SELEKTIF DALAM MENUNTUT ILMU DAN MENYIKAPI USTADZ YANG DIKRITIK
PERTANYAAN :
Ustadz…. ada seorang ustadz yg kirim video dan mengomentari bahwa ustadz yg ada di video tsb adalah ustadz khowarij. Bagaimana sikap kami? Kemana tabayyunnya?
Dan apa masih boleh menuntut ilmu kepada ustadz yg dituduh khowarij? Apa bahayanya khowarij? Jazakallahu khairan ustadz
➖➖➖
JAWABAN :
➡ Prinsipnya
Yg menuduh harus mendatangkan bukti…
Dan yang dituduh cukup menolak dengan sumpah…
⚠ Menvonis seseorang sesat, ahli bid’ah, khowarij dan semisalnya itu berat. Yang melakukannya haruslah
❗ orang yang berilmu…
❗ Orang yang waro’ (hati² dari jatuh kpd keharaman)…
❗ Org yang adil dan bertakwa…
➡ Tapi, perlu dibedakan antara hukum (VONIS) thd perbuatan (fi’il) dengan vonis thd pelaku (fa’il)…
➡ Kaidah kita adalah :
“Laysa Kullu Man waqo’a fil kufri waqo’al Kufru ‘alaihi”
Tidaklah setiap orang yang melakukan perbuatan kekafiran maka otomatis menjadi kafir…
➡ Demikian pula tidak serta merta orang yg melakukan kebid’ahan, kemaksiatan, kesesatan, dg serta merta divonis sbg ahli bid’ah, fasiq dan org yg sesat…
➡ Karena itu, apabila ada seorang ust mengkritisi seorang duat, misalnya dikatakan :
“Fulan memiliki pemikiran khowarij”, “Ada pada si Alan pemahaman takfiri”, atau yang semisal, maka ini artinya tidak otomatis merupakan VONIS bahwa org tsb khowarij atau takfiri…
➡ Namun, ini adalah informasi bahwa bisa jadi ada pada diri org tsb pemikiran dan pemahaman sesat yang perlu diwaspadai…
➡ Dan ini tmsk bab TAHDZÎR atau memperingatkan umat dari bahaya suatu pemikiran atau pemahaman…
❗Dalam hal menuntut ilmu, maka ini sudah bbrp kali saya sampaikan haruslah SELEKTIF dan PILAH-PILIH guru agama… ❗Tidak boleh sembarangan mengambil ilmu agama dari orang yang tidak diketahui dan dikenal aqidah dan manhajnya…
➖➖➖
PERTANYAAN 2 :
Bagaimana tentang ustadz XXX, apakah layak diambil ilmunya?
JAWABAN :
(1) Saya tdk begitu tahu tentang Ust XXX. Dari Info bbrp kawan yg sampai kepada saya bahwa beliau dulu adalah simpatisan partai xxx, lalu keluar dan tdk aktif lagi di partai tsb.
Mengenai manhajnya saat ini saya tdk tahu.
➡Maka kembali ke kaidah sebagaimana yg dijelaskan Syaikh Abdul Muhsin al-Abbad di dalam menilai orang yg tdk kita kenal adalah
الأصل فيه الجهالة
HUKUM asal dirinya adalah tidak diketahui (majhul).
Sampai ada keterangan nyata yg menunjukkan atas aqidah dan manhajnya.
➡ Apabila yg dominan padanya ciri dan sifat ahli sunnah walaupun ia memiliki kesalahan (siapa diantara kita yg tdk bersalah??) maka ia adalah ahli sunnah.
➡ Demikian pula sebaliknya, jika yg dominan padanya adalah kebid’ahan dan ia menyerukan padanya, walau padanya ada kesesuaian dg sunnah dalam bbrp hal, maka ia tidak dianggap ahli sunnah.
(2) Ketahuilah, Salafiyah bukanlah perusahaan pribadi kita yang kita bisa dg mudah mengeluarkan atau memasukkan seseorang ke dalamnya.
❗VONIS thd seseorang apakah masih ahli sunnah atau tidak, adalah hak para ulama dan penuntut ilmu yang mutamakkin (mumpuni). Bukan hak semua orang.
➖Terlebih lagi Imam Ahmad pernah mengatakan :
إخراج الناس من السنة شديد
Mengeluarkan orang dari ahli sunnah itu perkara berat.
(3) Apabila bermaksud menuntut dan mengambil ilmu darinya, maka TIDAK DISARANKAN mengambil ilmu dari orang yg BLM ATAU TIDAK DIKENAL DAN DIKETAHUI KESELAMATAN AQIDAH DAN MANHAJnya.
Karena ilmu itu agama, maka kita diperintahkan utk memperhatikan darimana kita mengambil agama kita, sebagaimana telah kita ketahui bersama atsar para salaf mengenai hal ini.
(4) Secara mu’amalat (pergaulan), maka kita bergaul baik dg beliau dan tetap memenuhi hak²nya sebagai sesama muslim, spt memberi salam, menjawab salam, mendoakan kebaikan, dst.
Bahkan, kalo perlu kita ta’liful qulub (melakukan pendekatan itu memautkan hati) dan persuasif kepadanya agar ia bisa menjadi salah satu penyeru sunnah yg mengajak kpd sunnah.
Wallahu a’lam.
KESIMPULAN :
➖ Lbh baik tdk mengambil ilmu dari orang yang blm diketahui aqidah dan manhaj nya.
Wallahu a’lam.
✏ @abinyasalma
#⃣ Channel (https://bit.ly/abusalma)
Posted from WordPress for Android