

Di dalam menerima berita dari ahli bid’ah, ada suatu kaidah yang mu’tabar yang perlu diperpegangi, yaitu :

الرجوع إلى الأمر المعلوم المحقق للخروج من الشبوهات والتوهمات

Kembali kepada perkara yang telah maklum (diketahui) dan terpilih untuk keluar dari syubuhat dan kesamar-samaran.” atau

الموهم لا يدفع المعلوم والمجهول لا يعارض المحقق

Sesuatu yang samar tidak dapat mengalahkan yang maklum dan suatu yang majhul (tidak dikenal) tidak dapat mengalahkan yang muhaqqoq (terpilih dan terang).” [Lihat Al-Qowa’iu Hisaan fi Tafsiiril Qur’an karya al-’Allamah Nashir as-Sa’di, hal. 195].

Oleh karena itu, menerima pemberitaan atau riwayat dari ahli bid’ah haruslah melakuan tabayun (verifikasi) dan tatsabut (cek-ricek) dari referensi-referensi yang terpercaya agar kita mengetahui hakikat sebenarnya. Dan betapa banyak shahibul hawa wal bid’ah menggambarkan sesuatu yang tidak sebenarnya kepada umat Islam oleh sebab dorongan hawa nafsu dan pembelaan terhadap madzhab batilnya, kemudian mereka melakukan kedustaan dan talbis serta tadlis kepada umat, hanya untuk membohongi umat bahwa mereka sebenarnya sama dengan ahlus sunnah, namun kenyataannya ahlus sunnah berlepas diri dari mereka…

Alloh Ta’ala berfirman :

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا إِنْ جَاءَكُمْ فَاسِقٌ بِنَبَإٍ فَتَبَيَّنُوا أَنْ تُصِيبُوا قَوْمًا بِجَهَالَةٍ فَتُصْبِحُوا عَلَى مَا فَعَلْتُمْ نَادِمِينَ

Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, Maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.” (QS al-Hujurat : 6)

 

وأرجو الله العلي القدير أن يخلص نياتنا لوجهه الكريم، ويجعلنا مدافعين عن حوزة العقيدة الصحيحة والصراط المستقيم. إنه سميع مجيب.

Aku mohon kepada Alloh Yang Maha Tinggi Lagi Berkuasa agar mengikhlaskan niat-niat kami hanya mengharam wajah-Nya Yang Mulia, dan menjadikan kami sebagai orang-orang yang membela aqidah shahihah dan ash-shirathal mustaqim. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar lagi Yang Maha Menjawab/Mengabulkan.

 

Malang, 10 Rabi’ ats-Tsani 1428

28 April 2007-04-28

Akhukum, al-Faqir ila Maghfirati Rabbihi

Abu Salma at-Tirnatiy

Download Artikel ini Word | PDF

Download Artikel Hadits Khulafaur Rasyidin Antara Sunni dan Syi’i Word | PDF

 


Related articles

 Comments 1 comment

  • Habibullah says:

    Assalamualaikum,apakah antum tau jumlah Perawi non Sunni di Shahih Al Bukhari ?

  • Leave a Reply

    Your email address will not be published. Fields with * are mandatory.