PERAN PAULUS DALAM AGAMA KRISTEN
PERAN PAULUS DALAM AGAMA KRISTEN
Suatu diskusi tentang ajaran Kristen, keimanannya dan prakteknya, rasanya tidak dapat selesai tanpa meneliti peran Paulus terhadap agama ini. Para ilmuan Bibel beragama Kristen secara sepakat mengakui bahwa formulasi ajaran Kristen seperti saat ini tidaklah dimulai dari Yesus, namun dari Paulus (Paul).
Setiap Bibel yang ada, mengandung lebih banyak ucapan Paulus dibandingkan selainnya. Bahkan pada realitanya, semua buku yang ditulis oleh Paulus di dalam Bibel, semuanya ditulis sebelum empat Gospel. Ini merupakan suatu fakta yang penting.
Pernahkah orang kristen yang awam, merenungkan perbedaan yang radikal antara ajaran Yesus dengan tulisan-tulisan Paulus? Gospel ditulis pada saat ide-ide Paulus telah mulai mengambil peran diantara kaum ’gentile’ (kafir/non Yahudi). Kita tahu bahwa Paulus adalah seorang warga negara Romawi yang dulunya beragama Yahudi dan salah seorang pembunuh para pengikut Yesus dari kalangan kaum Yahudi.
Ia mendakwakan dirinya melihat cahaya pada suatu perjalanan ke arah Damaskus, dimana ia ketika itu melihat Yesus yang dipenuhi dengan Rūhul Quddus dan ia diperintahkan untuk berdakwah kepada ummat.
Namun, ketika kita memeriksa secara cermat narasinya tentang kisah yang sangat mengherankan ini, sebagaimana ditulis oleh seseorang yang disebut dengan Lukas (Luke) di dalam Acts (Kitab amalan), kita dapati bahwa ada suatu gunung ketidakkonsistensian pada testimoni (kesaksian)nya ini.
Pada penjelasan pertama, kejadian yang tampak dalam Kitab Amalan 9:7, dinyatakan :
”And the men which journeyed with him stood speechless, hearing a voice but seeing no man.”
“Dan ketika orang-orang yang melakukan perjalanan dengannya, berdiri tak bisa berkata-kata, mendengarkan suatu suara namun tidak melihat seorangpun.”
Hanya dalam beberapa halaman berikutnya, kesaksian berubah :
”And they that were me saw indeed the light and were afraid, but they heard not the voice of him that spake to me.” (Acts 23:9)
“Dan mereka yang besertaku benar-benar melihat cahaya sehingga mereka ketakutan, namun mereka tidak mendengarkan suara-nya yang sedang berbicara denganku.” (Kitab amalan 23:9)
Di dalam dua contoh di atas ini, kita melihat ketidaksesuaian yang besar. Pada ayat yang satu dinyatakan bahwa orang-orang yang bersama Paulus mendengar suara namun tidak melihat seorang manusia-pun. Namun pada ayat kedua, mereka melihat ‘cahaya’ namun tidak mendengar sesuatu apapun.
Pada kedua contoh (ayat di atas), Yesus diyakini bersabda kepada Paulus akan bangkit dan pergi ke kota (Damaskus) dan di sanalah ia akan memperoleh perintah (Acts 9:6; 23:10), namun aduhai, hanya beberapa juz berikutnya di dalam kesaksiannya kepada Raja Agrippa, ia mengatakan bahwa Yesus sebenarnya memberikan misi dan perintahnya secara terperinci di jalan menuju Damaskus (Acts 26:16-18).
Dapatkah kesaksikan seperti ini diajukan ke dalam suatu pengadilan?
Apakah kita akan memberikan udzur terhadap ketidakkonsistensian besar dari seorang musuh Yesus yang diakui dan sekutu Romawi ini?
Bagaimana bisa, kita tidak mau menerima kesaksian saksi yang berlainan di dalam pengadilan namun di dalam agama, kita mendasarkan semua keyakinan agama kita berdasarkan kesaksian-kesaksian yang goncang?
Kami telah menunjukkan sebelumnya, perbedaan utama antara Gospel yang meriwayatkan bahwa Yesus mendorong ummatnya dengan susah payah untuk berpegang dengan hukum syariat Musa dan adanya penyangkalan Paulus terhadap hukum ini. Di dalam Galatians 3:13, ia (Paulus) menulis :
“Christ hath redeemed us from the curse of law.”
“Kristus telah membebaskan kita dari kutukan syariat.”
Dan ucapannya :
”Therefore we conclude that a man is justified by faith without the deeds of law.” (Romans 3:28)
“Karena itu kami memutuskan bahwa seseorang dihukum dengan keimanan tanpa perbuatan syariat.” (Romawi 3:28)
Hal ini benar-benar sangat berkebalikan dengan apa yang dikatakan oleh Yesus di dalam Gospel :
“Whosoever therefore shall break one of these least commandments, and shall teach men so, he shall be called the least in the kingdom of heaven: but whosoever shall do and teach them, the same shall be called great in kingdom of heaven.”
“Karena itu sesiapapun yang melanggar sekecil apapun dari perintah-perintah ini, dan mengajarkan manusia dengannya, ia akan disebut sebagai yang paling sedikit di kerajaan langit, namun sesiapa saja yang mau melakukan dan mengajarkan mereka, maka hal yang sama ia akan dipanggil yang paling besar di kerajaan langit.”
Dan di dalam Matius 19:16,17 :
“And behold, one came and said unto me, Good Master, what good thing shall I do, that I may have eternal life? And He said unto him, why callest thou me good? There is none good but one, that is, God: but if thou enter into life, keep the commendments.”
“Dan perhatikanlah, seseorang datang dan berkata kepadaku, wahai tuhanku, perbuatan bajik apakah yang patut saya lakukan, sehingga saya dapat memperoleh kehidupan abadi? Dan Ia berkata kepadanya, kenapa engkau menyebutku tuhan? Tidak ada tuhan kecuali satu, yaitu tuhan Allah: namun jika engkau memasuki kehidupan, jagalah perintah-perintah (Tuhan).”
Paulus bahkan memberikan dirinya otoritas absolut untuk mengalihkan sikap manusia kepada jalannya dengan berbagai macam cara,
“All things are lawful for me, but I will not be brought under the power of any.” (Corintians 6:12)
“Semua hal adalah boleh untukku, namun aku tidak akan dibawa (untuk dihukum) oleh sesuatu kekuatan apapun.” (Korintus 6:12)
Yesus tidak hanya berdakwah menyeru supaya perintah Tuhan tersebut dijaga, namun beliau juga menerapkan hukum tersebut untuk dirinya sendiri. Seorangpun tak dapat membayangkan Yesus mengucapkan perkataan tersebut namun mereka dengan mudahnya terombang-ambing oleh tulisan Paulus tanpa ada rasa sesal.
Jadi, siapakah yang sebenarnya diikuti oleh umat Kristiani, Yesus ataukah Paulus?
Apakah umat Kristiani mengikuti Yesus di dalam peribadatan kepada satu Tuhan?
“Jesus said to him, Thou shalt love the Lord thy God with all thy heart, and with all thy soul and with all mind. This is the first and great commandment. And the second is like unto it, thou shalt love the neighbor as thyself.” (Mathew 22:36-39)
“Yesus berkata kepadanya, Engkau harus mencintai Tuhan Allah dengan segenap hatimu, dengan seluruh jiwamu dan dengan semua fikiranmu. Ini adalah perintah pertama dan terbesar. Dan yang kedua adalah serupa dengan yang pertama, engkau harus mencintai tetanggamu sebagaimana dirimu sendiri.” (Matius 22:36-39)
dan di dalam Markus 12:29 :
“… The first of all commandments is, Hear, O Israel, The Lord our God is one Lord…”
“…Perintah pertama adalah, dengarkan wahai Israil, bahwa Tuhan sesembahan kita hanya satu Tuhan…”
Ataukah umat Kristiani mengikuti Paulus di dalam menyembah Yesus sebagai manusia tuhan yang hidup kembali, yang dilahirkan pada tanggal 25 Desember dan yang dibunuh kemudian bangkit kembali sebagai penebus darah pada hari ketiga selama musim panas, yaitu musim kelahiran kembali?
Lantas, apakah motivasi Paulus?
Telah dinyatakan dari permulaan bahwa dia adalah musuh yang tampak bagi sekte Yahudi pertama dari para pengikut Yesus. Mungkin, suatu hal yang lebih membangkitkan penasaran adalah, adanya pendapat bahwa ia beranjak dari permusuhan terbuka kepada para pengikut Yesus pertama bagi kepentingan Imperium Romawi, kepada sikap yang kita ketahui hari ini sebagai ’Covert Ops’ (Misi Rahasia). Atau secara jelasnya, ia mungkin adalah agen ’rahasia’ paling terkenal di dalam sejarah.
A.D. Ajijola mengatakan,
”Startling though the suggestion may be, it does seem at least possible that Paul was some species of Roman agent. ‘Eisenman in his book Maccabees, Zadokites, Christian and Qumran’ was led to this conclusion in reading the scrolls themselves, the found the references in the New Testament to support it.” (The Hijacking of Christianity)
“Meskipun akan mengejutkan, opini tampak sekali walau dengan kemungkinan terkecil bahwa Paulus adalah semacam spesies Agen Romawi. Eisenman di dalam bukunya Maccabees, Zadokites, Christian and Qumran’ sampai kepada kesimpulan seperti ini ketika ia membaca naskah-naskah kitab suci itu sendiri, penemuan referensi-referensi di dalam Perjanjian Baru mendukung asumsi ini.”
Ajijola melanjutkan ucapannya,
“St. Paul urged his disciples to obey Rome who was ordained by God. This was an acquiescence in the political status quo. Consequently, the Pauline Christian was fitted from the start to become official religion of the Roman Empire.”
“Santa Paulus mendorong para pengikutnya untuk mentaati Romawi yang diputuskan oleh Tuhan (sebagai penguasa). Hal ini merupakan persetujuan di dalam politik status quo (keadaan seperti sebelumnya). Karenanya gereja Pauline telah cocok semenjak awalnya menjadi agama resmi Imperium Romawi.”
Apakah seperti ini orang yang kaum Kristiani memperoleh konsep keyakinan mereka terhadap sang Pencipta segala sesuatu yang ada di alam semesta?
Apakah Paulus adalah orang yang cukup terpercaya di dalam memberikan otoritas tentang monoteisme bagi kaum Kristiani untuk mengambil agama darinya?
Apabila kita mengambil Bibel secara keseluruhan dan memeriksa Tuhan yang dijelaskan dan disembah oleh Adam, Nūh (Noah), Ibrâhîm (Abraham), Ishaq (Isaac), Ismâ’îl (Ishmael), Ya’qūb (Jacob), Yūsuf (Joseph), Mūsa (Moses), Dâwud (David), Sulaimân (Solomon), Isyâ’yâ` (Isaia) dan semua nabi termasuk penjelasan yang jelas tentang Tuhan yang disembah (satu-satunya) dan dipuji oleh Yesus di dalam Gospel, yang kontras dengan konsep ketuhanan yang dimulai ketika tulisan-tulisan Paulus memonopoli sisa keseluruhan Bibel, maka kita harus mengambil kesimpulan bahwa bagian yang tidak selaras dengan dasar yang diletakkan oleh para Nabi sebelumnya, mestilah berasal dari tempat lain.
Ketika kita juga mengambil pertimbangan tentang fakta bahwa peribadatan kepada sun-gods (dewa matahari), man-gods (manusia tuhan), pengorbanan dan tuhan yang bangkit kembali, yang semuamya dilahirkan selama musim dingin solstice (titik jarak matahari terjauh dari khatulistiwa, pent.) pada tanggal 25 Desember, yang menembus Imperium Romawi, sebagian Asia, Afrika Utara dan Eropa Timur, kita mulai melihat pengaruh keyakinan-keyakinan dan praktek-praktek tersebut di dalam formasi yang dibentuk oleh Paulus terhadap agama Kristen.
Dicuplik dari Ebook “Yesus dan Bibel Dalam Sorotan”, tulisan Rasyâd ‘Abdul Muhaimin, Direktur El-Haq Islamic Resource Center.
Silakan Download Ebook ini
Apakah dengan demikian dapat dikatakan bahwa metode2 yang digunakan oleh Paulus dalam merusak ajaran Yesus sama dengan yang dipakai oleh Abdullah bin Saba dlm merusak ajaran ISlam dengan pemahaman syiah yang disebarkannya? jazakallah