HIZBUT TAHRIR : DARI MEREKA DAN UNTUK MEREKA (5)

 Mar, 09 - 2007   13 comments

حزب التحرير منهم وعليهم

HIZBUT TAHRIR : DARI MEREKA DAN UNTUK MEREKA

[BANTAHAN TERHADAP TUDUHAN ”MUJADDID” TERHADAP IMAM IBNU BAZ DAN DAKWAH SALAFIYAH – BAGIAN 5]

Oleh : Abu Salma bin Burhan at-Tirnatiy

Sub Pasal 2

Tauhid Asma’ wa Shifat

Dalam permasalahan Asma wa Shifat ini, pernyataan HT juga tidak jauh berbeda dengan pembahasannya mengenai Qodho’ dan Qodar. Dalam pembahasan ini, HT lebih terpengaruh oleh Mu’tazilah, Asy’ariyah dan Maturidiyah. Akan kita singkap insya Allah berikut ini :

An-Nabhani berkata di dalam asy-Syakhshiyah al-Islamiyah (I/97) : “sebelum muncul ahli kalam tidak pernah dikenal pembicaraan tentang masalah sifat Allah dan tidak pernah disinggung dalam satupun pembahasan. Selain itu tidak ada disebutkan dalam al-Qur’an al-Karim dan as-Sunnah asy-Syarif kalimat sifat Allah. Dan tidak pula dikenal dari salah seorang sahabat bahwa ia menyebut sifat Allah atau berbicara tentang sifat-sifat Allah.”

Syaikh Salim al-Hilali mengomentari : “Demikianlah manhaj an-Nabhani yang menafikan secara mutlak dan mengklaim telah menyelami seluruhnya. Lebih selamat jika sekiranya ia berkata : Aku belum menemukannya, karena di atas orang yang ‘alim ada orang yang lebih ‘alim lagi.

Sesungguhnya sifat Allah atau sifat ar-Rahman telah disebutkan di dalam beberapa hadits shohih yang jelas, diantaranya : Diriwayatkan dari ‘Aisyah Radhiallahu ‘anha bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam menunjuk seorang lelaki menjadi pemimpin sebuah pasukan kecil. Ia selalu mengakhiri surat yang dibacanya di dalam sholat ketika mengimami anggota pasukannya dengan qul huwallahu ahad. Ketika pasukan itu telah kembali, mereka menceritakannya kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam berkata : “Tanyakanlah kepadanya mengapa ia melakukan itu?” Mereka pun bertanya kepadanya, lelaki itu menjawab : “karena itu adalah sifat ar-Rohman dan aku suka membacanya.” Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda : “Kabarkanlah kepadanya bahwa Allah mencintai dirinya.” (HR Bukhori)(1)

An-Nabhani kembali berkata di dalam asy-Syakhshiyah al-Islamiyah (I/97-98) : “Kemudian sifat-sifat Allah hanya boleh diambil dari al-Qur’an dan sebagaimana yang disebutkan di dalam al-Qur’an. Sifat ilmu diambil dari firman Allah al-An’am : 59, al-Hayat dari Ali Imran : 2 dan al-Mukmin : 65, Qudroh dari al-An’am : 65 dan al-Isro’ : 99, mendengar dari al-Baqoroh : 181 dan 224, melihat dari al-Mujadilah : 1 dan al-Mukmin : 20, berbicara dari an-Nisa’ : 64 dan al-A’rof : 143, irodah dari al-Buruj : 16, Yasin : 82 dan al-Baqoroh : 252 dan al-Kholiq dari az-Zumar : 62 dan al-Furqon : 2. Sifat-sifat ini telah disebutkan di dalam al-Qur’an al-Karim sebagaimana halnya sifat-sifat yang lain seperti wahdaniyah, qidam dan lain-lain. Tidak ada perselisihan diantara kaum muslimin bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala adalah Maha Esa, Azali, Maha Hidup, Maha Kuasa, Maha Mendengar, Maha Melihat, Maha Berbicara, Maha Mengetahui dan Maha Berkehendak.”

Pembagian sifat ini sebagaimana pembagian yang dilakukan oleh Asy’ariyah yang disebut sebagai sifat ma’ani, yang dasar pijakannya adalah akal dan mengenyampingkan dalil-dalil lainnya yang menyelisihi akal. Ucapan an-Nabhani bahwa sifat-sifat Allah hanya boleh diambil dari al-Qur’an adalah klaim yang batil dan mengenyampingkan peran sunnah. An-Nabhani tidak menjelaskan bahwa : Sesungguhnya yang paling mengetahui tentang sifat Allah adalah Allah sendiri dan makhluk yang paling mengetahui tentang sifat-sifat Allah adalah Rasulullah, sehingga tidaklah seharusnya an-Nabhani berkata bahwa hanya al-Qur’an yang bisa digunakan untuk menetapkan sifat-sifat Allah ini.

Kemudian sifat-sifat yang disebutkan an-Nabhani di atas adalah pembatasan yang tidak ada keterangannya dari Kitabullah tidak pula dari Sunnah Rasulullah. Karena Ahlus Sunnah di dalam menetapkan sifat dan asma Allah adalah tawaquf dengan apa yang telah ditetapkan oleh Allah bagi diri-Nya sendiri dan apa yang ditetapkan oleh Rasul-Nya, tanpa ta’wil (memalingkan makna zhahir), tanpa ta’thil (meniadakan sifat sebagian atau seluruhnya), tanpa takyif (mempertanyakan kaifiyatnya) dan tanpa tasybih (menyerupakan Allah dengan makhluk-Nya).

Hizbut Tahrir serupa dengan Asy’ariyah, Mu’tazilah dan Maturudiyah di dalam mentakwil ayat-ayat sifat bagi Allah seperti sifat tangan, tertawa, beristiwa dan semacamnya. Mereka memalingkan makna ini dengan dalih majaz. Inilah senjata mu’tazilah di dalam membabat habis talaqqi di dalam Islam, menolak hadits dengan istilah ahad dan menolak al-Qur’an dengan istilah majaz.

Sesungguhnya penggunaan majaz adalah hal yang baru di dalam Islam yang tidak dikenal ahli lughoh terdahulu. Istilah majaz ini muncul abad-abad terakhir ketika kaum muslimin bersinggungan dengan filsafat dan ilmu kalam. An-Nabhani yang menggunakan metode majaz ini di dalam rangka menakwil ayat-ayat sifat adalah buah dari pemikiran mu’tazilah.

Sesungguhnya orang-orang yang menakwil ayat-ayat sifat, sesungguhnya berada di dalam 4 kesesatan sekaligus, yaitu ta’wil, ta’thil, takyif dan tasybih. Walaupun mereka mengatakan bahwa mereka mentakwil dengan maksud untuk tanzih. Orang yang menakwil sifat tangan (yad) misalnya dengan makna kekuasaan atau kekuatan, sesungguhnya mereka telah :

  1. Meniadakan (ta’thil) makna tangan bagi Allah, dimana Allah menetapkan makna tangan bagi diri-Nya.

  2. Mentasybih sifat tangan Allah dengan makhluk-Nya, yaitu dengan cara meniadakannya, sebab jika ditetapkan maka Allah seperti makhluknya.

  3. Mentakyif sifat tangan bagi Allah, yaitu dengan cara tidak menetapkannya, yang mana jika menetapkannya maka mereka tidak mampu menjangkau hakikatnya sedangkan kekuasaan mampu mereka jangkau.

  4. menta’wil kata tangan dengan makna lainnya, hal ini juga mengindikasikan bahwa hakikat tangan itu sendiri adalah ada. Karena Allah menggunakan kata tangan itu sendiri.

Lantas, mengapa anda mentakwil makna tangan bagi Allah dengan makna kekuasaan atau kekuatan?? Jika anda mengatakan dengan maksud makna tanzih (mensucikan) sifat Allah dari tajsim atau tasybih, maka kami tanyakan kepada anda? Mengapa anda tidak menetapkan tangan bagi Allah namun anda menetapkan sifat kekuatan atau kekuasaan??

Jika dijawab, Allah berhak atas sifat sempurna berkuasa dan kekuatan, namun tidak layak disifati dengan memiliki tangan, sebab nanti seperti makhluknya.

Kami tanyakan kepada anda kembali, siapakah yang lebih tahu tentang Allah?? Tentunya pasti dijawab Allah. Lantas mengapa anda lancang meniadakan sifat yang Allah sifatkan sendiri bagi diri-Nya. Siapakah makhluk yang paling mengetahui tentang Allah? Pasti dijawab, Rasulullah. Lantas mengapa anda meniadakan apa yang ditetapkan oleh Rasulullah. Apakah anda merasa lebih ’alim daripada Allah dan rasul-Nya?!!

Jika mereka menjawab : Kami tidak menetapkan sifat tersebut bagi Allah, melainkan supaya Allah memiliki kesempurnaan dan sebagai tanzih bagi Allah dari segala sifat kekurangan.

Maka kami katakan : Atas dasar apa anda mengatakan sifat tangan adalah sifat kurang bagi Allah?? Bukankah Allah dan rasul-Nya sendiri yang menetapkan sifat tangan bagi Allah?!! Apakah anda lancang untuk kesekian kalinya merasa lebih alim dari Allah dan Rasul-Nya.

Jika mereka mengatakan, kalau Allah disifatkan dengan tangan maka Allah akan seperti makhluk-Nya.

Maka kami katakan : Berarti anda yang mentasybih atau mentamtsil Allah, karena Allah sendiri yang menetapkan sifat tangan bagi-Nya dan Ia sendiri menyatakan : ”Tidak ada yang serupa dengan-Nya”. Bukankah manusia juga punya kekuasaan dan kekuatan?? Lantas mengapa tidak anda katakan bahwa jika Allah ditetapkan dengan kekuatan dan kekuasaan maka Allah akan seperti makhluk-Nya??

Jika mereka menjawab : Karena Allah layak ditetapkan dengan kekuatan dan kekuasaan namun tidak layak dengan tangan. Karena kalau ditetapkan dengan tangan maka berkonsekuensi tajsim dan tasybih bagi Allah.

Maka kami jawab : dasar apa anda mengatakan Allah layak bersifat demikian dan tidak layak demikian?!! Apakah anda memikiki dalil yang Allah dan Rasul-Nya sebutkan?!! Maka kami katakan lagi, anda tidak punya dalil melainkan berangkat dari pemahaman akal anda!!! Bukankah manusia memiliki tangan?? Juga bukankah manusia memiliki kekuasaan dan kekuatan?!! Lantas mengapa anda hanya mengatakan kalau Allah memiliki tangan maka Allah seperti makhluk-Nya, padahal makhluk-Nya juga punya kekuasaan dan kekuatan?!!

Jika mereka berkilah : Kekuasaan dan kekuatan makhluk terbatas dan berbeda dengan kekuasaan dan kekuatan Allah.

Maka kami katakan, demikian pula tangan Allah berbeda dengan tangan makhluk-Nya. Allah sendiri yang menetapkan tangan bagi diri-Nya maka Ia berhak untuk mendapatkan sifat tangan bagi diri-Nya, dan tangan Allah berbeda dengan tangan makhluk-Nya sebagaimana kekuatan dan kekuasaan Allah berbeda dengan makhluk-Nya. Falillahi hamdu, sesungguhnya pemahaman anda adalah pemahaman yang lemah dan pemahaman kami adalah pemahaman yang selamat dan sehat.

Jika mereka masih berkilah : Sifat Allah di dalam al-Qur’an atau Sunnah nabi-Nya adalah majaz, sebagaimana perkataan orang arab : Ja’a asadun yang memiliki dua makna, yaitu singa sebenarnya yang datang atau orang yang pemberani yang disifati seperti macan.

Maka kami jawab, majaz adalah perkara yang baru di dalam agama, dan al-Qur’an diturunkan dengan kalam yang tegas dan jelas, melainkan hanya sebagian kecil saja yang mutasyabihat. Pernyataan anda bahwa ayat sifat adalah ayat mutasyabihat adalah seperti pernyataan mu’tazilah. Sesungguhnya ayat sifat bagi Allah adalah muhkam maknanya dan mutasyabihat hakikatnya. Bukan mutasyabihat makna dan hakikatnya.

Menyatakan di dalam al-Qur’an terdapat majaz sama artinya mengatakan al-Qur’an diturunkan dengan keraguan makna. Karena majaz mengundang interpretasi yang berbeda dari setiap manusia yang membacanya. Dan ini jelas suatu kebathilan. Sesungguhnya Al-Qur’an diturunkan dengan bahasa Arab yang lugas lagi mudah difahami, tidak terkandung majaz di dalamnya.

Adapun contoh majaz yang anda kemukakan, seperti Ja’a asadun maka yang harus difahami adalah kata asad sendiri memiliki makna hakiki seekor singa, maka orang yang menakwil kata singa pada hakikatnya mereka menetapkan makna singa itu sendiri dikarenakan mereka memiliki gambaran singa. Sehingga mereka mengatakan bahwa asad yang dimaksud di sini orang yang pemberani bagaikan singa.

Juga harus difahami, majaz datang di dalam bahasa harus memiliki qorinah yang mendukung terjadinya pemalingan makna dari makna zhohir ke makna selainnya. Oleh karena itu, jika ada orang berkata : Ja’a asadun tanpa ada qorinah sedikitpun yang menunjukkan adanya pemalingan makna asad ke makna lainnya, maka memalingkannya adalah suatu kebodohan dan kebatilan. Namun jika ada qorinah yang menyertai, dalam konteks tertentu maka majaznya benar. Wallahu a’lam.

Adapun menerapkan majaz ke dalam al-Qur’an adalah suatu kesesatan, karena akan memunculkan bidah-bidah baru di dalam memahami agama. Apalagi menggunakan majaz dengan maksud menolak ayat al-Qur’an. Menurut prinsip HT, suatu majaz adalah zhonni ad-Dilalah yang tidak dapat ditetapkan sebagai dasar di dalam perkara aqidah, sebagaimana khobar ahad adalah zhonni ats-Tsubut sehingga tidak dapat ditetapkan dalam masalah aqidah pula. Inilah adalah permainan dari mu’tazilah dengan maksud untuk menolak al-Qur’an dan as-Sunnah, semenjak menolak al-Qur’an dan as-Sunnah secara langsung tidak mampu mereka laksanakan. Allahumma subhanaka mimma yaquulun.

******

[Selesai]

Catatan Kaki :

1 Lihat al-Jamaa’at al-Islamiyyah fi Dhou’il Kitaabi was Sunnah, Syaikh Salim bin Ied al-Hilali, terj. “Jama’ah-Jama’ah Islam”, jilid II, cet. I, Oktober 2004, Pustaka Imam Bukhori hal. 245


 Comments 13 comments

  • Walahhh.. Kang-kang.. Berapa ya umur tulisan ini? Kayaknya udah bertahun-tahun.. AlhamduliLLah, dengan tulisan ini saya jadi ngaji sama HTI, JazakaLlah Khoiran Kang Abu Salma atas tulisan antum, tapi monggo dilihat di blog saya tentang hadits ahad dalam aqidah DISINI dan DISINI.
    Oya tentang apakah mendirikan Khilafah itu wajib maka saya akan mengutip kata-kata berikut dan mohon, sekali lagi mohon untuk dicek ke kitab aslinya :
    Dalam pidatonya yang sangat masyhur, Abu Bakar mengatakan:
    Ingat, sesungguhnya Muhammad telah wafat, sementara agama ini harus mempunyai orang yang menjalankannya.(Lihat: al-Jurjani, Al-Mawâqif wa Syarhuhu, I/603; as-Syahrastani, Nihayat al-Iqdam, hlm. 489.)
    1. Berdasarkan nash-nash hadis dan Ijmak Sahabat di atas, jelas bahwa masalah Khilafah ini bukanlah masalah ijtihad. Pada titik inilah, al-Qurthubi menegaskan, bahwa ijtihad itu dilakukan tatkala tidak ada nash dan Ijmak (Sahabat). (Al-Qurthubi, Al-Jâmi’ li Ahkâm al-Qur’ân, V/292.)
    2. Karena itu, semua ulama kaum Muslim-baik Ahlussunnah, Syiah, Muktazilah maupun Khawarij-sepakat, bahwa keberadaan Khilafah ini wajib, dan merupakan sebuah keniscayaan. (Lihat: at-Taftazani, Syarh al-‘Aqâ’id an-Nasafiyyah, hlm. 142; al-Asy’ari, Maqâlât al-Islâmiyyin wa Ikhtilâf al-Mushallîn, II/133.)
    3. Bahkan, Ibn Taimiyah dan al-Amidi menyebutnya sebagai kewajiban agama yang paling agung (a’zdham wajibât ad-dîn). (Ibn Taimiyyah, As-Siyâsah as-Syar’iyyah, hlm. 161; al-Amidi, Ghâyât al-Maram, hlm. 366.)
    Oya, Kalau saya boleh kasih saran ke antum, mbok kalau mau membantah itu ya sekalian yang DISINI dan DISINI. Jadi langsung ke Pimpinan HTI, jangan beraninya cuman sama yang masih mahasiswa dong Akhii..
    JazakaLlah khoiran.

    Yah… tulisan ini lumayan lama lah. Tapi gak ada salahnya direpro ulang, karena beberapa orang masih menggunakan tulisan si “mujaddid” ini. Nukilan antum menarik juga, insya Alloh apabila dimudahkan akan dicek, karena seringkali hizb menukil tdk amanat sbgmn si “mujaddid” ini. Saya sengaja membantah “mujaddid” krn tulisan dia dipake oleh sebagian besar syabab, dan dia jelas lebih tua dari saya. Menurut info yg sampai pd saya ia alumni UNIBRA angkatan ’97/98′, sedangkan saya alumni ITS angkatan 2000. Jd, ini sepadan. Beberapa artikel HTI dr hayatulislam sebagian telah saya komentari dan kritisi. Namun, sayang waktu ini sedikit, jd kita lakukan apa yg memang bisa untuk dilakukan. semoga Alloh memberikan hidayahnya kepada anda dan kita semua.

  • Amiin ya robbal ‘alamiin..

  • Abu Mochas says:

    Assalamu ‘alaykum…
    Tukh akh Abu Salma teruskan perjuangan antm melalui tulisan d blog ini. Kewajiban qt hanya menyampaikan, Allah lah yg akan memilih org yg akan diberikan hidayah. Mg Hanichi Kudou dan cs serta kita semua termasuk k dalamnya.
    “insya Allah, dakwah Ahlussunnah wal Jamaah akan tetap jaya sampai hari kiamat…”

  • Abu Hannan says:

    wah bener tuh perjuangan menegakkan khilafah…kewajiban agama yg paling agung…caranya adalah menegakkan tauhid dahulu…sebagaimana yg dilakukan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam dan para sahabatnya…jadi menegakkan khilafah itu bukan slogan..dan demo2 saja

  • Abu Fathimah Rudi Elprian bin Sadikin al-Balikpapany says:

    buat Hanichi Kudou:
    antum ngaji di HTI itu musibah bukan nikmat,innalillahi wa innaa ilaihi raji’un. Bandingkan Aqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah dengan aqidah HTI terutama dalam hal taqdir dan tauhid asma’ wa shifat. Bacalah buku karya Syaikh albani Rahimahullah tentang HT yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan judul “Hizbut Tahrir Neo Mu’tazilah”
    mbok y membaca itu dipahami baik2 & benar2 obyektif,jauh dari fanatisme golongan, bukankah al-akh Abu Salma sangat ilmiah sekali tulisannya,jauh dari tulisan kelompok antum yang membabi buta dalam membalas nasehat yang diberikan saudaranya.
    y akhi semua orang memang memiliki dalil, tapi shohih tidak, sesuai ga dengan pemahaman rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, para sahabat Radhiyallahu ‘anhum dan ulama yang diakui kedudukannya oleh umat Islam. coba antum tanya kepada golongan yang suka ngebom-sembarangan apakah mereka punya dalil, mereka akan menjawab punya dalil,bahkan dalilnya dari al-qur’an dan sunnah nabi, kutipan ulama salaf seperti Ibnu taimiyah rahimahullah, tapi apakah seperti itu pemahaman yang dimaukan oleh Allah dan Rasul-Nya,bahkan berbalik 180 derajat.
    kemudian antum mengatakan syi’ah termasuk kaum muslim, padahal Syi’ah merupakan agama sendiri karena mereka memiliki kitab al-qur’an yang telah mereka rubah sendiri dan hadits buatan mereka. silahkan baca artikel “MUNGKINKAH SYI’AH DAN SUNNI BERSATU?….” di http://www.muslim.or.id biar bertambah ilmu kita.
    persoalan khilafah, memang wajib karena tanpa daulah tidak akan mungkin hukum2 Islam dapat diterapkan dengan baik dan benar. Akan tetapi khilafah ini merupakan BUAH dari dakwah tauhid bukan tujuan. apabila kaum muslim telah baik tauhidnya mereka akan mudah menerapkan hukum-hukum Islam dalam diri mereka sendiri. lihatlah dakwah Rasulullah, beliau senantiasa mendakwahkan tauhid padahal beliau ditawari untuk menjadi presiden dengan syarat meninggalkan dakwah Tauhid. sekiranya HT yang ditawari maka dengan bergegas akan menyambut tawaran ini.
    Dengan demikian jelaslah bahwa dakwah ini harus dimulai dari pembenahan tauhid pada umat sehingga allah akan menganugerahkan kekuasaan pada kaum muslim. Bukan seperti HT yang menggembor-gemborkan khilafah tapi dalam masalah tauhid asma wa shifat banyak menolak sifat2 Allah dan hanya menetapkan sebagian saja. masalah taqdir juga. belum lagi permasalahan hukum lainnya yang tidak dibangun diatas al-Qur’an dan sunnah shohih berdasarkan pemahaman para sahabat.

  • Abu Mochas says:

    Assalamu’alaykum…
    Mg Allah memebrikan hidayahnya kpd kita semua termasuk para tahriri.
    Oia, tuk akh Abu Salma, ana mo nanya tentang tulisan si “mujaddid” yg udah antum bantah itu, ada d ‘www.gemapembebasan.or.id’ y?edisi kapan? ato dah dihps ama pengelolah situs apa y?
    Ana sempat nanya ke salah seorang dr mereka tentang HT menganggap mubah/ tak diharamkan mencium wanita ajnabiyah yang dimuat dlm nusyroh HT tahun 1970 spt yg tertera pd artikel antm, namun ia berkilah bahwa nusroh pd tahun tersebut diragukan keotentikannya. Mohon penjelasan antum.

    Wa’alaikumus Salam warohmatullahi wabarokatuh
    Amien. Mengenai tulisan “Mujaddid” sebenarnya ini artikel ana beberapa tahun silam yang membantah tuduhan-2nya. Dan tulisannya ini termuat pada gemapembebasan, termasuk tulisan Abu Rifa al-Puari. Adapun sekarang, ana tdk tahu lagi apakah masih ada ataukah sudah hilang.
    Adapun mengenai nusyroh HT, maka ada beberapa hal yg memperkuat hal ini :
    1. Pernyataan dari Umar Bakri Muhammad sendiri, setelah keluar dari HT, diantara poin kritikannya dia kpd HT adl masalah ini.
    2. Nusyroh ini ma’ruf di kalangan ulama Timur Tengah, terutama di wilayah Syam (Yordania, Palestina, Yaman, dan sekitarnya). Oleh karena itu Syaikh Abdurrahman Dimasyqiyyah menukilnya di dalam buku beliau “Hizbut Tahrir Munaqosyah Ilmiyyah”
    3. Nusyroh ini juga dinukil oleh WAMY dalam buku “Mausu’ah Muyassarah fil Adyan wal Madzahabi” yang membahas mengenai HT.
    4. Nusyroh ini juga dinukil oleh Syaikhuna Salim bin Ied al-Hilaly dalam “Al-Jamaa’at al-Islamiyyah fi Dhou’il Kitaabi was Sunnah”.
    5. Nusyroh ini juga dinukil oleh Syaikh Hisyamuddin al-Filisthini dalam “Haqiqotu Thaifah al-Manshurah wa Bayanu kidzb Hizbit Tahrir”
    6. dll.
    Dan tidak ada bantahan dari HT internasional mengenai penisbatan ini, kecuali ada sebagian mereka yang meralat dan merubah pandangan alias rujuk, jadi sebagian mereka menyatakan itu qoul qodim HT sedangkan qoul jadid HT adalah berbeda dengannya. Namun hal ini tdk ditabanni secara total oleh HT, dan mereka membebaskan syababnya utk mentarjih mana yg paling benar menurut masing-2, sebagaimana kebiasaan HT, yg membebaskan anggotanya utk beraqidah atau bermadzhab apa saja selama masih mengadopsi dan menerapkan prinsip-2 yg ditabanni HT. Allohu a’lam.

  • Alhamdulillah sebagai anggota Hizbut Tahrir saya telah membaca buku “Hizbut Tahrir Neo Mu’tazilah”. Dan isinya, wa billahit taufik, adalah tidak benar, karena tidak sesuai dengan kenyataan. Subhanallah, memang Imam al-Albani adalah seorang ulama. Tidak diragukan lagi. Tapi tentu tak ada manusia yang bebas dari kemaksuman. wallahu musta’aan! laa haula wa laa quwwata illa billah.

  • Afwan koreksi sedikit : tertulis : “Tapi tentu tak ada manusia yang bebas dari kemaksuman.” yang seharusnya : “Tapi tentu tak ada manusia yang maksum, selain nabi dan rasul.” walhamdulillah ‘ala kulli haal.

  • Kang-Kang, antum itu aneh-lah.. wong yang dibicarakan itu HT kok merujuk ke kitab-kitab yang bukan karangan HT. Antum itu mau memfitnah atau mau mengajak kepada kebaikan. Sekali lagi, antum itu terlalu fanatik untuk menyesatkan HT, mbok ya sudah Kang-Kang..

    Coba antum lihat sendiri buku Sistem pergaulan dalam ISlam, antum punya kan? Kan disitu sudah tertulis diharamkan.. Lantas antum mau berkilah bagaimana lagi?? Sudahlah jangan memfitnah.. Kembalilah ke jalan yang benar.. 🙂

  • abu jibrin says:

    untuk pak M.shiddiq, tolong dong jangan bilang “Dan isinya, wa billahit taufik, adalah tidak benar,”, tapi tunjukkan secara ilmiah. tunjukkan satu per satu yang tidak benarnya.

    kan, setiap tahun murid Syaikh al-Albani ke Indonesia, mana bantahan HT thd buku Syaikh al-Albani tersebut?sampaikan bantahan tsb pada murid Syaikh.

    ana jadi inget perkataan Ust.Zainal Abidin saat tabligh akbar di bandung dg tema “Bekal menuju kebangkitan Islam”
    “Khilafah tidak akan tegak dengan DEMO”

    Taubatlah wahai tahriri!!!

  • Siapa yang bilang Kang, Khilafah tegak dengan Demo??!! Selama saya ngaji di HT, ndak pernah tuh saya dengar ynag seperti itu.. 🙂

    Antum jangan mengigau lah akhii..

  • nedi says:

    Assalamualaikum abu salma, semoga Allah membalas semua usaha mu dalam meninggikan KalimatNya dimuka bumi.

    “Jadilah engkau pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang ma‘ruf, serta berpalinglah daripada orang-orang yang bodoh.” (Al-A’raaf: 199)

    Sesungguhnya hati yang keras lebih keras daripada batu.

    Ahlus Sunnah Akan Jaya Sampai Hari Kiamat.

  • ferry ASWAJA says:

    sy, ini org fakir sy melihat video kiyai yg jazadnya masih utuh didaerah tanggerang, sy baca kisahnya ternyata, kiyai tersebut mengamalkan, tahlil, tawasul, maulid, bukankah menurut, pendapat ente, yg melakukan bid’ah akan masuk neraka, kalau pake akal, seharusnya jazadnya gosong dan rusak tp ini td, malah berbau harum berarti beliau mendapat nikmat, ah ente ini ngalor ngidul.

    khurofat

  • Leave a Reply

    Your email address will not be published. Fields with * are mandatory.