SIAPA PENCETUS PERTAMA ISTILAH WAHHABI?

 Nov, 07 - 2007   15 comments   Diskursus

SIAPA PENCETUS PERTAMA ISTILAH WAHHABI?

 

Oleh :Al-Ustadz Jalâl Abŭ Alrŭb

 

 

Suatu hal yang jelas bahwa Inggris merupakan negara barat pertama yang cukup interest menggelari dakwah ini dengan “Wahhabisme”, alasannya karena dakwah ini mencapai wilayah koloni Inggris yang paling berharga, yaitu India. Banyak ‘ulamâ` di India yang memeluk dan menyokong dakwah Imâm Ibn ‘Abdil Wahhâb. Juga, Inggris menyaksikan bahwa dakwah ini tumbuh subur berkembang dimana para pengikutnya telah mencakup sekelompok ‘ulamâ` ternama di penjuru dunia Islâm. Selama masa itu, Inggris juga mengasuh sekte Qâdhiyânî dalam rangka untuk mengganti mainstream ideologi Islam. [Lihat : Dr. Muhammâd ibn Sa’d asy-Syuwai’ir, Tashhîh Khathâ’ Târîkhî Haula`l Wahhâbiyyah, Riyâdh : Dârul Habîb : 2000; hal. 55]. Mereka berhasrat untuk memperluas wilayah kekuasaan mereka di India dengan mengandalkan sebuah sekte ciptaan mereka sendiri, Qâdhiyânî, yaitu sekte yang diciptakan, diasuh dan dilindungi oleh Inggris. Sekte yang tidak menyeru jihad untuk mengusir kolonial Inggris yang berdiam di India. Oleh karena itulah, ketika dakwah Imâm Ibn ‘Abdil Wahhâb mulai menyebar di India, dan dengannya datanglah slogan jihad melawan penjajah asing, Inggris menjadi semakin resah. Mereka pun menggelari dakwah ini dan para pengikutnya sebagai ‘Wahhâbi’ dalam rangka untuk mengecilkan hati kaum muslimin di India yang ingin turut bergabung dengannya, dengan harapan perlawanan terhadap penjajah Inggris tidak akan menguat kembali.* Banyak ‘Ulamâ` yang mendukung dakwah ini ditindas, beberapa dibunuh dan lainnya dipenjara.**

 

Catatan :

* W.W. Hunter dalam bukunya yang berjudul “The Indian Musalmans” mencatat bahwa selama pemberontakan orang India tahun 1867, Inggris paling menakuti kebangkitan muslim ‘Wahhâbi’ yang tengah bangkit menentang Inggris. Hunter menyatakan di dalam bukunya bahwa : “There is no fear to the British in India except from the Wahhabis, for they are causing disturbances againts them, and agitating the people under the name of jihaad to throw away the yoke of disobedience to the British and their authority.” [“Tidak ada ketakutan bagi Inggris di India melainkan terhadap kaum Wahhâbi, karena merekalah yang menyebabkan kerusuhan dalam rangka menentang Inggris dan mengagitasi (membangkitkan semangat) umat dengan atas nama jihâd untuk memusnahkan penindasan akibat dari ketidaktundukan kepada Inggris dan kekuasaan mereka.”] Lihat: W.W. Hunter, “The Indian Musalmans”, cet.1 di London: Trűbner and Co., 1871; Calcuta: Comrade Publishers, 1945, 2nd edn.; New Delhi: Rupa & Co., 2002 Reprint

** Di Bengal selama masa ini, banyak kaum muslimin termasuk tua, muda dan para wanita, semuanya disebut dengan “Wahhâbi” dan dianggap sebagai “pemberontak” yang melawan Inggris kemudian digantung pada tahun 1863-1864. Mereka yang dipenjarakan di Pulau Andaman dan disiksa adalah para ulama dari komunitas Salafî-Ahlul Hadîts, seperti Syaikh Ja’far Tsanisârî, Syaikh Yahyâ ‘Alî (1828-1868), Syaikh Ahmad ‘Abdullâh (1808-1881), Syaikh Nadzîr Husain ad-Dihlawî dan masih banyak lagi lainnya. Untuk bacaan lebih lanjut, silakan lihat :

  • Mu’înud-dîn Ahmad Khân, A History if The Fara’idi Movement in Bengal (Karachi: Pakistan Historical Society, 1965).

  • Barbara Daly Metrcalf, Islamic Revival in British India: Deoband, 1860-1900 (Princeton, New Jersey: Princeton University Press, 1982), hal. 26-77.

  • Qiyâmud-dîn Ahmad (Professor Sejarah di Universitas Patna), The Wahhabi Movement in India (Ner Delhi: Manohar, 1994, 2nd edition). Terutama pada bab tujuh “The British Campaigns Againts the Wahhabis on the North-Western Frontier” dan bab kedelapan “State Trials of Wahhabi Leaders, 183-65.”

Muhammad Ja’far, Târikhul ‘Ajîb dan Târikhul ‘Ajîb – History of Port Blair (Nawalkshore Press, 1892, 2nd edition).

 

Suatu hal yang perlu dicatat, di dalam surat-surat dan laporan-laporan yang dikirimkan kepada ayah tirinya dan pemerintahan ‘Utsmâniyyah (Ottomans), Ibrâhîm Basyâ (Pasha), anak angkat Muhammad ‘Alî Basyâ (Pasha), juga menggunakan istilah ‘Wahhâbi, Khowârij dan Bid’ah (Heretics)’ untuk menggambarkan dakwah Muhammad Ibn ‘Abdul Wahhâb dan Negara Saudî [Lihat: ibid, hal. 70]. Hal ini, tentu saja, terjadi sebelum Ibrâhîm Basyâ memberontak dan menyerang khilâfah ‘Utsmâniyyah dan hampir saja menghancurkannya di dalam proses pemberontakannya. Dr. Nâshir Tuwaim mengatakan :

Kaum Orientalis terdahulu, menggunakan istilah ‘Wahhâbiyyah, Wahhâbî, Wahhâbis’ di dalam artikel-artikel dan buku-buku mereka untuk menyandarkan (menisbatkan) istilah ini kepada gerakan dan pengikut Syaikh Muhammad Ibn ‘Abdul Wahhâb. Beberapa diantara mereka bahkan memperluasnya dengan memasukkan istilah ini sebagai judul buku mereka, semisal Burckhardt, Brydges dan Cooper, atau sebagai judul artikel mereka, seperti Wilfred Blunt, Margoliouth, Samuel Zwemer, Thomas Patrick Hughes, Samalley dan George Rentz. Mereka melakukan hal ini walaupun sebagian dari mereka mengakui bahwa musuh-musuh dakwah ini menggunakan istilah ini untuk menggambarkannya, padahal para pengikut Syaikh Muhammad Ibn ‘Abdul Wahhâb tidak menyandarkan diri mereka kepada istilah ini.

  • Margoliouth sebagai contohnya, ia mengaku bahwa istilah ‘Wahhâbiyyah” digunakan oleh musuh-musuh dakwah selama masa hidup ‘pendiri’-nya, kemudian digunakan secara bebas oleh orang-orang Eropa. Walau demikian, ia menyatakan bahwa istilah ini tidak digunakan oleh para pengikut dakwah ini di Jazîrah ‘Arab. Bahkan, mereka menyebut diri mereka sendiri sebagai “Muwahhidŭn”. [D.S. Margoliouth, Wahabiya, hal. 618, 108. Artikel karya Margoliouth yang berjudul ‘Wahhabis’ ini juga dapat ditemukan di dalam The First Encyclopaedia of Islam, 1913-1936 (New York: E.J. Brill, 1987 Reprint) vol.8 , hal.1087 karya M.T. Houtsma, T.W. Arnold, R. Basset, R. Hartman, A.J. Wensinck, H.A.R. Gibb, W. Heffening dan E. Lêvi-Provençal (ed) dan The Shorter Encyclopaedia of Islam (Leiden and London: E.J. Brill and Luzac & Co., 1960), hal. 619 karya H.A.R Gibb, J.H. Kramers dan E. Lêvi-Provençal (ed). Artikel ini juga dicetak ulang dalam :

    • Reading, UK: Ithaca Press, 1974

    • Leiden: Brill, 1997

    • Dan cetakan pertama, Leiden and London: E.J. Bril and Luzac & Co., dan New York: Cornel University Press, 1953.]

  • Thomas Patrick Hughes menggambarkan “Wahhâbiyyah” sebagai gerakan reformis Islâm yang didirikan oleh Muhammad Ibn ‘Abdul Wahhâb, yang menyatakan bahwa musuh-musuh mereka tidak mau menyebut mereka sebagai “Muhammadiyyah” (Muhammadans), malahan, mereka menyebutnya sebagai ‘Wahhâbî’, sebuah nama setelah namanya ayahnya Syaikh… [Thomas Patrick Huges, Dictionary of Islam, hal. 59].

  • George Rentz mengatakan bahwa istilah ‘Wahhâbî’ digunakan untuk mengambarkan para pengikut Syaikh Muhammad bin ‘Abdul Wahhâb oleh musuh-musuh mereka sebagai ejekan bahwa Syaikh mendirikan sebuah sekte baru yang harus dihentikan dan aqidahnya ditentang. Mereka yang disebut dengan sebutan ‘Wahhâbî’ ini beranggapan bahwa Syaikh Muhammad bin ‘Abdul Wahhâb hanyalah seorang pengikut Sunnah, oleh karena itulah mereka menolak istilah ini dan bahkan menuntut agar dakwah beliau disebut dengan ‘ad-Da’wah ila’t Tauhîd’, dimana istilah yang tepat untuk menggambarkan para pengikutnya adalah ‘Muwahhidŭn’… [George Rentz dan AS.J. Arberry, The Wahhabis in Religion in The Middle East: Three Religion in Concord and Conflict, Vol.2 (Cambridge: Cambridge University Press, 1969), hal. 270]. Rentz juga mengatakan bahwa, para penulis barat ketika menggunakan istilah ‘Wahhâbî’ adalah dengan maksud ejekan, ia juga menyatakan bahwa ia menggunakan istilah itu sebagai klarifikasi.

[Lihat: Nâshir ibn Ibrâhîm ibn ‘Abdullâh Tuwaim, Asy-Syaikh Muhammad ibn ‘Abd`ul Wahhâb: Hayâtuhu wa Da’watuhu fi`r Ru`yâ al-Istisyrâqiyya: Dirôsah Naqdîyyah (Riyadh: Kementerian Urusan Keislaman, Pusat Penelitian dan Studi Islam, 1423/2003) hal. 86-7. Buku ini juga dapat dilihat secara online di http://islamport.com/d/3/amm/1/100/2213.html] .

 

Biar bagaimanapun, siapa saja yang menggunakan istilah ini , baik dari masa lalu sampai saat ini, telah melakukan beberapa kesalahan, diantaranya :

  • Mereka menyebut dakwah Muhammad bin ‘Abdul Wahhâb sebagai ‘Wahhâbiyyah’, walaupun dakwah ini tidak dimulai oleh ‘Abdul Wahhâb, namun oleh puteranya Muhammad.

  • Pada awalnya, ‘Abdul Wahhâb tidak menyetujui dakwah puteranya dan menyanggah beberapa ajaran puteranya. Walau demikian, tampak pada akhir kehidupannya bahwa beliau akhirnya menyetujui dakwah puteranya. Semoga Alloh merahmatinya.

Musuh-musuh dakwah, tidak menyebut dakwah ini dengan sebutan Muhammadiyyah –terutama semenjak Muhammad, bukan ayahnya, ‘Abdul Wahhâb, memulai dakwah ini- karena dengan menyebutkan kata ini, Muhammad, mereka bisa mendapatkan simpati dan dukungan dakwah, ketimbang permusuhan dan penolakan.

Istilah “Wahhâbi”, dimaksudkan sebagai ejekan dan untuk meyakinkan kaum muslimin supaya tidak mengambil ilmu atau menerima dakwah Muhammad ibn ‘Abdul Wahhâb, yang telah digelari oleh mereka sebagai mubtadi’ (ahli bid’ah) yang tidak mencintai Rasulullâh Shallâllâhu ‘alaihi wa Sallam. Walaupun demikian, penggunaan istilah ini telah menjadi sinonim dengan seruan (dakwah) untuk berpegang al-Qur`ân dan as-Sunnah dan suatu indikasi memiliki penghormatan yang luar biasa terhadap salaf, yang berdakwah untuk mentauhîdkan Allôh semata serta memerintahkan untuk mentaati semua perintah Rasulullâh Shallâllâhu ‘alaihi wa Sallam. Hal ini adalah kebalikan dari apa yang dikehendaki oleh musuh-musuh dakwah. [Lihat: Qodhî Ahmad ibn Hajar Alu Abŭthâmi (al-Bŭthâmi), Syaikh Muhammad Ibn ‘Abdul Wahhâb : His Salafî Creed and Reformist Movement, hal. 66]. Pada belakang hari, banyak musuh-musuh dakwah Imam Muhammad Ibn ‘Abdul Wahhâb akhirnya menjadi kagum terhadap dakwah dan memahami esensi dakwahnya yang sebenarnya, melalui membaca buku-buku dan karya-karyanya. Mereka mempelajari bahwa dakwah ini adalah dakwah Islam yang murni dan terang, yang Alloh mengutus semua Nabi-Nya ‘alaihim`us Salâm untuknya (untuk dakwah tauhîd ini).

Menggunakan istilah ‘Wahhâbiyyah’ ini, tidak akan menghentikan penyebaran dakwah ini ke seluruh penjuru dunia. Bahkan pada kenyataannya, walaupun berada di tengah-tengah dunia barat, banyak kaum muslimin yang mempraktekkan Islam murni ini, yang mana Imâm Muhammad Ibn ‘Abdul Wahhâb secara antusias mendakwahkannya dan menjadikannya sebagai misi dakwah beliau. Semua ini disebabkan karena tidak ada seorangpun yang dapat mengalahkan al-Qur`ân dan as-Sunnah, tidak peduli sekuat apapun seseorang itu.

Perlu dicatat pula, bahwa diantara karakteristik mereka yang berdakwah kepada tauhîd adalah, adanya penghormatan yang sangat besar terhadap al-Qur`ân dan sunnah Nabi. Mereka dikenal sebagai kaum yang mendakwahkan untuk berpegang kuat dengan hukum Islam, memurnikan (tashfiyah) dan mendidik (tarbiyah) bahwa peribadatan hanya milik Allôh semata serta memberikan respek terhadap para sahabat nabî dan para ‘ulamâ` Islâm. Mereka adalah kaum yang dikenal sebagai orang yang lebih berilmu di dalam masalah ilmu Islam secara mendetail daripada kebanyakan orang selain mereka. Telah menjadi suatu pengetahuan umum bahwa dimana saja ada seorang salafî bermukim, kelas-kelas yang mengajarkan ilmu sunnah tumbuh subur. Sekiranya istilah “Wahhâbî” ini digunakan untuk para pengikut dakwah, bahkan sekalipun dimaksudkan untuk mengecilkan hati ummat agar tidak mau menerima dakwah mereka, tetaplah salah baik dulu maupun sekarang, menyebut dakwah ini dengan sebutan “Wahhâbiyyah”.

Imâm Muhammad ibn ‘Abdul Wahhâb berdakwah menyeru kepada jalan Rasulullâh Shallâllâhu ‘alaihi wa Sallam dan para sahabat nabi, beliau tidak berdakwah menyeru kaum muslimin supaya menjadi pengikutnya. Dakwah beliau bukanlah sebuah aliran/sekte baru, namun dakwah beliau adalah kesinambungan warisan dakwah yang dimulai dari generasi pertama Islam dan mereka yang mengikuti jalan mereka dengan lebih baik.

 

 

Dalihbahasakan oleh Abŭ Salmâ al-Atsarî dari Jalâl Abŭ Alrub dan Alâ Mencke (ed.), Biography and Mission of Muhammad Ibn ‘Abdul Wahhâb (Orlando, Florida: Madinah Publisher, 1424/2003), hal. 677-81. Dengan tambahan catatan oleh Salafimanhaj Research, Who First Used The Term “Wahhabi”? (http://www.salafimanhaj.com/pdf/SalafiManhaj_TermWahhabi.pdf)

 

 

Catatan penterjemah :

Jalâl Abŭ Alrub adalah seorang penulis Islam salafî yang mumpuni. Beliau memiliki website bermanfaat, yaitu http://islamlife.com. Beliau aktif menulis counter dan tanggapan/bantahan terhadap syubuhat dan penyesatan opini para jurnalis Barat. Beliau pernah terlibat debat beberapa kali dengan para jurnalis dan penulis ’Neo-Con’. Terakhir kali, beliau menantang debat Robert Spencer (seorang Katolik pro Neo-Con, yang mengangkat dirinya sebagai ’Islam Specialist’ dan banyak menulis tentang Islam secara ngawur dan tendensius. Ia adalah orang dibalik website jihadwatch dan dhimmiwatch.) Namun, Robert Spencer sepertinya tidak punya ’guts’ (nyali), sehingga ia tidak pernah mau berhadapan langsung dengan Jalâl Abŭ Alrub.

 

Silakan Download

 


Related articles

 Comments 15 comments

  • aboezaid says:

    assalaamu’alaikum
    barokallahu fiikum…sangat bermanfaat Mas…

  • Abu Faris says:

    Tulisan yang bagus Bro…

    Salam,
    Abu Faris an-Nuri

  • rizko says:

    Yap betul sekali, mereka memang tidak henti2nya berusaha menghancurkan kita dengan segala cara dan berbagai macam tuduhan. But Allah pasti melindungi kita semua dan tetap menjaga Islam hingga akhir jaman sesuai dengan janjiNya…

  • kuliahkilat says:

    Iya, ana teringat waktu itu ngobrol ana ngobrol dengan salah seorang teman, dia bersemangat dalam agamanya, tapi masih “mencari”. Dia bilang katanya, dia ketemu orang terus dibilang, “eh tahu gak, ada suatu pertemuan besar (diskusi panel), di pertemuan itu dibuka semua referensi. Dan tidak tidak ada satupun yang mengatakan salafy, maka jelas kata salafy itu bid’ah.”

    Dalam hati ana, pertemuan apa itu, membahas kata salafy aja sampai harus pertemuan besar :).

    Ana jawab, “ah tidak juga, karena kata salafy itu menunjukkan islam itu sendiri. Salafy itu kan artinya mengikuti salaf, contohnya Syafi’iy artinya mengikuti imam Syafi’i, Hanbaly mengikuti Imam Ahmad bin Hanbal. Maka salafy itu artinya mengikuti Rosulullah dan para sahabat, karena mereka adalah salaf. Rosulullah pernah bersabda, “Aku adalah sebaik-baiknya salaf, maka ikutilah aku”.

    Lalu ana tambahkan, “terkadang memang orang itu hanya melihat penamaan tidak melihat isi, salah satu contohnya adalah wahhabi, banyak orang membenci wahhabi tapi mereka sendiri tidak tahu seperti apa wahhabi itu, sehingga kebencian mereka pun entah ditujukan sama apa? Padahal pergerakan wahhabi sendiri adalah kepada Tauhid, aqidah yang benar, walaupun mereka tidak mau disebut wahhabi”.

    =====

    Maka apatah lagi salafy adalah nama yang hak, maka kita akan lebih bersemangat lagi, karena kita yakin pergerakan kita kepada arah yang benar, (selama mendapat bimbingan dari ulama).

    wallahu’alam.

  • Diqra al Garuti says:

    Akhi mmg bnr mrk musuh2 islam dr org sufi yg suka mengigau & mimpi,filsafat,syiah, teroris , dukun dll mereka ingin mnjauhkan umat dari kbnaran islam dgn mngatakan & mnjuluki org yg bnr dengan julukan2 yg jelek agar umat lari (Naudzubillah) -semoga Allah menolong agama ini dan menghinakan dakwah mereka-
    begitu jg yg terjadi di daerah ana akh..mereka para sufi2 yg seneng disebut “kiai” atau “ajengan” senang menamai kita dengan wahabi (padahal kenapa mereka tidak menamai kita dgn muhammadi saja ya..)

    jazakallah atas ilmu2 antum

    wassalamu’laikum wr wb

    salam dari ikhwan salaf garut yg insya4jJ akan terus berkembang
    http://diqra.wordpress.com

  • beta says:

    Walaupun ada ulama yang membela penggunaan istilah ini. Kalo nggak salah Muhamamd Jamil Zainu termasuk yang membela istilah wahabi dengan nisbat kepada Asma Allah. Saya kok lebih suka istilah salafi daripada wahhabi. Alasannya ya seperti yang diterangkan di artikel ini, istilah wahabi lahir dari orang-orang yang benci Sunnah. Sementara istilah salafi dari orang-orang yang cinta Sunnah.

  • masyaallah selama ini sy sering mendengar tentang cemoohan orang yg benci sm wahabi dan yg paling keras adalah yg mengaku pengikut ahlul bait syiah
    astagfirullah

  • wahfiudin says:

    Ngomong2 PKS kan partai dakwah, dia ikut salafy atau wahabi, atau lainnya?

    Tanya aja dengan yang ngomong begitu…

  • misterpopo says:

    jazakallah khairan katsiraa…
    semoga tulisan ini bisa menjadi pencerahan kepada saudara yang lain

  • Herianto Berkata:
    Januari 7, 2008 pada 6:50 pm e

    Informasi ini bagus untuk kita saling mengingatkan … 🙂

  • adedy says:

    Insya Allah tulisan antum berguna akhi. Ana kasih link ke tempat ini dari situs ana.

  • abunuralif says:

    Menurut ana pencetus istilah wahabi,sudah tidak bisa dipungkiri berasal dari Saudaranya yaitu Sulaiman… dan kemungkinan besar dimanfaatkan oleh orang kafir untuk memakainya sebagai alat pemecah umat dan menghadang dakwah Syaikh Abdullah bin wahab

    Setahu saya tdk benar saudara Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab, yaitu syaikh Sulaiman, menggelari dakwah beliau dengan ‘Wahhabi’, karena judul buku beliau ketika membantah saudaranya adalah “Fashlul Khitaab fir Raddi ‘ala Muhammad bin Abdul Wahhab”, namun ketika dicetak diganti dengan judul “Ash-Shawaa`iqul Ilaahiyyah fir Raddi ‘alal-Wahhabiyah”. Namun, pada akhirnya, syaikh Sulaiman ini ruju’ dan mau menerima dakwah syaikh Muhammad, sebagaimana dinyatakan oleh sejarawan Ibnu Ghannam (Tarikh an-Najd 1/143) dan Ibnu Bisyr (Unwanul Majd hal. 25)

  • adam2007 says:

    Kalau Salafi mengikut Rasulullah saw danPara Sahabat ra , Shafie pun juga mengikut Rasulullah saw dan Para Sahabat ra , apa salahnya nak ikut man2 pun . Tak perlulah terlalu melampau spt setengah2 ‘Wahhabi’ menolak golongan tarekah dan pengajian pondok. Sampai bila kita nak berpecah ????

  • Ghozali says:

    Ustadz, gmn ngedonlot artikel ini, dah ane coba tp gagal euy…,
    Syukron, jazakalloh…

    Coba di halaman “Buku Elektronik”

  • Leave a Reply

    Your email address will not be published. Fields with * are mandatory.