GHADIR KHUM ANTARA KEYAKINAN SYIAH DAN AHLUS SUNNAH
GHADIR KHUM
ANTARA KEYAKINAN SYIAH DAN AHLUS SUNNAH
Oleh Abu Salma al-Atsari
Rasulullah yang mulia Shallallahu ‘alahi wa ‘ala Ali wa Salam pernah bersabda :
من كنت مولاه فعلي مولاه, اللهمّ والى من واله وعادى من عاداه
”Barangsiapa yang menganggap aku sebagai walinya, maka (aku angkat) Ali sebagai walinya, Ya Allah, dukunglah siapa saja yang mendukungnya (Ali)dan musuhilah siapa saja yang memusuhinya.”
Dari hadits di atas, kaum Syi’ah mengklaim bahwa ’Ali-lah yang berhak atas wilayah (kekuasaan khilafah) setelah wafatnya Rasulullah yang mulia ’alaihi ash-Sholatu was Salam, benarkah demikian? Mari kita telusuri keabsahan hadits ini dan kesimpulannya…
TAKHRIJ HADITS GHADIR KHUM
من كنت مولاه فعلي مولاه, اللهمّ والى من واله وعادى من عاداه
”Barangsiapa yang menganggap aku sebagai walinya, maka (aku angkat) Ali sebagai walinya, Ya Allah, dukunglah siapa saja yang mendukungnya (Ali)dan musuhilah siapa saja yang memusuhinya.”
Hadits di atas warid dari banyak thuruq (jalur periwayatan) dari jama’ah Shahabat, seperti :
-
Zaid bin Arqam Radhiallahu ‘anhu.
-
Sa’ad bin Abi Waqqash Radhiallahu ‘anhu.
-
Buraidah bin al-Hashib Radhiallahu ‘anhu.
-
‘Ali bin Abi Thalib Radhiallahu ‘anhu.
-
Abu Ayyub Al-Anshari Radhiallahu ‘anhu.
-
Al-Barra’ bin ‘Aazib Radhiallahu ‘anhu.
-
Abdullah bin ‘Abbas Radhiallahu ‘anhu.
-
‘Anas bin Malik Radhiallahu ‘anhu.
-
Abu Sa’id Al-Khudri Radhiallahu ‘anhu.
-
Abu Hurairah Radhiallahu ‘anhu.
Tafshil (perincian) thuruqil hadits
I) Hadits Zaid bin Arqam Radhiallahu ‘anhu. Padanya 5 thuruq :
Pertama : Dari Abi Thufail yang dikeluarkan oleh Nasa’i dalam Khoshoish ‘Ali hal 15, Hakim (III/109), Ahmad (I/118), Ibnu ‘Abi ‘Ashim (1365), Thabrani (hal. 4969-4970).
Berkata al-Hakim : “Shahih atas syarat Syaikhaini.”
Al-Albani berkata : “Dzahabi mendiamkannya, di sanadnya terdapat Habib, dan ia adalah Mudallis, dan ia ber’an’anah. Namun hadist ini tak bersendirian, karena ia memiliki penyerta.” Diantaranya adalah :
-
Dari Fithr bin Khalifah yang dikeluarkan oleh Ahmad (IV/370), Ibnu Hibban dalam shahihnya 2205, Ibnu Abi ‘Ashim (1367,1368) dan Thabrani (4968).
Albani berkata : “Shahih menurut syarat Bukhori”.
Berkata al-Haitsami dalam Majmu’ (IX/104) : “Hadits ini diriwayatkan oleh Ahmad, dan rijalnya shahih kecuali Fithr bin Khalifah, ia adalah Tsiqah.”
-
Dari Salamah bin Kuhail yang dikeluarkan oleh Turmudzi (II/298) dan ia berkata : “Hadits Hasan Shahih”.
Al-Albani berkata : “Isnadnya Shahih atas syarat syaikhaini”
-
Dari Harits bin Jubair dan ia adalah orang yang dha’if, dikeluarkan oleh Thabrani (4971)
Kedua : Dari Maimun Abi Abdillah yang dikeluarkan Ahmad (IV/372) dan Thabrani (5092) dari jalan Abu Ubaid, dikeluarkan Nasa’ i (hal 16) dari jalan A’masy dan ‘Auf keduanya, dari Maimun tanpa lafadh “Allahumma waali…”.
Berkata Maimun, “Menceritakan kepadaku sebagian kaum dari Zaid bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda, Allahumma…dst”.
Berkata Haitsami : “Diriwayatkan Ahmad dan Bazzar, pada sanadnya terdapat Maimun Abu Abdullah Al-Bishri, Ibnu Hibban mentsiqahkannya namun jama’ah (Muhaddits) mendhaifkannya”.
Albani berkata : “Hakim menshahihkannya” (III/125).
Ketiga : Dari Abu Sulaiman (Al-Mu’adzdzin) yang dikeluarkan oleh Ahmad (V/370).
Abul Qasim Hibatullah Al-Baghdadi dalam bagian kedua ‘Al-Amaaliy’ (20/2), ia berkata : “Hadits hasan matannya shahih”.
Berkata Haitsami (IX/107) : “Diriwayatkan Ahmad, pada sanadnya terdapat Abu Sulaiman, dan aku tak mengetahuinya kecuali (jika yang dimaksud) adalah Basyir bin Sulaiman, (jika benar ia), maka ia adalah orang yang tsiqah dan sisanya adalah perawi tsiqah.”
Adapun Abu Israil adalah Ismail bin Khalifah, di dalam ‘At-Taqrib’ dinyatakan ia adalah ‘shaduq sedikit hapalannya’.
Albani mengatakan : “Hadits ini hasan dengan syawahid.”
Keempat : Dari Yahya bin Ju’dah yang dikeluarkan oleh Thabrani (4986) dan rijalnya tsiqat.
Kelima : Dari ‘Athiyah Al-‘Aufiy yang dikeluarkan oleh Ahmad (IV/368) dan Thabrani (5068-5071), dan rijalnya tsiqat termasuk rijal Muslim kecuali ‘Athiyah, ia adalah dha’if.
II) Hadits Sa’ad bin Abi Waqqash, padanya terdapat 3 thuruq:
Pertama : Dari Abdirrahman bin Sabith secara Marfu’ yang dikeluarkan oleh Ibnu Hibban (121), berkata Al-Albani : “Isnadnya shaih”.
Kedua : Dari Abdul Wahid bin Aiman, dari ayahnya yang dikeluarkan oleh Nasa’i (Khashaish hal 16), Isnadnya Shahih, Rijalnya Tsiqat.
Ketiga : Dari Khaitsamah bin Abdirrahman yang dikeluarkan oleh Hakim (III/116) dari jalan Muslim Al-Mala`i, berkata Dzahabi dalam ‘Talkhish’ : “Hakim mendiamkan keshahihannya dan Muslim (al-Mala`i) adalah matruk”.
III) Buraidah bin Al-Hashib, padanya terdapat 3 thuruq :
Pertama : Dari Ibnu Abbas, dikeluarkan oleh an-Nasa’i dan Hakim (III/110), Ahmad (V/347) dari jalan Abdul Malik bin Abi ‘Athiyah, ia berkata, mengabarkan pada kami Hakim dari Sa’id bin Jubair dari Ibnu ‘Abbas.
Albani berkata : “isnadnya shahih menurut syarat syaikhain”.
Kedua : Dari Ibnu Buraidah, dari ayahnya, dikeluarkan oleh Nasa’i dan Ahmad (V/350,358,361).
Albani berkata : “Isnad ini shohih menurut syarat Syaikhaini atau Muslim, jika Ibnu Buraidah yang dimaksud adalah Abdullah, maka ia termasuk rijalnya syaikhaini, jika yang dimaksud adalah Sulaiman maka ia termasuk rijalnya Muslim.”
Dikeluarkan pula oleh Ibnu Hibban (2204).
Ketiga : Dari Thawus dari Buraidah tanpa lafadh “Allahumma…”, dikeluarkan oleh Thabrani dalam ‘Ash-Shaghir’ no 171 dan ‘Al-Awsath’ (341) dari 2 jalan dari Abdurrazaq dengan 2 sanad dari Thawus dan rijalnya tsiqat.
IV) Ali bin ‘Abi Thalib, padanya 9 thuruq :
Pertama : Dari ‘Amr bin Sa’id, dikeluarkan oleh Nasa’i dari jalan Haani’ bin Ayyub dari Thawus (asalnya Thalhah) dari ‘Amr bin Sa’id (asalnya Sa’d).
Albani mengatakan : “Hani’ sebagaimana dikatakan Ibnu Sa’d, padanya kelemahan, namun Ibnu Hibban menyebutnya dalam ‘Ats-Tsiqat’.”
Kedua : Dari Zadzan bin Umar, dikeluarkan oleh Ahmad (I/87), Ibnu ‘Abi ‘Ashim (1372) dari jalan Abu Abdurrahman Al-Kindi.
Albani berkata : “Al-Kindi aku tak mengetahuinya.”
Haitsami berkata : “Diriwiyatkan Ahmad dan sanadnya terdapat rijal yang tak kukenal.”
Ketiga dan Keempat : Dari Said bin Wahb dan Zaid bin Yutsi’, dikeluarkan oleh Abdullah bin Ahmad dalam Zawa’id ‘Al-Musnad’ (I/118) dan darinya Adh-Dhiyaa’ Al-Muqoodisi dalam Al-Mukhtarah (406) dari jalan Syarik dari Ibnu Ishaq dari keduanya dan dikeluarkan oleh Nasa’i (16), namun tanpa menyebutkan Sa’id bin Wahb dalam sanadnya.
Albani berkata : “Syarik adalah Abdullah Al-Qadhi dan dia sedikit hafalannya, haditsnya jayyid jika disertai syawahid, dan telah disertai hadits Syu’bah oleh Nasa’i (16) dan Ahmad (V/366).”
Kelima : Dari Syarik juga, dari Abu Ishaq, dari Amir, dengan tambahan, “Wan-shur man nashorohu wakhdzul man khodzalahu”. Dikeluarkan oleh Ibnu Hatim (III/1/232).
Keenam : Dari Abdurrahman bin Abu Laila, tanpa tambahan, “Wanshur…”. Dikeluarkan oleh Abdullah bin Ahmad (I/119) dengan jalan Yazid bin Abu Ziyad dan Samak bin ‘Ubaid bin Walid al-Abbasi.
Albani berkata : “Hadits ini shohih dengan mengumpulkan 2 jalan darinya.”
Ketujuh dan Kedelapan : Dari Abu Maryam dan orang-orang yang bermajlis dengan ‘Ali bin Abi Thalib, dikeluarkan oleh Abdullah (I/152) dari Nu’aim bi Hakim dan orang-orang yang bermajlis dengan Ali. Sanadnya laa ba’sa bihi dengan penyertanya. Abu Maryam adalah Majhul sebagaimana dalam at-Taqrib.
Kesembilan : Dari Thalhah bin Musharrif, dikeluarkan oleh Ibnu ‘Abi ‘Ashim (1373) dengan sanad yang dha’if, dan ia adalah Muhajir bin ‘Umairah, demikianlah dalam ‘al-Jarh wat Ta’dil’ (IV/1/261) dari riwayat ‘Adi bin Tsabit Al-Anshari darinya. Dan tidaklah disebutkan padanya jarh maupun ta’dil, demikian pula pada ‘Tsiqaat Ibnu Hibban’ (III/256).
V) Abu Ayyub Al-Anshari, meriwayatkan padanya Riyah bin Al-Harits.
Dikeluarkan oleh Ahmad (V/419) dan Thabrani (4052,4053) dari jalan Hinsy bin Al-Harits bin Laqith an-Nakha’I dari Riyah bin al-Harits.
Albani berkata : “Sanadnyanya jayyid dan rijalnya tsiqat”.
Haitsami berkata : “Diriwayatkan Ahmad dan Thabrani, dan rijalnya Ahmad tsiqat.”
VI) Al-Barra’ bin’Aazib, meriwayatkan padanya ‘Adi bin Tsabit.
Dikeluarkan oleh Ahmad dan putranya dalam Zawaid-nya (IV/281) dan Ibnu Majah (116) secara ringkas dari jalan Ali bin Zaid dari ‘Adi bin Tsabit. Rijalnya Tsiqat dan semuanya rijalnya Muslim kecuali Ali bin Zaid dan ia adalah Ibnu Jud’an dan ia adalah Dha’if.
VII) Ibnu ‘Abbas, meriwayatkan darinya ‘Amr bin Maimun secara Marfu’ tanpa tambahan.
Dikeluarkan oleh Ahmad (I/330-331) dan Hakim (III/132-134), ia berkata : “Isnadnya shahih dan Dzahabi mensepakatinya”.
VIII), IX) dan X) Anas bin Malik, Abu Sa’id Al-Khudri dan Abu Hurairah.
Meriwayakan dari mereka ‘Amirah bin Sa’d. Dikeluarkan oleh Thabrani dan ‘ash-Shaghir’ (hal 33 no 112) dan dalam ‘al-awsath’ (no 2442) dari Ismail bin Amr, Mas’ar menerima dari Thalhah bin Mushrif dari ‘Amirah bin Sa’d, ia berkata, tidaklah diriwayatkan dari Mas’ar kecuali Isma’il.
Albani berkata : “Ia adalah dha’if” karenannya Haitsami berkata (IX/108) setelah dengan cerdiknya beliau menjama’nya, “dalam isnadnya layyin”.
Albani berkata : “Namun dikuatkan oleh thuruq lainnya dari Abu Hurairah dan Abu sa’id Al-Khudri, dan selain keduanya dari sahabat Nabi.”
Adapun Hadits Abu Hurairoh, meriwayatkan darinya Ikrimah bin Ibrahim al-‘Azdiy, menceritakan padaku Idris bin Yazid al-‘Awdiy dari ayahnya. Dikeluarkan oleh Thabrani dalam al-Awsath (1105) dan ia berkata, tidak diriwayatkannya dari Idris kecuali Ikrimah.
Albani berkata : “Ia adalah dha’if”.
Adapun Hadits Abu Sa’id, meriwayatkan padanya Hafsh bin Rasyid, menerima Fudhail bin Marzuq dari ‘Utbah dari ayahnya, dikeluarkan oleh Thabrani dalam al-Awsath (8599), dan ia berkata : “Tidak meriwayatkannya dari Fudhail melainkan Hafsh bin Rasyid”.
Albani berkata : “Hadits ini memiliki banyak thuruq” dan beliau mengumpulkan thuruqul haditsnya dan mentashhihnya.
Beliau berkata lagi : “Jika kalian telah mengetahui hal ini, sesungguhnya saya terdorong untuk menjelaskan perkataan atas hadits ini dan menerangkan keshahihannya, dikarenakan aku melihat Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah, dimana beliau telah mendha’ifkan bagian pertama dari hadits ini dan adapun bagian kedua beliau menuduhnya dusta (lihat ‘Majmu’ Fatawa’ (IV/417-418)). Hal ini termasuk diantara sikap berlebih-lebihannya beliau, dan menurut asumsiku/perkiraanku hal ini disebabkan karena ketergesa-gesaan beliau dalam mendha’ifkan hadits ini sebelum menjama’ thuruqnya dan meneliti secara mendalam terhadapnya. Wallahul Musta’an!”
Kesimpulan : Hadits di atas shahih setelah pengumpulan thuruqul hadits-nya.
TANBIH (PERINGATAN PENTING) :
Imam Albani berkata : “Adapun yang disebutkan oleh Syi’ah dalam hadits ini dengan tambahan lafazh yang lain, bahwasanya Nabi bersabda, “Sesungguhnya ia adalah khalifahku sepeninggalku nanti”, maka lafazh (tambahan) ini tidak shahih dari segala penjuru/sisi, bahkan padanya memiliki kebathilan yang banyak, yang menunjukkan kejadian/peristiwa tersebut di atas kedustaan.
Seandainya memang benar Nabi bersabda demikian, pastilah akan terjadi, karena tidaklah beliau mengucapkan sesuatu melainkan dari wahyu yang diwahyukan oleh Allah dan Allah tak pernah menyelisihi perkataannya/janjinya.”
Dan telah dikeluarkan hadits-hadits dusta ini dalam kitab lainnya milik Imam Albani, yakni ‘adh-Dha’ifah’ (4923,4932).
Lucunya, dengan hadits dusta dan munkar ini, syi’ah mengklaim bahwa ‘Ali adalah khalifah setelah Rasulullah, sedangkan Abu Bakar dan Umar mengkhianati Ali dan mengkhianati sabda Rasulullah dengan merampas hak wilayah Ali, maka sungguh mereka (syi’ah) itu telah melakukan:
-
Kedustaan atas nama Allah dan Rasul-Nya.
-
Kedustaan atas nama Ali dan sahabat-sahabatnya.
-
Mengingkari firman Allah subhanahu wa Ta’ala bahwa tidaklah Muhammad itu berkata kecuali dari wahyu yang diwahyukan.
-
Mendustakan kebenaran sabda Nabi.
-
Menuduh Allah Ta’ala tidak amanah dengan perkataan dan janji-Nya.
-
Menuduh Rasulullah berdusta karena sabdanya tidak terlaksana.
-
Menuduh, menfitnah dan mencela sahabat-sahabat Rasulullah yang mulia.
-
Mendustakan hadits-hadist Nabawi yang shohih.
-
Mengada-adakan sesuatu di dalam Islam yang tak pernah dituntunkan oleh Allah dan Rasul-Nya.
-
Mengkafirkan sahabat Rasulullah, melaknat mereka dan mengkafirkan ahlus sunnah wal jama’ah.
Maka wajib atas kita, baro’ terhadap kesesatan dan kekufuran mereka (syi’ah) atas tuduhan dan pengada-adaan yang mereka lakukan di dalam dien ini.
Allahumman-shur man nashoro dien wakh-dzul man khadzalahu.!!!
Ya Alloh tolonglah hamba-Mu yang membela agama-Mu dan hinakanlah mereka yang menghinakan agama-Mu
(diringkas dari Silsilah al-Ahadits ash-Shahihah IV/330-334/1750)
tidak ragu lagi bahwa syi’ah-lah penyebar subhat dan fitnah di tengah-tengah umat. waspadalah terhadapnya!
agama syi’ah sudah meracuni umat.mereka sudah masuk ketengah-teggah generasi muda islam di indonesia
agama kafir syi’ah lebih buruk perangainya dari seekor serigala yang kelaparan
Ass, Wr, Wb,
Hadits Ghadir Khum dikatagorikan sebagai hadits mutawatir oleh hampir seluruh imam hadits. Dengan kata lain ini merupakan suatu hujjah yang qathi. Jadi bila saudara-saudara kita dari kalangan syi’ah memiliki pandangan yang berbeda dengan kita dalam menyikapi hadits ini, itu merupakan ikhtilaf, jangan dijadikan sumber fitnah !!!
kalau kita memandang persamaan kita akan tenang !, kalu kita mencari-cari perbedaan akan timbul keresahan dalam jiwa. hal mana akan menimbulkan gejolak yang biasanya timbul suatu penolakan kemudian kemarahan dan berikutnya kebencian dan bermuara pada permusuhan, naudzubillah min dzalik!!!.
Permusuhan diantara Islam akan memperkuat musuh-musuh Islam, apakah kita terlibat dalam memperkuat musuh-musuh Islam ?, naudzubillah min dzalik!!!.
Kebetulan ‘pahlawan’ Islam sekarang ini adalah seorang syi’ah yaitu Sayyid Hassan Nashrullah ( semoga Allah memanjangkan umurnya dalam keberkahan agar dapat menjadi panutan bagi tokoh-tokoh Islam lainnya dalam memperjuangkan kalimat Syahadat. Orang ini merupakan idola bagi pemuda-pemuda Islam diseluruh dunia saat ini termasuk saya sendiri.
Saya menghimbau seluruh ulama Islam untuk mengedepankan persatuan Islam dari pada perbedaan dan kalau mau berbicara “keras” mengenai perbedaan, tolong dilakukan di tingkat ulama dalam forum tertutup, bukan menjadi konsumsi publik yang akhirnya menimbulkan kebingungan umat, perpecahan Islam dan akhirnya melemahkan Islam itu sendiri.
Wassalam
Assalamu’alaikum warohmatullahi wabarokatuh
Pak Abu Salma boleh mengoment di sini di luar bahasan ini. begini ada yang ganggu pada kata syahadat : ditulis (aduh keyboardnya tak arabicsupport nih di warnet sih) kata “wa asyhadu anna muhammadan al-rosulullah” ditulisnya tanpa alif setelah huruf dal. bukankah setelah Anna itu nasab kok tak beralif dalnya…
Lalu di halaman About me : ditulis “wulidtu ana” bukankah sebaiknya “ana” tidak usah ditulis… makasih mas ikhsan.
saya kopipastekan teks antum:
yang perlu diperbaiki…
إن الحمد لله نحمده ونستعينه ونستغفره ، ونعوذ بالله من شرور أنفسنا ومن سيئات أعمالنا ، من يهده الله فلا مضل له ، ومن يضلل فلا هادي له ، وأشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له ، وأشهد أن محمد عبده ورسوله أما بعد
maaf dua kali koment
Takhrij diatas menunjukkan bahwa hadits tersebut adalah mutawatir. Kalau tidak mutawatir itu adalah shahih yang kuat.
Masalah utama yang saya kemukakan adalah : jangan memperkuat musuh-musuh Islam dengan memecah belah, perbedaan harus disikapi secara arif, “Jangan sampai kebencianmu pada suatu kaum membuatmu berlaku tidak adil pada mereka”, apalagi hal tersebut akan merugikan umat Islam secara !!
Mohon dalam berdakawah gunakan cara ‘bil ihsan’
Maaf, Wassalaam.
sangat tidak masuk akal pembahasan pembahasan antara syiah dan ahlus sunah ini. 2 golongan kaum muslimin saling menghujat satu sama lain. orang orang syiah mengatakan yg tidak percaya 12 imam kafir, yg sunah mengatakan yg percaya 12 imam kafir.
setahu saya aliran islam yg benar adalah yang tidak pernah mengkafirkan sesama kaum muslimin. siapa kaum muslimin?? selama dia mengucapkan ” la ila ha ilallah, muhamad rasulalllah” dan membenarkan dengan hati. melaksanakan sahalat 5 waktu, puasa di bulan ramadhan, membayar zakat, dan pergi haji bila mampu. mereka itulah kaum musimin! barang siapa yg mengkafirkan salah satu dari mereka maka, mereka itulah pemecah belah umat.
masalah keyakinan imamiyah, masalah masing masing. mau percaya 12 imam, ya silahkan. nggak percaya ya silahkan juga.
menghina sahabat rasul juga gak apa apa, nanti mereka sendiri yang akan menanggung akibatnya di padang masyhar. itu urusan mereka dengan tuhannya, bukan urusan kita.kita hanya wajib mengingatkan tidak lah boleh sesama manusia menghujat yang lain, jangankan sahabat rasul, orang kafir pun tidak boleh kita laknat.
tapi buat saya yang terpenting adalah menghadapi musuh musuh yang nyata seperti pembantaian rakyat irak yg dilakukan oleh kaum kafir non muslim. pembantaian bangsa palestina oleh kaum yahudi. itu yg lebih penting di hadapi dari pada ribut terus urusan syaih dan sunni.
mengenai urusan agama islam, saya tidak peduli labelnya apa selama itu menyembah allah ta’ala dan melakukan sunah rasul yang dibawa oleh kalangan dzuriat rasul (habaib). itulah yang saya laksanakan. menurut keyakinan saya tidak akan ada aliran yang benar kecuali yg dibawa oleh kalangan dzuriat rasul.
jadi……tidak perlu lah kita menghujat syiah ataupun sunnah. ke dua dua nya menurut saya ambil yg baiknya buang yg jeleknya. gak usah ribut ribut.
melihat tulisan tulisan anda saya jadi teringat semua buku yg saya baca mengenai jamannya imam ali dan muawiyah bi abu sofyan. cuma sayang….saya melihat anda berada dikalangan muawiyah bin abu sofyan.
insya alaah anda mendapat hidayah. amin…..
rifai Berkata:
April 14th, 2007 pada 12:41 pm
…..mengenai urusan agama islam, saya tidak peduli labelnya apa selama itu menyembah allah ta’ala dan melakukan sunah rasul yang dibawa oleh kalangan dzuriat rasul (habaib). itulah yang saya laksanakan. menurut keyakinan saya tidak akan ada aliran yang benar kecuali yg dibawa oleh kalangan dzuriat rasul.
jadi……tidak perlu lah kita menghujat syiah ataupun sunnah. ke dua dua nya menurut saya ambil yg baiknya buang yg jeleknya. gak usah ribut ribut….
Komentar saya ::
1/ “menurut keyakinan saya tidak akan ada aliran yang benar kecuali yg dibawa oleh kalangan dzuriat rasul” –> apa dalilnya khusus dzuriat (keturunan) rasul saja yang benar itu?
2/ “ke dua dua nya menurut saya ambil yg baiknya buang yg jeleknya” –> justru Abu Salma menerangkan jeleknya syi’ah untuk dijauhi, akhi.
maaf akh,
seperti biasanya saya hanya mengingatkan….,hati2 dengan pengkafiran……,ingat lho banyak hadis2 yg terdapat pada shahihain dan musnad2 yg perawinya dari kalangan syia’h…..!!!, klo anda mengkafirkan syiah seharusnya anda tidak menggunakan riwayat2 dari mereka…., dan ingat pula bahwa pengkafiran itu berarrti halalnya darah untuk di tumpahkan……,makanya berhati2 hatilah dalam pengkafiran……….,
wallahu a’lam…
maaf yg pasti dari awal anda tidak mengatakan rafidhah, zaidyah,muttaham,tasasyu’ dadn lain sebagainya……,anda hanya mengatakan syiah….,bahkan salah satu judul di blog anda adalah “agama syia’h” iya kan…..? anda tidak lagi membeda-bedakan mereka syiah yg mana……?? untuk membuktikan rawi2 dari golongan syiah…..,segera saya berikan, insya allah..
Apa anda sudah buktikan secara otentik. kok gampang sekali mengkafirkan sesama muslim…
Imam Ibnu Hazm ketika berada di Andalusia (Spanyol) pd abad 4 H.Beliau mengkritik bahwa Taurat dan Injil telah berubah. Maka para pendeta memprotes dan mendatangi Imam Ibnu Hazm dan berkata “Islam juga telah mengubah al-Qur’an”, Imam Ibnu Hazm berkata,”Yang mana?” , “Itu syi’ah meyakini al-Qur’an telah diubah”. Dg tegas Imam Ibnu Hazm mengatakan “SYI’AH TIDAK TERMASUK DALAM ISLAM”, akhirnya pendeta itu pulang dg tangan hampa.[file kajian “Aqidah Syi’ah” oleh Ust. Abdul Hakim]
Pada tahun 1980-an Hizbulloh yang syi’ah dibantu oleh AMAL, sebuah fraksi org syi’ah, membantai pengungsi Palestina di kamp2 pengungsi di Libanon
utk lebih lengkapnya silahkan tonton VCD “Lebanon vs Israel” bersama Ust. Armen Halim Naro dan Ust. Abuz Zubeir, Pekanbaru.
Iran(Syi’ah) dan Amerika ibarat dua mata uang. sama2 MUSUH ISLAM.
afwan……
seperti janji saya untuk memberikan perawi2 syiah yg diambil oleh para ahli hadits sunni, diantaranya..:
1.Thawus ibn Kisah al-Yamani = Dalam at-Tahdzib, Ibn Hajar menyatakan bahwa Thawus sempat bertemu lima puluh orang sahabat. Ulama hadits juga sepakat bahwa Thawus adalah seorang yang jujur, adil, tsiqat, dzabit, taqwa, zuhud, dan banyak ibadahnya. Mereka menerima hadits Thawus yang bersumber dari ‘A’isyah, ‘Umar dan ‘Ali. Karena itulah, ulama hadits, Ashabus-Sittah meriwayatkan haditsnya.
[truncated]
Saya setuju dengan pa Indira bahwa hadis Ghadir Khum tidak perlu diragukan lagi karena telah mencapai derajat sahih seperti juga dinyatakan dalam tulisan tersebut diatas. Memang hadis tersebut tidak ada dalam sahih Bukhari dan Muslim. Tapi tidak adanya di Bukhari Muslim tidak menjadikan hadis tsb tidak sahih. Sahih Bukhari dan Muslim bukan penentu sahih tidaknya suatu hadis. Kalau tolok ukurnya AlQuran maka derajat kitab2 hadis selain Bukhari Muslim tidak berada dibawah Sahih Bukhari Muslim.
Hadis Ghadir Khum terdapat dalam kitab2 : al-Mustadrak, Musnad Ibnu Hambal, AlBidayah wal Nihayah, Sunan Ibnu Majah, al-Khasa’is an-Nasa’i, Mishkat al-Masabih, Majma alZawa’id, alMusanaf, Sahih Ibnu Hibban, Tarikh Baghdadi, Kanzul Ummal, Nawadir al Usul Tirmizi, al-Manaqib dan masih banyak kitab2 lainnya dengan banyak jalur.
Namun dalam tulisan tsb dikatakan bahwa Syi’ah menggunakan hadis yang dhaif bahkan maudhu dengan adanya “tambahan” lafadz “Sesungguhnya ia adalah khalifahku sepeninggalku nanti” yang pada kenyataannya tidak terjadi.
Terlepas dari sahih atau dhaifnya hadis yang digunakan Syi’ah menurut saya lafadz tsb tidak mesti terjadi secara de facto. Kalaupun lafadz “tambahan” tsb dibuang, kata2 Nabi yang berbunyi : “Man kunta maulahu fa ‘ali maulahu” tetap saja tidak bisa diotak-atik menjadi makna yang lain.
Artinya kalau Nabi mengatakan dirinya “maula”nya kaum muslimin berarti pengertian “maula” di situ mencakup semua tugas-tugas dan wewenang yang diembankan/diberikan Allah kepada beliau dalam mengurus dan membimbing umat yang mencakup aspek spiritual dan keduniaan, maka pengertian “maula” yang melekat pada Ali juga seharusnya mempunyai makna yang sama dengan pengertian “maula” yang melekat pada Nabi saw.
Sangat lucu apabila “maula” diartikan sebagai “penolong” atau “pelindung” kaum muslimin tanpa wewenang apa2. Kalau diartikan seperti itu maka peristiwa pengumpulan massa di Ghadir Khum oleh Nabi untuk suatu maklumat yang sangat penting sepertinya sia-sia.
Terlepas dari kontroversi masalah suksesi pasca wafatnya Nabi Muhammad saw yang sudah cukup banyak memakan energi umat Islam, sejalan dengan pendapat pa Indira dan pa Ridho saya hanya ingin menyampaikan bahwa di tengah usaha berbagai pihak di kalangan Islam untuk menyatukan langkah dalam menghadapi kaum Zionis, membuat tulisan yang bernada provokasi dan menghujat mazhab/kelompok tertentu tentu sangat merugikan umat Islam secara keseluruhan dan sebaliknya sangat menguntungkan pihak musuh2 umat Islam.
Adanya perbedaan dalam penafsiran/pemahaman dalam Islam adalah suatu keniscayaan dan hal yang wajar, sebagai akibat kemelut berkepanjangan yang melanda umat Islam pasca wafatnya Nabi yang mengkristal dalam dua mazhab besar Sunni dan Syi’ah.
Saya tidak sependapat dengan Abu Salma yang menyikapi perbedaan ini dengan semangat penghujatan yang berlebihan dan tanpa mau memahami argumentasi pihak yang dihujatnya. Salah satu contoh adalah masalah sahabat. Pihak Sunni biasanya menuduh Syi’ah mengkafirkan semua sahabat. Dari data2 yang saya akses baik dari website maupun buku2nya, juga dari ayat2 AlQuran dan Hadis itu sendiri, ada beberapa hal yang perlu diluruskan.
1. Adanya anggapan bahwa SEMUA sahabat itu adil adalah bertentangan dengan AlQuran dan Hadis. Bagaimana mungkin kita bisa mengatakan SEMUA sahabat itu adil padahal AlQuran banyak mengecam kelakuan SEBAGIAN para sahabat. Umpamanya saja AlQuran mengecam sebagian sahabat yang lari dari medan peperangan (3 : 153). Lebih senang dengan permainan dunia dan perdagangan (62 : 11). Ketika Nabi wafat, sebagian besar berbalik kembali ke kehidupan jahiliyyah (3 : 144). Begitupun dalam hadis2 kita dapatkan suatu fakta bahwa sebagian para sahabat melakukan perubahan terhadap Sunnah Rasul.Kita kutip umpamanya hadis no. 578 dari Sahih Bukhari sbb :”Dari Abdullah bahwa Nabi Saw bersabda : “Aku akan mendahului kalian di Haudh dan sebagian dari kalian akan dibawa di hadapanku. Kemudian mereka dipisahkan jauh dariku. Aku akan bersabda: Wahai Tuhanku, mereka itu adalah para sahabatku. Maka dijawab:”Sesungguhnya anda tidak mengetahui apa yang dilakukan oleh mereka sepeninggal anda (innaka la tadri ma ahdathu ba’da-ka)”.
Bahkan AlQuran menyediakan suatu Surat khusus yang diberi nama AlMunafiqun. Sering orang mencampur-adukkan orang2 munafik dengan orang2 kafir yang jelas2 menjadi musuh Nabi seperti Abu Jahal, Abu Sofyan, Mughirah dsb. untuk melindungi para sahabat. Padahal pengertiannya sudah amat jelas. Orang kafir ada di depan kita dan nyata. Sedangkan orang munafik ada di dalam kelompok kita, kadang2 di belakang kita (musuh dalam selimut). Artinya setiap hari ikut berkumpul dengan Nabi.
2. Istilah pengkafiran semua sahabat mungkin tidak tepat. Yang tepat sesuai fakta adalah pengecaman terhadap sebagian sahabat dan ini AlQuran sendiri yang mengecam.
3. Yang berpendapat semua sahabat tidak adil/kafir adalah kaum Khawarij.
Jadi yang diperlukan dalam hal ini adalah sikap proporsional dalam menilai sahabat. Kalau memang kita membela seluruh sahabat, kenapa ketika sahabat utama, sepupu dan mantu Nabi, yakni Ali bin Abi Talib ketika dilaknat oleh Muawiyah dan para penguasa Dinasti Bani Umayyah selama 70 tahun sama sekali tidak bereaksi alias bungkam ? Bukankah ini sama juga dengan pengkafiran sahabat ?
Begitupun isteri2 Nabi tidak semuanya baik. Ada yang setia kepada nabi dan ada pula yang menyakiti Nabi dan condong kepada ke duniaan (lihat Surat Ahzab dan Hujurat). Bahkan dalam Surat Al Ahzab atau Al Hujurat Nabi pernah mengancam akan menceraikan isteri2nya protes dan yang condong kepada dunia.
Saya kira selama pendapat2 dari mazhab apapun dalam Islam yang mempunyai landasan yang kuat kiranya tidak perlu disikapi dengan reaksi yang berlebihan dan provokatif. Buatlah tulisan yang kritis, ilmiah dan obyektif.
Belajarlah dari Salahuddin Al Ayubi, sebelum berhasil merebut palestina dari tangan Salibis, Salahuddin Al Ayubi terlebih dahulu memusnahkan Kerajaan Syiah Fatimiyah / Ubeidiyah.
Kenapa?? Karena Syiah adalah musuh dalam selimut. Mereka mencari – cari kesempatan memusnahkan ahlu sunnah dengan segala cara. Sebagaimana pengkhianatan mereka terhadap Daulah Khalifah Ahlul Bait Bani Abbasyiah yang membawa pasukan Tartar menguasai Baghdad seperti yang dilakukan Iran yang membawa Amerika ke Irak.
Contohlah Arab Saudi yang belajar dari Salahuddin Al Ayubi yang tidak mengakui perjuangan palsu Hizbullah (Hizbut Syaithon). Sekte Syiah 12 Imam atau Syiah Rafidhah meyakini tidak ada jihad dalam bentuk apapun sampai datang Imam ke-12 mereka, muncul dari goa. Jadi dengan jelas jihadnya Hizbullah adalah taqiyah.
Jangan salah, revolusi yang di pimpin oleh Khomeini adalah Revolusi Syiah 12 Imam bukan Revolusi Islam.
assalamu’alaikum
ustadzabu salma,,,dalam masalah ini saya sependapat dengan saudara ustadz,,,syiah imamiah dan rafidhah adalah beda aqidah, wong rukun imannya saja beda..bagi kalangan santren dan kawulo NU lainnya,,,
sepertinya jangan melupakan kitab ini :
Download Kitab As Shawaiq al Muharriqah ala’ ahli Rafdh wa dhallal wa zindiq – Imam Ibnu Hajar al Haitami (bahasa Arab) :
http://read.kitabklasik.co.cc/2009/07/al-shawariq-al-muharriqah-ala-ahli-al.html
siapa tidak kenal beliau ulama mazhab syafii yang tidak asing lagi di kalangan santri…