SYAIKH AL-HUJAILÎ : SYAIKH IBRÂHÎM AR-RUHAILÎ TERMASUK SEBAIK-BAIK SALAFÎYÎN
Dengan nama Allâh yang Maha Pemurah lagi Maha Pengasih
Segala puji hanyalah milik Allâh Pemelihara semesta alam. Saya bersaksi bahwa tiada sesembahan yang berhak untuk diibadahi kecuali hanya Allâh semata yang tiada sekutu baginya, dan saya bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya, semoga Allâh senantiasa melimpahkan shalawat dan salam kepada beliau. Kemudian setelah itu :
Sesungguhnya Allâh Azza wa Jalla memerintahkan untuk senantiasa berlaku adil, Allâh berfirman :
إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإِحْسَانِ
“Sesungguhnya Allâh memerintahkan untuk berlaku adil dan berbuat baik” (QS an-Nahl : 90)
Dan Allâh tekankan kembali di dalam firman-Nya :
وَإِذَا قُلْتُمْ فَاعْدِلُو
“Dan apabila kamu hendak berbicara, maka berlaku adil lah” (QS al-‘An’âm : 152)
Dan termasuk adil adalah memberikan setiap orang sebatas haknya baik berupa pujian maupun celaan, tanpa ifrâth (berlebih-lebihan) ataupun tafrîth (meremehkan), dan tanpa melampaui batas ataupun merendahkan.
Sesungguhnya, Fadhîlatusy Syaikh Professor Doktor Ibrâhîm bin ‘Âmir ar-Ruhailî adalah termasuk sebaik-sebaik salafîyîn. Karya tulis, pelajaran dan ceramah beliau yang menjadi saksi atas keilmuan, keutamaan dan dukungannya terhadap manhaj salafî serta pembelaan terhadapnya.
Saya pernah menemani beliau di dalam perjalanan haji bersama dengan sejumlah ulama ahli Sunnah yang mulia, dan saya tidak melihat dari mereka melainkan menghormati, memuliakan dan mengakui keutamaan beliau serta memuji beliau di dalam membela kebenaran. Tidak ada satupun dari mereka yang meridhai ucapan-ucapan yang buruk terhadap beliau, dan mereka menasehatkan kepada para penuntut ilmu untuk mengambil ilmu dan beristifâdah dari beliau.
Syaikh Ibrâhîm ar-Ruhailî adalah termasuk salah seorang ulama ahlus Sunnah wal Jamâ’ah yang kami cintai dan muliakan. Adapun tahdzîr para pemuda kepada beliau, atau tahdzîr dari menghadiri pelajaran dan pengajian beliau, maka ini termasuk kezhaliman dan permusuhan yang kita tidak bisa mendiamkannya. Nabi Shallallâhu ‘alaihi wa Sallam bersabda :
أنصر أخاك ظالما أو مظلوما
“Tolonglah saudaramu yang dizhalimi maupun yang menzhalimi.”
Dan beliau Shallallâhu ‘alaihi wa Sallam juga bersabda :
المسلم أخو المسلم لا يظلمه ولا يخذله
“Seorang muslim adalah bersaudara dengan muslim lainnya. Tidak boleh dia menzhalimi dan menghinakannya.”
Adapun jika seseorang jatuh kepada suatu kesalahan, maka kesalahan tersebut haruslah ditolak dari siapapun yang melakukannya dan tidak ada seorang pun yang selamat dari ketergelinciran. Sekiranya seorang ulama ahlus Sunnah yang dikenal senantiasa mengikuti dalil dan mencari kebenaran jatuh kepada suatu penyelewengan, maka ini tidak mengharuskan untuk menjatuhkan (kredibilitas)-nya. Ibnul Qoyyim rahimahullâhu berkata :
“Dan orang yang memiliki pengetahuan tentang syariat dan realita, mengetahui secara pasti bahwa seorang yang mulia dan memiliki kebaikan dan pengaruh yang baik bagi Islam, dan dia termasuk dari Islam dan ahli Islam, acap kali dia terjatuh dan tergelincir kepada kesalahan maka dia diberi udzûr atas kesalahannya, bahkan memperoleh pahala atas ijtihadnya. Tidak boleh mencari-cari kesalahannya, dan tidak boleh merendahkan kedudukannya, keimamannya dan statusnya dari hati kaum muslimin.”
Dan alangkah banyak ucapan-ucapan dari para imam generasi awal sampai saat ini yang semakna dengan di atas.
Saya memohon kepada Allâh untuk mempersatukan kalimat ahlus sunnah, dan menghilangkan dari kita berbagai bentuk bisikan syaithân dan mempertautkan hati kita. Semoga shalawat dan salâm senantiasa terlimpahkan kepada nabi kita Muhammad, kepada keluarga dan sahabat beliau.
Ditulis oleh : DR. Muhammad bin Bukhait al-Hujailî
Anggota (Ha’iah Tadris) Dewan Pengajaran Universitas Islam
Baarakallaahu fiik yaa Aba Salma…..beberapa artikel terakhir sangat bermanfaat, terutama pembelaan terhadap Syaikh Ibrahim ar-Ruhaili dan Syaikh Abu Ishaq al-Huwaini -hafizhahumallaah-, juga nasihat terbaru dari Syaikh Rabi’ dan Syaikh ‘Abdul Muhsin al-‘Abbad -hafizhahumallaah-.
Seingat ana, Syaikh Muhammad bin Bakhit al-Hujaili ini pernah datang ke Riau bersama Syaikh Shalih bin ‘Abdul ‘Aziz as-Sindi, tapi qadarullaah nggak mampir ke Jakarta.
Jazaakallaah khairan.