WUQUF DI MAKKAH TANGGAL 18 DESEMBER

 Dec, 14 - 2007   9 comments   Informasi

WUQUF DI MAKKAH TANGGAL 18 DESEMBER

 

 

Majlis al-Qodho’ al-A’laa bi Hai`atihi ad-Daaimah (Komite Tetap Lembaga Pengadilan Tinggi Agama) Kerajaan Arab Saudi menetapkan bahwa Wuquf di Arab Saudi jatuh pada tanggal 18 Desember 2007. Berikut ini perinciannya :

 

Riyadh, 30 Dzulqo’dah 1428 H bertepatan dengan 10 Desember 2007

Dikeluarkan pada hari ini (10 Desember) dari Majelis al-Qodho’ al-A’laa penjelasan sebagai berikut :

 

 

 

PENJELASAN MAJLIS AL-QODHO’ AL-A’LAA

 

 

Segala puji hanyalah milik Alloh semata, sholawat dan salam semoga senantiasa terlimpahkan kepada Nabi kita Muhammad, keluarga beliau dan para sahabatnya. Amma Ba’du :

Telah tetap secara syar’i di hadapan Majlis al-Qodho’ al-A’laa bahwa masuknya bulan Dzulhijjah pada tahun 1428 adalah pada malam Senin yang bertepatan dengan 10 Desember 2007, dengan kesaksian sejumlah saksi yang adil. Dengan demikian wuquf di Arofah jatuh pada hari Selasa, 18 Desember 2007 dan Iedul Adhha jatuh pada hari Rabu, 19 Desember 2007.

Majlis al-Qodho’ al-A’la tatkala mengumumkan berita itu kepada seluruh kaum muslimin sembari memohon kepada Alloh Jalla wa ‘Ala untuk menyingkirkan segala kesulitan dari kaum muslimin dan mencegah segala bencana dan fitnah yang melanda. Juga sembari memohon kepada Alloh untuk mempermudah jalan para jama’ah haji di baitullah al-Haram. Semoga Alloh mengampuni segala dosa kami dan mereka dan menerima segala amalan kaum muslimin di setiap tempat, menjauhkan dari keburukan-keburukan mereka dan menghimpun mereka di atas petunjuk, mempersatukan (hati-hati) mereka dan menganugerahi mereka (kemampuan) untuk menegakkan Islam, serta menolong mereka dengan kebenaran dan menyokong kebenaran dengan eksistensi mereka, sesungguhnya Alloh adalam maha Mendengar lagi maha Menjawab.

Semoga Shalawat dan Salam senantiasa terlimpahkan kepada Nabi kita Muhammad, keluarga beliau dan para sahabatnya.

 

Majlis al-Qodho’ al-A’la bi Hai`atihi ad-Daaimah

(Komite Tetap Lembaga Pengadilan Tinggi Agama)

Anggota : Nashir bin Ibrahim al-Habib

Ghihab bin Muhammad al-Ghihab

Muhammad bin Abdillah al-Amir

Muhammad bin Sulaiman al-Badr

Ketua : Shalih bin Muhammad al-Luhaidan

 

 

 

الرياض30 ذو القعدة 1428 هـ الموافق 10 ديسمبر 2007 م واس
صدر اليوم عن مجلس القضاء الأعلى البيان التالي :
// بيان من مجلس القضاء الأعلى //
الحمد لله وحده والصلاة والسلام على نبينا محمد وعلى آله وصحبه وبعد : فقد ثبت شرعاً لدى مجلس القضاء الأعلى دخول شهر ذي الحجة لهذا العام 1428 هـ ليلة الاثنين الموافق 10 ديسمبر من عام 2007 م بشهادة عدد من الشهود العدول وبهذا يكون الوقوف بعرفة يوم الثلاثاء 18 ديسمبر عام 2007 م وعيد الأضحى المبارك يوم الأربعاء 19 ديسمبر عام 2007 م .
ومجلس القضاء الأعلى إذ يعلن ذلك لعموم المسلمين يسأل الله جل وعلا أن يكشف عن المسلمين كل كربه ويدفع عنهم كل بلاء وفتنة وأن ييسر لحجاج بيت الله الحرام سبل أداء حجهم ويغفر لنا ولهم الذنوب وأن يتقبل من المسلمين في كل مكان أعمالهم ويتجاوز عن سيئاتهم وأن يجمعهم على الهدى ويؤلف بينهم ويرزقهم القيام بحقوق دين الإسلام وأن ينصرهم بالحق وينصر الحق بهم أنه سميع مجيب .
وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه وسلم .
مجلس القضاء الأعلى بهيئته الدائمة
ناصر بن إبراهيم الحبيب عضو
غيهب بن محمد الغيهب عضو
محمد بن عبدالله بن الأمير عضو
محمد بن سليمان البدر عضو
صالح بن محمد اللحيدان رئيس المجلس

// انتهى // 1736 ت م

Sumber

 


Related articles

 Comments 9 comments

  • rusdiantoro says:

    Assalamu’alaykum
    Jadi bagaimana dengan keputusan pemerintah kita bahwa ‘Idul Adha jatuh pada 20 desember 2007 akhi. Apa yang sebaiknya kita lakukan. Tetap taat pada pemerintah, atau mengikuti keputusan penetapan wukuf dan ‘idul adha oleh Majlis al-Qodho’ al-A’laa bi Hai`atihi ad-Daaimah Kerajaan Arab Saudi. Bagaimana juga shaum sunnah dan shalat sunnah ‘idul adha. Jazakallah khairan.

    Wa’aaikumus Salam
    Dalam hal ini, sejauh pemahaman saya adalah, kita berpuasa Arofah mengikuti wuquf di Arofah (tanah suci), sedangkan berlebaran mengikuti umara’ dalam rangka menjaga persatuan dan kemaslahatan. Allohu a’lam.

  • julfan says:

    Ya Allah, panggillah hambaMu ini untuk menjadi tamuMu, Amiin.

  • abiyazid says:

    Assalamualaykum warahmatullahi wabarokatuh

    yang ana dengar dan ikuti kajian Ust Abdul Hakim bin Amir Abdat pada kajian Sabtu pagi 15 Desember 2007 di krukut, bahwa hari arafah dan yaumul Nahr (iedul adha) adalah berkaitan dengan tempat dan waktu. yang berada di Saudi. maka puasa arafah hari selasa 18 desember 2007 dan shalat ied jatuh pada hari rabu 19 Desember 2007, terkecuali dilarang mendirikan shalat ied oleh pemerintah. jika memang demikian (dilarang oleh pemerintah, atau disekitar rumah melaksanakan shalat iedul adha pada hari rabu) untuk menghindari fitnah, maka sebaiknya shalat ied bisa dilakukan dirumah.

  • abiyazid says:

    Assalamualaykum warahmatullahi wabarokatuh
    afwan ana mau meralat kesalahan punulisan hari.

    tertulis
    (dilarang oleh pemerintah, atau disekitar rumah melaksanakan shalat iedul adha pada hari rabu)

    yang benar

    (dilarang oleh pemerintah, atau disekitar rumah melaksanakan shalat iedul adha pada hari Kamis)

  • mascandra says:

    Pemerintah kita lewat Departemen Agama telah memutuskan bahwa hari arafah akan jatuh pada hari Rabu 19 Januari 2007, dan ‘Id Al-Adha jatuh pada hari Kamis tanggal 20 Januari 2007.

    Mungkin yang masih mengganjal pada diri, apakah puasa Arafah di Indonesia mengikuti wukufnya jama’ah haji yang dilaksanakan tanggal 18 Januari 2007 ataukah tetap menyesuaikan dengan keputusan pemerintah kita tersebut.

    Alhamdulillah, jawabannya bisa diperoleh di Fatawa Ahkamis Shiyam Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin. Fadhilatus Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya (Fatawa Ahkamis Shiam no. 405):

    “Apabila hari Arafah berbeda karena perbedaan masing-masing wilayah di dalam mathla’ (tempat terbit) hilal, maka apakah kita berpuasa mengikuti ru’yah negeri tempat kita berada ataukah kita berpuasa mengikuti ru’yah Al-Haramain (Makkah dan Madinah –pent)?

    Maka beliau menjawab:More…

    Perkara ini dibangun di atas ikhtilaf para ulama, apakah hilal itu satu saja untuk seluruh dunia atau berbeda sesuai mathla’nya (tempat terbit bulan). Dan yang benar bahwa penampakan hilal berbeda sesuai dengan perbedaan mathla’.

    Sebagai contoh: Apabila hilal telah nampak di Kota Makkah, dan sekarang adalah hari ke sembilan (di Makkah), hilal juga terlihat di negeri yang lain satu hari lebih cepat daripada Makkah sehingga hari Arafah (di Makkah) adalah hari kesepuluh bagi mereka. Maka mereka tidak boleh berpuasa karena hari tersebut adalah hari raya.

    Demikian pula sebaliknya, jika di suatu negeri ru’yahnya lebih lambat daripada Makkah maka tanggal sembilan di Makkah merupakan tanggal delapan bagi mereka. Maka mereka berpuasa pada hari ke sembilan (menurut negeri mereka) bersamaan dengan tanggal sepuluh di Makkah. Ini merupakan pendapat yang kuat. Karena Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

    اذا رايتموه فصوموا و اذا رايتموه فافطروا

    “Jika kalian melihatnya (hilal) maka berpuasalah, dan apabila kalian melihatnya maka berbukalah” (Dikeluarkan oleh Al-Imam Al-Bukhari Kitab Ash-Shaum, Bab Hal Yuqal Ramadhan (1900) dan Muslim di Kitab Ash-Shiyam, Bab Wujubus Shaum (20)(1081)).

    Orang-orang yang hilal itu tidak nampak dari arah (daerah) mereka berarti mereka tidaklah melihat hilal tersebut. Begitu juga manusia telah sepakat bahwa mereka menganggap terbitnya fajar dan terbenamnya matahari pada setiap wilayah disesuaikan dengan wilayah masing-masing. Maka demikian pulalah penetapan waktu bulan seperti penetapan waktu harian.

    Demikianlah fatwa dari Fadhilatus Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin.

    Sebagai informasi tambahan, sebagian ikhwah juga telah mengabarkan kepada kami, bahwa pada beberapa tahun yang lalu ikhwah Indonesia (dari Depok) telah bertanya pula kepada Asy-Syaikh Ahmad bin Yahya An-Najmi, mufti Kerajaan Saudi Arabia Bagian Selatan tentang permasalahan ini, maka beliau menjawab bahwa puasa Arafah mengikuti ru’yah negerinya masing-masing. Walhamdulillah.

  • mascandra says:

    Kejadian tahun 1411 H/1991 berulang lagi. Idul Adha di Indonesia dan di Arab Saudi berbeda hari.

    Menghadapi kenyataan itu biasanya timbul beberapa pertanyaan di masyarakat. Mengapa terjadi perbedaan hari Idul Adha? Mengapa Arab Saudi yang terletak di sebelah barat Indonesia bisa lebih dahulu merayakan Idul Adha? Dan kapankah puasa hari Arafah bagi masyarakat di Indonesia, 18 Desember atau 19 Desember ?

    =>>> Adanya Dua Garis Tanggal <<>> Kapan Puasa Arafah? <<<==

    Wukuf di Arafah dilaksanakan pada 9 Dzulhijjah. Bagi umat Islam yang tidak melaksanakan ibadah haji, pada hari Arafah itu disunahkan berpuasa. Menurut hadits Rasulullah SAW yang diceritakan Abu Qatadah r. a., puasa hari Arafah akan menghapuskan dosa selama dua tahun, tahun yang berlalu dan tahun mendatang. Oleh karenanya puasa hari Arafah ini tergolong puasa sunah yang muakad (utama) sehingga banyak orang yang melaksanakannya.

    Mendengar pengumuman Arab Saudi bahwa wukuf di Arfah jatuh pada tanggal 18 Desember dan Idul Adha jatuh pada 19 Desember, mungkin banyak orang yang bimbang kapan mesti berpuasa hari Arafah.

    Hari Arafah adalah 9 Dzulhijjah. Di Indonesia, 9 Dzulhijjah jatuh pada 19 Desenber. Tetapi orang akan bimbang bila berpuasa pada 19 Desember karena hari itu di Arab Saudi sudah Idul Adha. Menurut Nabi SAW, berpuasa pada hari raya haram hukumnya. Kalau begitu, ada yang berpendapat berpuasalah pada tanggal 18 Desember karena hari Arafah hanya ada di Arab Saudi dimana ibadah tersebut terikat dengan waktu dan tempat, maka mengaculah pada Arab Saudi saja.

    Sepintas pendapat itu nampaknya benar memang, Kalau dikaji lebih lanjut Pola pikir seperti itu hanya terjadi bila kita merancukan sistem kalender syamsiah dengan sistem kalender qamariyah. Berpuasa hari Arafah di Indonesia pada tanggal 18 Desember berarti kita tunduk pada kesamaan tanggal syamsiah antara Arab Saudi dan Indonesia. Bukan pada ketentuan kalender qamariyah, 9 Dzulhijjah. Ingat….Pada tanggal 18 Desember itu di Indonesia baru tanggal 8 Dzulhijjah.

    Ada satu prinsip yang harus diingat dalam penentuan waktu ibadah: penentuan secara lokal. Wukuf di Arafah ditentukan berdasarkan penentuan awal Dzulhijjah di Arab Saudi. Awal Ramadan ditentukan berdasarkan rukyatul hilal di masing-masing wilayah. Waktu salat ditentukan berdasarkan posisi matahari di masing-masing tempat. Demikian pula waktu untuk melakukan puasa-puasa sunah, termasuk puasa hari Arafah, 9 Dzulhijjah. Tidak bisa diganti menjadi tanggal 8 Dzulhijjah hanya karena alasan perbedaan tanggal syamsiahnya.

    Untuk menjawab masalah kapan mesti berpuasa, baiklah kita runtut perjalanan waktu berdasarkan peredaran bumi dengan berpegang pada keyakinan puasa Arafah tetap WAJIB harus tanggal 9 Dzulhijjah. Bagi Muslim di Timur Tengah puasa Arafah mulai sejak fajar. Makin ke barat waktu fajar bergeser. Di Eropa Barat waktu fajar awal puasa kira-kira 3 jam sesudah di Arab Saudi, tetapi tetap tanggal yang sama. Makin ke barat lagi, di pantai barat Amerika Serikat waktu fajar awal puasa Arafah makin bergeser lagi, 11 jam setelah Arab Saudi. Saat itu orang di Arab Saudi sebentar lagi berbuka puasa. meskipun Tanggalnya tetaplah sama. Di Hawaii, puasa Arafah juga pada tanggal yang sama, tetapi fajar awal puasanya sekitar 13,5 jam setelah Arab Saudi. Bila diteruskan ke barat, di tengah lautan Pasifik ada garis tanggal internasional. Mau tidak mau sebutan 18 Desember harus diganti menjadi 19 Desember walaupun hanya berbeda beberapa jam dengan Hawaii. Awal puasa Arafah di Indonesia pun yang dilakukan sekitar 6,5 jam setelah fajar di Hawaii, dilakukan dengan sebutan tanggal yang berbeda hanya gara-gara melewati garis tanggal internasional. Di Indonesia puasa Arafah dilakukan pada 19 Desember 2007. ITULAH TETAP TANGGAL 9 Dzulhijjah, SAMA -SAMA DENGAN TANGGAL qamariyah di ARAB SAUDI. Berdasarkan penalaran seperti itu pula, dalam konperensi kelender Islam internasional di Malaysia, ada salah satu panduan penting yang dirumuskan yang bisa menjadi pegangan bagi umat Islam dalam penentuan waktu ibadah. Panduan itu menyatakan bahwa dalam menentukan awal Ramadan atau awal bulan Islam lainnya, jangan mengacu pada wilayah yang di sebelah barat, tetapi mengacu pada wilayah di sebelah timur. Berdasarkan panduan itu, kita akan semakin yakin dan mempunyai alasan kuat untuk berpuasa Arafah pada 19 desember, bukan mengikuti Arab Saudi yang berada di sebalah barat Indonesia yang berpuasa pada 18 Desember. Dengan demikian, pada hakikatnya, Puasa Arafah baik yang di Saudi maupun di Indonesia sama – sama tanggal 9 Dzulhijjah, WAKTUNYA TETAPLAH SAMA. Terkecuali jika kita berpuasa tanggal 8 Dzulhijjah/tanggal 18 Desember. Allahu’alam.

  • kuliahkilat says:

    Assalamualaykum warahmatullahi wabarokatuh, Ana sepaham dengan abu salma.
    Ana dapati di milis assunnah ada fatwa dari Syeikh Ali Hasan, yang menyatakan bahwa, puasa arafah itu adalah pada saat wukuf di arafah.

    ini ana kutipkan pesannya … :

    ****************************************
    abu hasanain wrote:
    Assalamu’alaikum

    akhi , saya pernah tanyakan masalah ini kpd Syekh Ali bin Hasan AlHalabi AlAtsari hafidhohulloh waktu dauroh di puncak bogor , beliau menjawab :

    Bahwa puasa arafah dilaksanakan pada hari ketika jamaah haji sedang wukuf di arafah dalilnya hadits riwayat muslim :

    “Puasa arafah,aku berharap kepada Alloh agar dihapus dosa setahun yg lalu dan setahun yang akan datang”.

    Berdasarkan hadits diatas bahwa puasa arafah disyareatkan pada hari dimana jamaah haji sedang wukuf di arafah. maka kata syekh, penentuan ied adha berbeda dengan ied fitri, jika ied fitri tiap negara berhak menentukan awal ramadhan berdasarkan ru’yah hilal masing2 negara. Tapi ied adha harus mengikuti keputusan majlis qodho ali di Riyadh KSA, yg telah memutuskan bahwa 1 dzulhijjah jatuh pada hari senin, jadi hari arafah 9 dzulhijjah jatuh hari selasa, ied adha rabo, begitu pula kita.

    **************************************

    Jadi ana insya Allah, kalau puasa mengikuti wukuf arafah.

    Tetapi hari raya ana tetap mengikuti daerah/pemerintah ana, alasannya :

    Ana mengikuti pendapat ini :

    **********************************************

    1. Dari Umair bin Anas bin Malik dari pamannya dari kalangan shahabat bahwasanya ada sekelompok pengendara datang. Mereka mempersaksikan bahwa telah melihat hilal kemarin. Maka Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam memerintahkan mereka untuk berbuka (Iedul Fithri) dan pergi pagi-pagi ke tanah lapang keesokan harinya. (HR. Ahmad dan Abu Dawud, dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani di dalam Shahih Sunan Tirmidzi 1/214, hadits ke 1026).

    Hadits ini sebagai dalil bagi orang yang berkata bahwasanya sahalat Ied boleh dilakukan pada hari kedua, apabila tidak jelas waktu Ied kecuali setelah keluar waktu shalatnya. Pendapat ini adalah pendapat Al-Auza’I, At-Tsauri, Ahmad, Ishaq, Abu Hanifah, Abu Yusuf, Muhammad, Syafi’I, dll… Dhahir hadits diatas menunjukkan bahwa shalat pada hari yang kedua itu adalah penunaian bukan qadla.” Demikian keterangan Imam Asy-Syaukani dalam Nailul Authar 3/310.

    Imam As-Shan’ani menyatakan : “hadits diatas sebagai dalil bahwa shalat Ied dilaksanakan hari kedua tatkala waktu Ied diketahui dengan jelas sesuadah keluar (habis) waktu shalat.” (Subulus Salam 2/133)

    Demikian keterangan para ulama tentang masalah diatas yang menunjukkan bolehnya shalat Iedul Fithri pada hari kedua. Semoga tulisan yang diambil dari kitab-kitab para ulama ini bermanfaat bagi kita. Kesempurnaan itu hanya mutlak milik Allah Ta’ala sedangkan makhluk tempat khilaf dan kekurangan. Wallahu A’lam bis Shawab.

    Abul Hasan As-Sindi setelah menyebutkan hadits Abu Hurairah pada riwayat Tirmidzi, berkata dakam Shahih Ibnu Majah : “Yang jelas maknanya adalah bahwa perkara-perkara ini bukan untuk perorangan, tidak boleh bersendirian dalam hal itu. Perkaranya tetap diserahkan kepada imam dan jamaah. Atas dasar ini, jika seseorang melihat hilal sedangkan imam menolak persaksiannya, maka seharusnya tidak diakui dan wajib atasnya untuk mengikuti jamaah pada yang demikian itu.”

    Syaikh Al-Albani menegaskan : “Makna inilah yang terambil dari hadits tersebut. Diperkuat makna ini dengan hujjah Aisyah terhadap Masruq melarang puasa pada hari Arafah karena khawatir pada saat itu hari nahr (10 Dzulhijah). Aisyah menerangkan kepadanya bahwa pendapatnya tidak dianggap dan wajib atasnya untuk mengikuti jama’ah. Aisyah berkata : “Nahr adalah hari manusia menyembelih kurban dan Iedul Fithri adalah hari manusia berbuka.” (Silsilah Al-Hadits As-Shahihah 1/443-444)

    2. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam (artinya) : “Puasa kalian adalah hari kalian berpuasa dan berbuka kalian (Iedul Fithri) adalah hari kalian berbuka (tidak berpuasa) dan Adha kalian adalah hari kalian berkurban. (HR. Tirmidzi 2/37 dan beliau berkata “hadits gharib hasan”. Syaikh Al-Albani berkata : “Sanadnya jayyid dan rawi-rawinya semuanya tsiqah. Lihat Silsilah Al-Hadits As-Shahihah 1/440)

    Abul Hasan As-Sindi setelah menyebutkan hadits Abu Hurairah pada riwayat Tirmidzi, berkata dakam Shahih Ibnu Majah : “Yang jelas maknanya adalah bahwa perkara-perkara ini bukan untuk perorangan, tidak boleh bersendirian dalam hal itu. Perkaranya tetap diserahkan kepada imam dan jamaah. Atas dasar ini, jika seseorang melihat hilal sedangkan imam menolak persaksiannya, maka seharusnya tidak diakui dan wajib atasnya untuk mengikuti jamaah pada yang demikian itu.”

    Syaikh Al-Albani menegaskan : “Makna inilah yang terambil dari hadits tersebut. Diperkuat makna ini dengan hujjah Aisyah terhadap Masruq melarang puasa pada hari Arafah karena khawatir pada saat itu hari nahr (10 Dzulhijah). Aisyah menerangkan kepadanya bahwa pendapatnya tidak dianggap dan wajib atasnya untuk mengikuti jama’ah. Aisyah berkata : “Nahr adalah hari manusia menyembelih kurban dan Iedul Fithri adalah hari manusia berbuka.” (Silsilah Al-Hadits As-Shahihah 1/443-444)

    *********************************

    Jadi ana dalam puasa arafah, mengikuti Syeikh Ali Hasan karena ada dalilnya yang menyatakan puasa arafah pada saat wukuf.

    Sedangkan Sholat Ied mengikuti daerah/pemerintah karena wajibnya mengikuti pemerintah untuk menjaga maslahat, serta bolehnya sholat Ied di hari kedua.

    Wallahu’alam.

  • kuliahkilat says:

    Assalamualaykum warahmatullahi wabarokatuh,

    Ana ada pertanyaan, bolehkan seseorang niatkan shaum sunat misalnya arafah, setelah mengetahui bahwa hari itu hari arafah pada siangnya, padahal paginya dia sudah makan dan minum atau kegiatan lain yang membatalkan puasa ??

    Mungkin ada yang mengetahui dalil dan fatwanya ??

    sukron.

  • abiyazid says:

    ketaatan pada Allah dan Rasul-Nya adalah mutlak.
    mengenai perselisihan terlihat/tidaknya hilal dzulhijah maka kita serahkan kepada saksi yang meilhatnya.
    didunia ini arafah hanya satu, yaitu diSaudi
    maka bagi yang tidak haji diperintahkan/sunnahkan untuk puasa arafah. dan esoknya adalah yaumul nahr.

    Dalam hal ini, benar bahwa Arofah hanya satu sehingga utk Puasa Arofah adalah kita kita mengikuti hari di Arofah. Adapun yaumun Nahar atau adhha, maka ada hadits yang menjelaskan bahwa nahar di hari manusia berkurban. Sehingga, utk Ied kita ikuti pemerintah. Demikianlah berita yang saya dapat dari al-Ustadz Abdurrahman Thayib dari Syaikh Ali Hasan. Allohu a’lam.

  • Leave a Reply

    Your email address will not be published. Fields with * are mandatory.