HUKUM MEMANGGIL ISTERI DENGAN UMI ATAU BUNDA?

Pertanyaan

السلام عليكم ورحمة اﻟلّـہ وبركا ته

titipan pertanyaan:

Ustadz Memanggil Pasangan dengan ‘Ayah-Bunda / Umi – Abi’ Termasuk Talak Zhihar?

(Abu Azzam Muhammad Nawir)

Jawaban

وعليكم السلام ورحمة الله وبركاته

PERTAMA

Ucapan seorang suami kepada isterinya :

? Kamu adalah ibuku atau saudariku

? Wahai mama

Maka ucapan ini mengandung ihtimål (probabilitas) zhihar (ungkapan suami kepada isteri untuk menyamakannya dengan ibunya atau saudarinya sehingga ia tidak mau menggaulinya karenanya).

Namun bisa juga tidak termasuk zhihar, kembali kepada niatnya, sebagaimana sabda Nabi yang mulia  ﷺ :

إنما الأعمال بالنيات ، وإنما لكل امرئ ما نوى   .

“Sesungguhnya setiap amalan itu bergantung kepada niatnya dan setiap orang itu (mendapatkan) apa yang ia niatkan.” (Muttafaq Alaihi).

Namun, seorang suami seringkali mengucapkan hal ini kepada isterinya dengan maksud panggilan kasih sayang dan pemuliaan, bukanlah zhihar. Karena itu tidaklah haram seorang isteri dipanggil dengan panggilan yang seperti ini oleh suaminya.

? Ibnu Qudåmah rahimahullåhu berkata di dalam  al-Mughnî (VIII/6) :

وإن قال : أنت علي كأمي . أو : مثل أمي . ونوى به الظهار , فهو ظهار , في قول عامة العلماء ، وإن نوى به الكرامة والتوقير فليس بظهار . . .

وهكذا لو قال : أنت أمي , أو : امرأتي أمي ” انتهى باختصار .

Apabila ada yang mengatakan (kepada isterinya) :

? Kamu bagiku seperti ibuku, atau

? Kamu laksana ibuku

Dan ia niatkan sebagai zhihar, maka hukumnya adalah zhihar menurut pendapat seluruh ulama.

Namun, apabila ia meniatkan sebagai pemuliaan dan penghormatan saja, maka bukanlah zhihar. Demikianlah, walaupun ia mengatakan : “Kamu ibuku”, atau isteriku ibuku.” [selesai]

? Lajnah Då’imah pernah ditanya : “Sebagian orang berkata kepada isterinya : saya adalah saudaramu dan kamu adalah saudariku. Apa hukum ucapan ini??

▪Mereka menjawab :

Apabila suami berkata kepada istrinya :

? Aku adalah saudaramu dah kamu adalah saudariku.

? kamu adalah ibuku, atau bagaikan ibuku

? kamu bagiku laksana ibuku atau saudariku

Apabila ia mengucapkan hal ini dengan maksud untuk memuliakan, kasih sayang, kebaikan atau penghormatan semata, dan tidak ada niat atau adanya indikasi yang menunjukan keinginan untuk zhihar, maka tidaklah terjadi zhihar dan tidak berkonsekuensi apapun.

Apabila ia bermaksud dengan ucapannya ini utk zhihar atau ada indikasi pendukung yang menunjukkan akan hal ini, misal ucapan ini diutarakan saat sedang marah atau untuk menjauhi isteri, maka ini zhihar dan haram hukumnya. Ia wajib bertaubat dan membayar kaffarat sebelum menggauli isterinya kembali, yaitu dengan cara :

➖ membebaskan budak

➖ Jika tidak ada, maka berpuasa 2 bulan berturut-turut

➖ Jika tidak sanggup, maka memberi makan 60 orang fakir miskin.

[Fatwa Lajnah Då’imah (20/274)]

KEDUA

Sebagian ulama memakruhkan ucapan suami kepada istrinya : wahai ibuku atau saudariku, dengan alasan sabda Nabi yang diriwayatkan Abu Dawud (2210) :

أَنَّ رَجُلا قَالَ لامْرَأَتِهِ : يَا أُخَيَّةُ ، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : ( أُخْتُكَ هِيَ ! فَكَرِهَ ذَلِكَ وَنَهَى عَنْهُ ) .

“Bahwa ada seorang lelaki berkata kepada isterinya : “wahai adikku”. Maka Nabi mengatakan, “apakah dia benar adikmu?!” Beliau membenci ucapan ini dan melarangnya.”

Yang benar adalah, hal ini tidaklah makruh karena hadits di atas tidak shahih. Syaikh al-Albani rahimahullåhu mendhaifkannya di dalam Dhaif Abu Dawud.

? Syaikh Ibnu Utsaimin pernah ditanya : “Apakah boleh seorang pria berkata kepada isterinya,” wahai isteriku ” atau “wahai ibu” dengan tujuan rasa cinta saja?”.

▪Beliau menjawab :

“Iya, tidak mengapa ia mengatakan kepada isterinya : wahai saudariku, atau ibuku, atau yang semisal dari perkataan yang menunjukkan kecintaan dan kasih sayang.

Walaupun ada sejumlah ulama yang menghukumi makruh seorang lelaki yang memanggil isterinya dengan ungkapan² yang seperti ini. Akan tetapi tidak ada alasan/dalil yang menunjukkan kemakruhannya.

Karena setiap amal itu tergantung niatnya. Sedangkan si suami ini tidak berniat dengan ucapannya tersebut bahwa istrinya adalah saudarinya yang haram (digauli) atau dianggapnya sebagai mahram. Namun ia hanya bertujuan untuk menunjukan kecintaan dan kasih sayang padanya.

وكل شيء يكون سبباً للمودة بين الزوجين , سواء كان من الزوج أو الزوجة فإنه أمر مطلوب

Dan segala sesuatu yang bisa menjadi faktor penyebab timbulnya kasih sayang antara suami isteri, baik itu dari sang suami atau sang isteri, maka ini adalah hal yang dituntut.

[Fatawa Barnåmij Nůr ‘alad Darb]

Wallahu a’lam.

 

? Disarikan dari : https://islamqa.info/ar/83386

✏ @abinyasalma | bit.ly/abusalma


Related articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Fields with * are mandatory.