PENYEGERAAN KEHANCURAN BAGI PARA PENENTANG RASUL
PENYEGERAAN KEHANCURAN BAGI PARA PENENTANG RASUL
Oleh
Syaikh Abdul Malik bin Muhammad Al-Jazairi
Sebagaimana (keadaan orang-orang) yang mengikuti para rasul akan mendapat pertolongan, demikian pula orang-orang yang menyelisihi para rasul akan mengalami kehinaan dan kekalahan. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman.
“Artinya : Sesungguhnya orang-orang yang menentang Allah dan RasulNya, mereka termasuk orang-orang yang sangat hina” [Al-Mujadalah : 20]
Dan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
“Artinya : …. Dan Allah jadikan kehinaan dan kekalahan bagi orang yang menyelisihi perintahku” [Hadits Hasan Riwayat Ahmad]
Penjelasan hadits tersebut sebagaimana yang dikatakan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah Rahimahullah : “Bid’ah itu mengakibatkan perpecahan, sebagaimana sunnah mengakibatkan persatuan, sebagaimana dalam istilah disebutkan Ahlus Sunnah wal Jama’ah (pengikut sunnah dan jama’ah), demikian pula dalam istilah dikatakan : ‘Ahlul Bid’ah wal Firaq (pelaku perbuatan bid’ah dan berpecah belah)” [Al-Uswah I/42 dan lihat Ijtima’ul Juyus Al-Islamiyah, oleh Ibnul Qayyim hal. 6]
Para ahli ilmu bersepakat bahwa faktor dominan dari sebuah kekalahan adalah pertikaian, dan pertikaian yang paling dahsyat adalah pertikaian dalam agama. Dan manakala pertikaian dalam agama itu berawal dari ketidaktaatan kepada Allah dan RasulNya, maka Allah sebutkan dengan beriringan dalam satu ayat.
“Artinya : Dan ta’atlah kepada Allah dan RasulNya dan janganlah kamu berbantah-bantahan, yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan hilang kekuatanmu” [Al-Anfal : 46]
Dan manakala komitmen terhadap As-Sunnah adalah perahu keselamatan di tengah samudera perpecahan, maka Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan untuk berpegang teguh pada sunnah dikala terjadinya perselisihan, beliau bersabda.
“Artinya : Barangsiapa di antara kalian yang hidup sesudahku nanti, ia akan melihat perpecahan yang banyak maka hendaknya kalian berpegang teguh dengan sunnahku dan sunnah para Khulafaur Rasyidin yang mendapat petunjuk, berpegang teguhlah dengannya dan gigitlah ia dengan gigi geraham, dan jauhilah oleh kalian perkara-perkara yang baru” [Hadits Shahih Riwayat Tirimidzi, Ibnu Majah, dan selainnya]
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman.
“Artinya : Dan janganlah kamu menyerupai orang-orang yang bercerai-berai dan berselisih sesudah datang keterangan yang jelas kepada mereka” [Ali-Imran : 105]
Maknanya : “Telah datang wahyu Allah yang menyatukan mereka, maka tatkala mereka meninggalkannya, merekapun berselisih”. Dan hal terjadi dalam sejarah kaum Yahudi dan Nashrani terhadap rasul-rasul mereka. Kaum Nashrani mengikuti para rahibnya yang mengadakan perbuatan bid’ah dan meninggalkan perintah yang diperintahkan kepada mereka, maka Allah Subhanahu wa Ta’ala timbulkan permusuhan dan kebencian di antara mereka sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala.
“Artinya : Dan diantara orang-orang yang mengatakan : ‘Sesungguhnya kami ini orang-orang Nashrani’, ada yang telah Kami ambil perjanjian mereka, tetapi mereka (sengaja) melupakan sebahagian dari apa yang mereka telah diberi peringatan dengannya ; maka Kami timbulkan di antara mereka permusuhan dan kebencian sampai hari kiamat” [Al-Maidah : 13]
Ibnu Timiyah Rahimahullah berkata : Ayat ini adalah nash yang menerangkan bahwa mereka meninggalkan sebagian perintah yang diperintahkan kepada mereka, dan perbuatan mereka ini (yaitu meninggalkan perintah) adalah penyebab terjadinya permusuhan dan kebencian yang diharamkan. [Majmu’ Fatawa 20/109]
Demikian pula kaum Yahudi meninggalkan sebagian yang diperintahkan kepada mereka, sebagaimana Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman.
“Artinya : Mereka suka merobah perkataan (Allah) dari tempat-tempatnya, dan mereka (sengaja) melupakan sebagian dari apa yang mereka telah diperingatkan dengannya” [Al-Maidah : 13]
Akan tetapi perbuatan mereka itu (yaitu meninggalkan sebagian yang diperintahkan kepada mereka) tumbuh dari sikap mereka yang meninggalkan kebaikan lantaran benci terhadap apa yang diturunkan Allah Subhanahu wa Ta’ala, sebagaimana Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman.
“Artinya : Dan Al-Qur’an yang diturunkan kepadamu dari Rabbmu sungguh-sungguh akan menambah kedurhakaan dan kekafiran bagi kebanyakan di antara mereka. Dan Kami telah timbulkan permusuhan dan kebencian di antara mereka sampai hari kiamat” [Al-Ma’idah : 64] [Majmu’ Fatawa 31/227]
Ibnu Taimiyah Rahimahullah berkata : “Pertikaian dan perseteruan yang terjadi di luar penganut Islam, lebih banyak dari yang terjadi pada penganut Islam. Maka seseorang yang dekat dengan mutaba’atur rasul (taat kepada rasul), maka pertikaian dalam diri mereka lebih sedikit.
Adapun perselisihan dan pertikaian yang terjadi pada para filosof Yunani, India dan semisal mereka, maka hal itu adalah suatu perkara yang tak dapat menghitungnya, kecuali Allah Subhanahu wa Ta’ala (lant`ran banyaknya). Dan setelah itu perselisihan dan pertikaian yang terjadi dalam kelompok yang terbesar berbuat kebid’ahan (dalam agama Islam) seperti syi’ah rafidhah, dan setelah itu perselisihan dan pertikaian antara kaum mu’tazilah dan semisal mereka. Setelah itu perselisihan dan pertikaian kelompok-kelompok yang berintisab (mengelompokkan diri mereka) pada Al-Jama’ah, seperti kullabiyah, dan karromiyah dan as’ariyah serta kelompok yang semisal mereka.
Kemudian setelah itu perselisihan dan pertikaian di antara ahli hadits, dan ahli hadits ini adalah kelompok yang paling sedikit perselisihan dan pertikaiannya dalam dasar-dasar mereka, (yang demikian itu) karena warisan yang mereka peroleh dari Nubuwwah (ilmu Nabi), lebih besar dari warisan yang diperolah kelompok lainnya.
Pegangan mereka adalah tali agama Allah Subhanahu wa Ta’ala, yang mereka berpegang teguh padanya.
“Artinya : Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah” [Al-Imran : 103] [Minhajus As-Sunnah]
Di antara untaian mutiara yang mahal dari Abi Mudhaffar As-Sam’ani adalah ucapannnya : “Dan sebagian dalil yang menunjukkan bahwasanya ahli hadits berada di atas al-haq (kebenaran) adalah, jika engkau menelaah seluruh kitab-kitab mereka yang ditulis sejak dari generasi awal hingga akhir dengan perbedaan negara dan zaman mereka, serta jauhnya jarak tempat tinggal antara mereka, masing-masing mereka tinggal pada benua yang berlainan, kamu akan dapati mereka dalam menjelaskan i’tiqad (keyakinan) berada dalam satu cara dan satu jalan, mereka berjalan di atas satu jalan dengan tidak menyimpang dan berbelok, perkataan mereka tentang i’tiqad adalah satu, dan keluar dari satu lidah. Serta nukilan mereka satu, kalian tidak akan jumpai perbedaan diantara mereka meskipun sedikit. Bahkan jika engkau kumpulkan semua yang pernah terlintas di atas lisan-lisan mereka (yang mereka nukil dari salaf) engkau akan jumpai seakan-akan datang dari hati yang satu dan dari lisan yang satu pula. Maka adakah dalam kebenaran dalil yang lebih jelas tentang hal ini ? Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman.
“Artinya : Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al-Qur’an ? Kalau kiranya Al-Qur’an itu bukan dari sisi Allah, tentulah mereka mendapat pertentangan yang banyak didalamnya” [An-Nisa : 82]
Dan Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman.
“Artinya : Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai” [Ali Imran : 103]
Adapun bila engkau melihat pada diri ahlul ahwa (pengikut hawa nafsu) dan ahlul bida’ (pelaku ke bid’ahan), engkau akan dapati mereka dalam keadaan berpecah belah, berselisih, menjadi berkelompok-kelompok dan bergolong-golongan, hampir-hampir tidak engkau jumpai dua orang di antara mereka yang berada di atas satu jalan dalam masalah aqidah, satu sama lain saling menuduh bid’ah, bahkan sampai saling mengkafirkan. Seorang anak mengkafirkan ayahnya, seseorang mengkafirkan saudaranya, seorang tetangga mengkafrikan tetangga lainnya.
Engkau akan melihat mereka selalu dalam perseteruan, kebencian dan perselisihan (selamanya), bahkan umur mereka habis, namun mereka tak pernah bersatu dalam satu kalimat.
“Artinya : Kamu kira mereka itu bersatu sedang hati mereka berpecah belah. Yang demikian itu karena sesungguhnya mereka adalah kaum yang tiada mengerti” [Al-Hasyr : 14] [Al-Hujjah Li Qowwamis Sunnah 2/225]
Dan tujuan dari semua ini adalah menjelaskan akan tertimpanya asatu kekalahan bagi siapa saja yang menyelisihi Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan kekalahan itu akan segera mereka dapati lantaran sikap mereka yang menyelisihi (Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam).
Sumber : Al Ashalah, diterjemahkan oleh Majalah Adz-Dzkhiirah Al-Islamiyah Edisi : Th. I/No. 04/ 2003 – 14124H,Terbitan Ma’had Ali Al-Irsyad Surabaya