PERISAI PENANGKIS DI DALAM MEMBELA AL-IMAM AL-ALBANI DARI KEJAHATAN ”AL-MUDZABDZAB” AT-TAHRIRI (1)

 Mar, 12 - 2007   22 comments

الحصن المنيع للدفاع عن الإمام الألباني من

مشاغبة المذبذب التحريري

PERISAI PENANGKIS DI DALAM MEMBELA AL-IMAM AL-ALBANI DARI KEJAHATAN ”AL-MUDZABDZAB” AT-TAHRIRI

[Bagian 1]

 

Tulisan ini sebenarnya adalah tulisan lama yang telah saya muat di dalam Silsilah Bantahan Terhadap HT bagian ke-2, yang membantah tulisan gelap seorang syabab HT yang berkedok di balik nama “Mujaddid” (baca : Mudzabdzab/orang yang goncang). Dikarenakan fanatikusnya masih terus mengedarkan tulisan gelapnya yang tidak ilmiah dan penuh dengah kedustaan, kejahilan dan fitnah, maka saya muat lagi di dalam blog saya ini dengan sedikit revisi dan tambahan sebagai counter dan bantahan atas kedustaannya. Semoga risalah ini bermanfaat dan dapat menjelaskan hakikat kedustaan dan kebodohan ‘rajul’ simpatisan HT yang bersembunyi di balik nama “Al-Mujaddid”, yang menyombongkan diri dan mentazkiyah (mensucikan) dirinya sendiri sebagai seorang “Mujaddid”, padahal orang yang zhalim ini tidak tepat disebut sebagai tholibul ‘ilmi, lantas bagaimana bisa ia dengan sombongnya menyebut dirinya Mujaddid. Mungkin lebih tepat disebut “Mudzabdzab” (bunglon/orang yang goncang) atau “Mubaddil” (perubah syariat).

Pendahuluan

بسم الله الرحمن الرحيم

 

الحمد لله رب العالمين ، وصلى الله وسلم على النبي الأمين ، وسيد الأنبياء والمرسلين ، وعلى آله وصحبه أجمعين . أما بعد :

Maha Suci Alloh yang berfirman :

وَمَنْ يَكْسِبْ خَطِيئَةً أَوْ إِثْماً ثُمَّ يَرْمِ بِهِ بَرِيئاً فَقَدِ احْتَمَلَ بُهْتَاناً وَإِثْمــــاً مُبِيناً

Dan barangsiapa yang mengerjakan kesalahan atau dosa, Kemudian dituduhkannya kepada orang yang tidak bersalah, Maka Sesungguhnya ia Telah berbuat suatu kebohongan dan dosa yang nyata.” (QS an-Nisa : 112)

Maha benar Alloh yang berfirman :

وَالَّذِينَ يُؤْذُونَ الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ بِغَيْرِ مَا اكْتَسَبُوا فَقَدِ احْتَمَلُوا بُهْتَاناً وَإِثْماً مُبِيناً

Dan orang-orang yang menyakiti orang-orang yang mukmin dan mukminat tanpa kesalahan yang mereka perbuat, Maka Sesungguhnya mereka Telah memikul kebohongan dan dosa yang nyata.” (QS al-Ahzab : 58)

Maha mengetahui Alloh berfirman :

وَلا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولَئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْؤُولاً

Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya.” (QS al-Israa` : 36)

Maha Agung Alloh yang berfirman :

إِذْ تَلَقَّوْنَهُ بِأَلْسِنَتِكُمْ وَتَقُولُونَ بِأَفْوَاهِكُمْ مَا لَيْسَ لَكُمْ بِهِ عِلْمٌ وَتَحْسَبُونَهُ هَيِّناً وَهُوَ عِنْدَ اللَّهِ عَظِيمٌ

(Ingatlah) di waktu kamu menerima berita bohong itu dari mulut ke mulut dan kamu katakan dengan mulutmu apa yang tidak kamu ketahui sedikit juga, dan kamu menganggapnya suatu yang ringan saja. padahal dia pada sisi Allah adalah besar.” (QS an-Nuur : 15)

Diriwayatkan oleh Imam Muslim rahimahullahu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam bersabda :

أتدرون ما الغيبة ؟

Apakah kalian tahu apakah ghibah (menggunjing) itu?” Para Sahabat menjawab :

الله ورسوله أعلم

Alloh dan Rasul-Nya yang lebih tahu” Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam melanjutkan ucapan beliau :

ذكرك أخاك بما يكره

Ghibah itu adalah engkau menyebutkan sesuatu tentang saudaramu yang dibencinya.” Seorang sahabat bertanya :

أفرأيت إن كان في أخي ما أقول ؟!

Bagaimana menurut anda apabila yang aku sebutkan ada pada saudaraku itu?” Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam menjawab :

إن كان فيه ما تقول فقد اغتبته، وإن لم يكن فيه فقد بهته

Apabila yang kau katakan ada padanya maka inilah ghibah dan apabila tidak ada padanya maka kau telah berdusta atasnya (menfitnahnya).”

Diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud rahimahullahu dari Sa’ib bin Zaid radhiyallahu ‘anhu dari Nabi Shallallahu ‘alahi wa Salam bahwa beliau bersabda :

إن من أربى الربا الاستطالة في عرض المسلم بغير حق

Sesungguhnya sebesar-besarnya riba adalah menyebut-nyebut kehormatan seorang muslim tanpa hak.”

Sahabat yang mulia, ‘Abdullah bin ‘Abbas radhiyallahu ‘anhu berkata :

لا ترم أحدا بما ليس لك به علم

Janganlah kamu menuduh seseorang yang kamu tidak memiliki ilmunya.”

Di dalam Nawadirul Hakim, dari ‘Ali radhiyallahu ‘anhu beliau berkata :

البهتان على البريء أثقل من السموات

Menfitnah seorang yang tidak bersalah (terbebas darinya) lebih berat dari langit seluruhnya.”

Diriku, ketika menukilkan sebagian ayat, hadits dan atsar di atas, sesungguhnya aku menghendaki supaya hal ini bisa menjadi cambuk dan peringatan atas kita, dari menuduh dan menfitnah orang lain tanpa hujjah dan bayyinah yang jelas, tanpa burhan yang terang, yang berangkat dari kejahilan, kedengkian dan kezhaliman semata. Dan barangsiapa yang memiliki hujjah, bayyinah dan burhan maka katakanlah dengan adil dan benar, tanpa diiringi dengan dusta dan fitnah.

Adapun seorang yang berkedok dengan nama ’Mujaddid’ (baca : Mudzabdzab), yang menulis sebuah risalah bantahan terhadap salafiyin dan ulamanya yang penuh dengan kebodohan, kegelapan di atas kegelapan dan kedustaan, yang mana ia di dalam menulis bantahan tersebut, tidak lepas dari tulisan seorang syabab HT yang bernama Muhammad Lazuardi al-Jawi[1], yang mana Lazuardi ini menukil dari tulisan Umar Bakri Muhammad[2] dan Hasan Ali as-Saqqof[3]. Selain itu, tampaknya si Mudzabdzab ini juga banyak menukil dari website seorang shufi di Eropa Mas’ud Ahmad Khan (http://www.masud.co.uk/) yang mengagung-agungkan seorang shufi besar penghulu kesesatan dan kebid’ahan, Hamim Nuh Keller ad-Dajjal dan Abdul Hakim Murad al-Kadzdzab.

Di sini saya tidak akan membantah seluruhnya, namun hanya sebagiannya saja yang berkenaan dengan pembahasan. Di sini saya akan berusaha menelanjangi dan menyingkap kebodohan si Mudzabdzab ini dan Lazuardi al-Jawi al-Hizbi yang penuh dengan pemalsuan, kedustaan dan pengkhianatan ilmiah. Para pembaca budiman akan melihat bagaimana lihainya si mudzabdzab dan Lazuardi al-Jawi ini di dalam berbuat dusta dan makar terhadap ahlus sunnah.

 

AL-IMAM AL-MUHADDITS AL-ALBANI DIZHALIMI

Ternyata kebencian mereka terhadap Syaikh al-Muhaddits al-Imam al-Albani rahimahullahu tidak hanya berhenti sampai pada nukilan kegelapan as-Saqqof yang telah di’muntah’kan oleh Mudzabdzab pada tulisan sebelumnya yang telah saya bantah. Namun mereka juga menghimpun secara gegabah dan serampangan kritikan para ulama fanatikus madzhabi dan pembela kesesatan asy’ariyah, jahmiyah dan sufiyah. Akan terbuka kedok mereka sebentar lagi –insya Allah Ta’ala-. Hal ini menunjukkan bagaimana sayab Hizbut Tahrir ini berserikat dan berkoalisi dengan kesesatan mereka, dan para pembaca budiman akan mengetahui sebentar lagi dan dapat menarik benang merah alasan kebencian mereka terhadap Syaikh al-Albani dan ulama salafi lainnya.

Al-Mudzabdzab ini berkata :

…Bahkan kemudian bangkitlah para ulama dari berbagai belahan dunia islam yang menulis kitab berjilid-jilid hanya untuk menunjukkan berbagai kesalahan dan penyimpangan Albani, kita dapat lihat sebagai berikut..”

Lalu dia menyebutkan beberapa kitab dan penulisnya yang membantah Syaikh al-Albani. Sebelum menyebutkan kitab-kitab tersebut beserta penulisnya dan bantahannya, perlu saya sampaikan beberapa hal simpul-simpul benang kusut agar para pembaca dapat menariknya sehingga menjadi lurus dan tidak kusut lagi. Saya akan nukilkan dulu muntahan si mudzabdzab ini di dalam artikelnya yang berjudul ”Pandangan Salaf Terhadap Daulah dan Siyasah” (bagian II) point E, ia berkata setelah mencela Syaikh al-Albani dan menukil tulisan gelap as-Saqqof dari Tanaqudlaat-nya :

Setelah kita menyimak berbagai contoh kesalahan dan penyimpangan yang dilakukan dengan sengaja atau tidak oleh ‘Yang Terhormat Al-Muhaddis Syeikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani’ oleh ‘Al-Alamah Syeikh Muhammad Ibn Ali Hasan As-Saqqof’ dimana dalam kitab-nya tersebut beliau (Rahimahullah) menunjukkan ± 1200 kesalahan dan penyimpangan dari Syeikh Al-Albani dalam kitab-kitab yang beliau tulis seperti contoh diatas. Maka kita bisa menarik kesimpulan bahwa bidang ini tidak dapat digeluti oleh sembarang orang, apalagi yang tidak memenuhi kualifikasi sebagai seorang yang layak untuk menyadang gelar ‘Al-Muhaddis’ (Ahli Hadis) dan tidak memperoleh pendidikan formal dalam bidang ilmu hadis dari Universitas-universitas Islam yang terkemuka dan ‘Para Masyaik’h yang memang ahli dalam bidang ini. (Silahkan lihat kitab Syeikh As-Saqqof, Kitab ‘Tanaqadat Al-Albani A-Wadihat’ (Kontradiksi yang sangat jelas pada Al-Albani) ) !!!!!.

Maka cukuplah perkataan – Syeikh Abdul Ghofar seorang ahli hadis yang bermadzab Hanafi menukil pendapat Ibn Asy-Syihhah ditambah syarat dari Ibn Abidin Dalam Hasyiyah-nya, yang dirangkum dalam bukunya ‘Daf’ Al-Auham An-Masalah Al-Qira’af Khalf Al-Imam’, hal. 15 : ‘’Kita melihat pada masa kita, banyak orang yang mengaku berilmu padahal dirinya tertipu. Ia merasa dirinya diatas awan ,padahal ia berada dilembah yang dalam. Boleh jadi ia telah mengkaji salah satu kitab dari enam kitab hadis (kutub As-Sittah), dan ia menemukan satu hadis yang bertentangan dengan madzab Abu Hanifah, lalu berkata buanglah madzab Abu Hanifah ke dinding dan ambil hadis Rasul SAW. Padahal hadis ini telah mansukh atau bertentangan dengan hadis yang sanadnya lebih kuat dan sebab lainnya sehingga hilanglah kewajiban mengamalkannya. Dan dia tidak mengetahui. Bila pengamalan hadis seperti ini diserahkan secara mutlak kepadanya maka ia akan tersesat dalam banyak masalah dan tentunya akan menyesatkan banyak orang ‘’.

Sekarang saya akan mengajak para pembaca budiman untuk mengobservasi dan menganalisa nukilan dan uraian si Mudzabdzab di atas. Pertama, saya akan menunjukkan beberapa nukilan dari para ulama fanatikus madzhabi, sehingga simpul pertama akan dapat kita tarik.

MEREKA ADALAH FANATIKUS MADZHABIYAH!

Muhammad Ala`udiin al-Hashfaki al-Hanafi berkata, ”Apabila kami ditanya tentang madzhab kami dan madzhab yang menyelisihi kami, maka kami wajib mengatakan bahwa : ’Madzhab kami benar walaupun mengandung kemungkinan salah dan madzhab yang menyelisihi kami salah walaupun kemunginan benar.[4]

Al-Hashfaki al-Hanafi juga menyusun sebuah syair pujian terhadap Abu Hanifah sebagai berikut :

Laknat Rabb kami sebanyak debu

Bagi orang yang menolak pendapat Abu Hanifah [5]

Abu Hasan al-Kharqi al-Hanafi berkata : ”Setiap ayat yang menyelisihi madzhab kami maka harus ditakwil atau dianggap mansukh, demikian pula setiap hadits yang menyelisihi madzhab kami harus ditakwil atau dianggap mansukh.” [6]

Al-Hafizh Ibnu Hajar al-Asqolani di dalam Fathul Baari` (IV/361-367) menjelaskan bahwa sebagian pengikut madzhab Hanafi mencela Abu Hurairoh berkenaan dengan hadits al-Mushorroh karena bertentangan dengan madzhab mereka. Bahkan mereka membuat hadits palsu tentang keutamaan Abu Hanifah sebagaimana dipaparkan oleh Muhammad bin Hibban al-Busthi (w. 354 H.) yang berkata : ”Ma’mun bin Ahmad as-Sulami meriwayatkan dari Ahmad bin Abdullah bin Ma’dan al-Azadi dari Anas dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam, beliau bersabda : ”Akan ada di tengah ummatku seorang lelaki yang disebut dengan Muhammad bin Idris yang lebih berbahaya dari umatku daripada Iblis. Akan ada seorang lelaki di tengah umatku seorang lelaki yang bernama Abu Hanifah, dia adalah pelita bagi ummatku.[7]

Ibnu Hibban berkomentar di dalam al-Majruhin (III/4546) : ”Ma’mun bin Ahmad as-Sulami adalah seorang yang zhahirnya bermadzhab Karamiyah namun tidak diketahui secara pasti bathinnya.”

Al-Hakim berkata di dalam ash-Shahih ilal Madkhol (III/45-46A) : ”Ma’mun adalah seorang pendusta. Ia meriwayatkan hadits-hadits maudhu’ dari ulama tsiqot kemudian ia menyebutkan hadits ini.”

Dan seluruh ulama muhaddits bersepakat akan kepalsuan hadits ini, namun orang-orang ajam (non Arab) menerima kebohongan-kebohongan ini dan merekayasa jalur riwayatnya. Al-Allamah Abdurrahman al-Mu’allimi al-Yamani berkata : ”Orang-orang ajam menerima kebohongan ini dan merekayasa jalur riwayat untuknya. Kemudian para ulama Hanafiyah menerimanya dan menjadikannya sebagai Hujah.”

Namun anehnya, diantara orang yang diklaim sebagai ahli hadits yang menerima riwayat ini adalah Muhammad Zahid al-Kautsari al-Jahmi (w. 1371 H), seorang yang mengumpulkan segala bentuk kebid’ahan di dalam dirinya. Telah lewat penjelasan tentangnya di artikel bantahan saya ”Pembelaan Terhadap Al-Imam Al-Albani”. Sebagai tambahan dan perlu diketahui, bahwa al-Kautsari ini juga menuduh al-Imam Bukhari sebagai Murji’ah (dalam kitabnya yang berjudul at-Ta’nib hal. 48), dia juga mencela habis-habisan hanya untuk membela Abu Hanifah para ulama ummat seperti Sufyan ats-Tsauri, Abu Ishaq al-Fazari, al-Humaidi, Ahmad bin Hanbal dan selainnya. [8]

Sungguh al-Imam al-Humam Nu’man bin Tasbit Abu Hanifah rahimahullahu sendiri berlepas diri darinya, beliau berkata : ”Ini adalah pendapat an-Nu’man bin Tsabit dari dirinya sendiri. Pendapat ini lebih baik dari yang bisa aku tetapkan. Barangsiapa yang datang dengan pendapat lebih baik, maka pendapatnya lebih utama untuk dibenarkan.” [9]

Imam Abu Hanifah, Abu Yusuf dan Za’far berkata : ”Tidak halal bagi seorangpun berpendapat dengan pendapat kami sampai ia mengetahui dari mana kami mengambil pendapat kami.” [10]

Sungguh, Muhammad Zahid al-Kautsari ini menghimpun kesesatan ahli bid’ah dan ahli ahwa’ dengan mendahulukan fanatik madzhabinya ketimbang hadits-hadits nabi yang mulia. Syaikh al-Allamah Mu’allimi al-Yamani telah membantah dirinya secara ilmiah di dalam kitab at-Tankil bima fi Ta’nibil Kautsari minal Abathil dan Thali’ah at-Tankil, demikian pula Syaikh Muhammad Abdurrazaq Hamzah[11] dalam Risalah fir Raddi ’ala Kautsari dan al-Muqobalah bainal Huda wadh Dhalal, Muhaddits al-Ashr Muhammad Nashirudin al-Albani dalam Muqoddimah Syarh ath-Thahawiyah, Syaikh Zuhair asy-Syawisy dalam Hasyiah (catatan kaki)-nya terhadap Syarh Aqidah ath-Thahawiyah dan Syaikh Ahmad bin Muhammad Shiddiq al-Ghumari dalam Bayaanu Talbiis al-Muftari Muhammad Zahid al-Kautsari.

Asy-Syaikh asy-Syamsu as-Salafi al-Afghoni menulis sebuah artikel yang berjudul al-Kautsari wal Kautsariyah yang dimuat di majalah al-Asholah (no 25-26/Dzulqo’dah/1415/th.III/hal.102-118) yang berisi aqidah sesat al-Kautsari dan para pembebeknya yang beliau nukil dari kitab al-Kautsari sendiri, terutama dari kitab Maqoolat al-Kautsari yang masyhur. Berikut ini saya nukilkan sebagian isi artikel tersebut yang menghimpun kesesatan dan kesyirikan ajaran al-Kautsari kepada ummat, diantaranya adalah :

  1. Memperbolehkan membangun kubah dan masjid di atas kubur karena hal ini merupakan perkara yang telah diwariskan. (Maqoolat al-Kautsari hal. 156-157).

  2. Tidak memperbolehkan menghancurkan kubah atau masjid yang dibangun di atas kuburan yang mana hal ini merupakan hal yang telah diwariskan kepada ummat. (idem)

  3. Bolehnya sholat di pekuburan dan dia memperbolehkan sholat di Masjid yang dibangun padanya kuburan orang yang sholih dengan maksud bertabaruk dengan peninggalan-peninggalannya (atsar), dan menganggap do’a menjadi ijabah di sana… (hal. 157)

  4. Menganggap Nabi memberikan syafa’at di alam barzakh dan mengetahui permintaan orang yang meminta, dan dia juga berdalil dengan mimpi-mimpi (hal. 389)

  5. Menganggap Nabi mengetahu ilmu al-Lauh dan al-Qolam (hal. 373).

  6. Meniadakan kebanyakan sifat-sifat bagi Allah dan merubah nash shifat menjadi sifat yang dianggap kurang menyerupai manusia, hewan, benda mati dan sebagainya. (tersebar dalam hampir semua karangannya).

  7. Memperbolehkan ziarah ke kuburan untuk bertabaruk dan berdo’a di sampingnya dan menyakini keijabahannya sebagaimana juga boleh siarah ke kuburan untuk meminta tolong kepada mayat dalam rangka memperoleh kebaikan dan menjauhkan dari bencana. (hal. 385)

  8. Berkeyakinan bahwa arwah para wali turut memberi andil dalam mempengaruhi alam semesta dan bahkan turut serta di dalam pengaturannya (hal. 382).

  9. Bolehnya menyeru Rasulullah setelah meninggalnya beliau dalam rangka menjauhkan dari kesukaran dan ia mengaku hal ini merupakan warisan dari para sahabat radhiallahu ‘anhum (hal. 391).

  10. Memperbolehkan bertawasul dengan dzat wali baik hadir maupun ghaib ataupun pasca wafatnya. (hal. 378-380 dan 386)

  11. Bertawasul dengan do’anya orang yang masih hidup bukan dianggapnya sebagai tawasul baik ditinjau dari sisi bahasa maupun syar’i.

  12. Boleh mempergunakan lafazh isti’anah dan istighotsah ketika bertawasul.

  13. Mencela hadits-hadits Bukhari-Muslim yang menyelisihi madzhabnya [12]

  14. Banyak menukil ucapan-ucapan penghulu kesesatan filsafat semacam ar-Razi, at-Taftazani, al-Jurjani dan selainnya.

Inilah dia guru Hasan Ali as-Saqqof penulis Tanaqudhaat al-Albani al-Wadhihah yang dinukil oleh si mudzabdzab al-Hizbi ini. Selain itu, al-Kautsari juga guru dari Habiburrahman al-A’zhami yang bersembunyi di balik nama Arsyad as-Salafi, Abdul Fattah Abu Ghuddah al-Asy’ari al-Maturidi[13], Ahmad Khoiri al-Hanafi al-Maturidi al-Quburi al-Khurofi[14], Ridwan Muhammad al-Mishri al-Khurofi dan selainnya.

Syaikh Sholahudin Maqbul Ahmad, seorang muhaddits India memberi peringatan sebagai berikut : ”Sesungguhnya murid-murid al-Kautsari ini –secara Aqidah dan manhaj- menghembuskan pemikiran-pemikiran yang beracun. Maka merupakan kewajiban para ulama pembela sunnah dan para penuntut ilmu yang mumpuni untuk menyingkap hakikat dan syubuhat mereka, membedah makar-makar busuk mereka dan membongkar maksud-maksud jelek mereka, agar ummat tidak terjerat ke dalam perangkap-perangkap mereka yang penuh tipu daya dengan nama-nama dan gelar-gelar yang mentereng.” [15]

Saya katakan : Sungguh benar apa yang dikatakan oleh Syaikh Sholah Maqbul, bahwa bahaya yang ditularkan oleh murid-murid al-Kautsari ini sangat virulen dan infeksius, terbukti bahwa ”al-Mudzabdzab” sendiri telah terinfeksi oleh virus Kautsariyah ini dan menjadikannya sebagai argumentasi dan hujjah di dalam memerangi ahlus sunnah. Sungguh tepat kiranya syair di bawah ini menggambarkan keadaan dirinya :

و من جعل الغراب له دليلا يمر به على جيف الكلاب

Barangsiapa yang menjadikan burung gagak sebagai dalil

Maka ia akan membawanya melewati bangkai-bangkai anjing

 

 

[Bersambung Bagian 2]

1 Dugaan saya, “Al-Mujaddid” dan Lazuardi al-Jawi ini adalah orang yang satu. “Al-Mujaddid” hanyalah kedoknya saja, dan Lazuardi sendiri bukanlah nama asli juga. Seorang yang terpercaya telah mengabarkan kepada saya, bahwa Lazuardi dan Mujaddid ini adalah orang yang satu, dan dia adalah alumni UNIBRAW angkatan 97/98 yang nama aslinya adalah Irawan. Dan Alloh-lah yang lebih mengetahui kebenarnya.

2 Umar Bakri Muhammad adalah seorang kelahiran Suriah Lebanon, mantan mufti HT di Inggris, yang pada tahun 1996 keluar dari HT membentuk jama’ah baru yang bernama “Al-Muhajiroon”, lalu ia membubarkannya lagi dan membentuk jama’ah baru lagi yang bernama “Ghurobaa”. Ia mengklaim pasca keluar dari HT telah rujuk kepada aqidah dan manhaj ahlis sunnah, namun sayangnya, klaimnya hanyalah sekedar klaim belaka, karena ia keluar dari kelompok yang terpengaruh oleh Mu’tazilah (bahkan Umar Bakri sendiri menyebut HT sebagai “Neo Rationalist”) menuju kepada kelompok yang lebih ekstrim lagi, yaitu Khowarij takfiri. Umar Bakri ini sangat mudah mengkafirkan secara sporadis, ia tidak segan mengkafirkan siapa saja yang tidak sefaham dengannya. Ia telah mengkafirkan Imam Ibnu Baz rahimahullahu dan para ulama ahlis sunnah. Bahkan ia juga mengkafirkan DR. al-Qorodhowi dan mayoritas ulama al-Azhar Mesir.

3 Hasan Ali as-Saqqof ini adalah seorang Jahmiyah tuleh dari Yordania. Silakan baca bantahan terhadapnya pada artikel yang berjudul “Pembelaan terhadap Imam al-Albani” di dalam blog ini. Niscaya anda ketahui akan keadaan dirinya yang serupa dengan pengagumnya semisal “Mudzabdzab” ini.

4 Ad-Durrul Mukhtar ma’a Raddil Mukhtar I/48-49, dinukil dari Majalah al-Furqon (Universitas Ibnu Taimiyah India), no. 5, Jumadil Ula-Jumadil Akhirah, 1422 H, hal. 47, artikel berjudul Ta’ashub al-Madzhabi wa Ta’riiful Ahaadits an-Nabawiyah wa Mukholatatuha al-Qobiihah oleh Syaikh Zhillurrahman at-Taimi.

5 Lihat Zawabi’ fi Wajhi Sunnah Qadiman wa Haditsan karya Syaikh Sholahudin Maqbul Ahmad, (terj.) “Bahaya Mengingkari Sunnah”, Pustaka Azzam hal. 242.

6 Bid’atut Ta’ashshub al-Madzhabi hal. 327 oleh Muhammad Ied Abbasi dan Tarikh at-Tasyri’ al-Islami hal. 337 oleh al-Khudari. Dinukil dari Majalah al-Furqon (Universitas Ibnu Taimiyah India), no. 5, Jumadil Ula-Jumadil Akhirah, 1422 H, hal. 47, artikel berjudul Ta’ashub al-Madzhabi wa Ta’riiful Ahaadits an-Nabawiyah wa Mukholatatuha al-Qobiihah oleh Syaikh Zhillurrahman at-Taimi.

7 Al-Majruuhin, Ibnu Hibban (III/46), al-Madkhol ila ash-Shahih, al-Hakim (hal. 216), Tarikh al-Baghdad (XIII/335), al-Maudhu’at (II/48-49), Mizanul I’tidal (III/430) dan Lisanul Mizan (V/8). Lihat Zawabi’ fi Wajhi Sunnah Qadiman wa Haditsan karya Syaikh Sholahudin Maqbul Ahmad, (terj.) “Bahaya Mengingkari Sunnah”, Pustaka Azzam hal. 277-278

8 Lihat penjelasan lengkap kesesatan al-Kaustari di dalam Zawabi’ fi Wajhi Sunnah Qadiman wa Haditsan karya Syaikh Sholahudin Maqbul Ahmad, (terj.) “Bahaya Mengingkari Sunnah”, Pustaka Azzam hal. 283-286

9 I’lamul Muwaqqi’in (I/75) oleh Ibnul Qoyyim, Hujjatul Balighoh (I/157) dan al-Inshaf (hal. 104) oleh ad-Dihlawi. dinukil dari Majalah al-Furqon (Universitas Ibnu Taimiyah India), no. 5, Jumadil Ula-Jumadil Akhirah, 1422 H, hal. 47, artikel berjudul Ta’ashub al-Madzhabi wa Ta’riiful Ahaadits an-Nabawiyah wa Mukholatatuha al-Qobiihah oleh Syaikh Zhillurrahman at-Taimi.

10 I’lamul Muwaqqi’in (II/210-211) oleh Ibnul Qoyyim, Hujjatul Balighoh (I/185). dinukil dari Majalah al-Furqon (Universitas Ibnu Taimiyah India), no. 5, Jumadil Ula-Jumadil Akhirah, 1422 H, hal. 47, artikel berjudul Ta’ashub al-Madzhabi wa Ta’riiful Ahaadits an-Nabawiyah wa Mukholatatuha al-Qobiihah oleh Syaikh Zhillurrahman at-Taimi.

11 Syaikh Muhammad bin Abdirrahman bin Abdirrazaq Hamzah adalah seorang imam Haram al-Madini, pembela Sunnah dan penghancur bid’ah, orang yang membenci taklid buta dan mencintai ittiba’ kepada sunnah nabi. Beliau pernah menimba ilmu dari Sayyid Rasyid Ridha dan Syaikhul Azhar asy-Syaikh Salim al-Bisyri rahimahumallahu. Beliau adalah sahabat akrab dari Imam al-Haram al-Makki, Syaikh Abduzh Zhahir Abul Samhi rahimahullahu. Beliau pernah mengajar di Ma’hadil ‘Ilmi as-Su’udi yang saat itu merupakan lembaga terbesar di Saudi. Diantara pengajar ma’had itu saat itu adalah Syaikh Abdurrazaq Afifi, Syaikh Abdurrahman al-Wakil, Syaikh Muhammad Ali Abdurrahim dan selain mereka dari para ulama Ansharus Sunnah al-Muhammadiyah rahimahumullahu. Beliau direkomendasikan untuk mengajar di Ma’hadil ‘Ilmi oleh Samahatu Mufti asy-Syaikh Muhammad bin Ibrohim Alu Syaikh rahimahullahu. Beliau adalah seorang alim jalil yang senantiasa mengkhidmatkan waktunya untuk menyebarkan ilmu dan sunnah. Karangannya menjadi saksi atas kedalaman ilmunya dan kesungguhannya di dalam membela sunnah dan menumpas kesesatan. Selain dua karangan yang telah disebutkan di atas, beliau juga memiliki karangan sebagai berikut : As-Syawahid wan Nushush Raddu fiihi ’ala Aro’ii Abdullah al-Qoshimi, Zhulumaati Abu Royyah, ’Unwaanun Najdi fi Taarikhin Najdi, Risaalatut Tauhid lil Imam Ja’far ash-Shadiq, Mawariduzh Zham’aan ila Zawa’id Ibni Hibban, al-Baa’itsul Hatsiits ila Fannil Hadits, Ta’liqot ’ala Hamawiyyatil Kubra, Ta’liqoot ’ala Risaalatith Tholaq lisyaikhil Islam, Ta’liqot ’alal Kaba`ir lidz Dzahabi, dll. Beliau wafat pada tahun 1392 H. Atau 1972 M. setelah menderita sakit keras semenjak tahun 1965. Semoga Allah merahmati beliau dan membalas segala khidmatnya dengan surga-Nya kelak dan menerangi kuburnya serta menjauhkan dirinya dari siksa kubur dan siksa neraka. (Lihat Majalah at-Tauhid (Ansharus Sunnah al-Muhammadiyah Mesir), tahun ke-25, no. 6)

12 Hal ini disingkap habis pengkhianatan pendhaifannya oleh penulis (Syaikh asy-Syamsu al-Afghoni) di dalam kitabnya al-Maturidiyah III/244-245

13 Seorang yang didaulat oleh Ikhwanul Muslimin sebagai ahli hadits dan syaikh asy-Syamsu al-Afghoni memiliki kitab yang membantah penyimpangannya di dalam kitab al-’Umdah likasyfil Astaar ’an Asroori Abi Ghuddah dan Fadhilatus Syaikh Bakr Abu Zaed juga menulis Baro’atu Ahlus Sunnah minal waqii’ati fi Ulama`il Ummah yang juga menyingkap hakikat Abu Ghuddah

14 pemahamannya dekat dengan Rofidli dan Bathiniy, pencela dan pembenci Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dan penulis biografi al-Kautsari dalam kitabnya al-Imam al-Kautsari, Muhammad Yusuf al-Banuri ad-Deobandi ash-Shufi

15 Lihat Zawabi’ fi Wajhi Sunnah Qadiman wa Haditsan karya Syaikh Sholahudin Maqbul Ahmad, (terj.) “Bahaya Mengingkari Sunnah”, Pustaka Azzam hal. 290.


 Comments 22 comments

  • ridho says:

    assalamualaikum warahmatullahi wabarokatuh…..
    membaca tulisan anda, ko saya jadi bingung sendiri……,yg fanatikus yg mana…..? yg anda tuduhkan atau anda sendiri yg begitu fanatik dengan mazhab anda……, bukankah para ulama dulu juga saling mengkritik tapi tidak melontarkan caci maki seperti anda lakukan….!!! menjuluki orang sebagai mudzabzab..,jahmiyah tulen, mencela pribadi….!!! saya jadi sangat ragu apakah anda orang islam….???!!! bukankah pangkal utama syariat ini adalah akhlaq…??? saya kira mengkritik dalam ilmu itu sangat wajar, tetapi mengkritik pribadi2 sangat tidak wajar & terus terang buat saya sangat menjijikkan….,sebab anda mengklaim mengetahui hadist dll, tapi tidak berakhlak dan menjaga lisan…….?????!!!!!
    wallahu’alam bi showab
    ridho

    Wa’alaikumus Salam warohmatullahi wabarokatuh
    Islam itu adalah agama yg adil, kita akan berlaku keras kepada orang yang keras. Adapun al-Mudzabdzab, adalah orang yg layak utk ditahdzir dan dicela atas pemikirannya dan sikapnya yg keji thd para ulama. Sekiranya Mudzabdzab menggunakan cara yang ilmiah dan baik, niscaya kami akan mengkritik dan membantahnya dg cara yg baik pula.
    As-Saqqof tdk syak lagi adl mubtadi’, jahmiyah tulen. Para ulama ahlis sunnah telah mentahdzirnya atas kesesatannya. Apabila anda membela penyeru kesesatan seperti dirinya, maka itu adl hak anda, semoga Alloh mengampuni dan memberikan hidayahnya kpd anda. Kami ketika mengkritik lebih mendahulukan utk mencela pemikiran daripada pribadi. Apakah pemikiran jahmiyah itu pribadi wahai saudara? apakah menyebut diri sebagai “mujaddid” itu bukankah tmsk kesombongan dan mensucikan diri sendiri? tidakkah lebih pantas disebut dengan mudzabdzab?
    Naqd Dzaati (Kritik pribadi) itu adl bagian dari Islam, apabila anda tdk mengakuinya maka anda perlu belajar kembali. Namun, naqd dzaati haruslah dengan ilmiah, dan sikap thd ahli bid’ah semisal as-Saqqof maka harus disikapi dg keras. Allahumma Isyhad…
    Saya tdk pernah mengklaim mengetaui hadits sebagaimana tuduhan anda. Dan apabila menggunakan pola pikir anda, maka seharusnya anda mencela diri anda sendiri, karena anda mencela saya dikarenakan saya telah mencela ahli bid’ah. Parahnya lagi, anda meragukan keislaman seorang muslim. Na’udzu billah. Sungguh hala celaan itu bagi anda namun anda haramkan bagi selainnya. Allohu Akbar!

  • Abu Mochas says:

    Assalamu’alaykum…
    Tuk akh Ridho, antm tahriri jg y? dah baca artikelnya si “mujaddid” lom?antm dah ngecek sumber2 tulisan yg beliau pake lom? dah ngecek ulama2 yg dijadikan sumber tulisan si mujaddid lom? kan g perlu emosi2 gt…

  • Abu Mochas says:

    Assalamu’alaykum…
    Tuk akh Ridho, klo antm merasa keberatan dgn tulisan/bantahan yg dibuat ma Akh Abu Salma atas tulisan si “mujaddid”, silahkan antm buat bantahan jg, tp ingat yg ilmiah…jgn asal comoot sana comot sini…yg penting “ulama”…dll

  • Abu Mochas says:

    Assalamu’alaykum…
    tuk akh Abu Salma, ana boleh memperbanyak tulisan2 antm g? Ato ada syarat2nya? Mhn infonya…

    Wa’alaikumus Salam warohmatullahi wabarokatuh.
    Tafadhdhol. Syarat-2nya silakan lihat di “Copyright”.

  • ya akhi abu salma, saya kenal dengan mujadid. bagaimana kalau kita ketemu saja dan dialog. sebab kalau tidak ketemu langsung kadang komunikasi bisa bias atau kurang pas. tentunya dialog atas dasar ukhuwah sesama muslim. itu kalau antum mau. siapa tahu berguna bagi saya atau antum.
    akh abu salma, ini serius lho. paling tidak ajakan ini akan saya jadikan hujjah pada Hari Kiamat nanti, bahwa saya sudah mengajak antum untuk dialog. tolong komentar saya ini diingat baik-baik, iya. akan saya jadikan hujjah kelak di Hari Kiamat. ilal liqoo`. ma’as salaamah.

    Saudaraku, Bapak M. Shiddq al-Jawi. Beberapa tahun silam saya sudah pernah menghubungi mujaddid via mail dan kita sempat berbalas-2an email. Saya juga telah mengajaknya utk berdiskusi, namun sayang mujaddid menjawab tawaran diskusi saya dengan suatu hal yang terlalu mengada-2, seperti misalnya dia mengharuskan juga mengajak semua elemen, tmsk NU, Muhammadiyah, JT, Habaib, dls. Padahal saya hanya ingin mengajaknya diskusi ttg tuduhannya, bukannya berdebat dengan elemen-2 di atas yg tdk berhubungan langsung dg diskusi pembahasan.
    Tafadhdhdol pak. Saya bersedia, dan posisi saya sekarang di Malang. Selama tidak mengganggu waktu kerja. Semoga Alloh memberikan hidayah-Nya kepada kita semua.

  • Assalamu ‘alaikum wr. wb.

    Sebenarnya kita semua perlu belajar. Apakah ada contoh atau kisah Rasulullah SAW memanggil ke kalangan lawan-lawannya dengan landihan yang tidak tepat? Bahkan dalam kisah ketika Rasulullah SAW di jambak oleh orang yahudi, beliau masih belaku santun, bahkan kepada Ummar RA agar di bayar dua kali terhadap orang yahudi yang menagihnya. Atau kisah Nabi kita, Nabi Muhammad SAW, ketika dilempar dengan batu dan cacian, pada saat da’wah di thaif. Kami kira tidak sampai dengan kata-kata kasar.

    Atau memang ada satu sunnah Rasulullah SAW dan juga perilaku Shahabat RA dengan kata-kata yang kurang tepat kepada lawan-lawannya (pada saat itu mungkin kepada orang kafir), dan kalau Rasulullah SAW tidak senang, beliau tunjukkan dengan muka yang kurang senang, tetapi tidak diikuti dengan ucapan-ucapan yang tidak tepat. Atau bagaimana dalam manhaj Salafush Sholeh? Kita semua sudah sepakat bahwa Nabi kita dan shahabat RA merupakan generasi yang paling patut dicontoh.

  • Assalamu ‘alaikum wr. wb.

    Perlu banyak belajar dan mencontoh pada diri Rasulullah SAW dan juga para Shahabat RA. Sehingga kita bisa membangun peradaban dan juga akhlaqul karimah yang dibangun seperti oleh Rasulullah SAW dan para Shahabat RA. Hampir belum pernah kami peroleh dalam kisah-kisah jaman itu, ucapan yang dilontarkan oleh Rasulullah SAW kepada lawan-lawannya, apalagi ke kaum muslimin yang lain. Beliau kalau tidak suka, beliau cukup dengan memalingkan muka, tidak cengan caci-cacian yang tidak membangun seperti itu. Kami memahami bahwa itu menyakitkan bagi teman-teman salafi, tetapi akhlaq Islam juga mesti kita junjung. Silahkan pelajari kembali tentang kisah-kisah generasi itu.

  • Lah.. anehh tho KAng Mas ini, yang dikritik itu al-Mujadid kok yang kena HT secara keseluruhan..?? JAdi ada pandangan klo orang HT itu kayak gitu semua, itu yang tergambarkan dalam tulisan antum.. LAgian klo sifatnya al-mujaddid itu jelek kok malah ditiru tho.. ya jangan-lah Kang..

  • ridho says:

    ko anda pake nama abu salma segala alasannya apa ya….??? kenapa engga mohammad rachdie pratama aja sesuai aslinya…..??

    Wahai saudaraku Ridho, belajarlah sebelum berkomentar macam-2. Ingatlah bahwa Islam itu adalah agama yang menuntunkan utk al-Ilmu qoblal qoul wal ‘amal. Apakah karena anda membaca CV yang disebarkan oleh suatu website fitnah maka anda jadikan sebagai sarana utk menuduh macam-2…
    Aduhai sekiranya anda belajar masalah dien niscaya anda akan tahu masalah “Masyru’iyyatu takanniyah” (Disyariatkannya berkunyah). Tidakkah anda pernah mendengar kunyah-2 manusia-manusia yang mulia, semisal Abu Bakr, Abu Hurairoh, Abu Hafshin, dll…
    Berkunyah adalah suatu hal yang disyariatkan di dalam Islam. Hampir semua ulama Islam salaf dan kholaf memiliki kunyah. Bahkan memanggil dengan kunyah seseorang itu mrp sikap penghormatan.
    Adapun menyebut diri sebagai “Mujaddid”, “Mujahid”, “Muharrir” atau semacamnya, maka ini bukanlah penamaan yang terpuji. Bahkan tmsk suatu hal yang muhdats dan tmsk pensucian diri sendiri alias bagian dari sikap ujub. Sekirang si “Mujaddid” itu menggunakan kunyah, maka niscaya hal ini lebih baik.
    Apabila anda belum faham… maka belajarlah dulu… dan silakan belajar…
    لو كنت تعلم ما أقول عذرتني أو كنت أعلم ما تقول عذلتكا
    لكن جهلت مقالتي فعذلتني وعلمت أنك جاهل فعذرتكا
    Seandainya kamu faham ucapanku niscaya kamu akan memaafkanku
    Atau aku mengetahui ucapanmu maka aku mengkritikmu
    Tetapi engkau tidak faham ucapanku sehingga mencelaku
    Dan aku tahu bahwa kamu tidak faham maka aku memaafkanmu

  • hadi bin ahmad allombky says:

    Assalamualaikum!!
    Saya setuju dengan sikap akh abu salma yang menasehati rojul yang menggelari dirinya almujaddid. Saya pernah membaca beberapa tulisan yang pernah di tulis rojul (yang entah darimana dia bisa menggelari dirinya mujaddid) tersebut, yang sarat akan syubhat dan melecehkan dakwah salafiyah ahlussunnah waljama’ah. Memang demikian, tidak ada yang lebih membenci manhaj yang haq ini (salafussoleh), melainkan kelompok2 yang mengusung pemikiran-pemikiran sesatnya untuk mendapat simpati dari umat Islam, justru mereka menggelari orang2 yang ingin memberantas syirik, bid’ah, khurofat dan maksiat dengan gelar wahabi, antek yahudi, pemecah belah umat de es te. Semoga Alloh membalas budi baik akh salma dengan balasan yang baik tentunya. Syukron, Barokallohufik

  • ridho says:

    Assalamualaikum!!
    maaf yg saya tau, kunyah itu kebiasaan orang arab saja bukan di syariatkan dalam islam, saya tidak tahu dalilnya, kl ana boleh tau mohon antum berikan bahwa berkunyah itu di syariatkan, ana berterima kasih banyak kalau anda mau menjawab postingan saya ini, tapi ya tolong postingan saya yg terdahulu dijawab dulu….,sebab saya penasaran sekali atas pertanyaan yg tidak terjawab.
    jazakallah khairan katsir

  • Abu Mochas says:

    Assalamu’alaykum…
    Tuk akh ridho, antm patut bersyukur coz dpt tambahan ilmu lg ttg “nama kunyah”. Begitulah Islam, ajarannya dr urusan yg sanagat kecil ampe yg paling besar, dr urusan wc ampe tauhid, semuanya diajarkan. Antm sekali2 ngaji salaf deh,klo perlu seterusnya biar dpt semuanya…
    Tuk akh H.Kudou…lho bukannya hizb kalian mengajarkan spt apa yg ditulis oleh si mujaddid?dr tulisan akh abu salma yg ana baca, si mujaddid dgn berbekal tulisan yg dinukil dr ahlu bid’ah, sufi takfiri shg dgn mudahnya melecehkan ulama ahlussunnah?jgn2 antm jg sependapat ma si mujaddid, bukan begitu?!
    Tuk akh Abu Salma, M. Shiddiq Al-Jawi tuh kyknya salahsatu pembesar HTI d Jogja y?Ana pernah denger namanya, bahkan kyknya pernah lihat beliau? Oia, kpn antm maen k Jogja?qt sekalian bikin acara bedah artikel yg udah antum buat ttg tulisan2 si mujaddid…

  • ridho says:

    Assalamualaikum!!
    tuk abu mochas, maaf ana bergaul lama sekali sama orang2 arab dari yg bergajulan sampai habaib yg alim2, dari mereka ga ada yg memanggil dirinya sendiri dengan nama kunyah…,kecuali dipanggil oleh orang lain sebagai tanda penghormatan…,dan biasanya memang orang2 terhormat saja yg dipanggil dengan nama kunyah…,tapi menurut saya cukup aneh klo orang2 indonesia menamakan diri mereka sendiri dengan nama kunyah, udah gitu seperti dibuat2 lagi, agar nampak lebih”….????”.
    saya mengaji dengan siapa aja, seperti ajaran anda saya tidak bisa taklid dengan guru siapapun, saya sering sekali datang ke pengajian salafi seminggu 2x saya hadir dengan ustadz salafi yg saya anggap ahli, kebenaran karena rmh saya dekat dari pengajian2 salafi, tapi saya ko menemukan banyak kejanggalan2 dalam ajaran salafi yg dibawakan oleh ustad2 salafi, contohnya begini..: salah seorang ustad salafi yg mengaku ahli hadist berkata ” apa2 yg telah saya dhaif kan maka tinggalkanlah, apa2 yg saya shahihkan maka ikutilah…” ketika saya bertanya suatu masalah hadis2 yg saya sodorkan semuanya di dhaifkan sanadnya, lalu saya bertanya sama ustadz,” maaf ustadz mendhaifkan sanad, kmudian berkata rawi ini begini-begitu..?, pa ustad sudah berapa banyak menerima sanad hadis dari guru2 pa ustadz……???” lalu ko saya di ludahi di depan banyak orang, dan diteriaki ahli bid’ah, subhanallah…….
    mohon pencerahan dari antum……
    jazakallah….

    Wa’alaikumus Salam
    1) Masalah kunyah bukanlah budaya Arab, namun bagian dari islam. Maka harap diperhatikan.
    2) Antum harus menunjukkan bukti yg jelas atas contoh yg antum bawakan. Karena tdk ada seorang ulama salafy, apalagi ustadz salafy mengatakan sbgmn yg antum katakan. Jika antum tdk dapat memberikan bukti maka cukup dikatakan, “kadzabta anta”!!!
    Orang yg antum sebut di dalam contoh itu seperti karakter kalangan shufiyah habaib yg antum bawakan, Allohumma…

  • Abu Mochas says:

    NAMA KUNYAH
    oleh: Ust. Abu Ukasyah Aris Munandar
    Pertanyaan:
    Ustadz,
    1.Apa hukum nama kunyah itu?
    2.Apakah harus sudah mempunyai anak?
    3.Apa adab-adab dalam membuat nama kunyah?
    Jawaban:
    Dari Anas bin Malik “Rasulullah sering menemui kami. Aku punya adik yang berkunyah Abu ‘Umair. Dia punya seekor burung yang sering dipakai untuk bermain. Suatu hari Nabi datang setelah burung tersebut mati. Beliau melihat Abu ‘Umair bermuram muka. Nabi lantas bertanya kepada kami ‘ada apa dengannya ?’ ‘burungnya mati’, sahut kami. Nabi lalu bersabda ‘hai Abu ‘Umair apa yang telah dilakukan oleh burungmu ?’” (HR. Bukhori, Muslim, Abu Dawud dan Tirmidzi, Shahih Al-Jami’ Ash-Shaghir no. 7830).
    Kunyah adalah nama yang dimulai dengan ABU atau UMMU. Ada juga ulama yang mengatakan termasuk juga nama yang diawali dengan saudara/paman…, kunyah terkadang untuk memuji sebagaimana sahabat Nabi yang dulunya berkunyah Abu Hakam, terkadang untuk mencela semacam Abu Jahal, terkadang disebabkan karena membawa sesuatu semisal Abu Hurairah dan terkadang hanya sekedar nama semisal Abu Bakar dan Abul Abbas Ibnu Taimiyyah, padahal Ibnu Taimiyyah tidak mempunyai anak (lihat Al-Qoul Al-Mufid ‘Ala Kitab At-Tauhid 2/169, Maktabah Al-‘Ilmi). Dalam syarah Muslim 14/129, Imam Nawawi mengatakan “pelajaran yang bisa dipetik dari Hadits sangat banyak sekali. Diantaranya menunjukkan bahwa kunyah untuk orang tidak punya anak itu diperbolehkan, juga menunjukkan bolehnya kunyah untuk anak kecil dan hal tersebut tidak termasuk kebohongan’ (Dari Ahkam Ath-Thifli hal. 165).
    Dalam Tuhfatul Aba’ dinyatakan “Hadits di atas menunjukkan bahwa anak kecil boleh punya kunya. Anak kecil yang suka bermain dengan burung dalam Hadits di atas berkunyah Abu ‘Umair, bahkan Nabipun memanggilnya dengan kunyah tersebut. Ini termasuk adab arab yang bagus. Kunyah untuk anak kecil itu berfungsi mengangkat dirinya, meningkatkan kecerdasannya dan menyebabkan dia merasa dihargai” (Tuhfatul Aba’ Bima Warada fi Tarbi Yatul Aulad, Dar Al-Qasim hal. 33).
    Jadi Hadits di atas menunjukkan bahwa anak kecil boleh diberi kunyah, lihat juga Ahkam Ath-Thifli, Darul Hijrah hal. 164.
    Nabi shollahu’alaihiwasallam bertanya kepada seorang sahabat, beliau berkunyah Abul Hakam padahal Al-Ahkam adalah nama Allah, ‘apakah engkau mempunyai anak ?’, sahabat tersebut menjawab ‘Syuraih, Muslim, dan Abdullah’, ‘siapa yang paling tua diantara ketiganya ? lanjut Nabi, ‘Syuraih’ kata sahabat tersebut. Nabi bersabda ‘jika demikian maka engkau adalah Abu Syuraih’ (HR. Abu dawud dan Nasai, dishahihkan oleh Al-albani dalam Al-Irwa’ no. 2615).
    Dalam Ahkam Ath-Thifli dinyatakan “Hadits ini menunjukkan bahwa berkunyah dengan nama Allah semisal Abul Ahkam dan Abul ‘Ala adalah tidak dibolehkan” (Ahkam Ath-Thifli karya Ahmad Al-Isawi hal. 165). Syaikh Utsaimin mengatakan “Hadits di atas tidak menunjukkan bahwa berkunyah itu dianjurkan karena Nabi ingin mengubah sahabat tersebut dengan kunyah yang diperbolehkan dan Nabi tidak memerintahkan berkunyah pada awal mulanya” (Al-Qoul Al-Mufid 2/170).
    Abdurrahman bin Muhammad bin Qosim mengatakan “Dalam Hadits di atas Nabi memberi kunyah dengan anak yang paling tua dan itulah yang sesuai dengan sunnah sebagaimana terdapat dalam beberapa Hadits. Jika tidak memiliki anak laki-laki maka dengan nama anak perempuan yang paling tua. Ketentuan ini juga berlaku untuk kunyah seorang perempuan” (Hasyiah Kitab At-Tauhid hal. 318).
    Jadi, diantara adab yang berkenaan dengan nama kunyah adalah :
    • Tidak boleh berkunyah dengan nama Allah semisal Abul A’la (Al-Maududi)
    • Kunyah itu dengan nama anak laki-laki yang paling tua. Jika tidak ada anak laki-laki maka dengan nama anak perempuan yang paling tua
    • Orang yang belum atau tidak punya anak boleh berkunyah. Oleh karena itu anak kecil yang jelas belum menikah diperbolehkan untuk berkunyah.
    • Tidak boleh berkunyah ‘Abul Qosim’ berdasarkan Hadits Rasulullah Shollahu’alaihiwasallam “Hendaklah kalian bernama dengan nama-namaku tetapi jangan berkunyah dengan kunyahku (Abul Qosim)” (HR. Bukhori no. 3537 dll). Ibnul Qoyyim mengatakan “pendapat yang benar bernama dengan nama Nabi itu diperbolehkan. Sedangkan berkunyah dengan kunyah Nabi itu terlarang. Berkunyah dengan kunyah Nabi saat beliau masih hidup itu terlarang lagi. Terkumpulnya nama dan kunyah Nabi pada diri seseorang juga terlarang (Zaadul Ma’ad, 2/317, Muassasah Ar-Risalah). Beliau juga mengatakan “kunyah adalah salah satu bentuk penghormatan terhadap orang yang diberi kunyah… diantara petunjuk Nabi adalah memberi kepada orang yang sudah punya ataupun yang tidak punya anak. Tidak terdapat Hadits yang melarang berkunyah dengan nama tertentu kecuali berkunyah dengan nama Abul Qasim” (Zaadul Maad, 2/314). Imam Ibnu Muflih berkata, “diperbolehkan berkunyah meskipun belum memiliki anak” (Al-Adab Asy-Syar’iyyah karya Ibnu Muflih 3/152, Muassasah Ar-Risalah).
    Sumber:http://muslim.or.id/?p=146
    Mg bermanfaat…

    Jazzakallohu khoyron.

  • ridho says:

    Assalamualaikum!!
    saya tahu betul berkunyah itu kebiasaan para salaf, TETAPI TIDAK ADA YG MENAMAKAN DIRINYA SENDIRI DENGAN NAMA KUNYAH…,apakah nabi memenggil dirinya abu qasim…??
    apakah ibnu taimiyah memenggil dirinya abu abbas…..??? apakah abu hurairah memenggil dirinya sendiri abu hurairah….???? wah lucu sampeyan….,sama saja anda seperti layaknya orang indonesia menyebut dirinya ” nama saya pa haji ghufron..”…??? benarkah perkataan demikian…??, buktinya lihat saja situs2 ulama2 salafi semisal bin baaz, bin utsaimin…,dll ga ada yg memanggil namanya sendiri dengan nama kunyah….,ok
    maaf bukti yg jelas itu menurut anda seperti apa….? apa cerita saya kurang jelas…? apa saya harus menyebut nama ustadz salafi tersebut…?? saya kira saya bukan ahlinya mentahdzir….,karena walaupun di tahdzir macam2 saya tetap cium tangan sama ustadz tersebut sebagai ta’dzim saya terhadap beliau…,lagi pula kalau antum sering baca2 artikel2 salafi, buku2 salafi, atau ikut kajian2 salafi anda akan tahu betul siapa ustad salafi yg saya maksud….
    habaib…??? maaf habaib itu ada dua macam, yg jelek yg tidak berilmu….dan yg baik yg berilmu…..,tentunya kita tidak dapat menganggap yg pertama, tp yg kedua sepengetahuan saya mereka tidak pernah mentahdzir orang ahli bid’ah seperti yg anda sebutkan..,justru tahdzir2 bid’ah muncul sejak salafi muncul di indonesia…??
    maaf akhi…,klo soal habaib anda ga bisa mengalahkan mereka dalam segi apapun…,saya sudah membuktikan sendiri…,bacalah sejarah mereka…,toh moyang2 kita ini mengenal islam dari perjuangan mereka….??? bacalah sejarah mereka..,siapa itu wali songo….??, siapa raja2 islam pertama nusantara….?? bacalah thariqah mereka….,tp saya yakin kita tidak bisa mengenali mereka secara tepat karena thariqah mereka memang berurut kepada kakek moyang mereka sendiri, lalu apa maksud anda mengatakan merekalah yg bersikap seperti itu…??
    jazakallah

    Wa’alaykumus Salam
    Bagaimana dengan Abu Bakar wahai saudaraku yang alim… bagaimana dengan Abu Hurairoh wahai saudaraku yang pinter… sekali lagi anda perlu belajar…
    Bagaimana pula dengan sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Salam yang melarang orang selain beliau untuk berkunyah dengan nama Abul Qosim dan beliau mengatakan karena Abul Qosim adalah kunyah beliau… Bagaimana dengan sabda Nabi sendiri yang di dalam penggalannya beliau mengatakan : “… maka ia telah mendurhakai Abul Qosim”, dan masih banyak lagi…
    Mengenai bukti ya harus jelas… anda bisa jadi menukil berita berangkat dari kedustaan anda sendiri. Beranikah anda bersumpah demi Alloh bahwa kisah itu benar dan anda bersedia dilaknat apabila apa yang anda sampaikan itu dusta?!! lebih jauh lagi, saya katakan orang yang anda sebutkan itu bukan salafiy walaupun ia mengaku salafiy karena ia menyelisihi manhaj salaf dengan menjadikan dirinya figur dan tolok ukur…
    Adapun Haba`ib… kita tdk menilai mereka dari nasab belaka. Namun kita nilai dari aqidah dan amal mereka. Apabila aqidahnya seperti Hasan Ali as-Seggaf al-Jahmi maka wal’iyadzubillah… Namun apabila aqidahnya seperti Alwi Abdul Qodir as-Seggaf falhamdulillah…

  • Abu Mochas says:

    Assalamu’alaykum…
    ——————————————————
    ridho Berkata:
    Maret 27th, 2007 pada 8:30 adalah

    Assalamualaikum!!
    tuk abu mochas, maaf ana bergaul lama sekali sama orang2 arab dari yg bergajulan sampai habaib yg alim2, dari mereka ga ada yg memanggil dirinya sendiri dengan nama kunyah…,kecuali dipanggil oleh orang lain sebagai tanda penghormatan…,dan biasanya memang orang2 terhormat saja yg dipanggil dengan nama kunyah…,tapi menurut saya cukup aneh klo orang2 indonesia menamakan diri mereka sendiri dengan nama kunyah, udah gitu seperti dibuat2 lagi, agar nampak lebih”….????”.
    saya mengaji dengan siapa aja, seperti ajaran anda saya tidak bisa taklid dengan guru siapapun, saya sering sekali datang ke pengajian salafi seminggu 2x saya hadir dengan ustadz salafi yg saya anggap ahli, kebenaran karena rmh saya dekat dari pengajian2 salafi, tapi saya ko menemukan banyak kejanggalan2 dalam ajaran salafi yg dibawakan oleh ustad2 salafi, contohnya begini..: salah seorang ustad salafi yg mengaku ahli hadist berkata ” apa2 yg telah saya dhaif kan maka tinggalkanlah, apa2 yg saya shahihkan maka ikutilah…” ketika saya bertanya suatu masalah hadis2 yg saya sodorkan semuanya di dhaifkan sanadnya, lalu saya bertanya sama ustadz,” maaf ustadz mendhaifkan sanad, kmudian berkata rawi ini begini-begitu..?, pa ustad sudah berapa banyak menerima sanad hadis dari guru2 pa ustadz……???” lalu ko saya di ludahi di depan banyak orang, dan diteriaki ahli bid’ah, subhanallah…….
    mohon pencerahan dari antum……
    jazakallah….
    ——————————————————-

    Antum bilang gaulnya ama org2 Arab yg bergajulan ampe habaib alim, mg antm bs pinter2 milih tmn cz diri kita jg bisa dinilai lo ama siapa qt berteman. Antm menilai habaib2 itu alim dr sisi mana? cz anggapan org2 Indonesia jg bnyk yg menganggap klo dah pake sorban ato jubah ampe geser2 tanah disebut habaib alim jg, malah gak banyk para habaib2 tsb ternyata sufi gaya baru,khowarij, dll. Trus, antm dah paham betul gak ttg makna salafi, salafiyyun, salafush sholih itu sendiri. jgn2 antm kena tipu ama ustad yg ngaku salafi yg antm ceritakan. Klo antm belum paham betul, minta penjelasan ma akh Abu Salma aj. Insya Allah beliau lebih paham.

  • Abu Mochas says:

    Assalamu’alaykum…

    “Percayalah, tak akan tegak syariat jika yg berusaha tuk menegakkannya sangat bodoh akan syariat itu sendiri. Ibaratnya menegakkan benang basah dan bagai memeluk angin (baca: sia-sia).”

    Jadi, bagi yg ngaku2 pejuang syariat, mending perdalam lagi ilmu agamanya, terutama aqidah Islam yg bener. Jgn bisanya cm turun k jalan (baca: demonstrasi) sambil meneriakkan aib penguasa (dan bikin macet jalan). Semua masalah nampaknya diselesaikan dengan demonstrasi. Hari Ibu pake demo, Hari bumi pake demo, harga beras naik pake demo, gak setuju ama valentine dan pornografi pake demo, benci ama Amerika pake demo (tapi herannya ngaku2nya benci Amerika dan Yahudi tp konsumsi sehari2nya lagu&film buatan Amrik&Yahudi alias doyan).. de el el. Tobatlah dari demonstrasi.

  • ridho says:

    Assalamualaikum,
    akh abu salma yg saya hormati, terima kasih anda menyuruh saya untuk belajar…, terima kasih sekali lagi…,tp anda dan saya berbeda dalam pengambilan kesimpulan atau natijah,setau saya abu bakar memanggil dirinya sendiri dngn nama tersebut karena untuk menghormati aisyah, yg di julukinya sendiri al bikr (perawan), adapun abu hurairah tidak pernah saya menemukan dia menyebut dirinya dengan nama kunyah, dia tetap memanggil dirinya sendiri abdurahhman, khusus untuk rasulullah dia menyebut kunyahnya untuk memberi peringatan kepada orang lain dengan artian itu adalah kasus khusus(seperti allah, tidak pernah memanggil rasulullah dengan nama seperti nabi2 lain smisal ya ibrahim, ya isa, ya musa…,terkecuali sekali saja, itu pun kasusnya sebagai orang ketiga, bkn org kedua…)
    Mudahnya gini aja mas…,klo anda berkesempatan berkunjung ke timur tengah,coba klo di tanya sama orang arab jawab nama anda abu salma….??, terus yg kedua…lihat saja link2 ulama2 salafi yg ada di situs anda ini…..kayanya ga ada tuh yg memekai nama kunyah….??, gmana..????
    untuk masalah habaib, justru yg paling berperan kan nasab mereka….,kita harus hormat sama mereka karena nasab mereka sesuai hadis, masalah aqidah itu urusan mereka….,sukur2 klo mereka beraqidah lurus…
    mengenai habib hasan bin ali assegaf setau saya dia bermazhab syafi’i..,terus asumsi dia sebagai jahmiyah tulen dari mana….?? sebab klo saya baca beberapa bukunya dia bermazhab syafi’i tulen…,(anehnya guru2nya kebanyakan bermazhab hanafi dan maliki..),sangat khas ulama syafi’i, soal dia mengkritik al albani dalam hadist saya kira itu wajar2 saja….,dan ga ada caci maki seperti bantahan2 yg anda tulis di situs ini….,itu sebabnya saya sendiri bingung siapa yg fanatik…??? siapa yg jahmiyah…..???
    wassalam

    Wa’alaikumus salam
    Pertama, masalah kunyah adalah masyru’. Kunyah dapat disebutkan baik oleh pemilik kunyah maupun orang lain. Kunyah dapat diberikan oleh orang lain kpd orang yang tidak berkunyah, sebagiamana Rasulullah memberi kunyah anak kecil yang sedang bermain burung namun burungnya mati, “Ya Aba ‘Umair madza fa’ala nughair”…. Mengenai contoh anda kpd Abu Bakr radhiyallahu ‘anhu sudah cukup sbg dalil bahwa beliau menjuluki diri sebagai Abu bakr, walau dg maksud ihtiram.
    Bahkan banyak para ulama ahlis sunnah yang pake nama kunyah, mulai dari Imam al-Albani = Abu ‘Abdirrahman; Imam Ibnu ‘Utsaimin = Abu ‘Abdillah; Imam Ibnu Baz = Abu ‘Abdillah, dst…
    Habaib yang mengaku sbg alawiyin, apabila aqidah mereka rusak dan sesat tdk ada penghormatan utk mereka, apalagi dari kalangan Syiah…
    Hasan Ali as-Seggaf memang bermadzhab Syafi’iyah, sbgmn guru-2nya al-Ghumari. Namun ia banyak beristifadah dari al-Kautsari al-Hanafi al-Jahmi al-Maturidi al-Asy’ari. As-Seggaf dalam masalah aqidah Jahmiyah tulen baik ia mengaku maupun tdk mengakui. Karena pemikirannya yang menunjukkan hal ini.
    Mengkritik memang wajar-2 saja, apalagi kalo ilmiah. Namun kalo berangkat dari hasad, kedengkian, kedustaan, fitnah dan semisalnya, maka ini adalah musibah. Baca masalah ini pada buku al-Akh al-ustadz Yusuf Abu Ubaidah, “Syaikh Albani dihujat”.

  • ridho says:

    o ya, satu lagi masalah yg ketinggalan, soal ustadz salafi….,anda mau percaya atau tidak itu urusan anda dan hak anda tetapi kalau saya di suruh bersumpah apa lagi sampai laknat2an, saya katakan sekali lagi saya bukan ahlinya, dan saya tidak akan bersumpah demi apapun, kalau anda tidak percaya cerita saya ya ga pa2, tapi itu pengalaman pribadi saya yg tentunya ga akan pernah saya lupakan, klo anda di jakarta dan datang ke majlis ta’lim salafi di mesjid al M didaetah krkt jakarta barat tentu anda akan tau siapa yg saya maksud…
    klo menurut anda dia bukan seorang salafi, justru saya bingung…???!!! karena orang2 salafi menjadikan dia sebagai ustadz salafi yg menjadi rujukan utama, dan buku2nya tersebar luas di kalangan salafi…..,hanya satu ustad salafi saja yg juga mengkritik dia seperti saya mengkritik dia…….dia seorang salafi pemilik pesantren di cirebon….
    wassalam

    Ad-Da’awa ma lam tuqiimu ‘alayha bayyinaat fa-abna’uhaa ad’iyaa’
    “Pengklaim tanpa disertai keterangan hanyalah pengklaim belaka”.

  • ridho says:

    anda mengatakan hasan bin ali assagaf jahmiyah hanya dari tulisan al-ustadz Yusuf Abu Ubaidah, “Syaikh Albani dihujat”……????
    anda tidak membaca dari sumber2 lain….?? tidak mencoba meneliti langsung…??
    maaf al akh, ana udah 4 kali berdiskusi dengan beliau alhamdulillah….,beliau tetap mengakui al albani sebagai ahli hadist, hanya saja penilaian al albani perlu di teliti lebih lanjut karena banyak kesalahan, dan terutama al albani tidak pernah menerima satu sanad pun dari para ahli hadist sebelumnya…, jd menurut beliau bagaimanapun pendapat al albani tidak memiliki landasan yg cukup kuat, begitulah perbincangan saya dengan hasan bin ali assagaf tentang al albani….
    terus anda mengatakan “al-Kautsari al-Hanafi al-Jahmi al-Maturidi al-Asy’ari” bukankah al maturidi dan al asy’ari merupakan pemikir utama yg mendefinisikan pokok2 akidah ahlussunnah(walaupun banyak di perbaiki oleh pemikir2 islam berikutnya)…??

    Saya tdk mengatakan demikian, saya hanya menganjurkan anda utk membaca buku tsb. Yang membantah as-Seggaf sangat banyak, dan jika antum ingin berdiskusi mengenai masalah ini saya siap -insya Alloh-.
    Trus kapan anda berdiskusi dengan as-Saqqof, tolong sebutkan tempat dan tahun anda melakukannya.
    Asyariayah dan Maturidiyah bukanlah ahlus sunnah, insya Alloh akan saya turunkan tulisan tentangnya. Adapun Imam Abul Hasan al-Asy’ari telah berlepas diri dari faham MU’tazilah dan memeluk aqidah salafiyah sebagiamana dalam kitab beliau “al-Ibanah ‘an Ushulid Diyanah” dan “al-Maqolat”, adapun yang diperpegangi oleh mereka yang mengklaim beraqidah asy’ariyah adalah pemahan Imam Abul Hasan pada fase kedua beliau, dimana beliau mengambil faham Abu Kullab, oleh karena itu lebih tepat disebut dg KUllabiyah.

  • Abu Umar says:

    Akh Abu Salma yang sabar,beda menghadai seorang buta dengan orang yang bisa lihat tapi pikun,di sini letak kesabaran antum di uji:)menghadapi orang orang seperti mereka dan pembeo nya nggah usah terlalu di bikin capek dengan bantahan yang melelahkan.lebih bagus ajak aja ketemuan dan bicara tentang ilmu hingga akan kelihatan mana yang berilmu dan mana yang juhala’ dan jika memang sudah ketemu akhsan antum rekam dan tampilkan saja di sini biar tambah seru dan mampu membungkan mulut besar mereka.membaca tulisanya aja bikin ketawa apalagi masih sempat bicara ngalor ngidul 😀 sekali lagi kalau udah ketemu dan di rekam tampilkan di sini ya akh .maju terus pantang mundur

  • nadya says:

    Masalah Bayan Talbis Al Muftari Muhammad Zahid Al Kautsari. Buku ini ditahqiq oleh Ali Halabi, salah satu murid Al Albani. Dalam bukunya Kasfu Al Mu’lim bi Abathil Al Kitab Tambihul Muslim, hal.36. Disebutkan dalam catatan kaki, bahwa buku tersebut sedang dicetak. Padahal Ali Al Halabi sendiri sering mencela, baik kepada pemilik kitab Al Hafidz Al Ghumari juga kepada Syeikh Zahid Al Kautsari, wallahu a’lam apa tujuannya mentahqiq buku ini.

    Namun Al Muhaddits Al Awwamah menjelaskan bahwa Al Ghumari telah ruju’ dari apa yang ada dalam kitab itu, dan tidak menyelesaikannya dan berdamai dengan Al Kaustari, hingga beliau memuji Al Kaustari dengan menyebutnya sebagai Al Allamah Al Muhaddits Al Muhaqiq.

    Al Awwamah memperoleh informasi ini dari murid Al Ghumari As Syeikh Abdullah At Talidi. Keterangan ini Ditulis di catatan kaki taqridh Syeikh Al Awwamah terhadap Imdad Al Fattah bi Asanid wa Al Marwiyat As Syeikh Abdul Fattah, hal. 125.

  • Leave a Reply

    Your email address will not be published. Fields with * are mandatory.