INILAH HADDADIYAH…!!! KENALILAH DAN WASPADALAH DARINYA (2)
هذه هي الحدّادية…!!! فاعرفواها ثمّ احذروا منها
كشف الحقائف الحدادية الخفية عند مدعي السلفية الجديدة وهي الحزبية المقيتة
INILAH HADDADIYAH…!!! KENALILAH DAN WASPADALAH DARINYA
Menyingkap Karakter Haddadiyah Yang Tersembunyi Pada Pengaku-ngaku Salafiyah Yang Hakikatnya Adalah Hizbiyah Yang Membinasakan
[Bagian 2]
2. Bodoh terhadap Aqidah Salafiyah dan Manhaj Salaf
Ini adalah karakter yang menonjol dari mereka, yaitu bodoh terhadap aqidah salafiyah dan manhaj salaf, walaupun mereka mengaku dan mengklaim berada di atasnya. Pengaku-ngakuan mereka hanyalah isapan jempol belaka dan angan-angan melayang yang dibawa pergi seekor burung di angkasa. Diantara kebodohan mereka ini adalah :
a. Tidak bisa membedakan antara mentazkiyah dan menukil
Menurut mereka, menukil dari ahli bid’ah, atau yang mereka tuduh bid’ah, maka sama artinya mentazkiyah (memuji) ahli bid’ah. Apabila kita perhatikan tulisan-tulisan mereka yang dimuat di sebuah website antik, yang modalnya hanyalah makian, celaan, fitnah dan dusta, maka akan didapatkan ucapan-ucapan kebodohan mereka. Mereka menuduh Ustadz Arifin Baderi telah mentazkiyah Abduh Zulfidar Akaha hanya karena menukil buku yang ditulisnya bersama Hartono A. Jaiz (“Bila Kyai Dipertuhankan”), mereka juga menuduh al-Akh Abu Hannan hanya karena menukil tulisan M. Ihsan dalam masalah kasus Lebanon dan menukil dari Syaikh Abu Bakr Jabir al-Jazairi hafizhahullahu yang dituduh mereka “Tablighi”, dan lainnya…
Ini menunjukkan bagaimana bodohnya orang-orang ini, padahal apabila mereka menelaah kitab-kitab para ulama, niscaya mereka akan mendapatkan nukilan-nulilan dari ulama-ulama yang bukan ahlus sunnah. Perhatikanlah ucapan Ma’ali Syaikh Sholih Alu Syaikh berikut ini :
وهذا منهج عام لإقامة الحجة وإيضاح المحجة في أبواب الدين كله؛ وهو أنه لا يلزم من نقل الناقل عن كتاب أنه يزكيه مطلقا، وقد ينقل عنه ما وافق فيه الحق تأييدا للحق، وإن كان خالف الحق في غير ذلك فلا يعاب على من نقل من كتاب اشتمل على حق وباطل إذا نقل ما اشتمل عليه من الحق. وأيضا تكثير النقول عن الناس على اختلاف مذاهبهم هذا يفيد في أن الحق ليس غامضا؛ بل هو كثير شائع بيِّن.
“Dan hal ini termasuk manhaj yang umum di dalam menegakkan hujjah dan menerangkan pusat sasaran di semua bab-bab permasalahan agama, yaitu bahwasanya tidaklah melazimkan seseorang yang menukil dari sebuah buku bahwa ini artinya ia mentazkiyahnya secara mutlak. Ia terkadang menukil darinya yang selaras dengan kebenaran dalam rangka menyokong kebenaran, walaupun (di dalam buku itu) ada yang menyelisihi kebenaran, namun tidaklah tercela bagi orang yang menukil dari buku yang mengandung kebenaran dan kebatilan apabila ia menukilkan bagian yang benar darinya. Dan juga, memperbanyak nukilan-nukilan dari manusia tentang perbedaan madzhab-madzhab mereka, hal ini membuahkan faidah bahwa kebenaran itu tidaklah samar, namun ia banyak tersebar luas dan terang.”
[Lihat : Masaa`il fil Hajri wa maa yata’allaqu bihi : Majmu’atu min ba’dhi asyrithoti Syaikh Shalih Alu Syaikh; Mufarroghoh (Dihimpun dari sebagian kaset Syaikh Shalih Alu Syaikh secara transkrip), didownload dari www.sahab.org].
Apakah mereka memahai qo’idah ’aamah (kaidah umum) ini?!! Padahal di dalam risalah di atas, penjelasan ini termasuk ke dalam qo’idah ’aamah yang seharusnya thullabul ’ilmi pemula memahaminya. Apabila kaidah umum seperti ini saja mereka tidak faham, lantas atas dasar apa mereka menulis bantahan-bantahan kejinya kepada para du’at dan thullabul ’ilmi ahlis sunnah?!! La haula wa laa quwwata illa billah.
b. Tidak faham bedanya mencari ilmu dengan menerima ilmu
Kaidah ini berhubungan dengan kaidah di atas, yaitu mereka benar-benar tidak faham bedanya antara mencari/menuntut ilmu dari ahli bid’ah dengan menerima kebenaran darinya. Menurut mereka, seakan-akan apa yang keluar hanya dari mereka saja itulah yang benar dan yang keluar dari selain mereka semuanya salah walaupun pada realitanya ucapan lawan mereka ini benar.
Mereka tidak segan-segan mencela dan mengumpat siapa saja dari kalangan salafiyin misalnya, yang menerima ucapan tokoh-tokoh hizbiyyin yang selaras dengan al-haq, karena menurut mereka ini sama saja dengan tazkiyah atau merekomendasi kaum hizbiyyin dan segala kesesatan mereka. Padahal hakikatnya tidak mutlak demikian, dan inilah letak kebodohan mereka.
Ma’ali Syaikh Shalih bin ’Abdil ’Aziz Alu Syaikh hafizhahullahu berkata :
فيقبل الحق ممن جاء به ولو كان كافرا، كما قبل الحق من الشيطان في قصة أبي هريرة مع الشيطان في صدقة الفطر المعروفة؛ حيث جاء يأخذ فمسكه أبو هريرة، ثم جاء يأخذ فمسكه، ثم جاء يأخذ فمسكه، ثم قال له: ألا أدلك على كلمة إذا قلتها كنت في أمان أو عصمتك ليلتك كلها اقرأ آية الكرسي كل ليلة فإنه لا يزال عليك من الله حافظ حتى تصبح. فأخبر النبي عليه الصلاة والسلام بذلك فقال عليه الصلاة والسلام «صدقك وهو كذوب» سلم بهذا التعليم وأخذ به مع أنه من الشيطان.
“Kebenaran diterima dari mana saja datangnya walaupun dari seorang kafir, sebagaimana diterimanya kebenaran dari Syaithan di dalam kisah Abi Hurairoh bersama Syaithan di dalam kisah penjagaan gudang beras yang berisi beras fithri yang telah ma’ruf. Dimana Syaithan datang (hendak mencuri) namun Abu Hurairoh menangkapnya, ia datang lagi ditangkap lagi, kemudian ia datang lagi dan ditangkap lagi, kemudian Syaithan berkata kepadanya : “maukah engkau aku tunjukkan sebuah kalimat yang apabila engkau mengucapkannya maka engkau akan menjadi aman atau terjaga seluruh malammu, yaitu bacalah ayat kursi setiap malan karena sesungguhnya engkau akan senantiasa terjaga oleh penjagaan Alloh sampai datangnya waktu pagi.” Kemudian Abu Hurairoh mengabarkan hal ini kepada Nabi ‘alaihi Sholatu wa Salam, lalu Nabi ‘alaihi Sholatu wa Salam menukas : “Dia telah jujur padamu padahal dia adalah pendusta.” Beliau menerima pengajaran ini dan mengambilnya padahal pengajaran ini datang dari Syaithan.”
[Lihat : Masaa`il fil Hajri wa maa yata’allaqu bihi, op.cit.]
Namun sayang, mereka yang mengaku-ngaku sebagai salafiy ahlus sunnah sejati ini tidak faham dan jahil akan kaidah seperti ini. Semoga hal ini bisa menjadi cambukan dan nasehat bagi mereka, agar mereka kembali kepada manhaj yang benar dan meninggalkan karakter ghuluw dan haddadiyahnya yang membinasakan. Allohul Muwafiq ila sawa’is sabiil.
c. Tidak memahami kaidah bahwa tidak setiap orang yang jatuh kepada kebid’ahan otomatis menjadi mubtadi’.
Ini adalah diantara kebodohan mereka yang kesekian kalinya, karena mereka bodoh terhadap kaidah dasar ahlus sunnah ini. Seringkali kita melihat, mendengar atau membaca tulisan-tulisan mereka yang penuh dengan makian, umpatan, cercaan dan hujatan, bahkan tidak segan-segan mereka memberikan label-label yang merupakan salah satu bentuk tabdi’ mu’ayan (vonis bid’ah secara spesifik) kepada orang-orang tertentu. Padahal tidak setiap orang yang jatuh kepada bid’ah maka oromatis menjadi ahli bid’ah, yang harus digempur dengan makian, cercaan, celaan dan umpatan keji lainnya.
Lihatlah bagaimana mereka menuduh Syaikh Abu Bakar Jabir al-Jaza`iri sebagai Tablighiy, menuduh Syaikh Ahmad as-Surkati dengan beraneka tuduhan, mulai dari Aqlaniy, Mubtadi’, penyeru kesesatan Pan Islamisme sampai menuduh aqidah beliau dengan tuduhan antek Belanda. Wal’iyadzubillah. Belum lagi kepada para du’at salafiyyin, maka gelar al-Hizbi, as-Sururi, al-kadza wa kadza merupakan mainan mereka sehari-hari. Karena mereka telah termakan oleh manhaj Haddadiyah yang menyatakan bahwa “setiap orang jatuh kepada kebid’ahan maka otomatis menjadi ahli bid’ah”.
ingatlah ucapan al-Imam al-Albani rahimahullahu di dalam kaset Haqiqotul Kufr wal Bida’ :
ليس كل من وقع في البدعة وقعت البدعة عليه وليس من وقع في الكفر وقع الكفرعليه
“Tidak setiap orang yang jatuh ke dalam kebid’ahan maka otomatis dengan serta merta dia menjadi mubtadi’ dan tidak setiap orang yang jatuh ke dalam kekufuran maka dengan serta mertia menjadi menjadi kafir.”
Adakah mereka memahami kaidah dan prinsip dasar seperti ini?
Perhatikan pula ucapan Ma’ali Syaikh Shalih Alu Syaikh hafizhahullahu berikut ini :
من الذي يحكم بالبدعة : البدعة حكم شرعي, والحكم على من قامت به بأنه مبتدع هذا حكم شرعي غليظ, لأن الأحكام الشرعية تبع الأشخاص: الكافر, ويليه المبتدع, ويليه الفاسق. وكل واحدة من هذه إنما يكون الحكم بها لأهل العلم, لأنه لا تلازم بين الكفر والكافر, فليس كل من قام به كفر فهو كافر, ثنائية غير متلازمة, وليس كل من قامت به بدعة فهو مبتدع, وليس كل من فعل فسوقا فهو فاسق بنفس الامر
“Siapakah (yang layak) dihukumi dengan bid’ah? Bid’ah itu merupakan hukum syar’i, dan menghukumi orang yang mengamalkan suatu bid’ah merupakan hukum syar’i yang sangat berat. Karena hukum syar’i yang ditujukan kepada seseorang sebagai kafir, mubtadi’ dan fasiq, maka salah satu dari setiap hukum ini adalah haknya ahli ilmu (ulama). Karena tidaklah mesti kekufuran itu menyebabkan pelakunya kafir, dan tidaklah setiap orang yang melakukan kekafiran maka ia (dengan serta merta) menjadi kafir. Suatu tsana’iyah (pasangan) itu tidaklah saling mengharuskan. Tidaklah setiap orang yang melakukan kebid’ahan maka ia menjadi mubtadi’ dan tidaklah pula setiap orang yang melakukan kefasikan ia dengan serta merta menjadi fasiq.”
[Lihat : Masa`il fil Hajr, op.cit, Nashihatu Lisy Syabab]
Aduhai, orang-orang bodoh ini tidak faham kaidah mendasar seperti ini, lantas mengapa dengan begitu mudahnya mereka menvonis ini sesat, ini mubtadi’, ini sururi, ini… dan itu… Laa hawla wa laa quwwata illa billah.
d. Gegabah di dalam tabdi’ (menvonis bid’ah) seseorang dan menempatkan diri sebagai ulama
Ini merupakan lanjutan dari kaidah sebelumnya. Dikarenakan mereka tidak faham kaidah bahwa tidak setiap orang yang jatuh kepada kebid’ahan tidak otomatis menjadikannya mubtadi’, maka mereka dengan mudahnya dan lancangnya menempatkan diri sebagai ulama bahkan seorang mufti yang berhak menvonis ini sesat dan itu bid’ah… mereka melompati kapasitas diri mereka yang dikatakan sebagai penuntut ilmu pemula saja belum bisa. Karena modal utama mereka bukanlah ilmu namun tahdzir sana sini dengan kejahilan dan kedustaan.
Perhatikan ucapan Syaikh Shalih Alu Syaikh nafa’allahu bihi ketika menjelaskan hak seseorang yang boleh melakukan vonis bid’ah (tabdi’). Beliau hafizhahullahu berkata :
فالحكم بالبدعة وبأنّ قائل هذا القول مبتدع و أنّ هذا القول بدعة ليس لآحد من عرف السنة, وإنما هو لأهل العلم, لأنه لا يحكم بذلك إلا بعد وجود الشرائط وانتفاء الموانع, وهذه المسألة راجعة إلى أهل الفتوى وأنّ اجتماع الشروط وانتفاء الموانع من صنعة المفتي.
“Menghukumi suatu bid’ah dimana orang yang berkata dengan perkataan ini (divonis sebagai) mubtadi’ atau perkataan itu sendiri sebagai suatu bid’ah bukanlah hak setiap orang yang mengetahui sunnah, namun sesungguhnya hal ini merupakan hak ahli ilmu (ulama). Dikarenakan (seseorang) tidak dihukumi dengan bid’ah melainkan setelah terwujudnya syarat-syarat dan dihilangkannya penghalang-penghalang (jatuhnya vonis bid’ah). Dan masalah ini dikembalikan kepada ahli Fatwa (mufti) yang mana mewujudkan syarat-syarat dan menghilangkan penghalang adalah termasuk tugas seorang mufti.”
[lihat : Masa`il fil Hajr, op.cit, Nashihatu Lisy Syabab]
Namun karena berhubung mereka ini merasa sok alim, sok menjadi mufti dan sok ahli jarh wa ta’dil, maka mereka ambil peran dan tugas para ulama atau thullabatul ‘ilmi yang mutamakkin (mumpuni) dan mereka terapkan ke sana kemari secara serampangan dan asal-asalan. Dan akibatnya adalah, fitnah kesana kemari dan larinya manusia dari dakwah al-haq ini. Allohumaa.
e. Berprinsip : “Barangsiapa yang membela ahli bid’ah maka otomatis ia adalah mubtadi’”
Prinsip ini dilariskan oleh pembesar Haddadiyah zaman ini, Falih bin Nafi’ al-Harbi yang dulu mereka puja puji, yang mereka sebut dengan Mujahid, Ahli Jarh wa Ta’dil, manusia yang paling faham tentang kesesatan hizbiyah, dan pujian-pujian selangit lainnya. Bahkan, saya pernah berdiskusi dulu dengan salah satu pembebeknya –sebelum Syaikh Falih ditahdzir-, dan saya mengatakan padanya bahwa tidak setiap ucapan beliau ini harus diterima, karena banyak ulama lain yang berbeda pendapat dengannya di dalam menvonis seseorang. Namun, si pembebek ini dengan serta merta marah dan menuduh saya telah mencela kibarul ulama’.
Lalu saya bawakan padanya ucapan al-‘Allamah ‘Abdul Muhsin al-‘Abbad dari sebuah mukalamah hatifiyah (percakapan via telepon) antara beliau dengan seorang da’i Eropa dari QSS (Qur’an Sunnah Society) atau Jum’iyah Ahlil Qur’an was Sunnah di Toronto Kanada, dimana ketika da’i ini bertanya pada Syaikh ‘Abdul Muhsin tentang Syaikh Falih al-Harbi, apakah ia termasuk kibarul ulama, maka Syaikh ‘Abdul Muhsin menjawab : “Abadan Abadan.” (sama sekali bukan! Sama sekali bukan!), saya juga membawakan ucapan Syaikh Muqbil bin Hadi yang telah berfirasat sebelum wafatnya akan perihal Syaikh Falih dengan mengatakan : “Falih ghoyru Falih” (Si Falih yang tidak beruntung). Namun, si ikhwan ini malah marah-marah dan memaki-maki saya dan menuduh saya sebagai hizbiy karena mencela ulama.
Namun, setelah buku al-‘Allamah ‘Abdul Muhsin al-‘Abbad hafizhahullahu keluar, yang berjudul Al-Hatstsu ‘ala ittiba`is Sunnah keluar dan mentahdzir Falih dengan menyebutnya : “rangkingnya dia ketika masih kuliah dulu adalah 104 dari 119 siswa.”, beliau juga mengatakan : “wa huwa ghoyru ma’ruf bil isytighol bil ‘ilmi, wa laa a’rifu lahu duruusan ‘ilmiyyan musajjalatan, wa laa mu’allafan fil ‘ilmi shogiiron walaa kabiiron, wa jullu bidho’atihi at-Tajriih wat Tabdii’ wat Tahdziir min Katsiiriina min Ahlis Sunnah…” (Orang ini tidak dikenal menyibukkan diri dengan ilmu, aku tidak mengetahui dia memiliki pelajaran ilmiah yang direkam, dia juga tidak memiliki tulisan-tulisan di dalam masalah ilmu baik kecil maupun besar, dan modal utamanya adalah mencela, menvonis bid’ah dan mentahdzir mayoritas ahlis sunnah…) [lih. Al-Hatstsu hal. 64], setelah tahdzir dari al-‘Allamah ‘Abdul Muhsin ini maka mayoritas ulama ahlis sunnah turut mentahdzirnya juga, namun ikhwan ini tidak pernah menyatakan kesalahannya dulu atas pembelaan fanatiknya kepada Falih al-Harbi, namun ia mencuci tangan dengan turut mengkritiknya walaupun ia masih mengadopsi manhajnya. Allahul Musta’an.
Diskusi ini sebenarnya berawal ketika saya membawakan ucapan-ucapan Masyaikh Yordania raghmun unufihim, namun ia dengan serta merta membawakan ucapan Syaikh Falih yang mentahdzir masyaikh Yordania tersebut (masyaikh dari Markaz al-Imam al-Albani) dengan mengatakan : “manhaj mereka lemah setelah wafatnya al-Albani, dan mereka sekarang bergabung dengan hizbiyyun di dalam halaqoh dan dauroh-dauroh hizbiyyun, mereka sekarang berada di atas manhaj ha`ula’i hizbiyyin…” demikian nukilan yang diberikan oleh di ikhwan ini dari website berbahasa Inggris “salafitalk” yang menukilnya dari “sahab.net” (dulu sebelum mereka juga akhirnya mendepaknya keluar) dari percakapan telepon antara Falih al-Harbi dengan seorang dari al-Jaza`iri.
Falih al-Harbi berargumentasi : man dafa’a saqith fahuwa saqith (barangsiapa yang membela orang yang keliru maka ia juga keliru), lalu ia menyatakan pula : man dafa’a mubtadi’ fahuwa mubtadi’, man dafa’a hizbiy fahuwa hizbiy… dan inilah kaidah yang saya maksudkan, yaitu barangsiapa yang membela seorang yang tersalah maka ia juga tersalah. Perhatikanlah sekarang mereka yang terpengaruh oleh manhaj ini, mereka mengatakan bahwa membela Syaikh Ahmad Surkati di dalam perkara yang haq dari beliau, maka sama saja dengan membela kesesatan-kesesatan dan penyimpangan-penyimpangan beliau, oleh karena itu pembelanya layak disebut sebagai Surkatiyyun, Irsyadiyyun atau tuduhan-tuduhan semisal.
Ini jelas-jelas merupakan salah satu kebodohan mereka dan atsar (bekas) dari manhaj Haddadiyah yang ditinggalkan Ja’far Umar Thalib dan Falih al-Harbi beserta cs.-nya semisal Fauzi al-Bahraini kepada mereka, telah merasuk dan menancap sangat kuat hingga ke sanubari dan menjadikannya sebagai ciri khas manhaj mereka yang utama.
f. Menguji manusia dengan perseorangan
Ini merupakan bentuk bid’ah yang dimunculkan kembali hari ini yang telah diwanti-wanti oleh al-‘Allamah ‘Abdul Muhsin al-‘Abbad al-Badr hafizhahullahu di dalam buku beliau, al-Hatstsu ‘ala ittiba`is Sunnah, terutama pada bab Bid’atu imtihaani an-Naas bil Askhosh (Bid’ah menguji manusia dengan perseorangan).
Maksudnya adalah, ada beberapa oknum segolongan kecil atau fi`atun qoliilah –demikianlah sebutan yang diberikan oleh al-‘Allamah al-‘Abbad kepada mereka- yang menyibukkan diri dengan tattabu’ al-Aktho’ (mencari-cari kesalahan) dan tajassus (memata-matai) para du’at da ulama. Mereka setiap kali bertemu dengan orang, bertanya : “Bagaimana pandangan antum dengan Syaikh atau ustadz Fulan?” Apabila orang tersebut menjawab dengan jawaban yang sama, maka ia dipuji dan dijadikan sebagai sahabatnya. Namun, apabila orang tersebut menjawab yang berlainan dengannya, atau tawaqquf (berdiam diri) karena ketidaktahuannya akan hakikat sebenarnya, maka mereka akan memaksanya untuk berpendapat dengan pendapatnya, apabila tidak maka ia akan turut ditahdzir, dihajr (dikucilkan), dicela, dimaki dan dijelek-jelekkan.
Al-‘Allamah ‘Abdul Muhsin al-‘Abbad al-Badr hafizhahullahu wa atholallohu umurahu berkata :
ومن البدع المنكرة ما حدث في هذا الزمان من امتحان بعض من أهل السنَّة بعضاً بأشخاص، سواء كان الباعث على الامتحان الجفاء في شخص يُمتحن به، أو كان الباعث عليه الإطراء لشخص آخر، وإذا كانت نتيجة الامتحان الموافقة لِمَا أراده الممتحِن ظفر بالترحيب والمدح والثناء، وإلاَّ كان حظّه التجريح والتبديع والهجر والتحذير…
“Dan termasuk diantara bid’ah munkarah yang terjadi di zaman ini adalah menguji sebagian ahlis sunnah dengan ahlus sunnah lainnya dengan perseorangan tertentu. Sama saja, baik orang yang berkecimpung dalam pembahasan pengujian manusia ini adalah orang yang merendahkan orang yang diuji tersebut atau yang menyanjung-nyanjungnya individu lainnya. Apabila hasil pengujian ini selaras dengan yang dikehendaki oleh penguji maka akan membuahkan pujian dan sanjungan padanya, namun apabila tidak maka ia akan dijarh, ditabdi’, dihajr dan ditahdzir…”
[Lihat : al-Hatstsu ‘ala ittiba`is Sunnah wat Tahdziru minal Bida’ wa Bayanu Khatariha oleh al-‘Allamah ‘Abdul Muhsin al-‘Abbad, bab Bid’atu Imtihani an-Naasi bil Asykhosh, cet. I, 1425, Maktabah Malik Fahd al-Wathoniyah, hal. 58.]
Pembahasan lebih lengkap silakan dirujuk langsung kepada kitab tersebut, insya Alloh banyak faidah yang bisa dipetik darinya, dan inilah nasihat emas yang mengalir dari ulama senior ahli hadits zaman ini yang seharusnya kita jadikan sebagai cambukan untuk muhasabah dan mengevaluasi diri kita atas kesesuaian kita dengan manhaj as-Salaf ash-Shalih.
g. Tidak berihtimam dengan ilmu namun lebih menyibukkan diri dengan tabdi’, tafsiq dan tadhlil.
Apabila para pembaca budiman membaca artikel dan uraian para pemuda yang terpengaruh manhaj Haddadiyah ini, mereka seringkali menyebut diri mereka sebagai “orang awam”, “orang yang bodoh”, “si miskin ini”, “bocah ingusan ini” dan ucapan-ucapan yang merendahkan diri lainnya. Alhamdulillah, dari sini sebenarnya mereka faham bahwa mereka ini adalah orang-orang bodoh yang miskin ilmu. Namun anehnya, ketika mereka menyadari hal ini, mereka bukannya menyibukkan diri dengan ilmu dan berihtimam dengannya namun malah menyibukkan diri dengan vonis-vonis yang bukanlah merupakan hak orang yang bodoh, miskin, bocah ingusan dan yang semisalnya seperti mereka.
Apabila ada diantara para pembaca budiman yang pernah membuka website gelap yang tak jelas pengelolanya, yang tidak jelas dimana alamat mereka, berapa nomor telepon yang bisa dihubungi atau siapa penanggung jawabnya yang dapat dikontak, maka akan mendapatkan tulisan-tulisan yang kesemuanya 100% adalah bantahan, tahdzir, tanfir, jarh, makian, umpatan, cacian dan semisalnya yang dibalut dengan kedustaan, fitnah, iftiro’, ikhtiro’ dan segala bentuk investigasi dan manipulasi lainnya, dan tidak akan menemukan artikel-artikel ilmiah lainnya yang ummat bisa lebih beristifadah dengannya, semisal masalah fiqh, aqidah, apalagi masalah adab dan akhlaq. Pun, di website-website lainnya yang ilmiah, tidak pernah kita dengar kontributor mereka semisal Abdul Ghafur misalnya, atau Abdul Hadi, atau Ibrahim, atau siapapun namanya, menuliskan artikel ilmiah seputar masalah fiqh misalnya, atau masalah aqidah misalnya, atau bantahan ilmiah terhadap para hizbiyun yang mencela dakwah salafiyyah, atau bahasan ilmiah lainnya. Seakan-akan menunjukkan bahwa jullu bithonatihim (modal utama mereka) adalah tajrih, tahdzir, tahjir dan yang semisalnya.
Hal ini semakin meyakinkan bahwa mereka memang jahil dan bukan seorang thullabul ‘ilmi, namun lebih tepatnya disebut thullabul fitan. Karena tidaklah keluar dari orang-orang semisal mereka melainkan hanya fitnah, kedustaan, sumpah serapah dan segala bentuk sampah-sampah lisan dan pemikiran mereka, wal’iyadzubillah. Aduhai, alangkah lebih baik apabila mereka juga menyibukkan diri dengan ilmu syar’i, bahasan ilmiah seputar fikih, aqidah ataupun manhaj, atau rudud-rudud ilmiyah kepada hizbiyun atau harokiyun yang mencela dan menuduh dakwah salafiyah dengan tuduhan-tuduhan dusta. Bukannya malah, membantu kaum hizbiyun untuk membenarkan tuduhan-tuduhan mereka, menyokong hizbiyun dengan menunjukkan bahwa dakwah salafiyyah ini adalah dakwahnya munaffirin (orang-orang yang melarikan manusia dari al-Haq), atau malah membenarkan tuduhan-tuduhan mereka sebagaimana tuduhan Halawi Makmun yang menuduh bahwa perbedaan salafiyin bukanlah dikarenakan perbedaan pendapat, namun lebih karena perbedaan PENDAPATAN. Dan tuduhan semisal ini bukannya malah dicounter oleh mereka, namun malah dibenarkan dan dijadikan sarana untuk menyerang sesama ahlis sunnah. Allohu Akbar!!
Apabila kita lihat lagi di forum–forum internet semisal di MyQuran, ketika salafiyyun dibantah oleh kaum hizbiyyun, mereka bukan malah mengcounternya, namun malah menbuka celah bagi hizbiyyun untuk lebih getol menyerang dakwah salafiyyah ini. Mereka nukil tulisan-tulisan sampah di sebuah website gelap tersebut lalu dipastekannya ke forum-forum di internet yang esensinya tidak ada bantahan ilmiah sama sekali di dalamnya, namun hanyalah investigasi-investigasi ala agen rahasia yang orang kafir pun mampu melakukannya. Mereka ini pada hakikatnya tidak faham dengan thoriqotus salafiyyah dan manhaj salaf, dan mereka menisbatkan apa-apa yang bukan dari manhaj salaf sebagai bagian dari manhaj salaf karena kebodohan semata.
Al-‘Allamah Syaikh DR. Shalih bin Fauzan al-Fauzan berkata :
فإذا أردت أن تتبع السلف لا بد أن تعرف طريقتهم ، فلا يمكن أن تتبع السلف إلا إذا عرفت طريقتهم وأتقنت منهجهم من أجل أن تسير عليه ، وأما مع الجهل فلا يمكن أن تسير على طريقتهم وأنت تجهلها ولا تعرفها ، أو تنسب إليهم ما لم يقولوه ولم يعتقدوه ، تقول : هذا مذهب السلف ، كما يحصل من بعض الجهال – الآن – الذين يسمون أنفسهم (سلفيين) ثم يخالفون السلف ،ويشتدون ويكفرون ، ويفسقون ويبدعون . السلف ما كانوا يبدعون ويكفرون ويفسقون إلا بدليل وبرهان ، ما هو بالهوى أو الجهل
“Apabila kamu telah tahu bahwa meneladani salaf itu mengharuskanmu untuk mengetahui jalan mereka, maka tidaklah mungkin kamu bisa meneladani salaf kecuali apabila kamu mengetahui jalan mereka dan memahami manhaj mereka supaya kamu dapat meniti di atas jalan itu. Adapun dengan kebodohan maka tidak mungkin kamu dapat meniti di atas jalan mereka sedangkan kamu bodoh terhadapnya dan tidak mengetahuinya, atau kamu menyandarkan kepada mereka apa-apa yang tidak mereka ucapkan dan yakini, lantas kamu berkata : “ini madzhab salaf”, sebagaimana yang tengah terjadi saat ini pada sebagian orang-orang bodoh, yang menamakan diri mereka dengan salafiyin, namun mereka menyelisihi salaf, mereka bersikap arogan dan mengkafirkan, menfasikkan dan membid’ahkan (siapa saja yang menyelisihi mereka). Para salaf, mereka tidak pernah membid’ahkan, mengkafirkan dan menfasikkan melainkan dengan dalil dan burhan (bukti yang terang), bukannya dengan hawa nafsu dan kebodohan.”
[Lihat : Durus Syarh Aqidah ath-Thohawiyah, 1425 H, dinukil dari Kasyful Khola`iq, op.cit.]
h. Lebih senang menyerang sesama ahlus sunnah dan menyibukkan diri dengan mencela mereka
Ini merupakan karakter mereka yang sangat tampak sekali. Mereka lebih senang menyibukkan diri dengan sesama ahlus sunnah daripada membantah ahli bid’ah yang jelas-jelas akan kesesatan dan penyimpangannya. Mereka lebih terobsesi untuk menjelek-jelekkan sesama ahlis sunnah daripada selainnya. Perilaku inilah yang menyebabkan dakwah salafiyah semakin dijauhi dan dakwah hizbiyyah semakin digandrungi, kaum hizbiyun dan ahli bid’ah bertepuk tangan berbahagia melihat percekcokan diantara sesama ahlus sunnah ini, karena dengan sibuknya antara sesama ahlus sunnah, maka mereka kaum hizbiyyun akan selamat dari kritikan dan tahdzir ahlus sunnah kepada mereka.
Al-‘Allamah ‘Abdul Muhsin al-‘Abbad sendiri telah mewanti-wanti masalah ini, semenjak beliau menulis Rifqon Ahlas Sunnah bi Ahlis Sunnah hingga risalah beliau al-Hatstsu ‘ala ittiba`is Sunnah. Mereka para pemuda yang terpengaruh manhaj rusak haddadiyah ini, tidak sedikitpun mengambil ifadah dari nasehat-nasehat dari para ulama semisal Syaikh ‘Abdul Muhsin al-‘Abbad ini. Bahkan mereka mencela buku beliau ini dan melakukan penolakan besar-besaran. Padahal, mereka sendiri telah mengetahui latar belakang penulisan buku Rifqon Ahlas Sunnah ini.
Berikut ini adalah ulasan Syaikh di dalam Rifqon Ahlas Sunnah bi Ahlis Sunnah bab Fitnatut Tajrih wal Hajr min Ba’dhi Ahlis Sunnah fi Hadzal Ashr (Fitnah sikap saling mencela dan mengisolir diantara sebagian ahlus sunnah di zaman ini)
حصل في هذا الزمان انشغال بعض أهل السنة ببعض تجريحاً وتحذيراً، وترتب على ذلك التفرق والاختلاف والتهاجر، وكان اللائق بل المتعين التواد والتراحم بينهم، ووقوفهم صفاً واحداً في وجه أهل البدع والأهواء المخالفين لأهل السنة والجماعة…
“Telah terjadi di zaman ini, sibuknya sebagian ahlus sunnah dengan sebagian lainnya dengan tajrih (saling mencela) dan tahdzir, dan implikasi dari hal ini menyebabkan terjadinya perpecahan, perselisihan dan saling mengisolir. Padahal sepantasnya bahkan seharusnya bagi mereka untuk saling mencintai dan berkasih sayang terhadap sesama mereka, dan menyatukan barisan mereka di dalam menghadapi ahli bid’ah dan pengikut hawa nafsu yang menyelisihi ahlus sunnah wal jama’ah…”
Saya bertanya kepada mereka yang menolak risalah Rifqon Ahlas Sunnah ini, apakah ucapan Syaikh di atas tidak benar dan tidak ada waqi’ (realita)-nya? Apabila mereka mengatakan iya, maka fasubhanalloh, ini adalah celaan kepada Syaikh ‘Abdul Muhsin al-‘Abbad karena seakan-akan beliau ini bodoh dengan waqi’ ummat dan beliau menulisnya di atas kebodohan. Apabila mereka mengatakan tidak, dan fenomena yang disebutkan syaikh adalah benar, maka kepada siapakah syaikh memaksudkan ucapannya?! Apakah mereka tidak sadar akan karakter mereka yang mudah mencela, mentahdzir, memaki dan mengumpat orang lain sesama ahlis sunnah inilah yang dimaksud oleh Syaikh al-‘Abbad?!! Sehingga mereka tidak mau introspeksi dan menerima nasehat Syaikh hafizhahullahu?!! Jika benar demikian, maka begitu sombongnya mereka.
Bukankah mereka tahu bahwa Syaikh ‘Abdul Muhsin al-‘Abbad menuliskan nasehatnya tersebut di dalam Rifqon Ahlas Sunnah bi Ahlis Sunnah adalah untuk kalangan ahlus sunnah salafiyyin saja yang saat ini tengah terjadi percekcokan dan perselisihan di antara mereka?!! Sebagaimana klarifikasi beliau berikut :
و الكتاب الذي كتبتة أخيراَ….لا علاقة للذين ذكرتهم في مدارك النظر بهذا الذي هو :رفقاَ أهل السنة بأهل السنة لا يعني الإخوان المسلمين , ولا يعني المفتونين بسيد قطب و غيرهم من الحركيين, و لا يعني أيظاً المفتونين بفقه الواقع و النيل من الحكام و كذلك التزهيد في العلماء لا يعني هؤلاء لا من قريب و لا من بعيد و إنما يعني أهل السنة فقط حيث يحصل بينهم الإختلاف فينشغل بعضهم ببعض تجريحاَ و هجراَ و ذماً
“Buku yang aku tulis terakhir ini yaitu Rifqon Ahlas Sunnah bi Ahlis Sunnah tidaklah ada korelasinya dengan yang telah aku sebutkan di dalam Madarikun Nazhar. Risalahku Rifqon Ahlas Sunnah bi Ahlis Sunnah tidaklah dimaksudkan untuk Ikhwanul Muslimin tidak pula dimaksudkan untuk orang-orang yang terfitnah dengan Sayyid Quthb dan selainnya dari para harokiyyin. Tidak pula dimaksudkan untuk orang-orang yang terfitnah dengan fiqh waqi’, para pencela penguasa dan orang-orang yang merendahkan para ulama, tidak dimaksudkan untuk mereka baik yang dekat maupun jauh. Sesungguhnya, risalahku ini aku peruntukkan untuk Ahlus Sunnah saja!!! Mereka yang berada di atas jalan Ahlus Sunnah yang tengah terjadi di tengah mereka ini sekarang perselisihan dan sibuknya mereka antara satu dengan lainnya dengan tajrih, hajr (mengisolir) dan mencela.”
[Lihat Ithaaful ‘Ibaad bi Fawa`idi Duruusi asy-Syaikh ‘Abdul Muhsin bin Hamad al-‘Abbad oleh Syaikh ‘Abdurrahman bin Muhammad al-‘Umaisaan, Darul Imam Ahmad, 1426/2005, hal. 61.]
Siapakah ahlus sunnah yang saat ini tengah terjadi perselisihan dan tersibukkannya mereka antara satu dengan lainnya dengan tajrih, hajr dan caci maki?!!
Ataukah mereka telah menvonis bahwa kami ini adalah hizbiyyun harokiyyun yang tidak layak risalah Rifqon beliau ditujukan kepada kami?! Jika demikian, aduhai benar sekali bahwa mereka ini telah dimakan oleh manhaj haddadiyah yang mudah mengeluarkan orang dari lingkaran ahlis sunnah tanpa ilmu dan bashiroh. Apakah mereka pernah melihat kami terfitnah oleh pemikiran Sayyid Quthb ataukah justeru kami mentahdzir darinya?!! Apakah pernah mereka melihat kami mencela penguasa kaum muslimin ataukah justeru kami yang menjelaskan bahwa mencela penguasa adalah diantara manhaj khowarij?! Bukankah dulu mereka yang terjatuh kepada pencelaan kepada penguasa, khuruj dari ketaatan dan melakukan muzhoharoh (demonstrasi) dan pengumpulan massa ala hizbiyyin?! Lantas mengapa begitu mudahnya mereka melupakannya, mencuci tangan dan menuduh kedustaan kepada orang lain yang mereka terbebas darinya. Allohumma sallimna!!!
Bersambung ke bagian 3
kalo bisa antum menulis artikel di website ini yg berisi bantahan thd aqidah asyariah dan maturidiyah karena kedua aqidah tsb kynya banyak dianut org indonesia, terutama NU.
jazakallah
Ana kira mereka hanya ingin menunjukkan bukti-bukti, dan seandainya antum tidak seperti apa yg mereka tuduhkan walhamdulillah.
Ana tinggal di jogja, dan ana juga mengikuti kajian2 yg dilakukan oleh yg sering disebut sebagai Eks/Bekas Laskar Jihad. Alhamdulillah kajian2 tsb sangat bagus. Masalah Akidah, Akhlaq, Tauhid, Hadits2, Bahasa Arab, Tajwid dlsb. Dan Alhamdulillah ana lihat para asatidzah yg memberikan pengajaran sangat sabar dan ikhlash. Sangat jarang kajian2/ta’lim2 tsb diisi/disibukkan dengan masalah2 yg disebutkan di artikel di atas tsb. Dan tidak semua yg mengikuti kajian2 tsb adalah eks anggota LJ, banyak masyarakat awam yg baru mengikuti kajian2 tsb, bahkan kalau boleh dibilang sebagian besar malah belum pernah ikut laskar karena sampainya dakwah kepada mereka dan juga ana jauh setelah laskar bubar. Perilaku mereka pun sangat baik dan alhamdulillah menentramkan hati.
Mungkin jika antum suatu saat berada di jogja silahkan antm hadiri kajian2 tsb, insya Allah antum akan temukan jauhnya keadaan dengan yg antum tuliskan diatas. Demikian mgkn yg bisa ana sampaikan, Barakallahu fi kum.
Bismillaahir Rahmaanir Rahiimi
Alhamdulillaah, shalawat dan salam semoga tercurah kepada Nabi kita Muhammad Shallallaahu ‘alaihi wa sallam..
Amma ba’du..
Walhamdulillaah apa yang antum sebutkan jauh dari yang selama ini ana kaji….
Dan masalah ini sebenarnya telah jelas, tiada perbedaan di antara asaatidzah (yang mungkin saja engkau anggap menyebarkan manhaj hadadiyyah)tentang masalah Ihyaut Turots dan yang lain sebagainya.
Sering ditanyakan tentang masalah ini (Ihyaut Turots dan sebagainya)kepada asaatidzah, jawaban ustadz dalam masalah ini hampir sama, yakni kepada ikhwah salafiyyin untuk meninggalkan yayasan ini….karena telah terbukti bahwa yayasan ini di Indonesia telah memecah belah salafiyyin….
Yang jadi permasalahan adalah ketika masalah ini terus berlarut,nasihat demi nasihat telah disampaikan, baik secara tertutup, bertemu dengan yang bersangkutan, dan yang lain sebagainya…namun nasihat ini di-counter dengan pernyataan-pernyataan yang sesungguhnya berlawanan dengan keadaan sebenarnya…
Baiklah mungkin yang engkau maksudkan dalam tulisanmu kali ini, adalah mereka yang berada dalam blog FAKTA, akan tetapi apa yang engkau sampaikan tidaklah hanya mengarah kepada blog tersebut….Dan dengan tulisanmu ini, maka secara tidak langsung engkau telah menganggap asaatidzah yang memberikan kajian (yang diikuti oleh pengelola Blog FAKTA) adalah sama….
Meskipun engkau mengatakan di awal tulisanmu, bahwa tulisan ini diarahkan untuk mereka …….bukan kepada asaatidzah.
Dan diakui banyak maupun sedikit, di blog Fakta yang antum sebutkan, di dalamnya terdapat kata-kata yang (menurut pribadi ana)kurang sesuai…terutama dari sisi penggunaan bahasa…
Namun, perlu diperhatikan bahwa setiap ucapan yang mereka ucapkan bisa diterima dan bisa ditolak…(karena tidak ada seorang pun yang terlepas dari kesalahan kecuali Rasulullah)
Dan dalam hal ini telah jatuh vonis kepada mereka (pengelola blog Fakta secara khusus)bahwa mereka adalah Hadaddiyah…
Subhanallah!Ini sebenarnya sama dengan apa yang engkau tuduhkan kepada orang yang menuduh sururi, fulan kadza wa kadza, Dalam hal ini, inilah sebenarnya kritikan untukmu dan juga yang mengikutimu…
bukan kali ini saja saya mendengar bahwa tuduhan-tuduhan seperti itu juga masih terdengar di telinga ana…mulai dari tuduhan mantan LJ,pengikut Ja’far, haddadiyah(seperti yang antum tuduhkan, bahkan ana juga menerima khabar dari teman ana yang mendengar salah satu ustadz bilang : bukan Muhammad Umar As Sewed tapi As Sewot…. Jadi ini sebenarnya sama..
Bahwa gejala yang semacam ini, nampaknya bukan hanya ada pada orang yang menuduh sururi, turotsi, dan julukan-julukan lain…tapi juga ada pada yang tertuduh tersebut… dengan balik mengatakan kepada yang menuduhnya : mantan LJ, pengikut Ja’far Umar Thalib, haddadi, mutasyaddid,ahlul jarh wa tanfir dan yang lain sebagainya….
Engkau sering mengatakan tentang lemah lembut dan sebagainya….sering mengatakan tentang menyibukkan diri dengan ilmu…walhamdulillah ini adalah perkataan yang haq. Jazaakallaahu khoir…
Tapi di lain waktu engkau juga menuduh dengan julukan haddadi, dan yang lain sebagainya….( dengan makian-makian yang menurut pribadi ana juga merupakan bahasa yang tidak sesuai)
Maka walhamdulillaah, semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala senantiasa menjaga ustadz kami yang mengajarkan lemah lembut dan juga mengajarkan ‘ilmu akan tetapi juga memberikan peringatan kepada kaum Muslimin dari bahaya Hizbiyyah….
Dan walhamdulillah,kami sedikit demi sedikit mulai mengenal ilmu yang haq, mengenal kelemah lembutan…dan juga mulai memahami bahwa Hizbiyyah adalah suatu yang dicela dalam agama ini….
Amien.
alhamdulillah..barokallohu fikum
apa yang antum lakukan sangat lah besar dan banyak manfaatnya bagi dakwah salafiyyah..dan ana berharap antum hATI2 dg pihak2 yang ana yakin banyak yg kurang suka…itulah resiko dakwah..semoga Alloh selalu memberikan kesabaran dan hikmah
..dari saudaramu di Depok-pinggiran Jakarta
menurut saya, apa yang ditulis [akhy] abu salma juga berangkat dari kenyataan -dan saya turut menyaksikan “cyberwar” ustadz abu salma dengan beberapa ikhwah yang disebut dalam artikel di atas- jadi, saya mengambil kesimpulan artikel di atas benar adanya berlaku untuk beberapa orang dan tidak berlaku untuk sebagian yang lain, walau bagaimana pun juga alangkah baiknya dikatakan : terpengaruh haddadi atau dalam dirinya ada sebagian perilaku haddadi daripada dikatakan : dia haddadi! lalu bagaimana dengan perkataan mereka selama ini? itu urusan mereka dengan Alloh.
Assalamu’alaykum, yaa abu salma, singkat saja ana ingin bertanya : “APAKAH ADA YANG BENAR DITULIS OLEH blogFAKTA ? dengan fakta-fakta yang ada” karena yang ana dapati dari sekian banyak tulisan disitu bahwa –seseorang itu dinilai dari “teman duduknya”–
BarokAllohu fiikum
Alhamdulillah Barokalloh ya Ustadz ternyata ada yang berjuang membantah ahli ghibah yang menamakan FAKTA mudah-mudahan Alloh memberi hidayah kepada kita semua soalnya ana sedih kayaknya mereka menguasai sekali di blog-blog salaf dan mengeluarkan kata-kata sepertinya tidak mencerminkan dakwah salaf