MENYINGKAP SYUBHAT TERHADAP DAKWAH SALAFIYYAH (2)
كشف الشبهة عن الدعوة السلفية
هل الشيخ عبد المحسن العباد يطعن في حق الشيخ ربيع المدخلي
MENYINGKAP SYUBHAT TERHADAP DAKWAH SALAFIYYAH (2)
“Apakah Syaikh ‘Abdul Muhsin al-‘Abbad mencela Syaikh Rabi’ Al-Madkholi?”
Oleh :
Abu Salma Muhammad al-Atsari
بسم الله الرحمن الرحيم
الحمد لله وصلى الله وسلم وبارك على نبينا محمد وعلى آله وصحبه ومن والاه، وتمسك بسنته واهتدى بهداه إلى يوم الدين.
Dengan Nama Alloh yang Maha Pengasih Lagi Maha Pemurah
Segala puji hanyalah milik Alloh. Sholawat, Salam dan Barokah semoga senantiasa tercurahkan kepada Nabi kita Muhammad, kepada keluarga beliau, sahabat beliau dan siapa saja yang loyal dengan beliau, berpegang teguh dengan sunnah beliau dan berpetunjuk dengan petunjuk beliau sampai hari kiamat.
Amma Ba’du : Setelah muqoddimah risalah Rifqon Ahlas Sunnah bi Ahlis Sunnah cetakan ke-2 beserta terjemahnya kami turunkan di dalam blog ini, mulai berdatangan di dalam email kami berbagai pertanyaan dan statement-statement yang menanyakan, apakah benar bahwa Syaikh al-‘Allamah ‘Abdul Muhsin al-‘Abbad al-Badr telah mentahdzir syaikh Rabi’? Apakah benar Syaikh Abdul Muhsin mencela Syaikh Rabi’? Bahkan, ada sebagian kaum hizbiyin yang membawakan ucapan ini untuk mencela Syaikh Rabi’ bin Hadi. Maka kami katakan : tidak benar wahai saudaraku bahwa Syaikh ‘Abdul Muhsin mencela atau mentahdzir Syaikh Rabi’! Dan Syaikh ‘Abdul Muhsin sendiri yang telah membatalkan pandangan atau dugaan seperti ini sebagaimana akan datang penjelasannya.
Di sisi lain, ada sekelompok pemuda yang sangat fanatik dengan Syaikh Rabi’, mereka menuduh kami telah mencela Syaikh Rabi’ dengan membawa ucapan Syaikh ‘Abdul Muhsin ini. Mereka bermaksud mencela Syaikh ‘Abdul Muhsin, namun tidak sampai sehingga celaan itu jatuh kepada kami. Mereka juga menuduh bahwa kami membawakan ucapan Syaikh ‘Abdul Muhsin di sini adalah sebagai celaan kepada Syaikh Rabi’ -sebagaimana kaum hizbiyun menganggapnya demikian-. Ini diantara salah satu kesamaan mereka dengan kaum hizbiyin, hanyasaja bedanya kaum hizbiyin melakukannya untuk mencela Syaikh Rabi’ sedangkan mereka –para pemuda yang mengaku-ngaku sebagai salafiy ini- melakukannya untuk membela Syaikh Rabi’ dan menganggap -secara tidak langsung- nasehat Syaikh ‘Abdul Muhsin tersebut sebagai suatu celaan kepada Syaikh Rabi’.
Ketahuilah, Syaikh ‘Abdul Muhsin al-‘Abbad al-Badr mencintai murid sekaligus sahabat beliau yaitu, Syaikh Rabi’ bin Hadi al-Madkholi hafizhahumallohu. Mereka berdua adalah dua ulama ahlus sunnah yang saling mencintai. Keduanya saling menasehati dan mengingatkan di dalam kebajikan dan ketakwaan. Kedua-duanya adalah ulama sekaligus manusia biasa yang bisa salah dan benar. Bahwasanya ahlus sunnah tidaklah pernah fanatik dan bertaklid kepada individu-individu tertentu, setinggi apapun derajatnya. Ahlus sunnah tidaklah dinilai dari kesesuaiannya dengan Syaikh Rabi’ dan tidak pula dengan Syaikh al-‘Abbad. Namun, ahlus sunnah dinilai dari kesesuaiannya dengan kebenaran yang dibawa oleh mereka para ulama ahlus sunnah.
Syaikh Muhammad Ismail berkata : “Manusia telah berlaku begitu ghuluw di dalam taqlid terhadap individu tertentu dan membuat kewajiban fanatik yang kaku terhadap diri mereka sampai-sampai mereka melarang seseorang melakukan ijtihad dan bertaqlid terhadap imam-imam lainnya. Hal ini adalah penyakit yang susah disembuhkan yang telah menghancurkan kaum syiah dan orang-orang ini (yaitu kaum muqollidun) juga telah mencapai puncak kebinasaan. Hanya saja bedanya, kaum syiah itu lebih tinggi tingkat kerusakannya. Mereka (kaum syiah) memulai mencari nash-nash untuk menyokong pendapat imam-imam mereka dan orang-orang ini (kaum muqollidun) juga turut mengadopsi manhaj ini dan mulai mencari-cari penakwilan penjelasan suatu riwayat yang shahih yang menyelisihi pendapat imam-imam mereka. Biar bagaimanapun, mereka seharusnya menimbang dan menghadapkan ucapan imam mereka dengan riwayat dan nash-nash (yang shahih). Apabila pendapat imam mereka selaras dengan nash mereka harus menerimanya dan begitu juga sebaliknya, (apabila tidak selaras) mereka harus menolaknya.” [Tanwirul ‘Ainain fi itsbati Raf’ul Yadain, hal. 44-45].
Syaikh Muqbil bin Hadi rahimahullahu pernah ditanya tentang taqlid, lalu beliau menjawab : “Taqlid itu haram, tidak boleh bagi seorang muslim untuk bertaqlid dalam agama. Allah Ta’ala berfirman :
اتَّبِعُوا مَا أُنْزِلَ إِلَيْكُمْ مِنْ رَبِّكُمْ وَلَا تَتَّبِعُوا مِنْ دُونِهِ أَوْلِيَاءَ
“Ikutilah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu dan janganlah kamu mengikuti pemimpin-pemimpin selain-Nya” [QS Al-A’raf 3].”
Beliau juga mengatakan : ‘Aku bukanlah hujjah, maka wajib bagimu untuk meminta kepadaku dalil sebab hujjah itu ada pada Al-Qur’an dan sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam…” (Tuhfatul Mujiib ‘ala As-Ilatil haadhir wal Ghoriib” oleh Syaikh Muqbil bin Hadi 205-206)
Tidak diragukan lagi, bahwa Syaikh Rabi’ bin Hadi, adalah termasuk ulama pemegang panji Jarh wa Ta’dil di zaman ini, sebagaimana tazkiyah yang disebutkan oleh Imam al-Albani rahimahullahu yang mengatakan :
لكني قلت له ـ أي الشيخ ربيع ـ في أكثر من مرة ، في مهاتفة جرت بيني وبينه ، لو أنه يتلطف في استعمال بعض العبارات ، وبخاصة أن الذي يرد عليه قد يكون ممن انتقل إلى حساب الله وفضله ورحمته ومغفرته ، ثم هو من زاوية أخرى قد تكون له شوكة ، ويكون له عصبة ينتمون إليه بالحماس الجاهلي ، ـ مُشْ العلمي ـ
“Akan tetapi, aku telah mengatakan kepadanya –yaitu Syaikh Rabi’- via telpon lebih dari sekali. Seandainya beliau menghaluskan metode dakwahnya maka akan lebih bermanfaat bagi semua orang, baik yang bersamanya atau yang berseberangan dengannya. Terutama orang-orang yang beliau kritik yang sudah berpulang ke rahmatullah dan maghfirah Allah. Dari sisi yang lain, mungkin beliau punya pengaruh dan terdapat sekelompok orang yang menisbatkan diri kepada beliau dengan semangat jahiliyah bukan dengan semangat ilmiah.” (Kaset As`ilah Syaikh Abul Hasan Musthofa as-Sulaimani lisy Syaikh al-Albani Silsilatul Huda wan Nur 1/851. Lihat pula Nasrul aziz hal 7 karya syekh Rabi’).
Syaikh ‘Abdul Muhsin sendiri mengakui bahwa Syaikh Rabi’ adalah termasuk ulama yang memiliki pengaruh besar terhadap para pemuda salafiyyin, beliau memujinya di dalam banyak hal, namun beliau juga menunjukkan ketidaksepakatannya di dalam beberapa hal, terutama tentang perbincangan terhadap sebagian ahlus sunnah. Dalam hal ini, yang dikritik oleh Syaikh ‘Abdul Muhsin adalah uslub atau cara Syaikh Rabi’ di dalam mengkritik –sebagaimana kritikan yang dilakukan Syaikh al-Albani- dan bukan dalam masalah manhaj. Demikian juga beliau mengkritik kesibukan Syaikh Rabi’ yang akhir-akhir ini lebih banyak membahas seputar individu-individu sesama ahlus sunnah, yang akhirnya dijadikan sebagai dasar wala` dan baro’ oleh para pemuda sehingga menyebabkan terjadinya fitnah perpecahan, pertikaian, percekcokan dan permusuhan.
Tidak diragukan lagi, Syaikh Rabi’ memiliki pengaruh besar di kalangan para pemuda salafiyyin. Namun ironisnya, sebagian pemuda yang mengagumi Syaikh Rabi’, jatuh kepada fanatik dan taqlid kepada beliau, dan menjadikan ucapan Syaikh Rabi’ sebagai dasar di dalam penerapan al-Wala` wal Baro`. Siapa saja yang menyelisihi pendapat Syaikh Rabi’ di dalam masalah yang sebenarnya masuk dalam ranah ijtihadiyah, maka dicela dan bahkan dibid’ahkan oleh para pemuda tersebut.
Allohumma, betapa banyak orang mengaku-ngaku punya hubungan namun pengakuannya hanya dakwaan belaka. Seorang penyair pernah berkata :
ليس الشأن أن تُحِب ولكن الشأن أن تُحَب
“Bukanlah tujuan kau mencinta namun sesungguhnya yang menjadi tujuan adalah kau dicinta”
Mahmud al-Haddad, yang dikenal sebagai peletak dasar pemikiran sesat Haddadiyah –yang saat ini banyak menggerogoti pemikiran para pemuda termasuk di Indonesia-, kepada siapa dia dulu sering mengacu? Kepada siapa dia sering menyandarkan dirinya? Kepada siapa dia dulu mengaku sebagai murid? Tidak lain dan tidak bukan adalah kepada Syaikh Rabi’ bin Hadi hafizhahullahu. Namun sungguh, ketika Syaikh Rabi’ mengetahui hakikat manhaj dan pemikiran orang ini, maka beliau berlepas diri darinya dan memperingatkan umat darinya dan dari pemikirannya.
Falih al-Harbi, Fauzi al-Bahraini, Syakib al-Jazairi dan selainnya. Lihatlah, betapa sering mereka menyatakan bahwa mereka memiliki hubungan istimewa dengan Syaikh Rabi’ bin Hadi, menyebut beliau sebagai guru atau senior mereka, menukil ucapan-ucapan beliau dan semisalnya. Namun ketika hakikat dan kedok mereka terungkap, maka Syaikh Rabi berlepas diri dari mereka dan mentahdzir dari mereka dan pemikiran mereka. Oleh karena itu pengaku-ngakuan belaka tidaklah berfaidah sama sekali. Apa gunanya mengaku mencinta apabila pengakuan cintanya itu jauh dari realita dan yang dicinta berlepas diri darinya.
Untuk itulah kami menurunkan artikel singkat ini, yang menjelaskan bahwa Syaikh ‘Abdul Muhsin tidaklah mencela ataupun mentahdzir Syaikh Rabi’. Beliau bahkan memuji Syaikh Rabi’ dan menganggapnya sebagai ulama yang mutamakkin (mumpuni). Namun, siapapun orangnya –selain Nabi- maka ia tidak ma’shum, bisa salah dan bisa benar. Syaikh ‘Abdul Muhsin melihat ada beberapa hal yang beliau tidak sepakat dengan Syaikh Rabi’, oleh karena itulah beliau menasehati Syaikh Rabi’ sebagai sikap kasih sayang dan cinta beliau kepadanya, karena nasehat itu adalah kewajiban yang harus ditunaikan kepada sesama muslim.
Berikut ini adalah tanya jawab dengan Syaikh ‘Abdul Muhsin al-‘Abbad al-Badr, pada saat pelajaran Syarh al-Arba’in an-Nawawiyah. Kaset rekaman ini dijual di toko Masjid Nabawi dan bisa didownload di alisteqama.net. Transkrip kaset ini kami dapatkan dari forum elsaha.fares.net.
نصيحة الشيخ العلامة عبد المحسن العباد لفضيلة الشيخ ربيع المدخلي
Nasehat Syaikh al-‘Allamah ‘Abdul Muhsin al-‘Abbad kepada Fadhilatusy Syaikh Rabi’ bin Hadi
Asy-Syaikh al-‘Allamah ‘Abdul Muhsin al-‘Abbad hafizhahullahu ditanya dengan pertanyaan berikut ketika beliau sedang memberikan pelajaran tentang Syarh Hadits Arba’in Nawawi :
Penanya : “Pertanyaan ini diajukan agar bisa direkam dan disebarkan sebagaimana kebalikan hal ini telah tersebar. Fadhilatusy Syaikh, sebuah isu telah disebarkan oleh sebagian orang yang memiliki penyakit hati. Mereka secara batil telah mendakwakan bahwa anda mencela (tha’n) Syaikh Rabi’ di dalam salah satu majelis anda. Kami tidak berfikir bahwa mereka sengaja melakukan hal ini melainkan untuk membuat celah dan mengadu domba diantara para ulama. Apa komentar anda mengenai hal ini dan apa tawjihat (arahan) anda kepada mereka? Kami ingin agar kaset ini dapat direkam dan disebarkan sebagai klarifikasi atas kebatilan mereka.
Syaikh :
الشيخ ربيع من المشتغلين بالعلم في هذا الزمان وله جهود جيدة وجهود عظيمة في الاشتغال بالسنَّة ، وكذلك التأليف له تآليف جيده ومفيدة وعظيمة .
Syaikh Rabi’ adalah termasuk diantara orang yang sibuk dengan ilmu di zaman ini. Beliau memiliki upaya yang baik dan upaya yang besar di dalam membahas sunnah Nabi. Demikian pula dengan karya-karya tulis beliau, adalah karya-karya tulis yang bagus, bermanfaat dan luar biasa.
Namun sayangnya, akhir-akhir ini beliau lebih banyak sibuk dengan perkara yang beliau tidak seharusnya menyibukkan diri dengannya. Akanlah lebih bermanfaat apabila beliau mau kembali menyibukkan diri dengan kesibukan di awal waktu beliau dan menekuni upaya yang lebih bermanfaat di dalam menulis. Baru-baru ini, beberapa perkara yang berkaitan dengan beliau telah terjadi dan kami tidak menyetujui akan perkara tersebut.
نسأل الله عز وجل أن يوفقنا وإياه لكل خير وأن يوفق الجميع لما تحمد عاقبته
Kami memohon kepada Alloh Azza wa Jalla agar memberikan taufiq-Nya kepada kita dan kepada beliau di dalam semua hal yang baik serta semoga Alloh memberikan taifiq-Nya kepada semuanya terhadap semua hal yang dapat menghantarkan kepada akhir yang baik.
أنا لا أطعن فيه ، ولا أحذر منه وأقول أنه من العلماء المتمكنين
Saya tidak mencela beliau dan tidak pula mentahdzirnya. Bahkan saya katakan, beliau termasuk ulama yang mumpuni.
Dan sekiranya beliau mau kembali menyibukkan diri dengan ilmu dan tetap serius menekuninya, niscaya beliau akan memberikan manfaat yang banyak. Sebelum masa ini, karya beliau terdahulu lebih banyak dibandingkan karya beliau yang sekarang.
أنا أعتبر الشيخ ربيع من العلماء الذين يُطمئن إليهم وفائدتهم كـبيرة
Kami menganggap bahwa syaikh Rabi’ adalah termasuk ulama yang kami merasa tenang (mantap) dengannya dan kemanfaatan pada diri beliau sangatlah besar.
Namun, ucapan seseorang bisa diterima dan bisa pula ditolak, tak ada seorangpun yang ma’shum (kecuali Nabi). Kami pribadi tidak menyetujui beliau di dalam beberapa masalah yang terjadi, terutama dalam masalah yang baru-baru ini terjadi berkaitan dengan fitnah yang telah menyebar dan semakin meluas. Para penuntut ilmu mulai saling menghajr satu dengan lainnya, saling bertikai dan bercekcok antara satu dengan lainnya, sebagai hasil/dampak dari apa yang tengah berlangsung antara beliau (Syaikh Rabi’) dengan selain beliau. Sampai pada puncaknya, manusia terpecah menjadi dua kubu, dan fitnah semakin menjadi luas dan mendatangkan malapetaka.
Adalah wajib atas beliau dan selain beliau untuk meninggalkan hal yang dapat melanjutkan terjadinya fitnah ini, dan juga harus (bagi mereka) meninggalkan ziyadah (tambahan) dan istimrar (terus menerus) di dalam hal ini. Mereka semua haruslah menyibukkan diri dengan ilmu yang bermanfaat, karena tanpa hal inilah (yaitu menyibukkan dengan ilmu) yang telah menyebabkan terjadinya perpecahan dan pengkotak-kotakkan ini.
نسأل الله عز وجل أن يوفقنا الجميع
Kami memohon kepada Alloh Azza wa Jalla untuk memberikan taufiq-Nya kepada kita semua.
[selesai ucapan Syaikh]
Demikianlah klarifikasi dan penjelasan Syaikh al-’Abbad, dan masih adakah mereka yang tetap mencela Syaikh Rabi’ dengan membawa perkataan Syaikh ’Abdul Muhsin al-’Abbad ini?! Atau menuduh bahwa Syaikh ’Abdul Muhsin telah mencela Syaikh Rabi’ hafizhahumallahu.
Akhirul kalam, semoga apa yang kami sampaikan ini dapat bermanfaat dan menghilangkan fitnah dan syubuhat yang ada. Semoga Alloh mempersatukan umat islam di atas sunnah dan menjadikan mereka saling berkasih sayang di atas sunnah.
و أسأل الله العلي القدير أن يوفقنا لما فيه رضاه، وأن يهدينا صراطه المستقيم، وأن يجعلنا من العاملين بشرعه، الداعين إلى دينه على بصيرة، إنه سميع مجيب
Saya memohon kepada Alloh Yang Maha Tinggi lagi Maha Berkuasa untuk memberikan kita taufiq di dalam perkara yang Ia ridhai dan menunjuki kita ke jalan-Nya yang lurus serta menjadikan kita sebagai orang yang menerapkan syariat-Nya, menyeru kepada agama-Nya di atas bashirah, sesungguhnya Ia Maha Mendengar lagi Maha Mengabulkan.
وآخر دعوانا أن الحمد لله رب العالمين
وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه أجمعين
Malang, 17 Sya’ban 1428
Silakan download artikel ini
Barakallohu fik,
Sangat bermanfaat akh
Jazakallahukhairan katsira
Assalamu’alaikum. Yang dipermasalahkan Syeikh Rabi’ aja tapi tidak pernah membahas kesalahan atau kekeliruan Abdul Rahman Abdul Khaliq yang telah ditahdzir itu.Apakah itu adil namanya? Bukankah dia juga tidak ma’shum dan telah jelas kesalahannya yang tidak sepatutnya diikuti bahkan disanjung2 terus orangnya, padahal dah jelas salah. Bahkan dialah penyebab perpecahan ahli sunnah di Indonesia. Apa Antum masih belum tahu? atau belum terima?
Astaghfirulloh……..afwan kalau komentarnya agak emosi ya…akh. Habis, itulah uneg2 ana.