SURAT TERBUKA KEPADA SYAIKH MUHAMMAD BAZMÛL (BAG 2)

 Dec, 09 - 2014   no comments   Rudud & Syubuhat

Berikut adalah Bagian terakhir surat terbuka Syaikh Sâlim ath-Thawîl kepada Syaikh Muhammad ‘Umar Bazmûl hafizhahumâllahu. Syaikh Sâlim ath-Thawîl berkata :

Adik Anda berkata : “Dia (Sâlim ath-Thawîl) juga mengatakan : “Berulang-ulang membicarakan tentang ‘Abdurrahman ‘Abdul Khâliq tidaklah berpahala!!” Apa dampak buruknya bagimu wahai ath-Thawîl dengan memperbanyak bicara tentang ‘Abdurrahman ‘Abdul Khâliq?!!

Saya jawab : Saya belum pernah tahu ada orang yang menulis dan membantah ‘Abdurrahman ‘Abdul Khâliq yang kadarnya melebihi apa yang kutulis. Ini menunjukkan kebodohan ucapan adik Anda, sedangkan sebagian sahabat adik Anda di Kuwait, terlalu banyak membahas ‘Abdurrahman ‘Abdul Khâliq dan Jum’iyah Ihyâ`ut Turôts dan selainnya hampir setiap waktu dan meninggalkan menuntut ilmu. Saya menasehati mereka agar tidak berulang-ulang membicarakan ‘Abdurrahman ‘Abdul Khâliq yang tidak pada tempatnya, karena mengulang-ulang cara seperti ini tidak ada faidahnya dan berlebihan kiranya. Seorang muslim itu seharusnya mengulang-ulang dzikir kepada Allâh, istighfâr, membaca al-Qur`ân dan bershalawat kepada Nabi. Apabila tiba waktunya untuk berbicara dan membantah, maka kita lakukan. Inilah maksud ucapan saya, namun orang-orang yang gemar memutarbalikkan perkataan memelintir ucapan saya, maka cukuplah Allâh bagi saya sebagai sebaik-baik pelindung.”

Kemudian, berbicara tanpa hak itu tidak boleh. Seorang yang menyeleweng selama dia muslim tetap dijaga kehormatannya walaupun dia menyimpang. Cobalah Anda baca ucapan asy-Syaikh al-Imâm al-Muftî al-‘Allâmah al-Murobbî ‘Abdul ‘Azîz bin ‘Abdillâh bin Bâz rahimahullâhu, ketika seorang bertanya kepada beliau : “Saya seringkali berbicara dengan diri sendiri, ini sudah jadi kebiasaan dan saya tidak bisa meninggalkannya. Apakah tetap dianggap ghibah apabila saya membicarakan tentang seseorang hal yang dia benci (apabila dia dengar) sedangkan saya hanya sendirian dan saya tidak menyampaikan kepada seorang pun. Hanya diri saya sendiri saja?

Jawab : Nabi Shallallâhu ‘alaihi wa Sallam bersabda, “ghîbah itu adalah kau menyebut tentang saudaramu dengan hal yang dia benci.” Yang tampak dari sabda nabi Shallallâhu ‘alaihi wa Sallam ini adalah bersifat general, yaitu kapan saja kau menyebut tentang saudaramu hal yang dia benci, baik di saat dirimu bersendirian atau dengan orang lain, maka sama saja ini semua termasuk ghîbah. Nasehatku adalah hendaknya kau menjauhi hal ini dan berupaya semampumu untuk diam di saat kau sedang sendiri, kecuali dzikir kepada Allâh Azza wa Jalla yang tidak akan mengingatkanmu tentang orang lain, maka berdzikirlah kepada Allâh dan sibukkan dirimu dengan berdzikir “subhânallâh walhamdulillâh wa lâ ilâha illallâh wallâhu akbar, Ya Allâh ampunilah dosaku”. Tinggalkan orang lain, carilah kesibukan yang akan mencukupi, seperti dzikir, istighfâr dan do’a kepada Allâh Subhânahu wa Ta’âlâ.” [selesai jawaban syaikh rahimahullâhu].

Adik Anda berkata : “Dia juga berkata tentang Syaikh Muhammad al-‘Anjarî, salah seorang ulama Kuwait. Sâlim ath-Thawîl berkata bahwa Syaikh Muhammad al-‘Anjarî tidak berbuat apa-apa, karena bantah-bantahan itu tidaklah menambah keimanan!!

Tanggapanku : Ucapan ini sama seperti yang sebelumnya.

Adik Anda berkata, “Demikianlah wahai Syaikh Falâh Mandakâr, inilah yang dikatakan oleh Sâlim ath-Thawîl. Saya tidak memaksakan ucapan saya bahwa Sâlim ath-Thawîl melecehkan masyaikh… melecehkan salafîyîn… namun Anda benar wahai Syaikh Falâh Mandakâr, Sâlim ath-Thawîl merendahkan salafîyîn, inilah yang dia katakan terhadap Muhammad al-‘Anjarî bahwa dia tidak berbuat apa-apa, karena bantah-bantahan itu tidaklah menambah keimanan!”

Tanggapan saya : Wahai Syaikh Muhammad Bazmûl, inilah ringkasan dari segala fitnah yang dikobarkan oleh adik Anda Ahmad Bazmûl. Dia mendatangkan Muhammad al-‘Anjarî dan dia menggunakannya seperti alat untuk menghantam lawannya. Dia meminta bantuannya agar dapat mengucapkan seperti ucapannya di atas. Hanya saja mengapa saudara Muhammad al-‘Anjarî tidak melakukan bantahan mewakili dirinya sendiri?!

Yang mengindikasikan hal ini adalah ucapan adik Anda sendiri, dia berkata “Maka perhatikanlah, semoga Allâh memberkahi Anda, artikel Sâlim ath-Thawîl yang judulnya mengherankan. Dia memberi judul artikelnya dengan “Roddul Isâ`ah bil Ihsân fît Ta’qîb ‘alad Daktûr Khâlid Sulthân” [Membalas Keburukan dengan Kebaikan, Sebuah Kritikan terhadap DR Khâlid Sulthân], padahal Khâlid Sulthân ini termasuk simpatisan at-Turâts, seorang turâtsî!! Sedangkan ketika menurunkan bantahan terhadap Syaikh Muhammad al-‘Anjarî –dan beliau ini termasuk salafîyîn yang dipuji oleh Syaikh Falâh Mandakâr-, Sâlim ath-Thawîl menulis bantahan yang berjudul, “Ar-Raddul Jarrî ‘ala Muhammad al-‘Anjarî” [Bantahan Mengalir Terhadap Muhammad al-‘Anjarî], dan dia juga memiliki kaset dan ceramah yang membantah Syaikh al-‘Anjarî. Termasuk juga diantara ucapannya adalah, memperbanyak bantahan atau terlalu sering membantah jum’iyah at-turâts akan mengeraskan hati!!

Tanggapan saya : Apa gerangan yang menyebabkan adik Anda mengingkari judul “Membalas Keburukan dengan Kebaikan”?? Wahai Syaikh Muhammad, bukankah membalas keburukan dengan kebaikan itu termasuk amal shalih yang dianjurkan oleh Rabb kita Jalla wa ‘Alâ sebagaimana dalam firman-Nya :

ادْفَعْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ فَإِذَا الَّذِي بَيْنَكَ وَبَيْنَهُ عَدَاوَةٌ كَأَنَّهُ وَلِيٌّ حَمِيم

“Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik, maka tiba-tiba orang yang memiliki permusuhan diantaramu dan diantara dia seakan-akan telah menjadi sahabat yang paling setia.” (Fushshilât : 34)

Dimana pula keburukan di dalam ucapanku (yang berjudul) “ar-Raddul Jarrî” (bantahan yang mengalir) terhadap saudara Muhammad al-‘Anjarî?! Perlu Anda ketahui bahwa Muhammad al-‘Anjarî sendiri berbicara tentang saya dengan sembunyi-sembunyi dan merencanakan tipu daya/muslihat dalam kegelapan. Saya menyebutnya di dalam makalahku secara terang-terangan, karena bantahanku yang mengalir secara terang-terangan menyebut nama al-‘Anjarî dan saya tidak melakukan seperti apa yang dia lakukan. Lantas dimanakan keburukan seperti yang ditunjukkan oleh adik Anda?!

Adik Anda berkata, “Sâlim ath-Thawîl juga menuduh bahwa salafîyûn menyamakan antara Khomeini dengan Ihyâ`ut Turâts!!

Tanggapan saya : Mereka menyamakan antara Khomeini dengan at-Turâts dalam hal apa? Saya akan jelaskan kepada Anda. Mereka ini, lantaran ceteknya pemahaman mereka, menerapkan ucapan-ucapan para salaf yang dahulu mereka katakan kepada kaum Jahmiyah, Mu’tazilah atau Râfidhah, kepada ahlus sunnah yang berbeda pendapat dengan mereka di dalam sebagian permasalahan yang tidak sampai kepada bid’ah kekufuran. Ini sungguh benar-benar kesalahan fatal yang terjadi pada mereka. Namun mereka sendiri mengatakan, “kami tidak menvonis mereka sebagai mubtadi’!!” Bagaimana bisa kalian tidak menvonis bid’ah kepada mereka sedangkan kalian menerapkan secara mutlak ucapan-ucapan dan hukum-hukum yang hanya layak diterapkan kepada ahli bid’ah yang keblinger?!!

Adik Anda berkata, “Dia juga berkata bahwa menvonis orang dengan kebid’ahan tidaklah termasuk rukun Islam?!!

Saya berkata : Wahai syaikh Muhammad, apakah Anda pernah mendengar ucapan seperti ini selama hidup Anda?!! Apakah Rukun Islam memiliki tambahan rukun keenam yang namanya “TABDÎ'” (vonis bid’ah)?!! Dimana gerangan pengingkaran Anda wahai Syaikh Muhammad terhadap ucapan yang nyeleneh ini?!! Allâhul Musta’ân!!!

Adik Anda berceloteh lagi, “Sâlim ath-Thawîl juga mengatakan bahwa diantara kesalahan sebagian orang adalah mereka mengira jika tidak sunnah ya bid’ah!!

Tanggapan saya : Sesungguhnya adik Anda mendengarkan aspek ucapan yang tidak dia fahami, kemudian dia membangun vonis yang besar di atasnya.

Adik Anda berkata, “Sâlim ath-Thawîl juga memiliki ucapan yang membantah perkataan ulama –bahkan perkataan salaf-, yaitu “barangsiapa yang memuji ahli bid’ah, maka lekatkan dia padanya.” Dia menolak hal ini!!! Dan dia malah mengatakan, “ini adalah ilzâm (pemaksaan) yang batil… dst

Tanggapan saya : Subhanallâh!! Dengan prinsip ini mereka menvonis bid’ah siapa saja yang tidak mau turut menvonis bid’ah orang yang mereka vonis, sekalipun mereka meninggalkan sebutan mubtadi’, lalu mereka mengingkari bahwa mereka sebenarnya melakukan tabdî’ berantai! Jika demikian, lantas apa maksud ucapan ini?! Apa beda antara ucapan adik Anda dengan Haddâdiiyah?!!

Adik Anda berkata, “Hal-hal seperti ini, seluruh atau sebagiannya, demi Allâh, sekiranya terjadi di zaman Imam Ahmad, demi Allâh… orang ini…”

Saya berkata : Sekiranya kita hidup di zaman Imam Ahmad rahimahullâhu, maka dengan apa Ahmad Bazmûl akan melakukan pengkotak-kotakan? Wahai Syaikh Muhammad Bazmûl, sungguh saudara Anda, si Ahmad ini telah menganggap dirinya sebagai salah satu imam jarh wa ta’dîl!! Mengapa Anda tidak takut kepada Allâh dan berupaya mengobatinya?!! Mengapa Anda tidak berupaya mencegahnya ketimbang malah mengarahkan manusia kepadanya?!! Apakah Anda mengira apabila Anda menyembunyikan kebenaran maka Allâh tidak akan menanyai Anda pada hari kiamat kelak?!! Apabila Anda takut tidak mampu, maka sungguh demi Allâh, Anda dimaklumi. Namun jika Anda mampu, maka tidak sepatutnya Anda diam!!!

Adik Anda berkata, “Akan tetapi saya tidak menvonis Sâlim ath-Thawîl sebagai mubtadi’. Saya hanya mentahdzirnya!! Bisa jadi dia bertaubat kepada Allâh Azza wa Jalla dari kesalahan-kesalahannya ini, apabila tidak maka dia layak ditahdzir!

Saya katakan : Kenapa masih menyisakan tabdî’? Apakah yang mencegahnya (dari melakukan tabdî’) adalah waro’ (kehati-hatian)?! Apakah rasa takut kepada Allâh Azza wa Jalla yang menghalangi antara dirinya dengan tabdî’??!!

Adik Anda berkata, “Bagaimana bisa kami memberi fatwa kepada manusia dan mengatakan, dengarkan ucapan orang ini, sedangkan dia (Sâlim ath-Thawîl) berbicara dengan kesesatan seperti ini!!

Tanggapan Saya : Wahai Syaikh Muhammad Bazmûl, dengarkanlah ucapan saudara Anda ini yang mengatakan, “Bagaimana bisa kami memberi fatwa kepada manusia“. Subhânallâh!! Siapa yang menempatkan dirinya sebagai mufti?!! Allâhu akbar! Allâhu akbar! Lantas dia mengatakan “sedangkan dia (Sâlim ath-Thawîl) berbicara dengan kesesatan seperti ini!!“, dan kemudian dia mengatakan, “saya tidak menvonisnya sebagai mubtadi’

Adik Anda berkata, “Pada umumnya saya tidak menvonis seseorang sebagai mubtadi’, sembari menunggu ucapan ulama.”

Saya berkata : Mâsyâ’ Allâh! Setelah semua (cercaan dan makian ini) namun dia tidak menvonisku sebagai mubtadi’!! Setiap umat Muhammad Shallallâhu ‘alaihi wa Sallam bisa saja berbuat melewati batas sembari mengatakan bahwa dirinya menunggu ucapan ulama!! Allâhul Musta’ân!!

Kemudian adik Anda mengatakan, “Baik, dia memang membantah turâtsîyîn, namun apakah dia menganggap mereka sebagai ahli bid’ah?! Tidak! Dia tidak menganggap mereka sebagai ahli bid’ah!! Apakah dia berpendapat bahwa perselisihan dengan ihyâ`ut turâts itu adalah khilâf ‘aqadî?! Tidak! Dia tidak berpendapat bahwa perselisihan dengan ihyâ`ut turâts itu adalah khilâf ‘aqadî!! Apakah dia masih berkawan dengan sebagian tokoh mereka dan bahkan memuji mereka?! Iya, dia memang memiliki hubungan persahabatan dengan sebagian tokoh-tokoh mereka! Kalau begitu, bantahan dia terhadap ihyâ`ut turâts apa gunanya?! Tidak berguna!!!

Tanggapan Saya : Wahai Syaikh Muhammad Bazmûl, saya meminta dengan nama Allâh yang Maha Agung yang tiada sesembahan yang hak untuk diibadahi kecuali Allâh, apakah Anda sendiri menvonis bid’ah para turâtsiyûn?! Apakah Anda memiliki perbedaan pendapat ‘aqodî (yang bersifat aqidah) dengan mereka?! Apakah Anda masih mengunjungi mereka?! Saya mohon kepada Anda, demi Dzat yang telah menciptakan Anda, menyempurnakan proses kelahiran Anda dan menjadikan susunan tubuh Anda seimbang, agar Anda sudi menjawab pertanyaan-pertanyaan ini. Agar kebenaran menjadi tampak di hadapan orang-orang yang terpedaya oleh ucapan adik Anda yang mengira bahwa dirinya adalah orang yang luas ilmunya (‘allamah) di dalam jarh wa ta’dîl.

Wahai Syaikh Muhammad Bazmûl, semoga Allâh menjaga Anda, saya telah membaca salah satu ucapan Anda yang sangat bagus di dalam blog Anda, yang di dalamnya sarat dengan objektivitas, keadilan dan logika yang lurus, sehingga hal ini mendorongku untuk menuliskan surat terbaru kepada Anda dan Anda sendiri sudah tahu bahwa saya sebelumnya sudah beberapa kali menulis untuk Anda, dan adik Anda sendiri menyebut bahwa Anda adalah guru dan ustadznya, lantas mengapa Anda tidak mencegahnya dan malah membelokkan manusia kepadanya?!

Saya pribadi sudah beberapa kali mengirimkan surat kepada adik Anda, dan saya juga pernah menemuinya ketika dia datang berkunjung di Kuwait. Saya mengawali dengan mengucapkan salam, dan saya tahu sendiri bahwa dirinya tidak mau mengucapkan satu patah kata pun. Sungguh amat disayangkan, adik Anda masih tetap gemar mencela manusia, bahkan ulama senior pun tidak lepas dari celaannya seperti Syaikh ‘Utsaimîn rahimahullâhu dan Syaikh ‘Abdul Muhsin al-‘Abbâd hafizhahullâhu, dan juga selain mereka berdua. Lantas, sampai kapan Anda diam darinya?!

Saya memohon kepada Allâh Ta’âlâ agar memberikan Anda taufik kepada setiap kebaikan. Kami menunggu dapat mendengarkan dari Anda dalam waktu dekat ini, kalimat yang haq yang dapat membuat adik Anda, Ahmad Bazmûl, berfikir, dan mencegahnya dari perbuatan zhalim dan dosa, serta menahan perbuatan tangannya.

Segala puji hanyalah milik Allâh dari awal sampai akhir, baik yang tampak maupun yang tersimpan. Semoga salawat dan salam senantiasa terlimpahkan kepada Nabi kita Muhammad, keluarga dan seluruh sahabat beliau.

DR. Sâlim bin Sa’d ath-Thawîl.

Sumber : Blog Pribadi Syaikh www.saltaweel.com


Related articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Fields with * are mandatory.