Perisai Penuntut Ilmu Dari Syubhat ath-Thalibi (4)

 Dec, 15 - 2006   21 comments

صيانة الطلاب من شبه الطالبي

Perisai Penuntut Ilmu Dari Syubhat

ath-Thalibi

(Bagian4 -Selesai)

 

Ath-Thalibi : Ketika mengomentari Halawi Makmun, Abu Salma mengatakan: “Namun, ada satu hal yang tampaknya perlu sedikit diberi catatan, yaitu penyebutan istilah salafi Yamani. Iya, istilah ini mulai terkenal di kalangan kaum muslimin semenjak buku yang ditulis oleh saudara Abu Abdurrahman ath-Thalibi, “Dakwah Salafiyah Dakwah Bijak” turun di pasaran. Sebutan ini bagaikan gaung bersambut, hampir setiap harokiyin mengenal istilah ini dan menyebutkannya, tidak terkecuali juga al-Ustadz Abduh Zulfidar Akaha. Sesungguhnya, istilah seperti ini adalah suatu tafriq (pemecahbelahan) dan taqsim (pemilah-milahan) yang tidak dikenal sebelumnya. Taqsim semacam ini adalah taqsim yang buruk dan jelek.”

CATATAN: Alhamdulillah, ana sudah siapkan kajian tersendiri terhadap pernyataan Antum ini. Kajiannya cukup panjang, meskipun pangkalnya hanya istilah “Salafi Yamani”. Sekedar sebagai gambaran, dalam terjemah buku Al Hatstsu ‘Alat Tib’is Sunnah, karya Syaikh Abdul Muhsin Abbad, yang ana peroleh dari blog Abu Salma (milik Antum). Disana Abu Salma memberikan catatan kaki terhadap naskah itu sebanyak 18 catatan kaki. Di catatan kaki no. 16, Abu Salma mengatakan: “…Syaikh al-Allamah Abdul Muhsin al-Abbad telah menjelaskan kekeliruan klaim Jarh wa Ta’dil ini dalam transkrip tanya-jawab beliau dengan seorang YAMANI, yang dimuat di situs http://www.calltoislam.com/ (Forum). Silakan dirujuk karena besar manfaatnya.” Dengan demikian, sebenarnya Abu Salma tidak keberatan dengan istilah Yamani itu. Ini buktinya, beliau juga menyebut istilah Yamani. Tinggal sekarang, Antum akui mereka sebagai Salafi atau tidak? Jika dianggap Salafi berarti istilah Salafi Yamani tidak masalah. Toh, Antum juga mengatakan istilah itu. Tetapi jika mereka sudah dianggap bukan Salafi alias ahlul bid’ah, maka istilah yang saya pakai masih relatif lebih lunak. Sebagai gambaran, misalnya datang seorang pemuda Salafi dari Yaman, lalu kita katakan kepadanya, “Anta Salafi Yamani li annaka min diyari Yaman.” (Anda ini Salafi Yamani, sebab Anda berasal dari negeri Yaman). Apakah salah kalimat ini? Perkara ini akan dirinci panjang-lebar, insya Allah. 

Tanggapan : Saudaraku ath-Thalibi, alhamdulillah saya sudah siapkan jawaban buat kesalahfahaman dan kesalahpersepsian anda di atas. Namun, sebelumnya izinkan saya menukil dulu apa yang telah saya jelaskan di dalam risalah saya yang lainnya tentang masalah ini. Saya berkata di dalam risalah Bayanu Haqiqoti al-Ghuluwi fil Hajr wat Tabdi’ : Quthuf min Kalimati al-‘Ulama` as-Salafiyyin (Penjelasan tentang hakikat sikap ekstrim di dalam mengisolir dan menvonis bid’ah : Petikan dari ucapan para ulama salafiyin)1

Perlu ditambahkan, di tengah upaya yang positif dan kontributif ini, yaitu dalam rangka munashohah (saling menasehati) dan mengupayakan sebab-sebab ishlah dan persatuan ini, ada sebagian kalangan yang mungkin telah ter’makan’ oleh madzhab ghuluw dan ashobiyah (fanatisme) menolak bahkan mencela secara serampangan tanpa dilandasi oleh ilmu upaya ini. Di sisi lain, ada pula sebagian mereka yang taqshir dan tanpa dilandasi ilmu –terutama ilmu tentang dakwah salafiyah- turut ambil bagian di dalam upaya ini, yang berangkat dengan niat ingin turut membawa perbaikan (ishlah), namun pada kenyataannya malah merusak tatanan dan pilar dakwah salafiyah, dikarenakan ketidakfahamannya akan dakwah salafiyah mubarokah ini. Iya! Dan yang saya maksudkan adalah al-Akh Abu Abdurrahman ath-Thalibi hadahullahu dalam buku “best seller”-nya yang berjudul “Dakwah Salafiyah Dakwah Bijak”.

Buku ini konon sangat laris bak kacang goreng. Walaupun penulisnya majhul di kalangan dakwah salafiyah, namun ada sebagian saudara kita salafiyun turut ter’makan’ oleh buku ini. Sesungguhnya buku ini dari zhahirnya adalah rahmat namun isinya adalah adzab. Diantara implikasi negatif terbitnya buku ini adalah, munculnya tafriq (pemecahbelahan) dan taqsim (pemilah-milahan) dakwah salafiyah menjadi Salafiyah Yamaniyah2 dan Salafiyah Harokah. Ini adalah taqsim yang muhdats (bid’ah) lagi buruk.

Syaikhuna Salim bin Ied al-Hilaly hafizhahullahu membatalkan taqsim (pemilah-milahan) seperti ini di dalam ucapannya pada saat penutupan Dauroh di Masjid Al-Irsyad Surabaya tahun 2001 silam, beliau berkata :

« … فإنّ من ثبت سلفيته أخٌ لنا سواء كان في مشرق الأرض أو في مغربهاأما تفريق الدعوة السلفية بأنّ هذه سلفيةٌ شاميةٌ أو سلفيةٌ حجازيةٌ أو سلفيةٌ مغربيةٌ أو سلفيةٌ يمنيةٌ فإن نبرأ إلى ذلك فإنّ سلفية واحدة, مات ائمتُنا وهم متّفقون عليها, مات الألباني وهو محبّ لإبن باز ومات إبن باز وهو محبّ للألباني ومات إبن عثيمن وهو محبّ لهما ومات درّة اليمن الشيخ مقبل وهو محبّ للجميع… »

Karena sesungguhnya, barangsiapa yang telah tetap kesalafiyahannya maka dia adalah saudara kita, sama saja baik dia berada dari bagian barat bumi ataupun timurnya… Adapun memilah-milah dakwah salafiyah menjadi salafiyah Syamiyah atau Salafiyah Hijaziyah atau Salafiyah Maghribiyah atau Salafiyah Yamaniyah, maka kami berlepas diri dari pemilah-milahan ini, karena salafiyah itu satu!!! Telah wafat para imam kita dan mereka semua bersepakat di atasnya, telah wafat al-Albani dan beliau mencintai Ibnu Baz, telah wafat Ibnu Baz dan beliau mencintai al-Albani, telah wafat pula Ibnu ‘Utsaimin dan beliau mencintai keduanya, serta telah wafat permata negeri Yaman, Syaikh Muqbil dan beliau mencintai seluruhnya…”3

Al-Ustadz Abu Umar Basyir al-Maidani hafizhahullahu di dalam buku “Ada Apa Dengan Salafi?” juga turut memberikan komentar terhadap buku DSDB khususnya mengenai tafriq salafi yamani dan salafi haraki sebagai berikut :

Baru-baru ini muncul sebuah buku, yang tampaknya ingin melakukan koreksi total terhadap dakwah salafiyah di Indonesia. Si penyusun buku itu menyayangkan sikap keras banyak kalangan dai salafiyin dalam berdakwah. Buku itu memuat banyak hal bermanfaat, dan layak juga dibaca untuk membantu mengaca diri dan memperbaiki pelbagai kekeliruan dalam dakwah yang diemban oleh kalangan salafiyin yang di Indonesia. Yang artinya, belum sesuai dengan tuntutan dari dakwah salafiyah itu sendiri. Sayangnya, buku itu terjebak dalam penggunaan istilah-istilah yang justru mengaburkan substansi salafiyah dan salafiyin. Boleh saja si penyusun ingin bersikap tengah, dengan tidak menyudutkan semua fihak. Tapi justru membuatnya menjadi plin-plan. Di satu waktu ia seperti mengecam sebagian salafiyin radikal sebagai telah keluar dari Ahlus Sunnah, telah pantas disebut hizbiyah. Tapi sebelumnya penyusun enggan mengeluarkan setiap fihak yang bertikai di kalangan mereka yang mengaku sebagai Salafiyin, bahwa kelompok si Fulan misalnya, telah keluar dari Salafiyah, telah menyimpang dan menyempal menjadi hizbiyah.

Di awal buku sendiri, penyusun menukil tanggapan seorang dai terhadap syaikh Rabi’ dengan bahasa yang kasar. Di luar apakah penyusun setuju ataukah tidak setuju dengan pernyataan kasar itu terhadap Syaikh Rabi’, meletakkan pernyataan itu di awal buku sudah menunjukkan sebuah kekeliruan fatal. Selama ini belum kita dapatkan para ulama Ahlussunnah yang mengecam syaikh Rabi’. Beliau adalah salah satu dari ulama Ahlussunnah yang cukup dihormati oleh para penuntut ilmu.

Kemudian, meski dengan tujuan hanya untuk mengidentifikasi, penyusun nekat membagi kalangan Salafiyin di tanah air menjadi Salafi Yamani dan Salafi Haraki. Sekali lagi, meski dengan tujuan identifikasi belaka. Tapi Salafiyah tidak boleh dikotak-kotakkan. Dakwah Salafiyah adalah satu. Kalau ada pihak-pihak yang mengaku sebagai Salafiyin, namun memiliki banyak pemikiran dan pemahaman yang menyimpang dari Salafiyah, tidak pantas disebut sebagai Salafiyin. Minimal akan dikatakan kepada mereka adalah Salafiyin yang keluar dari Salafiyah pada beberapa poin tertentu, dalam mu’amalah atau pemikiran tertentu. Dalam aqidah mereka salafi, namun dalam metodologi dakwah mereka cenderung ke pemikiran ini dan itu.

Sebenarnya ada beberapa hal yang rancu dalam buku tersebut. Namun penulis (Ustadz Abu Umar, red) tidak berniat mengupas dan menjabarkannya, karena itu bukan kepentingan dalam penulisan buku ini. Selain buku tersebut, bagaimanapun memiliki nuansa baik, setidaknya penjabaran tentang beberapa realitas yang cukup diperlukan bagi kalangan salafiyin atau non salafiyin. Namun di sini penulis hanya memberi catatan bahwa istilah salafi yamani-salafi haraki, akan sangat mungkin digunakan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab untuk semakin menyudutkan kalangan salafiyin. Bila kedua istilah itu sempat memasyarakat, terutama di kalangan awam, akan lebih riskan lagi. Bisa saja muncul pertanyaan dari masyarakat awam, ‘Anda salafi?’, ‘Ya’ jawab kita. ‘Salafi Yamani atau Salafi Haraki?’, akan butuh waktu panjang untuk menjelaskannya.4

Demikianlah opini al-Ustadz Abu Umar Basyir al-Maidani terhadap buku DSDB tersebut dan khususnya pemilahan salafi menjadi salafi Yamani dan salafi Haraki. Walau dengan maksud identifikasi, namun identifikasi yang dilakukan oleh ath-Thalibi ini tetap membawa kepada tafriq yang tidak benar dan muhdats. Khususnya akan membawa imbas negatif kepada umat.

Baik, kembali ke ucapan ath-Thalibi di atas, setelah menukil dari catatan kaki risalah yang saya terjemahkan, yaitu al-Hatstsu ‘alat-tiba`is Sunnah karya al-‘Allamah al-Muhaddits ‘Abdul Muhsin al-‘Abbad nafa’allohu bihi tentang kekeliruan klaim Jarh wa Ta’dil, dialog antara Syaikh Abdul Muhsin dengan seorang Yamani, maka ath-Thalibi mengambil kesimpulan bahwa saya juga menggunakan –juga menerima- istilah Yamani, apabila dia seorang salafi lantas apa salahnya menyebutnya sebagai Salafi Yamani? Bukankah orang tersebut dari Yaman? Kemudian ath-Thalibi berdalil, apabila ada seorang pemuda Salafi dari Yaman, maka kita katakan padanya :

أَنْتَ سَلَفِيُّ يَمَنِيُّ لأَِنَّكَ مِنْ دِيَارِ يَمَنِ

Anda ini Salafi Yamani karena anda berasal dari negeri Yaman”

Kemudian ath-Thalibi berdalih lagi, bukankah dia ini –orang Yaman ini- adalah salafi? Apabila dia Salafi lantas apakah salah apabila dia disebut Salafi Yamani? Kecuali apabila dia tidak diakui sebagai salafi –otomatis ahli bid’ah, demikian klaim ath-Thalibi-, maka dengan demikian identifikasi ath-Thalibi lebih lunak. Demikianlah kurang lebih alasan ath-Thalibi di dalam mempertahankan identifikasinya yang berimplikasi kepada tafriq dan taqsim yang muhdats lagi buruk.

Saya jawab syubhat ini sebagai berikut :

Pertama, di dalam catatan kaki risalah Syaikh ‘Abdul Muhsin al-‘Abbad tersebut sengaja saya biarkan kata tersebut dengan pilihan kata Yamani, karena risalah ini sengaja saya tujukan kepada orang-orang yang telah ngaji lama dan telah faham sedikit banyak manhaj salaf. Ikhwah-ikhwah yang telah ngaji cukup lama, mereka sudah familiar dengan istilah Su’udi, Yamani, Syami, Mishri dan lain sebagainya, yang mana maksudnya adalah mengaitkan orang yang disebutkan terhadap negara yang disebut, entah sebagai warga negara atau penduduk yang tinggal di sana. Ini semua adalah istilah-istilah yang tidak jauh beda dengan penggunaan kata ana, antum, taqsim, hajr, tabdi’ dan lain sebagainya.

Kedua, mengikut logika ath-Thalibi di atas, yaitu apabila ada seorang pemuda salafi dari Yaman, maka sah-sah saja disebut sebagai Salafi Yamani, maka akan sah-sah pula menyebut salafiyin di tiap negara masing-masing sebagai Salafi Su’udi untuk orang Saudi, Salafi Mishri untuk orang Mesir, Salafi Maghribi untuk orang Maroko, Salafi Urduni untuk orang Yordania, Salafi Filisthini untuk orang Palestina, Salafi Indunisi untuk orang Indonesia dan seterusnya. Apabila ath-Thalibi konsisten kenapa hanya Yaman saja yang teridentifikasi? Bahkan Salafi Indunisi yang notabene banyak orang Indonesia yang sudah bermanhaj salaf tidak pernah disebut-sebut.

Ketiga, mengikut logika ath-Thalibi pula, apabila identifikasi menurut negara ini benar, niscaya di Indonesia tidak ada salafi Yamani melainkan hanya sedikit sekali. Kebanyakan yang diidentifikasi oleh ath-Thalibi sebagai Salafi Yamani hanyalah orang-orang yang pernah belajar ke Yaman, jadi Yaman sebagai tempat belajar bukan negeri asal atau tempat tinggalnya. Apabila ath-Thalibi memasukkan bahwa tempat belajar sebagian kalangan salafiyin bisa dijadikan standar identifikasi, identifikasi ini saya katakan juga tidak benar dan cacat. Karena, pertama, tidak semua orang yang diidentifikasi ath-Thalibi sebagai Salafi Yamani semuanya pernah belajar ke Yaman, seperti al-Ustadz Usamah Mahri yang alumni Madinah, dan kedua, ada yang turut belajar ke Yaman tapi tidak diidentifikasi sebagai Salafi Yamani, yaitu al-Ustadz Abu Qotadah, beliau pernah belajar ke Yaman namun tidak diidentifikasi sebagai barisan Salafi Yamani.

Keempat, apabila identifikasi menurut negara tempat belajar tidak bisa dan tidak benar dijadikan sebagai standar identifikasi, bisa saja ada yang mengatakan, keturunan Yaman salafi bisa diidentifikasikan sebagai Salafi Yamani, bukankan bin Mahri, Ba’abduh, dan Ba… Ba… lainnya kebanyakan dari Yaman? Maka saya katakan, ini juga keliru, karena banyak pula asatidzah yang tidak digolongkan sebagai Salafi Yamani juga keturunan Yaman, contohnya adalah Hadhrami, at-Tamimi, Bamu’allim dan lainnya.

Kelima, apabila kewarganegaraan, tempat belajar, ataupun keturunan tidak bisa dijadikan standar sebagai identifikasi Salafi Yamani, lantas standar apa yang digunakan? Apakah standar karakter yang sama-sama keras, ekstrim, radikal, mudah menvonis dan semisalnya dijadikan sebagai standar klasifikasi? Apabila iya, maka otomatis dalih identifikasi yang dikemukakan oleh ath-Thalibi di atas batal dengan sendirinya. Dan tentu saja dasar karakteristik tidak bisa diklasifikasikan atau diidentifikasikan dengan suatu negara tertentu. Ini tidak tepat dan tidak benar.

Keenam, apabila menilik kembali ke logika ath-Thalibi di atas, yaitu apabila ada seorang pemuda salafi dari Yaman, maka sah-sah saja disebut sebagai Salafi Yamani, maka atas dasar apa anda mengidentifikasikan klasifikasi kedua anda, yaitu Salafi Haraki? Apakah anda berlogika, apabila ada seorang pemuda harakah (haraki) atau orang yang aktif atau berhubungan dengan suatu lembaga, organisasi atau yayasan tersebut yang menisbatkan diri kepada salafiyah, maka dia adalah Salafi Haraki. Lantas bagaimana apabila ada seorang dari Yaman, aktivis harakah dan menisbatkan diri kepada manhaj salaf, apakah akan anda sebut sebagai “Salafi Haraki Yamani” atau “Salafi Yamani Haraki”… Kalau begitu apa faidahnya identifikasi anda apabila kedua identifikasi anda tehimpun pada satu sifat, yang akhirnya menimbulkan kekacauan sebagai konsekuensi klasifikasi dan identifikasi anda yang tidak tepat dan tidak benar.

Ketujuh, Baiklah, ini merupakan kebiasaan saya, taruhlah identifikasi anda saya terima, ada Salafi Yamani dan ada Salafi Haraki –walaupun saya tidak tahu atas dasar apa identifikasi anda ini-, lantas akan anda klasifikasikan kemana apabila ada seseorang yang dia bermanhaj salaf dan menisbatkan diri kepada salafiyah, dia tidak ikut harokah atau lembaga atau organisasi apapun sama sekali, aktivitasnya hanya ta’lim dan ta’lim, dia tidak pernah belajar ke Yaman dan tidak berhubungan dengan mereka –Salafi Yamani-. Dia tidak pula terkait dengan aktivitas Salafi Haraki. Dia tinggalnya di pelosok daerah yang masyarakatnya awam dan masih membutuhkan dakwah Islamiyah. Dia mengajarkan sunnah dan Islam yang benar kepada mereka, sedangkan dia tidak belajar di Yaman, tidak pernah ke Yaman, tidak ada hubungannya dengan Yaman, dan dia tidak pula terkait dengan suatu lembaga, organisasi, yayasan ataupun harokah tertentu. Anda klasifikasikan di bagian mana orang ini? Salafi Yamani ataukah Salafi Haraki? Dan ingat tidak ada klasifikasi yang ketiga atau yang keempat dari hasil klasifikasi anda. Oleh karena itu di mana posisinya di antara Salafi Yamani atau Salafi Haraki, dimanakah orang ini berada? Ataukah dia tidak diklasifikasikan sebagai Salafi? Ataukah mungkin dikatakan sebagai Salafi murni? Kalau begitu ada lagi pembagian ketiga, yaitu salafi murni dan ini jelas tidak ada di klasifikasi anda. Atau mungkin dikatakan manzilah bayna manzilatain…?????

Kedelapan, realita implikasi dari identifikasi dan klasifikasi anda ini adalah taqsim dan tafriq terhadap salafiyah itu sendiri. Seakan-akan salafiyah itu bermacam-macam dan beraneka ragam. Sebagaimana telah menyebar pula istilah Salafi Ilmi, Salafi Jihadi, Salafi Tanzhimi, Salafi Irja’i, Salafi Takfiri dan salafi salafi lainnya. Maka, subhanallohu, mereka telah melakukan kebid’ahan dan kedustaan atas nama salafi. Apabila ada orang yang menyimpang dari salafi maka harusnya cukup kita katakan Jihadi, Irja’i, Haroki dan selainya tanpa perlu mengkait-kaitkan dengan kemurnian Salafiyah itu sendiri.

Oleh karena itu alangkah lebih baiknya kita katakan, aduhai… adanya sebagian pengaku-ngaku sebagai salafi, yang mereka mengklaim berada di atas manhaj salaf, namun mereka salah atau jatuh dalam masalah ini dan itu, maka kita katakan dia salafi namun dia jatuh ke dalam masalah ini dan itu. Insya Alloh yang demikian ini lebih aman. Allohu Ta’ala a’lam.

Ath-Thalibi : Abu Salma: “Adapun tuduhan bahwa al-Ustadz Luqman Ba’abduh cs. adalah teroris dan khowarij sesungguhnya, maka tidak ada kata yang patut diucapkan melainkan sang mubaligh Halawi Makmun sedang mengigau dan bercermin, karena dia sedang menuduh dirinya sendiri. Bukankah dia sendiri yang mengadopsi manhaj ‘takfir’ (baca : takpir), menyesat-nyesatkan dan mudah menvonis?!! Saya telah melihat rekaman VCD bedah buku “Siapa Teroris Siapa Khowarij” yang juga dihadiri oleh sang Mubaligh, dan sungguh sangat menyedihkan sekali, ada seorang mubaligh yang sangat arogan, emosional dan yang berpemahaman takfiri seperti dirinya menghujat dirinya sendiri…”

CATATAN: Ini adalah perkataan serius dari Abu Salma. Sungguh, saya telah membaca buku Mereka Adalah Teroris  karya Luqman Ba’abduh, cetakan II, yang sudah diperbaiki disana-sini. Di dalamnya benar-benar saya temukan pemikiran TAKFIR Luqman Ba’abduh kepada Ummat Islam di negara-negara Muslim tertentu. Nanti insya Allah akan saya tunjukkan dimana bukti-bukti takfir itu. Sebagian sudah disebutkan Ustadz Abduh ZA dalam bukunya, STSK. Dalam beberapa kesempatan saya perhatikan, Abu Salma cukup membela posisi Luqman Ba’abduh. Lihatlah, betapa sinisnya Abu Salma kepada saya, tetapi betapa lunaknya beliau kepada Luqman Ba’abduh. Sekalian saja, nanti akan saya tunjukkan dimana letak sikap INKONSISTEN Ustadz Abu Salma ini menghadapinya kelompok Luqman Ba’abduh.

Paling tidak Akhi, coba Antum baca tulisan Ustadz Salafi lainnya, yaitu Ustadz Arifin Badri dan Ustadz Firanda Andirja. Disana beliau juga menolak pemikiran takfir Luqman Ba’abduh. Jika Antum benar-benar ingin menegakkan hujjah atas ahlul bid’ah, ini kesempatan Antum mengingatkan Luqman Ba’abduh Cs. Jika Antum tidak berani bersikap tegas terhadap mereka, seperti Antum selama ini tegas kepada kalangan Haraki/Hizbi, berarti sikap bara’ah Antum terhadap “ahlul bid’ah” sifatnya TEBANG-PILIH. Mana yang tidak suka ditebang, mana yang suka disayang. Para Ahlus Sunnah jelas harus menentang pemikiran takfir dan termasuk pihak-pihak yang membelanya.

Tanggapan : Wahai saudaraku ath-Thalibi, sebelumnya saya ucapkan kembali terima kasih atas nasehat anda. Saya juga telah membaca tulisan al-Ustadz Luqman Ba’abduh dan belum saya dapatkan adanya ucapan beliau yang berindikasi takfir, melainkan hanya ucapan-ucapan beliau yang global yang membutuhkan rincian –wallohu a’lam apabila ada yang terlewat, karena saya membacanya hampir setahun yang lalu, itupun cetakan pertama-. Namun, apabila anda mau mengumpulkannya maka itu adalah hak anda dan semoga Alloh membimbing anda dan memberikan taufiq kepada anda, karena saya khawatir, anda jatuh kepada kesalahan lagi sebagaimana anda juga telah menuduh saya melakukan takfir dikarenakan kesalahfahaman anda.

Di dalam buku al-Ustadz Ba’abduh, saya hanya menemukan ibarah-ibarah yang terlalu keras, ekstrim, dan menyebabkan tanfir pada umat. Umat bukannya tanfir (lari) dari kebatilan yang diterangkan oleh al-Ustadz Ba’abduh, namun umat malah tanfir dari kebenaran yang disampaikan beliau. Hanya karena ushlub beliau yang kurang lembut dan kurang kasih sayang.

Saya juga tidak memungkiri akan banyaknya simpatisan dan murid-murid beliau yang sangat fanatik terhadap beliau, mereka jadikan al-Ustadz Luqman sebagai dasar menerima dan menolak kebenaran, dan ini sungguh adalah suatu hal yang menyelisihi manhaj salaf. Namun tidaklah semua dari kalangan mereka demikian, ada pula diantara mereka yang sudah mulai melembut dan melunak cara dakwahnya kepada umat, karena mereka faham bahwa kekerasan tidaklah akan membuahkan sesuatu melainkan juga kekerasan.

Bukti terbaru hal ini adalah, perubahan secara frontal gaya tulisan al-Ustadz Luqman Ba’abduh yang diwakili oleh muridnya –atau mungkin ini bahasa muridnya sendiri wallohu a’lam- dalam artikel “Bingkisan Untuk Tuan Abduh”, namun yang pasti al-Ustadz Luqman pastinya telah menelaah risalah tersebut dan ridha dengan isinya. Apabila kita membaca isinya, maka kesan sopan, beradab, lemah lembut dan tenang telah mendominasi bentuk tulisan tersebut. Bahkan tidak segan-segan pula judul tulisan tersebut berbunyi “Bingkisan untuk Tuan Abduh”.

Apabila saya dikritik habis-habisan karena menyebut Ustadz Abduh Zulfidar dengan kata al-Ustadz, maka saudara Alfian –murid Ustadz Ba’abduh- menyebut Ustadz Abduh dengan sebutan tuan. Semua orang faham, bahwa sebutan tuan adalah sebutan seorang pembantu atau budak kepada majikannya. Atau sebutan formal kepada orang lain sebagai bentuk penghormatan. Namun, adakah yang mengkritik saya itu turut mengkritik saudara Alfian ini???

Saudaraku ath-Thalibi, sesungguhnya saya telah menelaah ucapan-ucapan Pak Halawi Makmun, MA. Dan sungguh, tidaklah keluar dari lisan beliau melainkan kebanyakan adalah suatu kesalahan, kebatilan, kemarahan, emosional dan semisalnya. Beliau hendak meluruskan sikap keras, sikap mudah menvonis dan semisalnya dari lawannya, namun beliau sendiri terjatuh kepada sikap yang sama. Beliau menuduh orang lain berfaham takfiri padahal beliau sendiri telah jelas-jelas menunjukkan akan fahamnya yang takfiri. Apabila anda menelaah apa yang diucapkan oleh Halawi Makmun wahai saudaraku ath-Thalibi, maka seharusnya anda juga tidak melakukan tebang-pilih. Karena nuansa takfir pada diri beliau lebih nampak dan lebih jelas…

وعين الرضا عن كل عيب كليلة كما أن عين السخط تبدي المساويا

Pandangan simpati menutup segala cela

Sebagaimana pandangan benci menampakkan segala cacat

Ath-Thalibi : Abu Salma: “Kepada sang mubaligh (Halawi Makmun –pen), saya hanya ingin mengucapkan: Bila kejelekan menampakkan kedua taringnya pada suatu kaum, maka mereka akan menyerangnya secara berkelompok dan sendiri-sendiri.”
CATATAN: Ini adalah sebuah sidiran. Seolah, selama ini muncul gelombang kritikan beruntun kepada Salafi. Kritikan-kritikan itu dianggap sebagai serangan-serangan, baik secara perorangan atau berkelompok. Sebenarnya, sampai disini posisi manhaj Salafus Shalih (Ahlus Sunnah Wal Jamaah) tetap kokoh seperti sedia kala, sebab sasaran kritik itu memang bukan kepada manhaj Salaf, tetapi kepada suatu kaum yang sering mengklaim paling “Salafiyah”. Bagi Abu Salma dan kawan-kawan, kalau merasa bahwa menguji manusia dengan Sunnah adalah suatu keniscayaan, maka kritikan-kritikan seperti ini tentu akan diterima dengan lapang-dada. Semoga. Allahumma amin.

Tanggapan : Wahai saudaraku ath-Thalibi, kewajiban kita adalah saling menasehati dan mengingatkan. Kaidah kita yang benar adalah :

نتعاون فيما اتفقنا عليه ونتناصح فيما اختلفنا فيه

Kita saling bekerja sama di dalam perkara yang kita bersepakat di atasnya dan kita saling menasehati di dalam perkara yang kita berselisih padanya5

Muslim yang satu dengan muslim lainnya bagaikan sebuah cermin, yang dengannya kita bisa melihat aib, cela dan kesalahan kita. Sesungguhnya, saling mengingatkan dan menasehati adalah kewajiban yang tidak akan musnah ditelan masa, kewajiban ini haruslah tetap dan terus ditegakkan sampai datangnya hari kiamat. Dan munashohah (saling menasehati) haruslah berdiri di atas keikhlasan –semoga Alloh menjadikanku dan anda senantiasa di dalam keikhlasan dalam beramal-, keilmiahan, bebas dari hasad, dengki, kebencian dan sebagainya, selamat dari fanatik buta, tahazzub dan ta’ashshsub.

Dalam masalah mengklaim paling salafiyah, setiap orang berhak-berhak saja mengklaim bahwa dirinya atau kelompoknya adalah salafiyah atau yang paling salafiyah, namun klaim belaka tidaklah selamat dari cacat dan harus dibuktikan dengan argumentasi yang jelas.

الدعاوى ما لم تقيم عليها بينات ابناءها ادعياء

Para pendakwa yang tidak menopang dakwaannya dengan argumentasi

Maka dia hanyalah para pendakwa belaka

Salafiyah memiliki ciri khas yang terang, yang mana mereka senantiasa berpegang dengan sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam yang beliau tinggalkan dalam keadaan terang benderang dan jelas, sebagaimana dalam sabada beliau :

«قد تركتم على البيضاء ليلها كنهارها لا يزيغ عنها بعدي إلا هالك».

Aku telah meninggalkan kalian di atas (agama) yang terang benderang, malamnya bagaikan siangnya dan tidak ada yang berpaling darinya melainkan ia pasti binasa.”

Dan bagi yang ingin mengetahui ciri-ciri salafiyah sejati, silakan baca :

  1. Irsyadul Bariyah ila Syar’iyyatil Intisaabi lis Salafiyyah karya Syaikh Abu Abdis Salam Hasan bin Qasim al-Husaini ar-Raimi.

  2. Kun Salafiyyan ‘alal Jadah karya Syaikh ‘Abdus Salam bin Raja’ as-Suhaimi.

  3. Minhaj al-Firqoh an-Najiyah karya Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu

  4. Bashair Dzawi Syarf karya Syaikh Salim bin Ied al-Hilali

  5. dll.

Ath-Thalibi : Dan dari keseluruhan bantahan ini, Abu Salma terjatuh dalam banyak kesalahan, hingga kesalahan yang sangat fatal yang para Ahlus Sunnah seharusnya selamat darinya. Siapa yang menyangka bahwa di sela-sela tulisan Abu Salma tersebut bisa ditemukan benih-benih takfir? Semoga hal itu segera disadari dan diakhiri sesegera mungkin. Allahumma amin.

Tanggapan : Ucapan ath-Thalibi bahwa banyak kesalahan yang saya lakukan sampai kesalahan fatal yang seharusnya ahlus sunnah selamat darinya dan terdapat di dalam tulisan saya benih-benih takfir, maka saya hanya dapat mengatakan :

يقولون قولا لم يفهموها وإذا قيل لهم حققوا لم يحققوا

Mereka berucap suatu ucapan yang mereka sendiri tidak memahaminya

Dan bila dikatakan: buktikanlah maka mereka tidak mampu membuktikannya

Segala tuduhan ath-Thalibi yang dituduhkan kepada saya tidak lepas dari kesalahpahamannya, salah persepsi, kejahilan –maaf-, konklusi prematur dan penakwilan-penakwilan batil.

Namun, taruhlah apabila yang dilontarkan ath-Thalibi adalah benar adanya, maka tidak ada penghalang bagi saya untuk menerima kebenaran. Namun sayangnya apa yang dituliskan oleh ath-Thalibi adalah kesalahpahaman, bahkan syubhat dan kebatilan…

Ath-Thalibi : Kepada Abu Salma dan para Salafiyun, mohon jangan marah karena pembahasan seperti ini. Jika Antum berkeyakinan bahwa membantah kebathilan adalah termasuk jihad, mudah-mudahan perkara ini termasuk di dalamnya. Semula saya hanya ingin berkomentar tentang istilah “Salafi Yamani”, tetapi setelah mencermati lebih dalam, ternyata ada banyak masalah dalam tulisan berjudul “Membantah Tuduhan, Meluruskan Kesalahpahaman” itu. Oleh karena itu perkara ini perlu didahulukan sebelum lainnya. Jika ada bagian-bagian yang kurang berkenan, silakan ditanggapi. Demikian yang bisa dikemukakan. Afwan katsiran atas semua kesalahan dan kekurangan. Syukran jazakumullah atas semua perhatiannya.

Tanggapan : Bukanlah dikarenakan isinya kurang berkenan, namun dikarenakan terhimpunnya kesalahan dan kebatilan di dalam tulisan ath-Thalibi, maka saya luangkan waktu untuk menggoreskan tinta saya dalam rangka menjelaskan hakikat kesalahpahaman ath-Thalibi dan terhimpunnya pada ath-Thalibi syubhat yang tidak sedikit.

Dari ulasan ini ada beberapa kesimpulan yang dapat saya ambil atas bantahan ath-Thalibi yang berjudul “Penyimpangan Pemikiran Abu Salma” pada thread forum MyQuran, namun di dalam content berjudul “Mengkritisi Jawaban Abu Salma”, kesimpulan tersebut adalah :

  1. Tulisan ath-Thalibi ini tidak memiliki nilai ilmiah.

  2. Tulisan ath-Thalibi ini dipenuhi oleh kesalahpahaman, salah persepsi dan syubhat-syubhat.

  3. Tulisan ath-Thalibi ini dipenuhi oleh vonis dan tuduhan-tuduhan batil.

  4. Tulisan ath-Thalibi ini dipenuhi oleh logika-logika falsafi yang batil.

  5. Tulisan ath-Thalibi ini menunjukkan bahwa ath-Thalibi tidak faham manhaj dan aqidah salafiyah.

  6. Tulisan ath-Thalibi ini menunjukkan bahwa ath-Thalibi tidak faham tentang salafiyah dan menolak penisbatan padanya.

  7. Tulisan ath-Thalibi ini menunjukkan bahwa ath-Thalibi tidak faham Bahasa Arab.

  8. Tulisan ath-Thalibi ini menunjukkan bahwa ath-Thalibi tidak faham masalah vonis mutlak dan vonis mu’ayan, apalagi masalah takfir.

  9. Tulisan ath-Thalibi ini menunjukkan bahwa ath-Thalibi bermanhaj tamyi’ (lunak) terhadap ahli bid’ah dan kaum hizbiyun harokiyun.

  10. Tulisan ath-Thalibi ini menunjukkan bahwa ath-Thalibi mudah menuduh orang lain suka menvonis padahal dirinya adalah orang terdepan yang gemar menvonis secara batil.

  11. Tulisan ath-Thalibi ini menunjukkan bahwa ath-Thalibi mudah menakwilkan dan memalingkan makna seenaknya sendiri.

  12. Tulisan ath-Thalibi ini menunjukkan bahwa ath-Thalibi lebih banyak membongkar kedoknya sendiri.

Demikianlah yang dapat saya tuliskan, segala puji hanyalah milik Alloh Azza wa Jalla. Saya yakin bahwa ath-Thalibi akan memberikan tanggapannya atas risalah saya ini, dan ini adalah suatu hal yang lumrah. Perselisihan dan perbedaan adalah suatu hal yang alami (sunnatullah) di dunia ini, namun mensikapi perbedaan dan perselisihan inilah yang seharusnya setiap muslim berupaya untuk belajar dan memahaminya.

Jangan hanya karena berdalih bahwa perbedaan adalah sunnatullah, lantas tidak ada upaya untuk saling meluruskan, mengingatkan dan membenarkan. Sesungguhnya diskusi ilmiah ini masih panjang dan akan terus berlangsung hingga Alloh Azza wa Jalla berkehendak lain.

Semoga Alloh menjadikan apa yang saya lakukan ini bermanfaat bagi diriku, bagi saudaraku ath-Thalibi dan bagi seluruh kaum muslimin.

كتبت وقد أيقنت يوم كتابتي بأن يدي تفنى ويبقى كتابه

واعلم أن الله لا بد سائلي فيا ليت شعري ما يكون جوابه

Ketika saya menulis saya yakin

Bahwa tanganku akan binasa sedang tulisanku kekal

Dan saya tahu bahwa Alloh pasti akan menanyaiku

Aduhai, apakah nanti jawabnya

ونسأل الله سُبحانه وتعالى أن يُرشد الجميع للخير , وأن يجمع شمل المسلمين, وأن يقينا وإياكم مفاتيح الشرّ , إنه ولي ذلك والقادر عليه .

أخوكم في الله

أبو سلمى  محمد بن برهان يوسف

 

1 Saya turunkan secara berkala di blog saya dengan judul Hajr ekstrim, nukilan di atas ada di bagian II.

2 Istilah ini semakin ngetrend di forum-forum internet yang isinya kebanyakan mencela dakwah salafiyah. Istilah ini semakin terkenal lagi setelah al-Ustadz Abduh Zulfidar Akaha –hadahullahu– mempergunakannya di dalam bukunya yang berjudul “Siapa Teroris Siapa Khowarij?” (bantahan terhadap buku “Mereka adalah teroris” karya al-Ustadz Luqman Ba’abduh,) terbitan Pustaka al-Kautsar. Saya telah membaca buku ini dari A sampai Z-nya, dan ada beberapa mulahadhot (catatan) yang perlu diberikan terhadap buku ini. Syubuhat di dalamnya sangat luar biasa sekali, karena penulis selain memiliki bekal pengalaman yang ‘lebih’ di dalam dunia jurnalistik, penulis juga cukup aktif mencari sumber, data dan fakta dengan surfing dan browsing di dunia maya. Sehingga tidak kurang dari 50 persen isi bukunya berkisar dari sumber internet. Metode jurnalis bak wartawan sangat kentara di dalam bukunya ini. Apabila Alloh meberikan waktu luang maka saya akan sedikit memberikan beberapa catatan ringan dan singkat terhadap buku yang konon sangat ‘fenomenal’ ini. Sebagiannya telah saya turunkan di blog saya. Sebagiannya telah dijawab oleh al-Ustadz Arifin dan Ustadz Firanda. Kabar terakhir bahwa al-Ustadz Abduh telah mempersiapkan bantahan terhadap buku ini sebanyak 2 jilid.

3 Ceramah Syaikh Salim al-Hilali yang disampaikan pada saat penutupan Dauroh fi Masa`ilil Aqodiyah wal Manhajiyah di Masjid Al-Irsyad, tahun 2001 silam. Dauroh ini dilaksanakan atas kerjasama Ma’had ‘Ali Al-Irsyad as-Salafi bekerjasama dengan Markaz al-Imam al-Albani Yordania. (rekaman MP-3 menit ke-11:51-12:40).

4 Lihat “Ada Apa dengan Salafi : Jawaban Atas Tuduhan dan Koreksi Terhadap Istilah Salaf, Salafi dan Salafiyyah”, oleh Ustadz Abu Umar Basyir, Penerbit Rumah Dzikir, Solo, hal. 272-275.

5 Ini adalah koreksi kaidah Syaikh al-Albani terhadap kaidah Nata’awanu fima ittafaqna ‘alaihi wa na’dzuru ba’dhuna ba’dhan fima ikhtalafna fihi (kita saling tolong menolong di dalam perkara yang kita sepakati dan kita saling memberikan udzur/memaafkan di dalam perkara yang kita perselisihkan). Lihat Zajrul Mutahawin bidhororo Qo’idati al-Ma’dzurah wat Ta’awun karya Syaikh Hamd bin Ibrahim al-Utsman, dimuroja’ah oleh al-‘Allamah Shalih Fauzan al-Fauzan dan ditaqrizh oleh al-‘Allamah ‘Abdul Muhsin bin Hamd al-‘Abbad al-Bafr, cet. I, 1419 H, Maktabah al-Ghuroba’ al-Atsariyah, hal. 130.

 


 Comments 21 comments

  • ibnumuflih says:

    Perselisihan dan perbedaan adalah suatu hal yang alami (sunnatullah) di dunia ini, dan ikhtilaf yg di bnrkan adalah ikhtilaf tanawwu`, yg berdasarkan kpd dalil yg sohih dan tidak mengikuti hawa nafsu. adapun mrk yg berusaha mencari-cari kesalahan saudaranya maka allah akan buka kesalahan org tersebut walaupun dia berada di dalam rumah. ana rasakan begitu banyak fitnah yg berlaku dalam “peperangan tulisan” didalam dunia internet ini. ana berharap dan berdo`a kpd allah swt agar masing2 penulis jujur dalam penulisan nya, menulis dan membantah dalam rangka saling memberikan nasehat karena allah. bukan karena membela org2 yg tertentu atau pun membela diri karena merasa di kritik, dan hendak nya tunduk kpd kebenaran walaupun kebenaran itu pd pihak lawan nya bicara nya. kebenaran itu hanya akan kita dapati jika di kembalikan kpd alquran dan sunnah mengikuti pemahaman salafus as sholeh .
    truskan perjuangan mu wahai saudaraku abu salma dan ana berdo`a agar allah memberikan pertolongan kpd kita untuk tetap istiqomah di dalam menempuh manhaj salaf ini yg tdk memberi mudhorat kpd yg mengikuti nya walaupun di cela dan di fitnah. allahu musta`an

  • Ibnu Salamah says:

    Cek…cek…

    dari footnote no. 2 :
    “….Kabar terakhir bahwa al-Ustadz Abduh telah mempersiapkan bantahan terhadap buku ini sebanyak 2 jilid.”

    Mungkin yg antum maksud ust Luqman ba’abduh, bukan abduh.

    Jazzakallohu Khoyr… Antu benar. Ini sekaligus sebagai ralat.

  • Abu Fathimah Rudi Elprian bin Sadikin al-Balikpapany says:

    alhamdulillah penjelasan al-akh Abu Salma ibarat matahari di siang bolong sehingga tidak memerlukan lampu lagi, tetapi ath-Thalibi nampaknya masih perlu lampu (mudah2an hati antum diberi cahaya hidayah oleh Allah, karena sesungguhnya yang buta itu bukan matanya melainkan hatinya yang buta)

    *nasihat saya buat ath-Thalibi hendaknya dalam memahami Qur’an&Sunnah wajib dengan pemahaman salafush shaleh dan melalui ulama2 yang konsisten diatasnya. Jangan hanya ngaku2 aja tapi buktikan donk!!!

    para pembaca alhamdulillah telah mengetahui kedok antum (ath-Thalibi) yang sebenarnya, diantaranya ingin mengadu domba para salafiyun.

    ketahuilah ath-Thalibi yang terjadi diantara para salafiyun sekarang ini adalah ikhtilaf tanawwu’ (kalo gak percaya teliti aja sendiri) tetapi aqidah & manhaj mereka tetap satu karena bersumberkan dari Qur’an & hadits shahihah berdasarkan pemahaman generasi terbaik umat ini (shahabat, tabi’in & tabi’ut tabi’in), Insya Allah Allah akan mempersatukan para salafiyun

  • zevian says:

    jazakalloohu khoiron buat mas abu salma…!! ngomong2 suka ngisi kajian ga?
    apa cuma di media internet aja? penjelasannya insya alloh bagus…tetep istiqomah ya mas dalam membela manhaj salaf yang mulia ini dari segala macam syubhat dan kekaburan…semoga Alloh ngasi kemudahan!! sungguh akhlak yang mulia didalam saling menasihati sangatlah diperlukan..terima kasih!!

  • Kholid Syamhudi says:

    Assalamu’alaikum
    ini pertama ana lihat wibesite antum. mudah-mudahan antum bisa istiqamah dan ikhlas dalam membantah syubhat dan pemikiran seperti ini. karena memang dikatakan Syeikh Bakr Abu Zaid dalam kitab Ar Rudud bahwa membantah orang yang menyelisihi kebenaran adalah salah saatu pokok islam (Al Radd ‘Ala Al Mukholif Ashlun min Uushulil Islam). mudah-mudahan dengan sebab usaha antum Allaah memudahkan antum dalam tafaqquh fiddin
    Selamat!!
    Wassalamu’alaikum
    Akhukum Fillah
    Abu Asma Kholid Syamhudi

    Wa’alaikumus Salam warohmatullahi wabarokatuh
    Jazzakallohu khoyrol jazaa, ya ustadzana al-Fadhil… Saya tidak menyangka antum akan masuk ke web pribadi ana. Segala nasehat, masukan dan saran antum sangat ana perlukan. Barokallahu fiikum. Amin-amin, atas do’a antum kepada ana…

  • mujahid says:

    Assalamu’alaikum
    Akh Abu Salma, apa yang antum sampaikan untuk membantah orang2 yang menyelesihi sunnah (manhaj salaf) cukup ilmiah, tetapi ana agak kaget ketika membuka link pribadi antum di yahoo 360, di situ terdapat banyak foto2 wanita ( makluk yg bernyawa ) padahal antum tau persis hukumnya.
    Dan ini seperti ini yg membuat orang2 yg berseberangan dengan antum selalu melancarkan tuduhan2 bahwa antum bermudah2 dalam gambar.
    Kalo antum punya alasan tolong jelaskan ke kami tentang link pribadi antum yahoo 360.
    Afwan sekiranya yg ana sampaikan ini salah, ana ada saran pada antum dan admin muslim.or.id supaya link2 yang berhubungan dengan manhaj salaf benar2 di check apakah link itu benar2 salaf atau bukan karena bisa jadi link2 itu IM atau yang sejenis dg IM tp mengaku salafy dan link2 yg di situ ada gambar2 makluk hidup jangan lagi di pasang.
    Wassalamu’alaikum

    Wa’alaikumus Salam warohmatullahi wabarokatuh…
    Jazzakallohu khoyrol jazaa’ atas masukan dan saran antum. Sebenarnya 360 yahoo.com itu awalnya merupakan ajakan dari seorang teman untuk membentuk komunitas. Melihat fasilitasnya yang cukup bagus akhirnya saya coba-2 untuk buat. Sebagaimana fasilitas di dalam yahoo, bahwa ada beberapa orang yang bermaksud untuk bergabung menjadi “friend” di dalam 360.yahoo. Namun sayangnya ternyata “friend” yang terdaftar ditampilkan berupa gambar “foto/logo” dari 360.yahoo-nya. Beberapa orang telah saya minta untuk merubah gambar fotonya, namun tampaknya belum bisa dilakukan…
    Sebagian teman-2 saya di 360.yahoo.com adalah rekan-2 sekolah dan kerja yang masih awwam. Jadi, saya tidak ridha dengan gambar-2 tsb. Insya Alloh mereka akan saya nasehati kembali untuk merubah gambar mereka dengan selain gambar makhluk hidup. Syukron atas nasehat antum…

  • tholib says:

    Ada syubhat yg ketinggalan belum dibantah (syubhat ath-Tholibi di akhir point 7), ana coba bantu :

    berkata ath-Tholibi :

    —————————————————————-

    Ucapan Abu Salma: “…tentang adanya sebagian oknum yang mengatasnamakan diri sebagai salafiy, lalu mereka menerapkan al-Wala’ dan al-Baro’ kepada individu tertentu atas dasar fanatisme, maka ini bukanlah manhaj salaf.” Secara teori benar dan sudah seharusnya demikian. Tetapi dalam praktek, tidak selamanya begitu. Sampai ada seorang ustadz yang mengkritik, bahwa ada sebagian orang yang sangat fanatik kepada Syaikh Al Albani rahimahullah. Hingga jika beliau menghukumi suatu hadits sebagai shahih, dha’if, atau palsu, maka penghukuman beliau ini lebih dipercaya daripada yang dilakukan oleh Imam Tirmidzi dan imam-imam lainnya (selain Imam Bukhari dan Muslim). Padahal Salafi sangat kenal dengan prinsip berikut: “Setiap kebaikan itu dengan mengikuti As Salaf (para pendahulu yang shalih), dan setiap keburukan dengan mengikuti Al Khalaf (orang-orang jaman kemudian).” Dari segi jaman, Imam-imam hadits di atas adalah jaman Salaf.

    —————————————————————-

    Jawab:

    Perkataan di atas bisa jadi muncul imma karena kejahilan ath-Tholibi tentang ilmu hadits, atau tidak membaca karya2 asy-Syaikh al-Albani, atau kedua-duanya, wa imma dia tau tapi pura2 tidak tau. Ana jawab dari beberapa sisi :

    >>Pertama, al-Imam at-Tirmidzi -رحمه الله- adalah seorang Imam, hafidz, namun para ‘ulama ahli hadits lainnya semisal al-Imam adz-Dzahabi, al-Hafidz Ibnu Hajar, asy-Syaikh al-Albani dll mengkritik at-Tirmidzi dalam menilai hadits, terutama ketika al-Imam at-Tirmidzi menilai suatu hadits dengan “Hasan Shohih” atau “Hasan”, sebagian ‘ulama menilai at-Tirmidzi sebagai orang yg tasaahul (bermudah2 dalam menilai hadits) dan sebagian lainnya mengatakan bahwa penilaian at-Tirmidzi dgn “Hasan Shohih” atau “Hasan” tidak melazimkan bahwa hadits tsb shohih. Ttg ini silahkan baca an-Nukat oleh al-Hafidz Ibnu Hajar, al-Mizan & as-Siyar (pada tarjamah Imam at-Tirmidzi) oleh al-Hafidz adz-Dzahabi, dll. Dan kalau tidak salah, Asy-Syaikh al-Albani telah menjelaskan masalah ini dalam muqoddimahnya pada Riyadhus Sholihin takhrij beliau (sudah diterjemahkan).

    >>Kedua, Ketahuilah Rohimakumulloh, terkadang dalam beberapa penggunaan istilah secara mutlaq (baik dalam ilmu hadits ataupun yg lainnya), ‘ulama mutaqoddimin berbeda dgn ‘ulama muta’akhirin, seperti istilah hadits Hasan (silahkan baca kitab ‘al-Hasan bi majmu’it Turuq fii mizan al-I’tidal baynal Mutaqoddimin wal Muta-akhirin’ oleh ‘Amr Abdul Mun’im Salim, dll), istilah Makruh, Naskh, dll.. maka perhatikanlah !!

    >>Ketiga, para ‘ulama ahlul Hadits muta-akhirin ketika menilai rawi dalam sanad, mereka mengambilnya dari perkataan para ‘ulama jahr wa ta’dil terdahulu, bahkan yg lebih salaf (terdahulu) dari pada al-Imam at-Tirmidzi, seperti al-Imam Ahmad, Ibnu Ma’in, al-Bukhori, dan ‘ulama lainnya yg lebih salaf dari mereka seperti Imam Sufyan ats-Tsauri, Malik bin Anas, Ibnul Mubarok, Abdurrahman bin Mahdi, dll. Hal ini tidaklah samar bagi siapa saja yg pernah belajar mushtholahul hadits. Contoh masalah ini banyak bertebaran di kitab2 takhrij hadits semisal Silsilah al-Ahaadits ash-Shohihah, adh-Dho’ifah, dll disana akan kita dapati al-Albani mengambil perkataan para salaf dalam menilai rowi, seperti perkataan (على شرط الشيخين) “sesuai dgn syarat al-Bukhori & Muslim”, “Imam fulan berkata fulan tsiqoh”, dll.

    Jadi tidak bisa dikatakan jika kita mengikuti tash-hih al-Albani atau yg lainnya dari kalangan muta-akhirin, berarti kita tidak mengikuti salaf, tidak! Justru yg salah adalah kalau kita mengikuti tash-hih at-Tirmidzi terhadap suatu hadits yg rowi2 pada sanadnya di jarh oleh jumhur ahlil hadits dengan jarh mufassar.

    Apabila salafiyyin dituduh tidak mengikuti salaf karena lebih memilih penilaian al-Albani daripada penilaian at-Tirmidzi atau yg lainnya, ini merupakan tuduhan yg bathil, tidak berlandaskan ilmu dan lucu sekali !!

    >>Keempat, perorangan ‘ulama salaf tidaklah ma’shum, mereka terkadang keliru, sedangkan kita mengambil pendapat yg rojih dari pendapat mereka dengan ditimbang dgn dalil, yg ma’shum adalah ijma’ mereka. dan kekeliruan mereka sangat sedikit bila dibandingkan jasa mereka yg besar sekali dalam menjaga kemurnian Islam, رحمهم الله رحمة واسعا.

    >>Kelima, Dan al-Hamdulillah asy-Syaikh al-Albani -رحمه الله- ketika mentash-hih dan mentadh-‘if suatu hadits beliau lakukan dengan dasar ‘ilmu bukan hawa nafsu, sehingga para ‘ulama ahli hadits lainnya mengakui keilmuan asy-Syaikh al-Albani. Adapun para ahli bid’ah mereka menghukumi hadits dengan hawa nafsu & akal-akalan, jika suatu hadits tidak masuk akal menurut mereka maka ditolaknya, mereka mendahulukan rasio daripada dalil. Seperti yang dilakukan Muhammad al-Ghozali sebagaimana diungkap oleh Syaikh al-Albani dalam Tahrim Alaatit Thorb (ada terjemahannya : Polemik Hukum Lagu & Musik).

    >>Keenam, para ‘ulama dan thullabul ilmi salafiyyin yang mengerti ilmu hadits tidak taqlid kepada syaikh al-Albani, sebagian mereka -bahkan murid2 syaikh al-albani sendiri- terkadang berbeda dgn beliau dalam tash-hih & tadh-‘if, seperti syaikh Salim al-Hilali, Syaikh Muqbil bin Hadi, Syaikh Musthofa al-‘Adawi, dll. Jadi ada saling koreksi di antara ahlul hadits dari zaman ke zaman dalam masalah ini dan tidak ada seorangpun di antara ‘ulama tersebut merasa dirinya ma’shum.

    Hukum asal taqlid adalah terlarang, kecuali bagi yg tidak mampu mentash-hih & tadh-‘if hadits sendiri seperti kita-kita ini, kalau kita yg sangat2 minim sekali ilmunya ini berani2 menshohihkan hadits sendiri maka akan kacau nantinya. Dan taqlid pun tidak sembarangan, harus dipilih orang yang paling ‘alim dan waro’ dalam masalah yang ditaqlidi. Dan Syaikh al-Albani telah diakui keilmuannya dalam hadits oleh para ‘ulama, kawan maupun lawan.

    Dan Syaikh al-Albani –sebagaimana Imam at-Tirmidzi– adalah manusia biasa, terkadang salah, apabila telah jelas kesalahannya maka kita tidak boleh mengikutinya, dan kita do’akan semoga beliau mendapat pahala atas ijtihadnya yg salah itu.

    Mungkin yg dimaksud dgn “sebagian orang” pada perkataan ath-Tholibi “Sampai ada seorang ustadz yang mengkritik, bahwa ada sebagian orang yang sangat fanatik kepada Syaikh Al Albani rahimahullah” adalah awwaamus Salafy, dan awwaamus Salafy tidak bisa dijadikan ukuran, serta apa benar mereka ‘sangat fanatik’ kepada Syaikh al-Albani?? ana katakan mana buktinya? dan menurut ana tidaklah demikian, kalaupun ada yg “sangat fanatik” kepada beliau maka ini adalah kesalahan, dan asy-Syaikh Nashir tidak pernah memerintahkan siapapun untuk fanatik pada dirinya.

    >>Ketujuh, bukankah ‘sebagian orang’ bahkan mungkin kebanyakan pengikut al-Ikhwanul Muslimin atau yg dikatakan “ulama” mereka yg justru fanatik kepada pimpinan mereka Hasan al-Banna, Sayyid Quthb, dll ketika pemikiran mereka berdua ditimbang dengan al-Qur’an dan as-Sunnah oleh para ‘ulama Salafiyyin? Bukankah mereka yg berfanatik menggelari 2 orang tadi dgn asy-Syahid? Padahal al-Imam Bukhori (yg jauh lebih salaf, gurunya imam at-Tirmidzi) mengatakan dalam kitab shohihnya ‘bab : Laa Yuqolu Fulan Syahid’.

    Bagaimana pula dengan sikap sebagian orang-orang IM yang membolehkan musik dengan taqlid kepada Yusuf al-Qorodhowi, dimana ia telah mendho’ifkan hadits riwayat Imam Bukhori tentang haramnya musik? padahal Yusuf al-Qorodhowi bukan ahli hadits! Bukankah ini namanya fanatik? paling-paling mereka mengatakan : “Ooo…inikan masalahnya khilafiyyah…”, ini lucu sekali, mempertentangkan dalil dengan ro’yu syaikh-nya…

    Kenapa mereka mencari2 celah (ana katakan celah, karena kecilnya) untuk mengkritik ulama salafi? sedangkan kesalahan ulama mereka sangat nyata. Apakah disko yg dilakukan Umar Tilmisani (sebagaimana dalam tulisan ust Abdullah Taslim) adalah masalah khilafiyyah? Apakah mencela shohabat yg dilakukan Sayyid Quthb adalah khilafiyyah? dan masih banyak lagi yg lainnya… Allahul Musta’aan.

    Sebagai kesimpulan tambahan dari kesimpulannya al-Akh Abu Salma :

    – ath-Tholibi tidak paham ilmu hadits

    Jadi benar sekali kesimpulan Akhuna Abu Salma bahwa ath-Tholibi lebih banyak membongkar kedoknya sendiri.

    Nasehat ana kepada ath-Tholibi : ruju’ kepada al-Haq itu lebih baik daripada terus-menerus dalam kebatilan.

    Rasulullah bersabda :

    كل بني آدم خطّاء وخير الخطّائين التوَابون

    “Setiap anak Adam memiliki kesalahan, dan sebaik-baik orang yang berbuat salah adalah mereka yang bertaubat.” [HR. at-Tirmidzi (2499), Ibnu Majah (3251), ad-Darimi (2727), dihasankan Syaikh al-Albani dalam Shohihul Jami’ (3515)]

    لله أشد فرحا بتوبة عبده حين يتوب إليه من أحدكم كان راحلته بأرض فلاة فانفلتت منه وعليها طعامه وشرابه فأيس منها فأتى شجرة فاضطجع في ظلها قد أيس من راحلته فبينما هو كذلك إذ هو بها قائمة عنده فأخذ بخطامها ثم قال من شدة الفرح اللهم أنت عبدي وأنا ربك أخطأ من شدة الفرح . رواه مسلم

    “Allah lebih sangat gembira dengan taubat hambanya ketika ia bertaubat kepada-Nya melebihi (kegembiraan) seorang diantara kalian yang menunggangi hewan tunggangannya di padang pasir, kemudian hewan tunggangannya yg membawa makanan dan minumannya lepas, kemudian ia berputus asa darinya, lalu ia mendatangi sebuah pohon dan berbaring pada naungannya (dalam keadaan) ia telah putus asa dari hewan tunggangannya. Ketika ia dalam keadaan seperti itu tiba-tiba hewan tunggangannya berdiri di sisinya, iapun mengambil tali kekangnya, lalu berkata karena sangat gembira : ‘Ya Allah, Engkau adalah hambaku, dan aku adalah robb-Mu.’ ia keliru karena saking gembiranya.” [HR. Muslim]

    Jazzakallohu Khoyrol Jazaa’ liakhina tholib. Ini sekaligus sebagai tambahan yang terlewatkan. Barokallahu fiikum. BTW, kalo boleh tau antum sapa ya? jadi pengen ta’aruf ama antum. Email ana di abu_amman[ad]yahoo[dot]com ya?…

  • ibnumuflih says:

    assalamu`alaikum … akhi abu salma.. ana ada send email untuk antum, smg antum mempunyai waktu yg luang untuk membaca nya dan sekaligus merespon nya. sekali lagi ana ucapkan jazakallahu khair.

    Wa’alaikumus Salam warohmatullahi wabarokatuh
    Ana sudah menerimanya, dan butuh waktu tersendiri untuk menelaahnya, yg sekarang tampaknya sedikit sulit, karena kesibukan rada padat. Antum bisa serahkan atau kirim email antum ini untuk ditanggapi al-Akh Abu Ishaq Umar Munawir atau al-Akh Andi Abu Thalib al-Atsari. barokallahu fiik.

  • hafizh abdurrahman says:

    wah…ternyata Ath Thalibi tuh orang jahil yah!!!tapi bisa juga dia nulis buku.Semoga Allah selalu memberikan hidayah kepadanya&kita agar kita tetap istiqomah di atas sunnah&manhaj salaf…untuk al akh Abu Salma, jazakallah khairan atas usaha antum mengcounter syubhat2 dari orang2 jahil…
    wassalamu’alaykum

  • Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh,
    Sudah lama ana sering singgah di blog antum ini, dan baru kali ini ana tulis di shout nya. Semoga Allah menambahkan antum ilmu dan mempermudah urusan antum. Semoga Allah menjadikan manfaat bagi kaum muslimin apa-apa yang telah antum tuliskan dari rudud dan keterangan yang antum berikan di situs ini. Jazakallah khair. Oiya, salam untuk akh Toni kalau ketemu.

    Wa’alaikumus Salam warohmatullahi wabarokatuh
    Barokallahu fiikum ya al-Akh al-ustadz Andy. Amin wa iyyakum. Kami tunggu juga aktivitas dan peran serta antum di dunia maya. Insya Alloh apabila bertemu beliau -al-Akh Tony- akan ana sampaikan salam antum.

  • سليمان ابو شيخة says:

    الســـــــــــــــــــــــلام عليكــــــــــــــــك ورحمة الله وبركاتــــــــــــــــــــه
    salam buat ikwan & akwat semuanya, salam juga buat abu salma .. ana mo tanya tetang situs MYQUR’AN itu situs yang gimana, karena kalo kita lihat banyak sekali forum yang mencaci maki & menfitnah dakwah salafiyyah….

    buat akh abu salma titip slam buat al ustd. abdur rahman tayyib ( bilang aja dari sulaiman di KSA )
    و جـــــــــــــــــــزاكم اللـــــــــه خيـــــــــــــــــــــــرا كثـــــــــــــــــــــــيرا

    الســـــــــــــــــــــلام عليكــــــــــــــــــــم ورحمة الله وبركاتـــــــــــــــــــــــــــــه

    wa’alaikumus salam warohmatullahi wabarokatuh
    Setahu ana, website myQuran itu adalah website umum yang siapa saja bisa ikut di dalamnya, baik di sufi, syiah, khowarij, mu’tazilah dll… Makanya isinya campur baur. Allohu ‘alam, demikianlah yang tampak dari tulisan-2 di forum website ini.
    Insya Aloh akan ana sampaikan. Barokallohu fikkum.

  • mujahid says:

    Assalamu’alaikum

    Akh Abu Salma, ana sering mengunjungi blog antum menurut penilaian ana bantahan2 yg sering antum tulis cukup ilmiah, dan jazaakalloh link pribadi antum 360 yahoo.com sudah tidak terpasang lagi dan antum juga telah memberikan klarifikasi.
    Perlu antum ketahui bahwa ana selama ini ikut ta’lim ke ustad2 salafy.or.id dan sekarangpun masih, tetapi ana tidak fanatik terhadap kelompok salafy.or.id dan pada iven2 tertentu ana juga datang pada dourohnya ustad Taslim dan ustad Firanda juga ketika Syaikh Ibrahim Arruhaily dating ke Jogja.

    Alhamdulillah, ternyata ada orang yang tidak fanatik dan mau untuk berisitifadah ilmu dengan selain ustadz-2nya salafiyin. Semoga Alloh memberkahi ilmu, amal dan waktu antum dan menambahkan hikmah, ilmu dan barokah-Nya kepada antum. Ana juga sadar, bahwa apa yang antum lakukan ini berat, karena apabila saudara-saudara antum mengetahuinya, maka antum harus bersiap-2 untuk dihajr, dijauhi, bahkan digelari al-Pramuki. Allohul Musta’an.

    Akh Abu Salma ana faham tentang perselisihan salafiyun di Indonesia, masing2 kelompok merasa paling benar tidak ada yg saling mengalah, ana akan sedikit memberikan gambaran dan sekaligus buat saran juga renungan tentang perselisihan yg terjadi menurut yg ana ketahui ahwan jika ada yg salah mohon Akh Abu Salma meluruskan.
    1. Dari fihak Atturoth (tidak semuanya) yg juga masih mengambil dana dari Iya’uturoth Kuwait walaupun Syaikh Ibrahim membolehkan, akan tetapi dari salafy.or.id tetap saja fatwa Syaikh Ibrahim tidak di anggap dan juga fatwa Syaikh Abdul Muksin serta Syaikh Abdul Malik Romadhoni semua tidak pernah di anggap ( untuk ini ana tidak setuju ), karena dari salafy.or.id hanya berpedoman pada ulama yg melarang tanpa mempertimbangkan ulama yg membolehkan.

    Tidak menganggap fatwa ulama lain salafiyin atau menafikannya bukan atas dasar tarjih, namun atas dasar hawa nafsu dan semangat permusuhan serta fanatik individu, maka ini adalah tercela dan karakter hizbiyah. Apabila para ulama yang berselisih saja mereka masih berhubungan baik, kenapa kita tidak mengikut kepada sikap yang seperti ini???

    2. Dari fihak Atturoth (tidak semuanya) yg juga masih berhubungan dengan yayasan Al-shofwa, Haramain, L-data, yang di anggap oleh salafy.or.id adalah sesuatu yg menyelisihi manhaj karena di dalam yayasan itu bercampur baur dengan orang yg tidak jelas manhajnya ( kalau ini ana setuju dengan salafy.or.id ). Saran ana untuk akh Abu Salma, antum sebagai jembatan untuk personel2 tertentu baik itu ustad atau bukan berikan nasihat untuk beliau2 yg masih berhubungan dengan yayasan tsb, karena masalah seperti ini yg menyebabkan dari salafy.or.id menisbatkan orang2 yg berhubungan dgn yayasan di atas dengan sebutan HIZBI ( sebuah penisbatan yg buruk ), coba antum check di dalam yayasan tersebut ada siapa saja kalau memang benar di situ berkumpul orang2 yg manhajnya tidak jelas alias gado2 ya kita harus jujur dan mengakui kesalahan tersebut.

    Saya tidak memungkiri akan adanya kesalahan-2 di dalam yayasan-2 yang dimaksud. Namun, menerapkan sistem tahdzir, tahjir dan tajrih secara langsung yang menimbulkan madharat lebih banyak dari mashlahat, maka inilah yang tertolak. Ana tidak bisa menjadi jembatan, karena yang bisa menjembatani adalah masyaikh. Namun sayang, program ishlah pertama kali yang mendatang Syaikh Ali dan Syaikh Salim -saat itu Laskar Jihad blm dibubarkan dan Ustadz Ja’far masih menjadi panglima dan qudwah teman-2 salafy.or.id-, hanya menjadi isapan jempol. Karena ucapan, “Syaikh kami adalah Syaikh Rabi’ bukan Syaikh Ali atau Syaikh Salim” dan ucapan semisal menjadi penyakit. Sekarang pun demikian, dauroh-2 tandingan mendatangkan masyaikh-2 yg pro ini dan itu masih berlangsung… Semoga Alloh menghilangkan penyakit perselisihan dan perseteruan semacam ini…

    3. Di jogja sendiri ana saksikan sendiri ada seorang ustad (Atturoth ) yg menjual buku2 ahlussunnah tetapi masih juga menjual buku2 yg ada gambar makluk bernyawa dan juga menjual buku2 dari IM ( Hartono Ahmad Jaiz ), kalo menurut salafy.or.id beliau IM coba antum check sendiri di pustaka Al-kaitsar dia bersama Abduh ZA., dan ada juga banyak ikhwan Atturot yg bekerja di sebuah toko buku di jogja pula yg di situ banyak menjual buku2 menyimpang bercampur juga dgn buku2 salafy, dan ana telah menulis komentar di muslim.or.id tetapi tdk di jawab. Saran ana untuk akh Abu Salma tolong berikan nasehat untuk pemilik toko2 buku tersebut agar hanya menjual buku2 salafy dan jangan menjual buku2 yg memusuhi salafy alias menyimpang. Ya seperti ini juga yg membuat salafy.or.id menisbatkan dengan penisbatan yg buruk ( HIZBIYUN ) yang mengaku salafy, dan juga para ikhwan jangan mau bekerja di took buku yg menjual buku2 menyimpang dan bahkan memusuhi ahlussunnah.

    Masalah di atas adalah masalah kasuistis yang tidak bisa digeneralisir bahwa semuanya demikian. Apabila toko buku tersebut melakukan hal tsb maka hal itu salah. Namun tidak harus kita sampai bersikap keras bahkan sampai mentahdzir dan mengeluarkan mereka dari barisan ahlus sunnah hanya karena kesalahan semacam ini. Apabila ana mengenal pemilik toko dan ana bisa menghubungi, insya Alloh ana nasehati. Namun, apabila telah dinasehati ia tetap bersikeras, maka ia telah bersalah, ia masih saudara kita ahlus sunnah namun ia bersalah dalam masalah ini dan itu.

    4. Dan masih juga dari Atturoth bekerja sama dengan penerbit2 yg tidak salafy untuk menerbitkan kitab2 para ulama dan juga penerjemahnya yg juga masih gado2 tidak jelas manhajnya bahkan IM, ana tau sendiri di salafy.or.id untuk penerbit dan penerjemah benar2 dari kalangan salafy sendiri. Saran ana untuk akh Abu Salma berikan nasehat bagi semua pihak untuk membuat penerbit sendiri yg benar2 salafy dan dari kalangan sendiri juga penerjemah juga dari kalangan salafy sendiri InsyAlloh Ta’ala jika ini terwujud tidak ada alasan lagi dari salafy.or.id untuk memberi gelar yg buruk yaitu penerbit HIZBI.Akh Abu Salma memang banyak PR nya untuk membersihkan diri dari penisbatan HIZBIYUN oleh orang2 yg berseberangan dengan kita, kita harus jujur kalau memang demikian yg terjadi ya kita harus bebenah diri mungkin kita tidak melakukan tapi link2 kita teman2 kita yg melakukan kitapun akan kena akibatnya.

    Akhy fillah, mencari penerbit murni salafy memang sulit, kalaupun ada itupun koleksi bukunya hanya sedikit. Hal ini bisa jadi karenakan masalah dana untuk penerbitan yang tidak kuat. Pustaka at-Tibyan mayoritas bukunya adalah buku ahlus sunnah, walaupun sebagian tercampur dengan beberapa buku takfiri. Demikian pula dengan penerbit lainnya. Pun penerbit buku-2 ahlus sunnah di Arab tidak lepas dari kesalahan ini. Bahkan saya pernah lihat buku Syaikh Jarullah dan Syaikh Alu Salman penerbitnya sama dengan penerbit buku-2 Salman al-Audah, Safar Hawali, dll. Asatidzah kita pun juga sering memberikan nasehat mengenai buku, apabila penulis dan penterjemahnya bermasalah, mereka sering menasehatkan untuk tidak merujuk dan membacanya. Namun sungguh disayangkan, karena hal ini wala’ dan baro’ diterapkan serampangan… Seperti kasus Pustaka at-Tibyan menerbitkan buku “Thaghut” karya Abu Bahsir Mustofa Halimah at-Takfiri, maka mereka serta merta bersorak gembira untuk menyikat dan menghantam beberapa ustadz yang sering menterjemah buku diterbitkan oleh penerbit ini. Namun apakah ustadz-2 ini ridha? Tentu tidak, buktinya majalah as-Sunnah dua edisi menurunkan bantahan buku “Thaghut” ini yabng ditulis oleh al-Akh Ali Hasan Bawazie, bahkan edisi berikutnya Ustadz Abu Ihsan juga melakukan yang sama. Demikian pula dengan buku “at-Tibyan fi Nawaqidhil Islam” karya Sulaiman Nashir al-‘Ulwan yang diterbitkan pula oleh at-Tibyan, pernah dibantah oleh Majalah al-Furqon… Maka harusnya sikap seperti ini dicari tafshilnya, jangan hanya ‘hantam kromo’ model Haddadi.
    Memang, memiliki penerbitan salafy sendiri lebih baik dan lebih aman, seperti Pustaka Imam Syafi’i (yang hampir semua penerbitan bukunya mendapatkan izin dari penulisnya), Pustaka Ibnu Katsir, dll yang mulai ramai bermunculan. Namun menurut sebagian saudara kita tetap saja, buku terbitan sururi… Karena bukan dari ustadznya dan penerbitnya. Yang bukan penerbitnya dan dari ustadznya bukan salafy… begini menurut mereka… na’udzu billahi minal jahalah wal fizhazhah!!!
    Padahal Ustadz Yuswaji Abu Muqbil hafizhahullahu, rekan ustadz Ja’far Shalih hafizhahullahu, murid Syaikh Ahmad an-Najmi, penasehat ahlus sunnah Jakarta, juga memiliki 2 buku yang diterbitkan Najla Press Azzam Grup… Apakah buku beliau haram dikonsumsi? Apakah beliau melakukan kesalahan manhajiyah sebagaimana mereka menuduh Ustadz Abu Ihsan dll… Fa’tabiru ya ulil Albab…

    5. Akh Abu Salma, dalam beberapa hal ana kurang setuju dengan antum yang berlemah lembut terhadap Abduh ZA dengan panggilan Al-Ustad karena dia jelas IM cukup kita bilang Pak Abduh jka beliau memang seumur bapak kita, ana tau maksud antum tp ini sudah jelas IMnya jd tidak perlu lagi panggilan Al- Ustad.

    Dalam masalah ini saya sudah menjelaskan. Bahwa sebutan Ustadz apakah termasuk bagian mudahanah? Padahal para ulama sendiri, bahkan Syaikh Rabi’ punya buku dengan judul “Ma’akhudz Manhajiyah min Syaikh Safar”, lihatlah beliau menyebut Safar Hawali sebagai Syaikh, padahal Syaikh Rabi’ jauh lebih tua dan berilmu ketimbang Safar Hawali. Apakah sebutan Ustadz kepada Abduh ZA termasuk tazkiyah? Kalo saya belaku lembut pada beliau, maka saya katakan iya. Karena kita harus mengimbangi sikap seseorang, apabila ia lembut maka janganlah kita bersikap kasar. Perhatikan tulisan murid Ustadz Ba’abduh yang berjudul “Bingkisan untuk tuan Abduh”, buku ini pasti ditaqrizh dan disetujui oleh Luqman… perhatikan gaya bahasanya sekarang… bandingkan dengan gaya bahasa “Mereka Adalah Teroris”, apakah sama??? Bagaimana dengan penyebutan kata “Tuan”, bukankah ini sebutan seorang pelayan atau budak kepada majikannya, atau panggilan resmi sebagai penghormatan… Demikianlah, semoga bisa difahami. Namun apabila antum tidak sepakat dengan ana dalam masalah ini, maka ini adalah hak antum…

    6. Dan di situs Anti turotsi ada kesaksian Ust.Abu Mas’ud dan Ustd Ibnu Yunus, ana berharap pada untum untuk berani mengecheck kebenarannya jika itu memang benar dan sekarang juga belum berubah ya mau tidak mau antum dan teman2 antum se manhaj harus memberikan nasihat baik melalui tulisan maupun orang2 yg bisa menyampaikan pada beliau2 yg terlibat. ( ini tugas berat akh )

    Ini memang tugas berat, namun ana rasa menyibukkan diri dengan kesaksian-2 seperti mereka berdua tidak banyak memberikan manfaat.

    7. Akh Abu Salma semoga Alloh Ta’la merahmati antum, agar bersatu kembali salafiyin di Indonesia ini banyak hal yang harus di perhatikan terkusus bagi ikhwan2 Atturoth dan yg berhubungan dengannya : ( Saran ana ) di atas supaya di pertimbangkan karena ana tau persis apa yg di mau oleh salafy.or.id agar dakwah salafiyah ini benar2 bersih dari pengaruh dan campur tangan Hizbiyah ( suatu penisbatan yg buruk )

    Ya Akhy, kita semua menghendaki supaya salafiyin dapat bersatu walaupun tampaknya masih jauh panggang dari api. Selama sikap manusiawi sebagian besar salafiyin masih mendominasi, sikap ingin menang sendiri, sikap egois, keras, merasa benar sendiri, arogan dan sikap-2 buruk lainnya masih mendominasi, maka tampaknya akan sulit bagi salafiyin bisa bersatu. Inilah yang disebut dengan zaman fitnah, maka lebih utama bagi thullabul ilmi untuk menyibukkan diri dengan menuntut ilmu dan tidak menolehkan pandangannya kepada fitnah semacam ini. Ini juga nasehat bagi diri saya sendiri terutama.

    8. Ada beberapa hal juga yang ana kurang setuju dengan ikhwan2 yg ngaji pada ustad2 salafy.or.id meraka memang dengan mudahnya mengatakan bahwa kelompok Atturoth Sururyun,hizbiyun samapi2 ada ikhwan dari luar jogja datang ke jogja yang di Tanya pertama kali “akh di jogja kan kandangnya surury di mana itu Jamilurohman? “ suatu pertanyaan yg sangat buruk dan qodarulloh ana yg di Tanya walaupun ana tau Ustd Taslim cs telah menyatakan berlepas diri dari Abdul Rohman Abdul Kholiq tetap saja mereka dengan mulut2 nya mengatakan Surury, walaupun Atturoth tidak lagi mengambil ilmu dari Salman Audah, Safar Hawali, sayid qutub, Abdul Rohman Abdul Kholiq , yusuf qordhowi tetap saja mereka dengan mulut2 mereka mengatakan Hizbiyun, berfaham Ikhwani , sururiyin, dekat2 dengan ahlul bi’dah dll.dan mereka memukul rata pada semua yg di luar kelompok mereka dengan sebutan tadi.Ada lagi jika mereka melihat atau mendengan ada ikhwan yang kadang ngaji dengan ustad Atturoth jagan Tanya pasti akan di tahdzir habis2an.Ini semua tidak lepas dari para ustad2nya jika para ustad ada yang berani mengatakan bahwa ikhwan Atturoth harus di perlakukan lemah lembut mereka adalah sesama ahlussunnah tidak lagi sururi seperti yg di anggap selama ini, insyAlloh Ta’ala ikhwan2 akan mematuhi apa kata ustadnya,adakah ustad dari salafy.or.id yg berani berkata demikian?

    Allohu a’lam. Inilah sikap-2 yang menjauhkan sebab-sebab persatuan dan mawaddah di tengah-2 ahlus sunnah. Sikap yang menyebabkan ahli bid’ah dan hizbiyin bergembira bertepuk tangan. Karena ahli sunnah sibuk dengan sesamanya, maka mereka akan selamat.

    Akh Abu Salma mungkin ini dulu yg dapat ana sampaikan sebagai uneg2 ana selama ini menyaksikan perselisihan di antara dua kelompok salafy yang belum juga ada titik temunya, ISLAH sebenarnya yg banyak di nanti oleh kita semua, saran ana untuk semua saja yg terlibat dalam perselisihan ini hendaklah jujur dan iklas seadainya memang selama ini yg mereka tuduhkan adalah benar maka tidak ada salahnya kita mengakui kesalahan dan berlepas diri dari apa yg mereka tuduhkan dan bertaubat kepada Alloh, akan tetapi jika tuduhan itu dusta tidak benar bantahlah pula dengan jujur demi Alloh tidak seperti itu adanya dan jelaskan kepada khalayak banyak dari kaum muslimin agar mereka mengetahuinya, jangan lagi salafy menyerang salafy tp bantahlah ahlul bi’dah dengan ilmiyah.
    Akh Abu Salma akwan sekiranya apa yang ana sampaikan banyak kesalahan, ana mohon ampun kepada Alloh jika dalam penyampaian ini ada menyinggung beberapa fihak.
    Wassalamu’alaikum
    Mujahid

    Jazzakallohu khoyrol jazaa’ atas nasehat dan masukan antum. Semoga Alloh mengistiqomahkan antum di atas kebenaran dan mengumpulkan kita semua di barisan Ahli Sunnah, yang akan menang hingga hari kiamat kelak. Amin.
    Wa’alaikumus Salam warohmatullahi wabarokatuh.

  • الســـلام عليكم ورحمة الله وبركـــاته

    حيـاكم الله

    eramuslim.com juga sama dg myquran. Lotta firaq on that site.

    أم محمد الترناتية

  • Zaky says:

    Saya berterima kasih kalau ada lembaga dakwah islam yang mau mempertemukan Ustadz Abdurahman ath Tholibi dengan al-Akh Abu Salma dalam satu dialog terbuka, agar keduanya tidak saling serang lewat tulisan, karena hal itu nggak akan pernah ada habis-habisnya, dan yang pasti membuat bingung umat islam yang seharusnya belajar dasar-dasar dien, ee…malah dicekoki dengan saling jelek-menjelekkan.
    = Dan semoga diantara Ustadz Abdurahman Ath Tholibi maupun Ustadz Abu Salma nggak ada yang bertipe seperti Luqman Ba’abduh yang hanya bisa berteriak-teriak di kandang sendiri, giliran diajak dialog terbuka buru-buru ngumpet.

    Berdialog bisa lewat sarana apa saja. Lewat tulisan, seminar, kajian, ataupun apa saja. Apabila tulisan saya dianggap saling menyerang maka saya harapkan anda belajar dien dulu, setelah itu baru anda silakan berkomentar. Semoga Alloh memberikan taufiq-Nya kepada anda.

  • Firman says:

    Benar Akh Zaky, ana juga berharap begitu! Kita tunggu aja, ya!

  • Firman says:

    Lho, kok komentar dari Akh Zaky hilang?
    Ustadz Abu Salma, kalau ikhwan salafiyin begitu bebas mencela ikhwan harokah lain di sini, kenapa ikhwan dari harokah lain dilarang?

    Komentarnya tidak hilang, hanya saja semua komen yang masuk di sini dimoderasi. Ohya hubungan anda dengan saudara zaky apa? koq nomor IP-nya sama persis??? Orang yang sama kah???

  • darwin says:

    Alhamdulillah, begitu baik pencerahan dan nasihat yang disampaikan Abu Salma. Boleh tanya, adakah di Makassar pengajian yang se-manhaj dengan Abu Salma?

    Di Makasar banyak pengajian yang bermanhaj salaf. Coba antum tanya dengan ikhwah di Makasar, karena ana tidak begitu tahu tentang Makasar. Allohu a’lam.

  • Salim-Karimi says:

    assalamu’alaikum
    pak abu salma, ana pengen sharing ama antum, gimana antum bisa bagi waktu antara dakwah,belajar, kerja cari duit dan ngurus keluarga.
    ana salut ama antum kok bisa ya..? ana orang kantoran yg kadang kalau dah menekuni salah satu yg lain terasa terlupakan, jazzakalloh
    bapakanya abdillah di jakarta

    Wa’alaikumus Salam warohmatullahi wabarokatuh
    Ana sebenarnya sama dengan antum, namun tiada salahnya kita saling mengikat dan mempererat tali silaturrahim. Tafadhdhol kita saling sharing pengalaman, ilmu, dan manfaat apa saja yang kita miliki. Silakan kita berhubungan via mail (japri) dan apabila ada keluangan akan ana balas secepatnya. Amin w iyakum.

  • winwin says:

    Berdialog bisa lewat sarana apa saja. Lewat tulisan, seminar, kajian, ataupun apa saja. Apabila tulisan saya dianggap saling menyerang maka saya harapkan anda belajar dien dulu, setelah itu baru anda silakan berkomentar. Semoga Alloh memberikan taufiq-Nya kepada anda.

    wah, anda Abusalma sombong skali ya?? suruh2 orang belajar agama…

    Semua orang wajib belajar agama… bagaimana bisa dikatakan sombong tatkala kita menyuruh dan mendorong orang lain utk belajar agama… Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam sendiri memerintahkan utk belajar agama, demikian pula dengan para sahabat, imam2 tabi’in dan para ulama… subhanalloh

  • Leave a Reply

    Your email address will not be published. Fields with * are mandatory.