DIBALIK SOSOK SEORANG USTADZ

?Orang bilang kalau sudah jadi ustadz maka semuanya harus sempurna, sesuai buku!!
?Orang bilang kalau sudah jadi ustadz maka tidak boleh ada aib!!

Kuingat akhir tahun 2008, ketika Syaikh Abdul Bari Fathullah hafizhahullah “diperkarakan” karena ada beberapa murid beliau yang menjadi praja negara yang menolak untuk mencukur jenggot dan ditanya, “Kamu ngajinya sama siapa?”
dijawab, “Syaikh Abdul Bari al-Hindi” sontak, semua orang terperanjat dan langsung aparat mengamankan beliau dan langsung mengirim beliau ke India. Selesai sudah 21 tahun lebih mengajar di UAE. Semua kebaikan selama ini seolah dikubur dengan setitik noda hitam. Padahal beliau hafizhahullah tidak menyuruh untuk menentang penguasa namun kalau ada kesalahan maka sang gurulah yang menanggungnya. Kenapa tidak ada tabayun dan langsung dikenai sangsi ? Allahul Musta’an.

Terfikir ketika beliau hafizhahullah, mengajarkan kitab Fathul Bari Syarah Shohih Al-Bukhori yang beliau telah mengajar dan menyelesaikannya dua kali tamat dalam 21 tahun lebih kitab Fathul Bari.
Sebelum hari H mengajar, beliau pernah menasehatiku, “Saya kalau hendak mengajar, maka paling tidak 5 kali diulang apa yang akan aku sampaikan aku baca dan pahami.” Lalu beliau menukilkan perkataan Yahya bin Abi Katsir rahimahullah (wafat th 129 H),

«لَا يُسْتَطَاعُ الْعِلْمُ بِرَاحَةِ الْجِسْمِ»

“Ilmu itu tidak bisa didapat dengan badan yang bersantai-santai (tanpa perjuangan)” (Dibawakan oleh Imam Muslim di kitab Shohihnya no. 612 (175))

Bahkan aku dapati beliau hafizhahullah ketika aku bermalam di maktabah beliau, sering bangun malam dan murojaah apa yang akan diajarkannya. Lalu akupun menghardik diriku, “Dimana engkau dengan adab dan semangat beliau ?”
Itu semua mungkin tidak pernah terbayang dibenak murid-murid beliau bahwa sebelum beliau mengajar, beliau harus berjuang siang malam agar ilmu bisa tersampaikan kepada murid-muridnya dengan mudah dan jelas. Umumnya aku hanya bertanya bahwa “Kajiannya ada atau tidak ?” “Sudah sampai mana sekarang kajiannya?”
Namun terkadang aku lupa untuk menanyakkan bagaimana kesehatan beliau, bahkan akupun lupa (baca: bakhil) untuk mendoakkan kebaikan kepada beliau hafizhahullah (Astaghfirullah).

Waktu Syaikh Abdul Bari hafizhahullah berada dibalik jeruji besi, Syaikh Sholih al-Masy’ari hafizhahullah sebagai muridnya telah mengunjunginya. Syaikh Abdul Bari hafizhahullah pun bertanya kepada Syaikh Sholih al-Masy’ari hafizhahullah, “Kenapa engkau datang menjengukku, ya waladi (wahai anakku)?” lalu Syaikh Sholih al-Masy’ari hafizhahullah menjawab, “Syaikhi (guruku) Engkau adalah guruku, aku menunaikan kewajibanku sebagai seorang murid kepada gurunya yaitu menghormati dan menghargai serta menyayanginya namun jikalau engkau ada kesalahan maka itu adalah perkaramu dengan Allah, sedangkan aku sebagai murid tetap akan menghormati dan menyayangimu karena Allah.” Itulah yang diceritakan oleh Syaikh Sholih al-Masy’ari hafizhullah ketika beliau mengajariku akhlaq menghormati guru/ustadz ketika kajian Shohih Muslim.

Akupun teringat, bahwa pertama kali bertemu dengan Syaikh Abdul Bari hafizhahullah tahun 2006, beliau mengatakan, “Kamu dari Indonesia ? ini hadiah kitab buatmu, mungkin kamu belum tentu bisa hadir lagi dimajelis ilmu ini?” Saat itupun benakku seperti diguncang dengan cubitan dan tantangan, “Kok Syaikh ngomong gitu yah?” hardikku. Tapi setelah sekian tahun aku sadari bahwa beliau melakukannya karena sayangnya beliau kepadaku, bahkan kepada murid-murid beliau yang lainnya.
Itupun ketika telah beberapa tahun baru aku sadari bahwa maksud beliau hafizhahullah adalah demi kebaikanku, dan itu adalah sebuah proses pendewasaanku terhadap apa yang diucapkan beliau hafizhahullah.

ADA BEBERAPA FAWAID YANG BISA DIPETIK:
➖➖➖➖➖➖➖➖➖
1⃣ Sosok ustadz itu adalah manusia biasa yang bisa terkadang salah, dan sosok tersebut pun masih terus belajar dan sangatlah butuh dengan nasehat dan doa kebaikan.

2⃣ Kita bisa belajar untuk berhusnudzon kepada orang lain, namun terkadang susah untuk berhusnu dzon dengan ustadz kita. Bahkan ketika ada kesalahan yang telah lama itu sering diungkit seolah tidak ada perubahan lagi dan nilai labeling negatif yang melekat pada sang ustadz tidak akan pernah menjadi baik lagi.

3⃣. Syaikh Sholih al-Masy’ari hafizhahullah pernah menasehati, “Janganlah engkau tutup pintu hatimu rapat-rapat, membenci orang yang pernah memberikan kebaikan kepadamu, bisa jadi orang tersebut terjatuh dalam kesalahan karena engkau tidak pernah mendoakan kebaikan kepadanya.”

4⃣. Hendaknya seorang murid itu menghormati, menyayangi dan mencintai ustadznya sesuai dengan kadarnya, jangan berlebihan (ta’asub) jangan pula menganggapnya remeh.

5⃣. Dibalik kajian ilmu itu ada perjuangan dari sang ustadz yang harus difahami oleh sang murid dan sang murid hendaknya dapat membalas kebaikan tersebut dengan doa kebaikan yang terbaik.

عَنْ أُسَامَةَ بْنِ زَيْدٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: مَنْ صُنِعَ إِلَيْهِ مَعْرُوفٌ فَقَالَ لِفَاعِلِهِ: جَزَاكَ اللَّهُ خَيْرًا فَقَدْ أَبْلَغَ فِي الثَّنَاءِ

Dari Usamah bin Zaid, dia berkata, “Telah bersabda Rasulullah Shallallahu’alahi wassalam “Barangsiapa yang diperlakukan dengan baik (diberi kebaikan) kemudian dia mengucapkan “JAZAAKALLAHU KHOIRAN” (semoga Allah memberikan balasan kebaikan kepadamu) maka sesungguhnya dia telah memberikan pujian yang terbaik.” (HR. At-Tirmidzi no. 2035, Shohih Lihat Shohihul Jami-ush Shoghiir oleh Syaikh Albani no. 6368).

Rasulullah Shallallahu’alaihi wassalam bersabda:

مَنْ أَتَى إِلَيْكُمْ مَعْرُوفًا فَكَافِئُوهُ، فَإِنْ لَمْ تَجِدُوا مَا تُكَافِئُوهُ، فَادْعُوا لَهُ، حَتَّى تَعْلَمُوا أَنْ قَدْ كَافَأْتُمُوهُ

“Barangsiapa yang datang kepada kalian dengan kebaikan maka balaslah ia, jika kalian tidak mendapatkan sesuatu untuk membalasnya maka doakanlah kebaikan baginya hingga kalian merasa telah membalas kebaikannya.” Shohih (HR. Ahmad no. 5365, Abu Dawud no. 5109, An-Nasai no. 2567 Dari Shahabat Ibnu Umar radhiallahu’anhuma, dishohihkan Syaikh Albani dalam Silsilah Ahaadits Ash Shohihah no. 254)

6⃣. Sosok ustadz itu adalah kedudukannya seperti kedua orang tua. Kedua orang tua adalah yang membesarkan dan membimbing seorang anak menjadi besar, dan sang ustadz lah yang membantu orang tua dalam menyempurnakan pemahaman agamanya sang anak.

7⃣. Ketika sang ustadz melarang ataupun menghardik sang murid maka jangan langsung dimaknai negative karena bisa jadi itu adalah kebaikan untuk muridnya.

عَنْ أَنَسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «انْصُرْ أَخَاكَ ظَالِمًا أَوْ مَظْلُومًا» فَقَالَ رَجُلٌ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، أَنْصُرُهُ إِذَا كَانَ مَظْلُومًا، أَفَرَأَيْتَ إِذَا كَانَ ظَالِمًا كَيْفَ أَنْصُرُهُ؟ قَالَ: «تَحْجُزُهُ، أَوْ تَمْنَعُهُ، مِنَ الظُّلْمِ فَإِنَّ ذَلِكَ نَصْرُهُ»

Dari Anas radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Tolonglah saudaramu yang berbuat dzolim dan yang didzolimi.” Kemudian ada seseorang bertanya tentang bagaimana cara menolong orang yang berbuat dzolim? Beliau ﷺ menjawab, “Kamu cegah dia atau larang dia dari berbuat dzolim, maka sesungguhnya engkau telah menolongnya.” (HR. Al-Bukhari, no. 6952 dan Muslim, no. 2584)

لاَ يَطْلُبُ أَحَدٌ هَذَا الْعِلْمَ بِالْمُلْكِ وَعِزِّ النَّفْسِ فَيُفْلِحُ وَلَكِنْ مَنْ طَلَبَهُ بِذُلِّ النَّفْسِ وَضِيْقِ الْعَيْشِ وَخِدْمَةِ الْعُلَمَاءِ أَفْلَحَ

Tidak seorang pun akan beruntung dalam menuntut ilmu agama dengan bermodalkan kemewahan apa yang dipunyai dan ego gengsi tinggi. Barangsiapa yang mencari ilmu dengan berbekal kerendahan diri, kesempitan hidup dan kesediaan untuk berkhidmat kepada para ulama, maka dialah yang akan berhasil. (Nasehat dari Imam asy-Syafi’I dinukilkan oleh Ali Al-Yamani dalam kitabnya Aadabul ‘Ulama wal Muta’alimiin hal. 13)

Ya Allah, maafkanlah dosa kesalahanku kepada masyaikh, asatidzku dan guru-guruku, ampunilah kesalahan dan dosa mereka, sayangilah mereka dan tinggikanlah derajat mereka disisi-Mu.

Semoga bermanfaat,
?Zaki Abu Kayyisa


Related articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Fields with * are mandatory.