MENGHADIRI KAJIAN YANG DIADAKAN YAYASAN YANG DITAHDZIR
FADHÎLAH ASY-SYAIKH SÂLIM BIN SA’AD ATH-THAWÎL
Seorang penanya mengirimkan pertanyaan kepada Syaikh Sâlim bin Sa’ad ath-Thawîl hafizhahullâhu, sebagai berikut :
“Semoga Allôh menganugerahkan (usia yang panjang) bagi Anda, Apakah seseorang diperbolehkan menghadiri dauroh yang diadakan oleh organisasi/yayasan yang di-tahdzîr ?
Jawab :
“Segala puji hanyalah milik Allôh semata, sholawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan kepada Nabi terakhir yang tiada Nabi setelahnya. Amma Ba’d : Menjawab pertanyaan Anda, maka saya jawab :
Mungkin Anda memaksudkan kenapa diri saya men-tahdzîr sebagian organisasi/yayasan akan tetapi saya tidak pernah mengatakan tidak boleh menghadiri kegiatan dauroh-dauroh ‘ilmiyah yang diselenggarakan oleh organisasi/yayasan-yayasan tersebut, atau dengan kata lain saya berpendapat boleh menghadirinya.
Saya katakan, kalimat “tidak boleh” (lâ yajûzu) itu berarti harâm!
Dan keharaman itu adalah segala sesuatu yang dilarang oleh Allôh dan Rasûl-Nya secara tegas/pasti dan berkonsekuensi bahwa yang mengamalkannya akan berdosa dan berhak mendapatkan hukuman dari Allôh Azza wa Jalla. Apabila Allôh menghendaki niscaya Ia akan mengadzabnya di dalam Jahannam, dan apabila Allôh berkehendak, Ia akan mengampuninya.
Saya berlindung kepada Allôh dari mengatakan harâm atau tidak boleh hukumnya menghadiri pelajaran ilmiah yang diadakan di dalam rumah di antara rumah-rumah Allôh Ta’âla (Masjid). Demi Allôh, saya sungguh takut dengan adzâb (siksaan) di hari kiamat, apabila saya berpendapat demikian.
Bahkan, tidak pernah saya ketahui ada seorang pun dari para ulama berpendapat bahwa menghadiri kajian ilmiah itu harâm hukumnya hanya karena lantaran yang menyelenggarakannya adalah organisasi/yayasan personal (yang ditahdzîr).
Sekiranya pun ada ulama yang berpendapat harâm hukumnya –saya pribadi tidak pernah mengira ada- maka sesungguhnya para ulama yang menyelisihinya dan berpendapat akan bolehnya hadir dan juga turut serta dalam kajian tersebut lebih banyak.
Diantara para ulama yang tidak mengharamkan bolehnya hadir di acara-acara dauroh yang diselenggarakan oleh organisasi/yayasan-yayasan (yang ditahdzîr) adalah :
1. SYAIKH ‘ABDUL ‘AZÎZ BIN BÂZ
2. Guru kami SYAIKH MUHAMMAD BIN SHÂLIH AL-‘UTSAIMÎN
3. SYAIKH MUHAMMAD NÂSHIRUDDÎN AL-ALBÂNÎ –semoga Allôh merahmati mereka semua-
4. SYAIKH SHÂLIH BIN FAUZÂN ÂLU FAUZÂN
5. SYAIKH ‘ABDUL MUHSIN AL-‘ABBÂD
6. SYAIKH MUFTÎ ‘ABDUL ‘AZÎZ ÂLU SYAKH
7. SYAIKH FALÂH BIN ISMÂ’ÎL MANDAKÂR
8. Dan ulama lainnya.
Bahkan dari ulama-ulama tersebut di atas, ada yang turut serta (menjadi pemateri) pada sebagian dauroh-dauroh yang diselenggarakan oleh yayasan-yayasan (yang ditahdzir) via telephone.
Memang, tidak dipungkiri ada sebagian masyaikh yang berpendapat bahwa tidaklah bermaslahat menghadiri acara-acara dauroh semisal ini, atau agar tidak turut memperbanyak jumlah mereka, atau adanya justifikasi pembenaran ijtihâdîyah yang di dalamnya terdapat sisi pandang berbeda sehingga dinasehatkan untuk tidak turut menghadirinya. Adapun berpendapat TIDAK BOLEH atau HARÂM dan kalian akan berdosa jika menghadirinya, maka saya tidak pernah tahu ada ulama yang berpendapat seperti ini.
Akar masalah pembahasan ini secara khusus adalah tentang BOLEH atau TIDAK BOLEH, dan sekarang mereka tidak mendapati sesuatu yang mendukung mereka berpendapat boleh atau boleh nya.
Biar bagaimanapun juga, ini termasuk perkara ijtihâdiyah. Tidak pantas bagi kita menjadikannya lebih besar melebihi porsinya dan menjadikannya sebagai landasan Walâ` (loyalitas) dan Barô` (disloyalitas), atau landasan permusuhan dan kecintaan, atau kasih sayang dan kebencian dan landasan untuk men-tahdzîr dan meng-hajr (mengisolir)!
Yang wajib atas kita adalah takut kepada Allôh Azza wa Jalla. Barangsiapa yang berpendapat tidak mau hadir atau turut serta di dalam acara tersebut, maka baginya pendapat dan ijithadnya. Dan barangsiapa yang berpendapat berlainan dengan hal ini, ini juga adalah ijtihadnya.
Saya harap jawaban saya ini jelas. Karena sebagian orang ada yang gemar mempelintir perkataan saya kepada makna yang tidak sebenarnya agar mereka dapat mencela dan menjelekkan saya di hadapan publik. Mereka tidak takut kepada Allôh Azza wa Jalla, dan mereka mengira seakan-akan Allôh tidak akan membalas fitnah yang mereka ada-adakan di hari kiamat.
Saya memohon kepada Allôh agar memberikan hidayah kepada mereka, dan mengampuni segala dosa-dosaku dan dosa kedua orang tuaku, serta dosa-dosa mereka dan kedua orang tua mereka.
Ditulis oleh : Sâlim bin Sa’ad ath-Thawîl.
Hari Rabu, 1 Dzûl Qo’dah 1435 H/ 27 Agustus 2014
Dialihbahasakan oleh : Abû Salmâ Muhammad al-Jinîrî
Hari Senin, 5 Dzûl Qo’dah 1435 H/1 September 2014
Sumber : Situs resmi Syaikh Sâlim ath-Thawîl hafizhahullâhu.
Posted from WordPress for Android