Tragedi tragis untuk menggapai keridhaan
Begini miriskah nasibku…
Aku telah membelamu dengan sekuat daya dan upaya…
Perkataanmu yang “jelas-jelas” salah aku plintirkan kepada makna yang benar…
Kurela menghabiskan waktu demi menjaga kehormatanmu…
Aku tak segan menuduh seseorang dengan “Kadzdzab/Pendusta” demi membelamu…
Aku juga tidak enggan memvonis seseorang dengan “tidak jelas, di Madinah begini..di Indonesia begitu”…
Sebagaimana aku juga tidak takut untuk menuduh orang tersebut dengan sebutan “Pembuat makar”…
Bahkan tidak ragu aku mentahdzir syaikh yang engkau tahdzir…
Dengan bangga aku mentahdzir radio yang kau tahdzir…
Aku juga menguliti syaikh yang kau tahdzir… bahkan dengan menggunakan gaya tahdziranmu…
Aku permalukan dan rendahkan syaikh tersebut berulang-ulang di hadapan khalayak ramai…
Aku pun telah membantu teman-temanku untuk membelamu…
Aku tak lelah berusaha terus mencari keridhoanmu… karena keridhoanmu adalah landasan kesalafiyahan seseorang
Akan tetapi…
Inikah balasan yang kau berikan kepadaku…
Air susu dibalas dengan air tuba…??
Ternyata kau lebih mempercayai teman-temanku yang menikamku dari belakang…
Seluruh gelaran dan tuduhan yang aku lontarkan demi membelamu…ternyata kau lontarkan kembali kepadaku…
Kau mengatakan kepadaku “La’aab…(suka bermain-main)”…
Kau mengecapku dengan sebutan “Kadzzaab/Tukang dusta”…
Kau menggelariku dengan sebutan “Maakir/pembuat makar”…
Bahkan yang lebih menyakitkan lagi…kau malah menuduhku berjalan di atas jalan syaikh yang telah aku habisi dan kuliti tersebut padahal aku bermaksud membelamu…
Wahai guruku…aku tak kuasa ditahdzir olehmu…
Aku ingin meraih keridoanmu…
Dulu aku telah menukil tahdziranmu terhadap seorang kawan….ternyata kawan tersebut sekarang menukil tahdziranmu untuk menghabisiku…
Aku harus menemuimu…untuk menjelaskan kecintaanku kepadamu… untuk menjelaskan hakikat sebenarnya
Aku harus jelaskan bahwa kawan-kawanku itulah yang berkhianat dan telah menikamku dari belakang…setelah sebelumnya telah banyak menikamku dari depan…
Padahal Aku dan kawan-kawanku tersebut telah berjanji di hadapanmu untuk tidak memulai lagi permusuhan yang telah timbul dari lama dan selalu berulang-ulang dan semakin tajam…akan tetapi ternyata kawan-kawanku tersebut masih selalu menanti-nanti dan mengintaiku kapan bisa menikamku kembali…
Wahai syaikhku…sungguh aku tak kuat dan tak kuasa ditahdzir olehmu…
Keridhaanmu yang kucari selama ini…
Jika selainmu yang mentahdzirku maka perkaranya masih ringan…akan tetapi jika engkau yang mentahdzir…maka dunia ini terasa sempit bagiku…
Namamu harum di sisiku…
Namamu selalu kupajangkan sebagai guruku…
Lantas kenapa sekarang engkau hinakan aku…
Seluruh gelaran yang kusandangkan kepada orang lain….kau kembalikan kepadaku…
Apakah ini hukum “karma”?,
Tentunya bukan, karena aku pernah dipermalukan gara-gara menyatakan “adanya hukum karma”…
Lantas apakah ini balasan dari Allah atas kesalahan-kesalahanku…? Apakah ini yang realisasi dari al-jazaa’ min jinsil ‘amal (balasan sesuai dengan ulah perbuatan)…?
Tidak mungkin…!!!
Aku meyakini diriku berada di atas kebenaran…
Aku telah mengikuti jalan, manhaj, cara dan nasehatmu, sedangkan engkau “tidak mungkin” salah dalam manhaj…
Sebab engkau adalah imam al-jarh wa at-ta’dil di zaman ini
Bahkan engkau adalah imamnya tahdzir mentahdzir… siapa saja yang menyelisihi pendapatmu maka dia telah menyimpang dan sesat
ini bukan hukum “karma” …tidak mungkin… karena hukum karna tidak ada dalam Islam…
Akan tetapi ini adalah ujian…
Sepertinya aku harus lebih keras dan kencang lagi lagi agar bisa kuraih keridoaanmu…
Aku harus lebih banyak lagi Meluangkan waktu untuk mentahdzir dan menjarh hizbiyun sururiyun tanah air yang berpakaian dengan pakaian salafiyah
Aku pun tak takut lagi dan takkan berfikir panjang untuk menyatakan bahwa si fulan sesat dan menyesatkan…
Aku tidak ragu lagi mentahdzir orang lain sebagai hizbi yang banyak kesesatannya…
Adapun pernyataanku si fulan “salafi goncang” maka itu hanyalah ijtihadku…
Bukankah aku boleh berijtihad??. ..lain halnya dengan syaikh yang kuhabisi dan para penceramah radio maka mereka jahil tidak layak berijtihad…
Baiklah! Akan kucabut pernyataanku… Aku akan tidak ragu untuk menyatakannya sesat dan hizbi… bukanlah salafi lagi…
Kalau aku pernah menyampaikan kepada guruku yang lain bahwasanya aku jarang mentahdzir kecuali hanya pada majelis tertentu…
Akan tetapi sungguh di hadapanmu aku mengakui bahwa sudah 10 tahun aku mentahdzir di dalam banyak majelis…
Wahai ayahanda… Aku berbesar hati menerima kritikan dan tahdziranmu…
Bahkan kuhaturkan : Terima kasih atas tahdzir dan gelaran yang kau sandangkan padaku…
Aku tidak keras kepala… Karena aku bukanlah seekor kambing yang terbang…
Meskipun engkau menyebutku “mutalawwin” (berubah rubah warna) yang ini adalah gelar yang lebih layak kepada bunglon…
Akan tetapi mengkin lebih pantas aku menjadi bunglon daripada kambing terbang…gelar yang telah kulontarkan kepada orang lain…
Sungguh… aku ingin bisa selangkah dengan langkahmu…
Semoga engkau sudi meridhaiku dan memaafkanku… dan mengganggapku sebagai muridmu, salafi sejati…
nah lho …..
hehhehe….
kita tunggu aja gimana kelanjutannya…
kabarnya sang “aku” akan langsung menemui guru nya….
Ini yg nulis ust zul? Atau Sindiran buat ust zul?
Klw sindiran buat ust zul berarti sebagian isinya cuma sangkaan ya, bukan apa yg diucapkan ust zul karena saya liat tulisannya seolah2 yg nulis adalah ust zul.
trus, emang boleh bikin tulisan kaya gini? memang sih ga menyebutkan namanya, tp shohih ga nih isinya? kaya
“Aku harus lebih banyak lagi Meluangkan waktu untuk mentahdzir dan menjarh hizbiyun sururiyun tanah air yang berpakaian dengan pakaian salafiyah”
dan banyak lagi?