SEPUTAR MASALAH TABDI' DAN TAKFIR

 Jan, 10 - 2007   no comments   Nasehat Ulama

SEPUTAR MASALAH TABDI’ DAN TAKFIR

Oleh al-‘Allamah Syaikh Shalih Fauzan

Pertanyaan : Bagaimanakah batasan bid’ah dan kapan seseorang disebut sebagai mubtadi’?

Jawab : Bid’ah adalah seperti yang disabdakan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Salam : barangsiapa mengada-adakan pada urusan kami yang tidak ada padanya maka tertolak (HR Bukhari III/167 dari Aisyah). segala yang diada-adakan adalah bid’ah dan setiap bid’ah adalah sesat. Sedangkan bid’ah itu adalah setiap sesuatu yang tidak ada dasarnya dari al-Kitab maupun as-Sunnah, baik dalam masalah ibadah atau fikiran dan sebagainya, baik dalam ucapan, amalan atau keyakinan dan lain-lain.

Pertanyaan : Bila memperingatkan kebid’ahan akan menimbulkan fitnah, maka apakah berarti diam berarti lebih utama? atau tetap memperingatkannya meskipun terjadi apa yang akan terjadi?

Jawab : Cukup cerdik (penanya ini penting). Bila diperkirakan lebih besar madharatnya daripada mashlahatnya, maka di sana melakukan kemudharatan yang lebih ringan dalam rangka menolak madharat yang lebih besar adalah lebih tepat. Akan tetapi tidak boleh diam dalam menjelaskan dan berdakwah kepada Allah dengan nasehat yang baik dan mengajari manusia sedikit demi sedikit. “Bertakwalah kepda Allah sekemampuanmu” (at-Taghabun : 16).

Maka jika menampakkan keingkaran akan terjadi mafsadah (fitnah) yang lebih besar, maka kita jelaskan dan kita terangkan kepada manusia itu hingga mau meninggalkan kebid’ahan dari pribadi-pribadi. “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik” (an-Nahl : 125). Orang jahil harus dimulai dengan hikmah dan lunak. Bila kita lihat dirinya berpaling maka dinasehati dan ditakut-takuti dengan ancaman Allah. Bila kita lihat dia tidak menerima kebenaran dan malah membantah serta menolaknya dengan alasan-alasan, maka dipatahkan dan dibantah dengan alasan-alasan itu dengan cara yang lebih baik.

Walhasil bahwa kaidah secara syar’i memperbolehkan melakukan kemudharatan yang lebih ringan untuk mencegah kemudharatan yang lebih besar. Karena mencegah timbulnya kemadharatan itu lebih didahulukan daripada menjalankan kemaslahatan. Akan tetapi ini bertahap. Maka kita bermuamalah dengan mereka orang-orang yang melakukan kebid’ahan itu. Kita bermasyarakat dengan mereka secara baik dan lunak, kita jelaskan kepada mereka bahwa ini salah dan tidak boleh dilakukan, sering-sering kita ingatkan, maka Allah akan memberikan hidayah kepada orang yang Dia kehendaki. Maka mereka akan bisa membekas dengan nasehat dan peringatan. Mereka akan tinggalkan kebid’ahan itu dari diri mereka sendiri. Kita berikan jaminan kepada mereka demi keberhasilan dakwah. Kita tempatkan hikmah pada tempatnya, nasehat pada tempatnya dan kita tempatkan ketegasan pada tempatnya. Demikianlah seharusnya yang ada pada da’iyah ilallah di setiap tempat dan kesempatan.

Pertanyaan : Kami menginginkan penjelasan dari Anda ya syaikh tentang prinsip-prinsip salaf dalam menyikapi ahli bid’ah, jazzakumullahu.

Jawab : Orang-orang salaf tidak membid’ahkan setiap orang dan tidak melemparkan kata bid’ah kepada setiap orang yang melemparkan kata bid’ah kepada setiap orang yang menyelisihi sunnah. Mereka mensifati bid’ah hanya pada orang yang melakukan amalan untuk mendekatkan diri kepada Allah tanpa dalil. Tidak disyariatkan oleh Allah dan Rasul-Nya berdasarkan hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam, “Barang siapa yang beramal tanpa ada perintah dari kami, maka tertolak.” Bid’ah adalah melakukan sesuatu yang baru dalam agama yang tidak ada dalil dari Kitabullah dan Sunnah Rasul Shallallahu ‘alaihi wa Sallam, inilah bid’ah.

Bila seseorang telah nyata melakukan bid’ah dalam agama dan tidak mau kembali, maka sesungguhnya manhaj salaf menghajrnya, menjauhkan diri darinya dan tidak bermajelis dengannya. Inilah manhaj mereka. Akan tetapi seperti yang aku sebutkan yaitu sesudah ada kejelasan bahwa dia mubtadi’., sesudah dinasehati dan tidak mau kembali dari kebid’ahannya. Maka, saat itulah dia dihajr supaya bahayanya tidak menimpa pada orang yang duduk atau berhubungan dengannya, karena manusia sudah diperingatkan dari ahli bid’ah dan bid’ah-bid’ahnya. Adapun berlebihan dalam menilai bid’ah pada setiap orang yang menyelisihi pendapat, kemudian dikatakan ‘orang ini mubtadi’!. Setiap orang menilai lainnya mubtadi’, padahal dia tidak mengada-ada dalam agama sedikipun, kecuali sekedar menyelisihi pendapat seseorang atau menyelisihi jama’ah yang lain, maka bukanlah orang ini mubtadi’. Orang yang melakukan perkara yang haram atau maksiat disebut ahli maksiat dan tidak setiap ahli maksiat disebut dengan mubtadi’. Tidak setiap orang yang salah mubtadi’ karena mubtadi’ itu orang yang mengada-adakan dalam agama yang tidak ada dalilnya. Inilah mubtadi’. Adapun berlebihan menjuluki bid’ah secara umum kepada setiap orang yang menyelisihi pendapat orang lain, maka ini tidak benar, dan bukan dari manhaj salaf. (Lihat kitab Hajrul Mubtadi’ oleh Syaikh Bahan bin Abdullah).

Dalam Sahab li fatawa Islamiyyah no 335

Syaikh Sholih Fauzan ditanya tentang dakwah khowarij dan mu’tazilah yang menyebarkan kekerasan dan takfir kepada kaum Muslimin, syaikh menasehatkan sebagai berikut :

Hal ini adalah Manhaj yang khothi’ (salah), karena Islam melarang dari kekerasan dalam dakwah. Allah Ta’ala berfirman : “Serulah mereka ke jalan Tuhanmu dengan hikmah dan mau’idhah hasanah dan bantahlah mereka dengan cara yang lebih baik.” (an-Nahl : 125). Dan Allah berfirman pula pada Musa dan Harun ‘alaihimas salam yang akan berhadapan dengan Fir’aun, “Dan katakanlah (wahai kamu berdua) kepadanya (Fir’aun)perkataan yang lembut semoga dia ingat dan takut” (Thoha : 44).

(Ingatlah) kekerasan hanya menemui kekerasan, dan tidaklah akan menghasilkan sesuatu melainkan lawan dari yang diinginkan, sehingga akan membekas pada kaum muslimin keburukannya. Yang diinginkan adalah da’wah dengan hikmah dan dengan cara yang baik, dengan menggunakan ar-Rifqu (kelemahlembutan) terhadap mad’u. Adapun menggunakan kekerasan terhadap mad’u dan tasyaddud serta bengis, maka cara ini bukanlah cara Islam!!! Wajib bagi setiap Muslim untuk menempuh da’wahnya dengan manhaj Rasul Shallallahu ‘alaihi wa Sallam dan dengan tuntunan al-Qur’an dan as-Sunnah…!!!

Disarikan dari Zhahiratu at-Tabdi’, at-Takfir wat Tafsiq dan Sahab lil Fatawa al-Islamiyyah


Related articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Fields with * are mandatory.