Koreksi Buku “Siapa Teroris? Siapa Khowarij?” 3
لا دفاعا عن باعبده بل دفاعا عن السلفية
BUKAN PEMBELAAN TEHADAP BA’ABDUH, NAMUN PEMBELAAN TERHADAP SALAFIYAH
(Koreksi Singkat Buku “Siapa Teroris? Siapa Khowarij?” Karya Abduh Zulfidar Akaha, Lc.)
(Bagian 3)
Poin 5 : Syaikh Abdul Malik juga menyalahkan FIS atas tragedi pembantaian ribuan kaum muslimin di Aljazair paska penggagalan kemenangan FIS tersebut, dan terkesan menuduh FIS berada di balik pembantaian itu.
Komentar : Ini kesekian kalinya ucapan al-Ustadz Abduh yang menunjukkan bahwa beliau tidak faham realita di Aljazair dan FIS. Apabila al-Ustadz mau menelaah buku Madarikun Nazhar secara mendalam dan menyeluruh, niscaya ucapan beliau di atas tidak akan beliau keluarkan. Kemudian, beliau juga tidak menurunkan fakta dan bukti atas ucapan beliau di atas, sehingga dapat mengkaburkan hakikat sikap Syaikh Abdul Malik sebenarnya terhadap FIS dan tragedi pembantaian kaum muslimin di Aljazair di hadapan kaum muslimin Indonesia yang awam dan tidak mengetahui keadaan sebenarnya di Aljazair.Syaikh Abdul Malik Ramadhani hafizhahullahu menceritakan kejadian kesepakatan yang pernah terjadi antara diri beliau dengan pembesar FIS, Ali bin Haj :
في رمضان سنة (1408هـ) كان يتجهَّز لأداء صلاة عيد الفطر قبل الدولة من أجل رؤية الهلال، فدُعيتُ إلى مجلس هو فيه، واقترحتُ على الحضور خطة لحفظ الدعوة من الاختلال فيما أظن، ودار الحوار الآتي:
“Pada bulan Ramadhan tahun 1408 H saat bersiap-siap melaksanakan sholat Iedul Fithri sehari sebelum ketetapan pemerintah dengan alasan hilal telah terlihat, saya diundang menghadiri sebuah majelis yang mana ia (Ali bin Haj) juga hadir di situ. Saya menawarkan kepada para hadirin langkah-langkah penyelamatan dakwah dari kehancuran menurut pendapat saya, dan berlangsunglah dialog sebagai berikut :
قلتُ لهم: أتعلمون أن فيكم عالما؟ فأجابوا جميعا بالنفي، بما فيهم هو.
Saya berkata kepada mereka : “adakah diantara kalian orang alim?” mereka semua menggelengkan kepala termasuk juga Ali bin Haj.
قلت: بما أن الخطأ في هذه القضايا الكبيرة وارد جدا على غير العلماء، وأنه قد يكلف الأمة دماءها وأعراضها، فأنا أقترح عليكم أمرين هما:
Lalu saya katakan: “Besar sekali bobot kesalahan yang dilakukan oleh orang-orang yang bukan ulama dalam memutuskan masalah besar seperti ini, boleh jadi umat akan mempertaruhkan nyawa dan kehormatannya. Saya menawarkan kepada kalian dua perkara, yaitu :
أ ـ تركُ الخوض في المسائل التي هي أكبر من حجمنا، وإسنادُها إلى أهلها مهما ابتُلينا بإرشاد الناس، ومن فضل الله علينا أننا لا نختلف في المرجع المؤهَّل لها، فالسلفيون لا يعرفون اليوم على وجه الأرض أعلم من الشيخ الألباني والشيخ ابن باز والشيخ ابن عثيمين وإخوانهم من أهل العلم بالأثر، ومن فضل الله علينا تيسُّر الاتصال بهم، وتواضعهم لكل سائل، وتوحيد مصدر التلقي من أعظم نعم الله علينا.
A- Tidak mencampuri masalah-masalah besar di luar kemampuan kita dan menyerahkannya kepada ahlinya meski kita harus menjelaskannya kepada orang banyak! Karena diantara karunia Alloh kepada kita adalah kita tidak berselisih tentang rujukan yang kita anggap ahli. Salafiyin pada sekarang ini tidak mengetahui orang yang lebih alim di atas muka bumi daripada syaikh Albani, syaikh Bin Baz dan Syaikh Ibnu Utsaimin serta rekan-rekan mereka dari kalangan ahli ilmu. Dan salah satu karunia Alloh atas kita adalah kita diberi kemudahan berhubungan langsung dengan mereka, ketawadhu’an mereka terhadap setiap penanya dan keseragaman sumber ilmu mereka. Itu semua nikmat Alloh yang sangat agung bagi kita.
ـ التشاور فيما بيننا في فهم أجوبتهم، طمعا في جمع الكلمة ما استطعنا إليه سبيلا، فوافق الجميع إلا ابن حاج، قال قولة غريبة حين قال: ” كيف لا أُفتي حتى أسأل العلماء؟! هذا إرهاب فكري!!! .. وقد جرَّبناهم فوجدناهم لا يكترثون لقضايا المسلمين …! “، ثم عرَّض ببعض علماء السعودية قائلا: ” بدليل أنني كتبت إلى أحدهم بعشرة أسئلة أو أكثر، فلم يُجب إلا على اثنين منها!!
B- Saling bermusyawarah di antara kita dalam memahami jawaban mereka, demi menjaga persatuan sebatas kemampuan kita.” Seluruh hadirin sepakat kecuali Bin Haj, ia melontarkan sebuah pernyataan yang aneh: “Apa alasannya saya tidak boleh berfatwa hingga harus bertanya dulu kepada ulama! Ini jelas teror pemikiran! Kami sudah mencoba bertanya namun kenyataannya mereka tidak becus memperhatikan masalah kaum muslimin…!” Kemudian ia menyinggung sejumlah ulama saudi sambil berkata: “Buktinya saya sudah menulis lebih dari sepuluh buah pertanyaan, mereka hanya menjawab dua pertanyaan saja!!”[1]
عد أن طالت مناشدة الحضور له من بعد صلاة الليل إلى أن كاد يفوتنا الفلاح قال: ” نزولاً عند رأي الإخوان، فأنا أوافق و( أُمَشّيكم ) في هذا العيد، لكن إياكم أن تؤخِّروا عنا أجوبتهم إلى عيد الأضحى!!!”.
Kemudian setelah didesak terus oleh para hadirin selepas sholat malam hingga hampir-hampir kami terluput sholat fajar, akhirnya ia berkata : “Demi mengikuti pendapat para ikhwan sekalian saya sepakat dengan kalian dalam masalah Ied ini, akan tetapi jangan sampai kalian tunda jawaban para ulama tersebut hingga ‘Idul Adha!!!”
ثم لم يلبث أن مضى عيد الفطر والأضحى في أمن وسلامة، حتى كان شهر صفر سنة (1409هـ)، نزلت بالناس نازلة (5 أكتوبر 1988م ) آنفة الذكر، وشارك فيها علي بن حاج مشاركة من فقد عقله، وأفتى فيها بالتحزبات والمظاهرات والإضرابات بل والإضرابات عن الطعام، من غير أن يذكر ما عاهد عليه إخوانه ليالي عيد الفطر
Kemudian setelah berlalu ‘Idul Fithri dan ‘Idul Adha dengan aman dan selamat, bahkan telah menginjak bukan Shafar (1409 H) terjadilah peristiwa berdarah 5 Oktober 1988 yang telah disinggung sebelumnya. Ali bin Haj turut terlibat di dalamnya bagaikan orang yang kehilangan akal! Ia mengeluarkan fatwa wajibnya berpartai, bolehnya berdemonstrasi dan mogok massal bahkan mogok makan juga! Tanpa teringat olehnya kesepakatan antara dia dengan para ikhwan yang hadir pada malam Idul Fithri lalu.[2]
Sebenarnya, masih banyak kisah-kisah lainnya yang diceritakan dari pengalaman Syaikh Abdul Malik. Dari sepenggal kisah di atas, kita bisa mengambil beberapa faidah penting, yaitu :
- Syaikh Abdul Malik mengenal seluk beluk partai FIS dan tokoh-tokohnya, terutama Bin Haj. Beliau pernah berinteraksi dengan mereka, berdiskusi bahkan membuat kesepakatan dengan mereka.
- Syaikh Abdul Malik menasehatkan agar menyerahkan masalah besar di luar kemampuan mereka kepada para ulama senior dan agar saling bermusyawarah di dalam memahami jawaban mereka.
- Bin Haj (salah satu pembesar FIS) menolak usulan kesepakatan dan lebih mengagungkan pemikiran dan pendapat dirinya, namun pada akhirnya ia mau menerimanya setelah didesak oleh para ikhwan lainnya.
- Bin Haj melanggar kesepakatan tersebut dan turut menjadi ‘provokator’ peristiwa berdarah 5 Oktober 1988 dengan mengeluarkan fatwa-fatwa ‘aneh’-nya.
Dalam halaman berikutnya, syaikh Abdul Malik lebih dalam mengupas perilaku dan karakter Bin Haj yang keras kepala, tidak mau berhubungan dan berkonsultasi dengan para ulama sebelum bertindak, melecehkan para ulama (terutama dalam kasetnya yang berjudul Baina ‘Ulama` as-Sujun wa ‘Ulama` ash-Shuhun (“Diantara Ulama Penjara dan Ulama Piring”), Ali bin Haj ini hidup dengan jiwa yang selalu tertekan, cepat tertarik dengan sesuatu yang sedang digandrungi (ngetrend), jarang memegang suatu pendirian secara teguh (labil), bahkan dirinya suka sekali berpindah dari satu pendirian yang ganjil ke pendirian yang ganjil lainnya, latah terhadap trend yang baru dan mudah bosan dengan sesuatu yang dipandangi kuno, mudah terbakar semangatnya dan revolusioner.
Diriwayatkan dari Khalid bin sa’ad Maula Abu Mas’ud beliau berkata, Abu Mas’ud datang menjenguk Hudzaifah yang sedang sakit. Abu Mas’ud menyandarkan tubuh Hudzaifah ke tubuhnya kemudian beliau berkata kepadanya, “Berikanlah aku nasehat”, Hudzaifah pun berkata :
إن الضلالة حقّ الضلالة أن تعرف ما كنتَ تنكِر وتنكِر ما كنتَ تعرِف، وإيّاك والتلوُّن في الدين!!
“Sesungguhnya kesesatan yang nyata adalah apabila engkau pandang baik yang dulu engkau pandang mungkar dan engkau anggap mungkar yang dulu engkau pandang baik. Jauhilah kelabilan di dalam memegang prinsip agama.” (Diriwayatkan oleh Nu’aim bin Hammad dalam “Al-Fitan” (130), atsar ini shahih, lihat takhrij lengkapnya dalam Madarikun Nazhar)
Ibrahim an-Nakha`i berkata :
كانوا يَرَون التلوّن في الدين مِن شكِّ القلوب
“Para salaf menganggap ketidakkonsistenan memegang prinsip agama termasuk penyakit keragu-raguan yang menginggapi hati”. (Diriwayatkan oleh Ibnu Baththah dalam al-Ibanah (575).)
Salah satu bukti yang paling kuat yang menunjukkan keraguan tersebut adalah, Bin Haj mengikuti kebenaran hanya untuk uji coba dahulu, bukan tulus menerimanya sebagai suatu kebenaran, dan ia lebih mempercayai bukti waqi’ daripada nash wahyu. Sebagaimana dikatakan oleh Hudzaifah radhiyallahu ‘anhu :
إنّ أخوف ما أخاف على هذه الأمة أنْ يُؤْثِروا ما يَرَون على ما يَعْلمون، وأنْ يَضِلُّوا وهم لا يشعرون
“Perkara yang paling aku khawatirkan atas umat ini adalah mereka lebih mempercayai apa yang mereka lihat daripada ilmu yang mereka ketahui sehingga tanpa sadar mereka telah tersesat!” (Diriwayatkan oleh Hammad bin Sirri dalam “Az-Zuhd’ (949) dan Abu Nu’aim I:278)Apabila para pembaca membaca buku Madarikun Nazhar pada bab-bab selanjutnya, pembaca akan mendapatkan pembahasan ilmiah tentang apakah politik itu? kewajiban siapakah berpolitik itu? Apakah setiap muslim? Dan seterusnya, maka akan dapat diambil kesimpulan bahwa politik itu hanya terbatas tugasnya kepada seorang mujtahid saja, tidak untuk setiap orang. Adapun realita FIS di Aljazair menunjukkan bahwa uji coba dan eksperimen yang dilakukan oleh tokoh-tokohnya-lah yang menyebabkan jutaan kaum muslimin tertumpahkan darahnya. Sekiranya para elit politik itu mau untuk diajak musyawarah, mau mengembalikan segala permasalahan kepada syariat dan para ulama-nya, niscaya kejadian seperti ini tidak akan terjadi –dengan izin Alloh-.
Jadi, Syaikh Abdul Malik Ramadhani menyalahkan metode yang digunakan oleh para elit politik FIS yang menjadikan manhajnya sebagai uji coba dan ekperimental keberhasilan belaka, yang akhirnya menyebabkan jutaan kaum muslimin di Aljazair menjadi korban atas sikap-sikap gegabah dan tidak berdasar syariat ini. Saya sarankan kepada pembaca untuk membaca buku Madarikun Nazhar fis Siyasah (telah diterjemahkan oleh Ustadz Abu Ihsan al-Maidani dan diterbitkan oleh Pustaka Imam Bukhari sebanyak 2 jilid) dari awal sampai akhir, jangan hanya separuh-separuh atau sepenggal-sepenggal, agar pemahaman yang diperoleh juga tidak separuh-separuh dan sepenggal-sepenggal.
Poin 6 : Buku Madarikun Nazhar ini selain mendiskreditkan IM, juga menyerang –secara personal- Muhammad Quthb, Salman Al-Audah, Safar Hawali, Aidh Al-Qorni, Abdurrahman Abdul Khaliq, dan lain lain.
Komentar : Demikianlah ucapan al-Ustadz Abduh, yang berupaya mengubur naqd dzaati (kritik terhadap personal). Dalam hal ini Syaikh Abdul Malik Ramadhani hafizhahullahu memberikan penjelasan terhadap tuduhan semisal tuduhan al-Ustadz Abduh di atas di dalam buku beliau, Madarikun Nazhar, pada bab pokok kelima :
والذين يَلْوُون ألسنتهم باستنكار نقد الباطل وإن كان في بعضهم صلاح وخير، ولكنّه الوهن وضعف العزائم حينا، وضعف إدراك مدارك الحق والصّواب أحيانا، بل في حقيقته من التّولي يوم الزحف عن مواقع الحراسة لدين الله والذّب عنه، وحينئذ يكون الساكت عن كلمة الحق كالنّاطق بالباطل في الإثم ,قال أبو علي الدّقاق : ” الساكت عن الحق شيطان أخرس، والمتكلم بالباطل شيطان ناطق. والنبيّ يخبر بافتراق هذه الأمّة إلى ثلاث وسبعين فرقة، والنّجاة منها لفرقة واحدة على منهاج النّبوّة، أيريد هؤلاء اختصار الأمّة إلى فرقة وجماعة واحدة مع قيام التّمايز العقديّ المضطرب؟!. أم أنها دعوة إلى وحدة تصدِّع كلمة التّوحيد، فاحذروا.
“Adapun orang-orang yang meliukkan lisan-lisan mereka untuk mengingkari krtitikan terhadap kebatilan, walaupun mereka termasuk orang yang shalih dan baik, akan tetapi disebabkan oleh kelemahan dan kendurnya kemauan, serta lemahnya kemampuan untuk mengetahui kebenaran, bahkan realitanya hal ini sama dengan berpaling dari medan pertempuran, meninggalkan garis pertahanan dalam menjaga dan membela agama Alloh. Maka pada saat itulah, orang-orang yang tidak menyuarakan kebenaran sama dosanya dengan orang-orang yang menyuarakan kebatilan. Berkata Abu ‘Ali ad-Daqqoq : “Orang yang diam dari menyuarakan kebenaran adalah syaithan yang bisu dan orang yang berbicara menyuarakan kebatilan adalah setan yang berbicara.” Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Salam telah mengabarkan akan perpecahan umat ini menjadi 73 golongan, dan yang selamat darinya hanyalah satu kelompok yang berada di atas manhaj kenabian. Apakah mereka menghendaki untuk memangkas umat ini menjadi satu kelompok atau jama’ah saja sementara aqidah mereka saling berlawanan dan berbeda-beda?! Ataukah inikah dakwah yang mengajak kepada persatuan dengan memecah kalimat tauhid?! Maka waspadalah…”[3]
Apakah mengkritik secara personal akan kesalahan-kesalahan orang tersebut adalah suatu hal yang terlarang?!!
Padahal Syaikh Abdul Malik mengutip ucapan Syaikh Bakr Abu Zaed mengatakan :
ولهذا فإذا رأيت من ردّ على مخالف في شذوذ فقهيّ أو قول بدعيّ، فاشكر له دفاعه بقدر ما وَسِعه، ولا تخذِّله بتلك المقولة المهينة ( لماذا لا يردّ على العلمانيّين؟! )، فالناس قدرات ومواهب، وردّ الباطل واجب مهما كانت رتبته، وكل مسلم على ثغر من ثغور ملّته
“Oleh sebab itu, apabila anda melihat ada seseorang yang membantah seorang penyeleweng di dalam masalah fikihnya yang ganjil atau ucapannya yang bid’ah, maka berterimakasihlah kepadanya atas pembelaannya sebatas kemampuan yang dapat dicurahkannya. Janganlah anda tuduh dia dengan perkataan yang hina “mengapa kamu tidak membantah sekulerisme saja?!”. Manusia tentu memiliki kemampuan dan kecakapan yang berbeda-beda, sedangkan membantah kebatilan adalah kewajiban bagaimanapun tingkatan dirinya, dan bagi tiap muslim hendaknya bersiap siaga mempertahankan agamanya…”[4]
Sekali lagi di sini al-Ustadz Abduh tampaknya tidak menelaah isi buku Madarikun Nazhar, sehingga beliau belum faham atau tidak faham dengan kaidah naqd seperti ini, dan tampaknya al-Ustadz mempersamakan antara kritik/naqd yang merupakan bagian dari amar ma’ruf nahi munkar dan nasehat dengan menghujat, menyerang, menghina, merendahkan dan semisalnya yang terlarang karena faktor pribadi (dendam, dengki, dll) atau duniawi belaka. Sepertinya al-Ustadz belum pernah membaca buku al-Farqu baina an-Nashihah wat Ta’yir karya al-Hafizh Ibnu Rojab rahimahullohu, atau sudah pernah membacanya namun beliau lupa. Untuk itu, saya nukil sedikit ucapan al-Hafizh Ibnu Rojab rahimahullohu sebagai pengingat apabila lupa dan sebagai ilmu apabila tidak tahu.
Al-Hafizh Ibnu Rojab rahimahullohu berkata :
فرد المقالات الضعيفة و تبيين الحق في خلافها بالأدلة الشرعية ليس هو مما يكرهه أولئك العلماء بل مما يحبونه ويمدحون فاعله ويثنون عليه. فلا يكون داخلا في باب الغيبة بالكلية فلو فرض أن إحدا يكره إظهار خطئه المخالف للحق, فلا عبرة بكراهته لذلك فإن كراهة إظهار الحق مخالفا لقول الرجل ليس من الخصال المحمودة, بل الواجب على المسلم أن يحب ظهور الحق ومعرفة المسلمين له سواء كان في موافقته أو مخالفته.
“Maka membantah ucapan-ucapan yang lemah dan menerangkan al-Haq pada di dalam hal yang menyelisihinya dengan dalil-dalil syar’i, maka hal ini tidaklah termasuk dari perkara yang dibenci oleh para ulama, namun mereka mencintai dan memuji orang yang melakukannya serta menyanjungnya. Tidaklah termasuk dalam bab ghibah secara keseluruhan walaupun diduga bahwasanya seseorang akan membenci apabila kesalahannya yang menyelisihi haq ditampakkan, dan kebenciannya pada hal ini tidaklah dianggap, karena kebencian akan ditampakkannya kebenaran hanya karena menyelisihi pendapat seseorang tidaklah termasuk perangai yang terpuji, namun wajib bagi setiap muslim untuk mencintai ditampakkannya kebenaran sehingga kaum muslimin mengetahuinya, sama saja baik hal itu selaras dengan (pendapat) dirinya ataukah berlawanan.”[5]
Untuk itulah akan saya turunkan beberapa contoh kritikan Syaikh Abdul Malik terhadap orang-orang yang disebutkan oleh Syaikh Abdul Malik di atas :
Kritik terhadap Muhammad Quthb
Syaikh Abdul Malik Ramadhani hafizhahullahu berkata :
انظر مثلا كتاب « لا إله إلا الله عقيدةً ومنهجا ً… » ص (174) لترى كيف يغمز مؤلفُه محمدُ قطب من قناة علماء الكتاب والسنة، ويستهجن عمل من يقوم بتحقيق المخطوطات! ويستنكف أن يسمِّيهم علماء!! مع ذلك فهو عند قوم: ” من الإخوان المعتدلين! بل من السلفيين!!”، لكنه ـ عندهم ـ سلفيُّ المعتقد، عصريُّ المواجهة!!! لأنه لا يُضيِّع وقته في مواجهة الفرق العقدية القديمة بزعم اندراسها!…
“Sebagai contoh silakan lihat buku berjudul “Laa ilaaha illallohu Aqidatan wa Manhajan hal. 174. Di situ anda akan melihat bagaimana penulisnya, yaitu Muhammad Quthb, melecehkan ulama Ahlus Sunnah wal Jama’ah, memandang rendah orang yang mentahqiq (menverifikasi) kitab-kitab makhthuthaat (manuskrip) dan keberatan menyebut mereka sebagai ulama! Meski demikian dalam pandangan ikhwaniyin ia termasuk moderat dan bahkan menganggapnya salafi! Akan tetapi aqidahnya salafi dan wawasannya modern! Pasalnya ia tidak menghabiskan waktu hanya untuk membantah kelompok-kelompok ahli bid’ah terdahulu yang sesat aqidahnya dengan alasan masalah tersebut sudah berakhir!…”[6]
Saya berkata : Apakah kritikan semacam ini termasuk ghibah yang terlarang wahai ustadz?!
Kritik terhadap Abdurrahman Abdul Khaliq
Syaikh Abdul Malik hafizhahullahu di dalam bab at-Tafriq baina Fiqhin Nafsi wa Fiqhil Waqi’ (Beda antara fikih nafsi dan fikih realita) menjelaskan bahwa para ulama terdahulu telah mengenal istilah fikih nafsi, dan ini merupakan kriteria yang harus dimiliki oleh seorang mufti. Dalam bab ini syaikh membahas tuntas tentang fikih waqi’ yang tengah digembar-gemborkan oleh sebagian kaum muslimin sebagai suatu yang sangat urgen sekali dan wajib diketahui oleh setiap muslim. Syaikh di sini menjawab, bahwa masalah waqi’ yang menyangkut politik, realita dakwah dan semisalnya bukanlah suatu kewajiban ‘ain bagi setiap muslim, namun merupakan kewajiban kifayah. Dan dalam hal ini, syaikh menjawab beberapa pandangan fikih waqi’ versi Nashir al-Umar, Salman al-‘Audah, Safar Hawali, Abdurrahman Abdul Khaliq dan semisal mereka.
Akan saya bawakan satu kritikan Syaikh Abdul Malik kepada ucapan Abdurrahman Abdul Khaliq sebagai berikut :
وقد وجدتُ عند العلامة الشيخ عبد الله بن حُميد ـ رئيس مجلس القضاء في وقته وكذا المجمع الفقهي رحمه الله ـ كلمةً مختصرة كافية في ردّه على كاتب في جريدة » القصيم « بتاريخ (8/5/1381هـ) حيث قال: ” وأما قولكم: ( لا بد أن يكون لنا كلمة في شئون ديننا، وأن الدين للجميع، وليس وقفاً على أحد دون الآخر ) فهو كما تفضلتم، ولكن لم يقل أحد بذلك، ولا أظن أن يقال هذا”
“Saya pernah menemukan sebuah ulasan ringkas Syaikh al-‘Allamah Abdullah bin Humaid rahimahullahu (Ketua Majlis Hakim dan Ketua Perhimpunan Fikih di zaman beliau) yang cukup komprehensif di dalam membantah ucapan seorang penulis di Majalah “Al-Qoshim” tertanggal 8/5/1381 H, beliau berkata : “Adapun ucapan kalian: ‘Kita harus memberikan komentar tentang masalah agama yang kita hadapi. Agama ini adalah milik semua orang. Bukan milik segelintir orang saja!’ Namun sesungguhnya ucapan semacam ini tidak pernah diucapkan oleh siapapun sebelumnya, dan saya kira tidak mungkin pernyataan semacam itu pernah dilontarkan!”
قلت: لو عاش الشيخ ابن حميد إلى زمننا هذا لوجد الكثير ممن تتابع على هذا الذي استغربه؛ فقد قال : ” .. وأنه لا بدّ لكل مسلم أن يَنخرط في عمل سياسي ينصر الدين!!
Saya (Syaikh Abdul Malik) berkata : Sekiranya Syaikh Ibnu Humaid masih hidup di zaman kita ini niscaya beliau akan menemukan banyak sekali orang yang mengucapkan pernyataan yang dianggap aneh itu! (Abdurrahman Abdul Khaliq) telah berkata : “…Setiap muslim haruslah turut terlibat di dalam praktek politik demi membela agamanya.”
Mengenai ucapan Abdurrahman Abdul Khaliq ini, Syaikh Abdul Malik mengomentari di dalam catatan kaki :
من « المسلمون والعمل السياسي » ص (76)، ولا يُستَغرَب هذا الوضوحُ في الانحراف من عبد الرحمن، لكن الذي يُستغرب هو انطلاؤه على كثير من قرّاء كتابه هذا! ولقد كان صدورُه أولَ شيء شدّ به عليُّ بن حاج أزره! وأوّل شيء شجّعه على إظهار ما كان يُخفيه عن السلفيين!! وأخذ يومها يلقي منه دروسه!!
“Dari buku “Al-Muslimun wal ‘Amal Siyaasi” (hal. 76). Penyelewengan Abdurrahman Abdul Khaliq yang nyata ini tidak begitu mengherankan. Namun yang lebih mengherankan adalah penipuannya terhadap para pembaca bukunya ini. Awal terbitnya buku ini telah mengukuhkan mitovasi Ali bin Haj dan buku itulah yang pertama kali membuatnya berani menampakkan apa yang selama ini disembunyikannya terhadap salafiyin! Ia langsung mengkaji buku itu di dalam kajian-kajiannya.”
Kemudian di dalam paragraf berikutnya, syaikh Abdul Malik berkata :
لكن صدق الشيخ ابن حميد ـ رحمه الله! ـ؛ فإنه لا يُعلم أحد من العقلاء سبقه هو وسلمان وعبد الرحمن إلى هذا فضلاً عن أهل العلم! خاصة في هذه المجالات الثلاثة الخطيرة، التي أجمع أهل العلم على عدم فرضها على الأعيان
“Akan tetapi, benarlah perkataan Syaikh Ibnu Humaid rahimahullahu, yaitu tidak diketahui ada seorangpun sebelumnya dari orang yang berakal yang melontarkan pernyataan seperti yang dilontarkan Salman (Al-Audah) dan Abdurrahman Abdul Khaliq. Khususnya pada tiga masalah yang amat riskan ini (politik, ilmu dan dakwah) yang mana para ulama telah bersepakat bahwa hal ini tidak wajib ain bagi orang.”
Demikianlah ucapan Syaikh Abdul Malik, untuk itu saya sarankan kepada para pembaca budiman untuk merujuk kepada buku Madarikun Nazhar ini secara lebih lengkap dan utuh, supaya mendapatkan gambaran sebenarnya akan bahayanya menyerahkan suatu tugas atau wewenang kepada orang yang bukan ahlinya atau tidak berwenang, yang ujung-ujungnya akan menyebabkan kekacauan dan chaos. Karena tiap orang nantinya bakal bebas berpendapat, berkomentar dan berkata-kata di dalam masalah agamanya tanpa diiringi dengan ilmu syar’i dan bimbingan para ulama Robbani.
Kritikan terhadap Safar Hawali, Aidh al-Qorni dan Salman al-Audah akan kami bahas pada pembahasannya nanti untuk lebih lengkapnya.
Poin 7 : Syaikh Abdul Malik ini disebut oleh Syaikh Abu Bashir Ath-Thurthusi dalam salah satu fatwanya, sebagai orang yang tidak pernah terdengar namanya dalam jajaran ulama (Lihat www.abubaseer.bizland.com/verdicts/read/51-72.doc).
Komentar : Sungguh sangat aneh sekali al-Ustadz Abduh ini, bak sebuah pepatah mengatakan, “tidak ada rotan, akar pun jadi”, tidak ada ulama ahlus sunnah yang mengkritik Syaikh Abdul Malik, maka ucapan tokoh takfiri pun tidaklah mengapa, selama misi dan tujuan al-Ustadz tercapai. Saya benar-benar tidak habis fikir, bagaimana bisa al-Ustadz menukil ucapan tokoh yang manhajnya sebagian besar –apabila tidak mau dikatakan hampir seluruhnya- bertolak belakang dengan manhaj dirinya, tokoh-tokoh yang dibelanya dan harokah-harokah yang juga dibelanya.
Al-Ustadz Abduh menukil salah satu fatwanya (Abu Bashir) –yang selaras dengan tujuan al-Ustadz Abduh tentunya- tentang Syaikh Abdul Malik Ramadhani, namun anehnya al-Ustadz Abduh tidak menukil fatwa-fatwa dan maqolat lainnya dari Abu Bashir, terutama yang berkaitan tentang Ikhwanul Muslimin, Demokrasi, Hamas, Yusuf al-Qordhowi, Salman Al-Audah, dll yang mana mereka semua ini dikritik habis oleh Abu Bashir, bahkan ditahdzir dengan ucapan-ucapan yang menurut kamus al-Ustadz Abduh tentunya termasuk bahasa hujatan, makian, umpatan bahkan laknat.
Sebelum menjawab lebih jauh, saya ingin bertanya kepada al-Ustadz Abduh, tahukah anda siapakah Abu Bashir Abdul Mun’im Musthofa Halimah itu? Apakah anda benar-benar telah mengetahui bagaimana manhaj dan sepak terjang orang ini? Apakah anda tidak merasa bahwa apabila anda menukil maqolat atau fatwa dari orang ini maka implikasinya akan terjadi paradoks dan kontradiktif dengan manhaj dan ucapan anda? Berikut ini akan saya jelaskan lebih jauh.
- Apakah Abu Bashir adalah seorang ulama yang namanya terdengar di dalam jajaran para ulama? Apabila anda mengatakan iya, maka saya tanya atas dasar apa anda mengatakan demikian? Apa argumentasi dan bukti anda? Ulama siapakah yang menganggap dirinya sebagai ulama dan termasuk jajaran ulama yang dikenal namanya? Apakah DR. Yusuf al-Qordhowi menganggap fatwanya? Apakah mufti Al-Azhar, Syaikh Muhammad Sayyid ath-Thanthawi menganggapnya sebagai ulama? Bahkan lebih jauh lagi, apakah ulama-ulama yang anda nukil ucapannya di buku anda semisal Al-‘Allamah Ibnu Baz, Al-Faqih Ibnu Utsaimin, Al-Muhaddits Abdul Muhsin al-‘Abbad, dll mengenal dirinya, menyebut namanya dan menganggapnya sebagai orang di jajaran para ulama? Ataukah orang-orang yang anda tawaquf (tidak menunjukkan sikap) terhadapnya semisal Usamah bin Ladin, Aiman Azh-Zhawahiri cs. yang menganggapnya ulama? Bukankah kita menilai seseorang sebagai ulama adalah dengan adanya ulama lain yang telah kita kenal dia memuji orang itu sebagai ulama, lantas adakah ulama yang kita kenal menganggaap Abu Bashir sebagai ulama? Kemudian ulama manakah yang menjadi acuan?
- Apakah syaikh Abdul Malik Ramadhani al-Jaza`iri adalah orang yang tidak pernah terdengar namanya di jajaran ulama? Lantas pendengaran siapakah yang menjadi acuan? Apakah pendengaran Abu Bashir? Ataukah pendengaran Abduh ZA? Padahal dengan jelas Al-‘Allamah ‘Abdul Muhsin ‘Abbad merekomendasi buku Madarikun Nazhar karya Syaikh ‘Abdul Malik, dan menyebut beliau yang notabene adalah muridnya sebagai, al-Akh asy-Syaikh. Al-Imam al-Albani juga memberikan rekomendasi buku ini dan menyebut Syaikh ‘Abdul Malik dengan al-Akh al-Fadhil. Tidak hanya itu, Faqiihuz Zaman al-Imam Ibnu ‘Utsaimin juga turut menelaah dan merekomendasikan buku ini di dalam fatwa beliau tertanggal 22 Rabi’uts Tsani 1416 (sebagaimana terlampir dalam buku Madarikun Nazhar). Bahkan para ulama senior banyak yang mengenal dengan Syaikh Abdul Malik Ramadhani, diantaranya adalah Syaikh Shalih bin Fauzan al-Fauzan, Syaikh Hammad al-Anshori rahimahullahu, Syaikh Rabi’ bin Hadi al-Madkholi, Syaikh Muhammad as-Subayil, Syaikh Abdullah az-Zaahim, dll. Bahkan syaikh Abdul Malik juga terkenal dan didengar oleh ulama negeri lainnya, diantaranya dari Uni Emirat Arab yaitu Syaikh Ahmad asy-Syihhi penulis buku Washoyya as-Saniyyah lit Ta`ibi ila Manhajis Salaf (buku ini dikoreksi oleh Syaikh Abdul Malik dan Syaikh Rabi’ bin Hadi), dari Mesir Syaikh Usamah al-Qushi, dari Bahrain Syaikh Walid bin Nashir as-Saif, dll.
Beberapa paradoks al-Ustadz Abduh :
Dengan menukil ucapan Abu Bashir ath-Thurthusi ini, maka konsekuensinya adalah al-Ustadz Abduh menganggapnya sebagai salah satu ulama yang fatwa dan ucapannya dapat dijadikan standar; namun apabila menilik gaya penulisannya pada buku STSK ada paradoks dan inkonsekuensi dari tulisan beliau, seakan-akan beliau ini seorang yang bersifat “asmot” (asal comot), berprinsip tujuan dapat dicapai dengan segala cara dan gegabah di dalam menukil. Berikut ini adalah penjelasannya :
- Al-Ustadz Abduh ZA wafaqohullahu wa iyana terkenal akan sikap lunaknya terhadap demokrasi, beliau memiliki sikap yang cenderung memperbolehkan demokrasi, parlemen, demonstrasi dan semacamnya. Padahal Abu Bashir ath-Thuthusi amat keras menenatang Demokrasi dan segala bentuk derivatnya, bahkan beliau menyatakan bahwa demokrasi adalah sistem kufur, duduk di parlemen adalah suatu kezindiqan. Abu Bashir memiliki beberapa maqolat dan tulisan tentang rusaknya demokrasi, diantaranya adalah “Ad-Dimuqrathiyah al-Qodziroh” dan “hadzihi hiya ad-Dimuqrathiyah”. Bahkan dalam beberapa tulisannya beliau sangat garang dan keras terhadap da’i penyeru demokrasi dengan proganda berbingkai Islam. Ada dua konsekuensi dalam hal ini, pertama Abu Bashir salah –menurut Abduh ZA- ataukah al-Ustadz Abduh yang salah dan terperangkap dengan pemahaman bolehnya sistem kufur –menurut Abu Bashir-? Siapakah yang benar? Mustahil keduanya sama-sama benar.
- Dalam STSK (hal. 95-96), al-Ustadz Abduh mengatakan : “Dan, ini adalah DR. Yusuf al-Qaradhawi yang juga merupakan salah seorang ulama Ikhwanul Muslimin yang sering dizhalimi oleh sebagian kalangan salafi… Termasuk diantaranya adalah buku karya Syaikh Muqbil bin Hadi, guru al-Ustadz Luqman bin Muhammad Ba’abduh, yang berjudul sangat kasar dan tidak santun, yaitu “Iskat al-kalb al-‘Awi Yusuf bin Abdillah al-Qaradhawi”…”. Padahal Abu Bashir juga mensifati Mufti Al-Azhar Muhammad Sayyid ath-Thanthawi dengan sebutan Kalbul Azhar (Anjing Al-Azhar) dan DR. Yusuf al-Qordhowi dengan al-Kalbu al-‘Aawi (Anjing Menggonggong) sebagaimana dalam Hiwar al-Maftuh ma’a A’dlo`i Muntada al-Anshar, pertanyaan no. 19. Wahai Ustadz, apakah judul buku Syaikh Muqbil menurut anda sangat kasar dan tidak santun namun ucapan Abu Bashir lembut dan santun? Wahai Ustadz, apabila anda menolak pendapat Abu Bashir ini lantas mengapa anda menerima ucapannya tentang Syaikh Abdul Malik? Apakah karena DR. Yusuf al-Qaradhawi adalah ulama pujaan anda sedangkan Syaikh Abdul Malik bukan, lantas anda berlaku tidak adil???
- Al-Ustadz Abduh menuduh Ustadz Luqman Ba’abduh berpemahaman takfiri hanya dengan mengambil ibrah dari kalimat al-Ustadz Ba’abduh yang ijmal tentang peperangan Mesir dan Turki (Khilafah Utsmaniyah) dengan negeri Saudi, padahal al-Ustadz Abduh menukil fatwa dan ucapan tokoh takfiri tulen (Abu Bashir) dalam beberapa pembahasan di dalam bukunya STSK. Perlu diketahui bahwa Abu Bashir ini mengkafirkan negeri Saudi Arabia (bahkan menyebutnya sebagai negeri thoghut dan ulamanya sebagai ulama thoghut) dan negeri kaum muslimin lainnya, apakah al-Ustadz turut membenarkan ucapan Abu Bashir ini? Jika iya, berarti ustadz lebih layak disebut sebagai takfiri.
- Abu Bashir menperbolehkan –bahkan mengharuskan- memberontak terhadap pemerintah kaum muslimin dengan senjata dan pedang. Dia mendukung segala aksi kekerasan, peledakan dan semacamnya dari aktvitas teroris di negeri-negeri kaum muslimin (sebagaimana dalam makalah Hiwar Maftuh ma’a A’dlo`i Muntada al-Anshar); padahal dalam buku Abduh, beliau menyatakan bahwa aktivitas pemberontakan dengan senjata, apalagi pemboman dan semisalnya adalah tidak dibenarkan. Lantas siapa yang benar dalam masalah ini? Padahal Ustadz Abduh menyatakan secara tidak langsung bahwa Abu Bashir adalah termasuk jajaran ulama yang perlu diambil fatwanya.
- Bahkan, Abdul Mun’im Musthofa Halimah Abu Bashir ini mengkafirkan secara mu’ayan Syaikh Muhammad Sa’id Ramadhan al-Buthi (dimuat di website resmi Abu Bashir al-tartosi.com dan termuat pula di dalam islamtoday.com –website resmi Syaikh Salman al-Audah- yang mana Salman al-Audah membantah takfir Abu Bashir ini; dan bantahan Salman al-Audah ini dibantah balik oleh Abu Bashir dalam makalahnya yang berjudul “Ar-Roddu ‘ala Salman al-‘Audah fi Mas`alati Takfir Mu’ayyan.”)
- Abu Bashir mengkritik habis-habisan Salman al-Audah, bahkan dengan bahasa kasar dan kurang santun –apabila kita menggunakan kamus al-Ustadz Abduh- sedangkan di dalam STSK, al-Ustadz Abduh membela mati-matian Salman al-Audah dari “tuduhan” al-Ustadz Ba’abduh. Abu Bashir memiliki bantahan-bantahan khusus kepada Salman al-Audah, diantaranya : “Ar-Roddu ‘ala Salman al-‘Audah fi Mas`alati Takfir Mu’ayyan” dan “Munaqosyah ma’a Syaikh Salman al-‘Audah fi Mas`alati al-Khuruj ‘ala Anzhimah al-Hukm fi Biladil Muslimin.”
- Abu Bashir mengkritik metode perjuangan HAMAS dengan bahasa yang menurut kamus al-ustadz Abduh sangat tidak santun dan bernada vonis (lihat Hiwar Maftuh ma’a A’dlo`i Muntada al-Anshar, pertanyaan no. 60 dengan jawaban yang panjang lebar, sekaligus kritikan terhadap Ikhwanul Muslimin sebagai induk HAMAS). Padahal telah diketahui bagaimana sikap pembelaan al-ustadz Abduh terhadap organisasi ini.
- Abu Bashir juga mengkritik keras Hizbut Tahrir dalam makalahnya yang berjudul “Hizbut Tahrir… wa Siyasatu Tasminu al-Khiraaf” dan dalam Hiwar Maftuh. Padahal al-Ustadz Abduh telah jelas-jelas membela Hizbut Tahrir dalam bukunya STSK.
- Dan masih banyak lainnya, namun yang demikian ini saya rasa sudah mencukupi.
Pandangan Terhadap Abu Bashir :
Di dalam buku Syahdzun Nishal fir Raddi ‘ala Ahli adl-Dlolaal : Hiwar ma`a al-Mad’u Abi Bashir fi Kitaabihi ath-Thaghut wa Buhuts ‘Ilmiyyah fi Masa`ilit Takfir karya asy-Syaikh Abu Nur Hasan bin Muhammad al-Kurdi, penulis buku ini (Syaikh Abu Nur) berkata tentang Abdul Mun’im Musthofa Halimah Abu Bashir ath-Thurthusi :
- Orang ini bodoh dengan ilmu syar’i dan dia mengambilnya bukan dari ushul syariat serta pemahamannya cetek (pendek) terhadap agama.
- Kesesatannya dari manhaj istidlal (menggali dalil) yang shahih, diantaranya adalah dia beristidlal dengan nash-nash (Al-Qur’an dan As-Sunnah) namun dia tempatkan ke tempat yang tidak ditunjukkan sedikitpun oleh nash tersebut dan tanpa suatu kaidah syar’i. Dia juga bodoh dengan pemahaman salaf dan tidak memiliki pengetahuan yang mendalam tentang kaidah istidlal, baik dari segi umum dan khusus, mutlak dan muqoyyad, dan kaidah lainnya, dia juga tidak memiliki perhatian terhadap kaidah mashlahat dan mafsadat.
- Melakukan takfir tanpa dlowabith (kriteria/koridor) syar’i, tanpa pemahaman dan tanpa tatsabut (verifikasi), diantaranya dia mengkafirkan hukkam (penguasa) dan rakyat tanpa membedakan antara kaum kafir asli dengan orang-orang yang menyandarkan diri kepada Islam dan menetapkan dua kalimat syahadat serta menegakkan beberapa syiar-syiar Islam namun juga melakukan beberapa tindakan kekufuran.
- Dia mencampurbaurkan antara takfir mutlak dengan takfir mu’ayan (spesifik) tanpa membedakan antara keduanya.
- Kebodohannya di dalam masalah udzur karena kejahilan (di dalam masalah takfir) di mana menurut dia hukum asal seseorang itu adalah telah tegak hujjah padanya kecuali apabila ada dugaan kuat (bahwa hujjah belum tegak padanya) maka dia ma’dzur (diberikan maaf/ tidak dikafirkan).
- Dia selalu bersandar di dalam tulisannya kepada ucapan-ucapan Sayyid Quthb di dalam masalah takfir dan orang-orang yang menyimpang lainnya.
- Dia selalu menfokuskan kepada masalah dakwah dan amar ma’ruf nahi mungkar tanpa ilmu, pemahaman dan kehati-hatian.
- Adabnya yang buruk terhadap para ulama dan masyayikh, dia selalu mencela dan mentasyhir (menyebut-nyebut kesalahan) mereka.
- Dia terlalu menyelami permasalahan dan perkara yang sangat riskan yang seharusnya hal ini merupakan tugas para ulama yang mu’tabar.
Lebih lengkap tentang karakter Abu Bashir ath-Thurthushi ini, silakan para pembaca merujuk kepada buku di atas dan perhatikan bukti-bukti yang dilontarkan oleh Syaikh Abu Nur di dalam memberikan penilaian kepada Abu Bashir ini, niscaya anda akan mendapatkan bahwa apa yang dibawakan oleh Syaikh Abu Nur adalah suatu kebenaran dan memiliki bukti dan dalil yang kuat lagi kokoh, bukanlah asal tuduhan semata.
Kepada al-Ustadz Abduh, saya hanya bisa mengatakan :
و من جعل الغراب له دليلا يمر به على جيف الكلاب
“Barangsiapa yang menjadikan burung gagak sebagai dalil
Maka ia akan membawanya melewati bangkai-bangkai anjing”
Poin 8 : Pendapat-pendapat Syaikh Abdul Malik juga sangat mendominasi buku Al-Ustadz Luqman. Wajar, jika alur pemikiran Al-Ustadz dalam bukunya tersebut tidak jauh berbeda dengan bukunya Syaikh Abdul Malik.
Komentar : Inilah yang menyebabkan al-Ustadz Abduh menilai Syaikh Abdul Malik dan buku beliau Madarikun Nazhar dengan penilaian apriori dan negatif, karena al-Ustadz Abduh memberikan penilaian buku tersebut dari buku al-Ustadz Ba’abduh tanpa mereview balik dan merecek ulang penukilan al-Ustadz Ba’abduh, padahal beliau memiliki buku tersebut. Pembahasn ini lebih lengkapnya akan saya turunkan dalam bab tersendiri, insya Alloh.
(Bersambung insya Allloh)
Catatan Kaki :
—————–
- Syaikh Abdul Malik Ramadhani hafizhahullahu berkata : “Pertanyaannya ketika itu ia tulis dengan tangan dalam buku catatan. Saya telah menelaahnya dan setelah menelaahnya jelaslah bagi saya dua hal:
Pertama: Hampir seluruh pertanyaan tersebut melecehkan para penuntut ilmu dari kalangan salafiyin yang menolak gerakan revolusinya itu. Terutama para pelajar lulusan Universitas Islam Madinah Nabawiyah, sebagaimana yang ia jelaskan sendiri.
Kedua: Ia menulisnya dalam penjara, yaitu sebelum bergabung dengan partai politik secara terang-terangan. Ini merupakan bukti bahwa ia memang sudah sejak lama menyerang salafiyin! Supaya para pembaca memakuminya!
Adapun sebab ia menyembunyikan permusuhannya itu bahkan sebaliknya ia terkadang memperlihatkan pembelaan terhadap salafiyin adalah ketika ia keluar dari penjara pertama kali, ia dapati medan dakwah didominasi oleh salafiyin –khususnya di ibu kota- maka ia terpaksa harus berkamuflase! Sekiranya ia menyerang secara terang-terangan, seperti yang tertera di dalam pertanyaannya itu, tentu tidak akan terkumpul massa begitu banyak yang sangat ia butuhkan saat pemilihan umum! - Lihat Madarikun Nazhar bab Ali bin Haj wal Ulama`, lihat pula “Pandangan Tajam Terhadap Politik antara hak dan bathil” hal. 143-145. para pembaca yang ingin mengetahui lebih lengkap tentang hal ini bisa membaca buku tersebut secara lengkap.
- Lihat Madarikun Nazhar, bab Ashlul Khamis ar-Roddu ‘alal Mukholif minal Amri bil Ma’ruf wan Nahyi ‘anil Munkar, soft copy dari www.sahab.org
- Ar-Radd ‘alal Mukhaalif min Ushulil Islam karya Al-Allamah Bakr Abu Zaed, hal. 75; melalui perantaraan Madarikun Nazhar pada bab ar-Roddu ‘alal Mukhalif.
- Lihat Al-Farqu baina an-Nashihah wat Ta’yir, karya al-Imam al-Hafizh Zainudin Ibnu Rojab al-Hanbali, ta’liq dan takhrij : Syaikh Ali Hasan al-Halabi, cet. II, 1409 H/1988 M, Darul Ammar, Amman, Yordania, hal. 10-11.
- Catatan kaki buku Madarikun Nazhar, pada bab ‘Ali bin Haj wal Ulama. Lihat pula “Pandangan Tajam”, catatan kaki pada halaman 130.
Sayang murid-murid salafy di Indonesia yang sedang belajar, sudah dengan percaya diri menyatakan dirinya paling salaf: menyalahkan, menghujat ulama, bahkan mengkhawarij-kan saudara-saudaranya sendiri. Manhaj mereka bukan salafy, dan mereka bukan termasuk golongan kita: golongan orang-orang yang selamat.
Afwan jiddan, bukan maksud ane untuk tidak menerima salafy. Salafy semoga bisa menghadirkan dakwah yang santun, bijak. Tapi ya itu tadi, realitanya masyarakat disekitar malah akhirnya menolak, bahkan melabelkan salafy menjadi jamaah sesat. Naudzubillah..
aneh ya….apa situ ngga bisa ngebeda’in antara hujatan dengan nasihat….
cacian dengan kritikan….
toh kalo ahlulbid’ah itu di hujat,mereka memang LAYAK mendapatkan hujatan….kenapa?
karna mereka dengan sadar atau tidak sadar telah menyesatkan aqidah ummat islam….
sekarang coba antum berfikir…
apakah orang2 yang menyelisihi sunnah dan menyebarkan ajarannya yang bathil namun membungkusnya dengan kata islami layak di hujat…
apakah orang2 seperti amrozi,nurdin mtop dkk yang ngebom sana sini pantas di hujjat….(ana yakin jikalau salah seorang keluarga antum terkena bom yang mereka buat pasti antum akan menghujat mereka habis habisan…)
tapi ya itu tadi…kebencian sunny salafy terhadap mubtadi bukanlah bersifat pribadi…tetapi kami membenci mereka karna kami sangat mencintai mereka…
kami berharap mereka sadar dengan perbuatan2 mereka yang menyesihi syari’at,menyelisihi sunnah….dan kembali ruju’ kepada pemahaman yang benar,yakni Al-Qur’an dan Asunnah dengan pemahaman salafuna sholeh…
dan buaaanyyyyaaaaakkk di antara mereka yang tidak menerima kritikan tersebut dan menganggapnya suatu hinaan,hujatan,ghibah,dll…
dan apa boleh buat,jalan satu2nya ya di tahdzir dan di bukalah kedok mereka agar ummat tau siapa mereka sebenarnya dan tidak terjerumus kedalam kesesatan yang mereka sebarkan…
masa bodoh orang mau bilang apa…bilang salafy sesat kek,salafy keras kek,
aneh kek…bodo amat,toh kita ngga butuh mereka,salafy itu bukan cari pengikut…banyak2an pengikut…
tampar mulut mereka dengan hujjah…semoga Allah memberi mereka hidayah…kalo dia paham Walhamdulillah,kalo ngga ya sudah…dakwah ahlusunnah itu tanpa paksaan…
afwan jika ana banyak omong tanpa menukil satupun dalil…
ana hanya merasa jengah dan miris melihat comen sampeyan…
siapa yang sampeyan maksud sedang belajar…yang paling salafy…
mengkhawarijkan saudara2 sendiri…bisa sampeyan pertanggung jawabkan perkataan sampeyan wahai teladan07…
sampeyan merasa “golongan” sampeyan firqotun najiyah athoifah almanshurah…bukankah sampeyan sendiri yang ngaku paling salafy….
Wallahu Musta’an….
Ps:jika terdapat kesalahan mohon di koreksi dan di nasehati…
utk teladan07
Yach klo orang yang hujahnya sudah patah dan dia tidak ikhlas dalam menerima kebenaran maka ia akan menghujat tanpa dalil. atau bahkan mengatakan ini masalah khilafiyyah tidak boleh saling menyalahkan.
Orang seperti anda sudah sering muncul dimedan da’wah. Tidak mau dinasehati, tidak mau dekatakan perbuatannya salah dan mencaci orang yang amar ma’ruf nahi mungkar terhadap anda.
Orang seperti anda banyak di harokah IM. Mereka amar ma’ruf nahi mungkar dengan keras kepada saudara muslim di pemerintahan namun giliran mereka jadi pemerintah di amar ma’ruf nahi mungkar malah marah, uaaaneeehhh
Salah satu syubhat yang paling sering dilontarkan oleh harokiyun yakni masyarakat menolak dakwah salafiyah. Harusnya anda memperjelas masyarakat yang mana dan buktikanlah jika engkau mampu ??? Sebab realita yang saya temukan justru masyarakat makin menerima dakwah ini karena ini dakwah fithrah yang tegak dengan hujjah dan dalil.
Sering saya melihat banyak orang yang penampilannya awam tetapi betah duduk berlama-lama mendengarkan kajian Shahih Bukhari yang disampaikan oleh Ustadz Hakim di Masjid Al-Mubarok Jakarta.
Mungkin yang anda maksud dengan masyarakat tsb adalah kelompok anda atau orang-orang yang sepaham dengan anda. Wahai Said, saya menjadi saksi atas diri saya dan teman-teman saya yang Alhamdulillah telah ikut ke dalam dakwah salafiyah setelah sebelumnya disibukkan selama bertahun-tahun lamanya di dalam dakwah harokiyun, khususnya Ikhwanul Muslimin. Tahun-tahun yang lalu adalah tahun-tahun yang penuh dengan syubhat dan kebingungan dalam beragama sebelum akhirnya Allah ijabahkan do’a saya agar saya diberikan ilmu yang lebih baik seperti sekarang ini. Sesungguhnya Allah telah menunjuki saya ke dalam fithrah (dakwah salaf) setelah sebelumnya Dia memberi petunjuk kepada saya dari seorang kafirin menjadi seorang muslim. Walhamdulillahi Rabbil Aalamiin.
Bagaimana Islam akan tegak????????????????????????????????????
Ciri orang sombong dengan ilmunya adalah merasa pendapatnya selalu benar dan menghujat orang lain melebihi kapasitas ilmunya. Menganggap semua tulisan/buku yang bukan berasal dari kelompok/golongannya, TIDAK ILMIAH. Orang tersebut merasa dirinya sudah pasti selamat dunia dan akhirat, dan orang lain sesat. Seakan-akan dirinya yakin termasuk orang yang dijamin masuk surga.
ketemu lagi mas bejo dengan saya, setelah anda mampir di blog saya. Barangkali mas bejo bisa merinci maksud komentarnya apa, ditujukan pada siapa, kalo menurut analisis saya, mas bejo ni sedang bilang kalo akh abu salma menganggap bukunya abduh ZA tidak ilmiah (sebagaimana komen mas bejo sewaktu mampir di blog saya), maka bisa dikembalikan pertanyaannya pada mas bejo, apa ciri sebuah tulisan/ buku yang layak dianggap ilmiah oleh anda? apakah yang banyak menukil–meski nukilnya ngawur dan ga pas dengan konteks masalah dan terkesan sebagai suatu pembenaran thd hal yang dianggap benar–? ataukah yang ilmiah itu sesuatu yang mengungkapkan kebenaran, maka jawablah mas bejo!
ps: mohon maap kalo ada salah2 kata =)
to mas bejo :
anda merasa benar gak dengan pendapat yang anda tulis diatas. Kalau anda merasa benar berarti tuduhan itu berbalik kepada anda sendiri, jika anda tidak merasa benar..berarti anda sedang bergumam atau membodohi diri sendiri…barakalahhufikum
Untuk:teladan07
“Sayang murid-murid salafy di Indonesia yang sedang belajar, sudah dengan percaya diri menyatakan dirinya paling salaf: menyalahkan, menghujat ulama, bahkan mengkhawarij-kan saudara-saudaranya sendiri.”
Sangat perlu antum bedakan hujatan dengan kritikan, perlu juga diperinci ‘mengkhawarijkan’. Jika kritikan dengan landasan syar’i ini disebut hujatan, tunjukkan di sisi mana kesalahan kritikan ini, tentunya dengan dalil syar’i, bukan sekadar tuduhan atau dalil-dalil tidak pada tempatnya [atau lebih tepatnya disebut dalih]
“Manhaj mereka bukan salafy, dan mereka bukan termasuk golongan kita: golongan orang-orang yang selamat.”
Inikah yang antum maksud dengan ‘paling salafy’, sungguh sebuah paradoks yang memprihatinkan, di satu sisi menuduh saudaranya mengklaim paling salafy, ternyata dirinya sendiri..
Allahul musta’an
“Afwan jiddan, bukan maksud ane untuk tidak menerima salafy. Salafy semoga bisa menghadirkan dakwah yang santun, bijak. Tapi ya itu tadi, realitanya masyarakat disekitar malah akhirnya menolak, bahkan melabelkan salafy menjadi jamaah sesat. Naudzubillah.. ”
Di sekitar mana ya akhi? Adakah antum terus mengikuti jejak pendahulu antum untuk terus berucap tanpa pernah menghadirkan bukti? Seluruh Bani Adam pernah melakukan salah, termasuk juga ikhwah yang mencoba mendakwahkan Islam dengan pemahaman salafush sholeh. Tapi kesalahan ini sama sekali tidak menandakan batilnya dakwah ini. Karena dakwah salaf adalah dakwah yang berdasar pada Qur’an dan Sunnah dengan pemahaman salafush sholeh. Saat ini dakwah salaf telah tersebar di seluruh penjuru bumi dan terus mendapat tantangan dari kuffar. Adakah antum mengekor buta perbuatan kuffar ini?
Terakhir, saya yang jahil ini terus mencoba mengingatkan diri sendiri dan ikhwah sekalian untuk terus menuntut ilmu syar’i. Tidak buang waktu dengan fiqhul waqi'[?], Bush, atau hal-hal lainnya. Amerika, Israel, atau apapun juga bukanlah masalah besar bagi din yang mulia ini, sebagaimana telah disebutkan oleh Rasulullah -alayhi sholatu wassalam-. Justru kita lah masalah terbesar terhalangnya dakwah islamiyah, jika kita tidak memiliki bekal ilmu. Bagaimana mungkin kita berjuang menyelamatkan Palestina, menegakkan kalimatullah, khilafah, tauhid, dan sebagainya, kalau ternya kita tidak tahu cara menyelamatkan diri kita sendiri dengan ilmu, amal, dan istiqomah.
Allahu A’lam Bishshowwab
Wahai para penulis buku….
Sesungguhnya diantara tanda-tanda Kiamat adalah MARAKNYA PENA (Hadits marfu’ Ibnu Mas’ud –rahdhiyallahu anhu, riwayat Ahmad)
Ditunggu juga koreksi dari buku “Siapa Teroris, Siapa Khawarij” langsung oleh Ustadz Ba’abduh sendiri, sang penulis buku “Mereka Adalah Teroris”?
Lebih baik lagi, jika Ustadz Ba’abduh dan Ustadz Abduh langsung berdialog tentang topik yang diperselisihkan. Dengan harapan tuntas polemik yang rawan berpotensi memicu permusuhan dan kebencian sesama umat Islam.
Siapa ya sponsornya?
Ana punya rekaman acara bedah buku siapa teroris?siapa khawarij? yang dihadiri Ust. Abduh Zulfidar Akaha, Ust. Abdullah Hadramy, dan Ust. Halawi Makmun di malang. Bagi ikhwah yang memiliki cukup ilmu dan ingin mengkritisi acara ini silahkan hubungi ana di ricki_kur@telkom.net.
untuk teladan07,
siapa diantara kita yang menyatakan dirinya paling salaf, paling benar, paling selamat?
Kamikah itu -yang senantiasa mengajak kaum muslimin untuk kembali kepada JALAN YANG BENAR YAITU JALAN ROSULULLOH shollallohu ‘alaihi wa sallam DAN PARA SAHABATNYA rodhiyallohu ‘anhum-?
Ataukah orang yang berkata, “dan mereka bukan termasuk golongan kita: golongan orang-orang yang selamat”…..???!!!
“falaa tuzakkuu anfusakum huwa a’lamu bimanittaqoo”
Assalamu ‘alaikum Wr Wb.
Alhamdulillah, ana baru aja (25/11/2006 ba’da dzuhur )mengikuti kajian yang dibawakan oleh ustadz Dzulqornain di Masjid Agung Purwokerto
Ada hal penting yang perlu antum ketahui semua. Semoga bermanfaat bagi dunia dan akherat kita semua.
Saudaraku Salafyun semunya, Ustadz dzulqornain berkata bahwasannya kaidah umum bermajlis dengan ahlul bid’ah adalah tidak boleh, akan tetapi tidak boleh diberlakukan kepada setiap manusia.
terkadang seseorang terjerumus ke dalam kebid’ahan, maksiat, hizbiyyah dll itu dikarenakan ilmu belum sampai kepadanya, atau dikarenakan ada subhat yang masih menempel pada pemahamannya, terkadang juga dikarenakan hawa nafsunya.
Oleh karena itu haruslah berhati-hati dalam bersikap kepada kaum muslimin, butuh pemahaman yang dalam terhadap sesorang tersebut. dan ini tugas para ahli ‘ilmu. yaitu permasalahan jahr (memboikot).
Beliau juga mengatakan terkadang Rasul memboikot kepada Sahabatnya dan terkadang Rasul juga tidak memboikot kepada manusia yang memusuhi beliau.
Oleh karena itu kaidah umum tdak harus diperlakukan pada permasalah-permasalahan khusus. Dan landasan menuntut ilmu adalah dengan perincian-perincian.
Hal yang terbaik yang harus dilakukan oleh salafyun adalah berbuat bijak lemah lembut kepada seluruh kaum muslimin agar dakwah salaf ini dapat mubarokah di bumi Indonesia.
(Demikian kurang lebih penjelasan ustadz Dzulqornain, yang di awali dengan hadits dan perkataan syeh bin baz rahimahullah)
Semoga kita salafiyun dapat bersikap bijak kepada kaum muslimin di Indonesia khususnnya karena kita mengetahui kebanyakan dari mereka adalah orang-orang yang jauh dari agamanya.
Dan kata ustadz Dzulqornain dikarenakan kesalahan sikap seseorang dalam berdakwah maupun bermuamalah dengan kaum muslimin menjadikan ada sebagian kaum muslimin semakin jauh dari dakwah salaf ini.
Semoga Allah memberi petunjuk kepada kita semua, dan smoga Allah menyatukan hati-hati duat salafiyun juga seluruh kaum muslimin.
Semua ini ana sampaikan agar tuduhan jelek kepada dakwah salaf ini hilang, sekaligus bantahan terhadap mereka yang menuduh dengan tuduhan-uduhan semacamnya.
Wallahu ta’ala a’lam.
banyak yang menilai “susah maju kalo jadi salafy model yang sekarang ada,kalau salaf yang asli jaman dulu mah bagus… coba fikroh laen kayanya lebih asik yak, walau masih ada kekurangan disana sini tapi manfaat mereka lebih banyak buat ummat, bisa diajak berproses, adapun model kaya gini????hmmm, bisa keras hati kita”, begitu kata mereka
Halah gimana ngerti salafy jaman dulu lha wong baca kitab kitabnya aja diambil sepenggal sepenggal yang sesuai hawa nafsunya yang gak sesuai dibuang ke tong sampah, walaupun itu sesuai dengan apa yang di bawa oleh Rosul Muhammad SAW, lha iya to Al Ustadz Abduh Zulfidar Akaha, Lc…githu rojer ganti…
Pak Abduh Zulfidar Akaha, Halawi Makmun dan rombongan pendukung bukunya pak Abduh tobat aja deeh… nggak usah nyari-nyari celah untuk mencela salafiyyin… al-haq itu dah jelas, sedangkan kerusakan IM, JI, HT, JT, dll jelas banget…
nggak usah fanatik laah…
Akhi Abu Salma, gimana menurut antum kitab “Tashnifun Naas baina adz-Dzonni wal Yaqin” yang ditulis Syaikh Bakar Abu Zaid? Ustadz Abdullah Hadromi waktu bedah buku di malang nyuruh baca kitab itu tuh..
hmm… buku itu dikatakan oleh syaikh Muqbil Rahimahullah sebagai buku terjeleknya Syaikh Bakr Abu Zaid wafaqahullah
Judul-nya mbok diganti to mas ….
sampean ini siapa ?!
assalamu ‘alaikum wr. wb
Abu Salma walaupun antum lebih berilmu daripada ana, namun ana lebih berumur, walaupun umur juga ga njamin kebaikan seseorang.
Afwan, ana menilai antum memiliki hati yang bersih namu kurang teliti terhadap orang-orang di samping antum. gimana ya susah ana ucapin.
gini aja antum kan tinggal di malang coba sering bergaul dengan ustadz Usamah Mahri, untuk membuka percakapan, sampaikan aja salam padanya dari ana. bilang dari pak fachrur Maos Cilacap gitu insya Allah Beliau kenal dan ingat pada ana.
Selanjutnya seringlah bergaul pada Beliau. Perlu antum ketahui ustadz2 salaf yang ana kenal itu ramah-ramah kok ga garang, ga suka mentahdhir dll. Demi Allah kebanyakan kaum muslimin khusunya di Idonesia itu salah menilai ustadz2 salafiyun. Mereka menganggap ustadz2 salafy itu kasar, radikal, ekstrim dll.Kenapa bisa demikian karena mereka ga sungguh2 menghendaki bergaul dan bersaudara kepada mereka.
Sungguh ini adalah kesalahan. Demi Allah yang jiwaku berada ditangan_Nya. Bahkan kebalikan dari itu mereka duat2 salafiyun adalah manusia2 yang paling lembut dan rahmah terhadap kaum muslimin. Sunguh ana tidak dapatkan teladan dan panutan di jaman ini sebaik dan seindah para ustadz2 salafiyun.
Ana ga bermaksud melukai hati mereka, pujian ini semata-mata untuk membuka mata kaum muslimin semuanya termasuk juga antum.
Memang benar tulisan atau ceramah mereka keras, terkadang kasar, mungkin sebagian memandang … ya begitulah, memang semuanya menuntut untuk seperti itu. Sekali lagi itu semua kan di mimbar, di kertas, di internet dll. Coba kalau mau gaul dengan mereka insya Allah kita akan temukan keramahan, ketawaduan, kesopanan dll yang pasti dapat kita ambil sebagai teladan dan panutan. Sungguh ana telah merasakan semua itu.
Kemudian masalah hajr dan hajr ini kan masalah prinsip agama, yang semuanya ini tidak dapat dipahami dengan ilmu ini saja (jarh wat ta’dil). Untuk mengimplementasikan ilmu ini harus komprehensif dengan ilmu2 yang lain semacap ilmu wala’ dan barro’, kemudian hak2 kaum muslimin, kemudian ukhuwah islamiyah dll. sehingga salafiyun itu memiliki akhlak yang mulia atas iji Allah.
Dikarenakan kurangnya ilmu kaum muslimin terkadang salah dalam berinteraksi, bergaul baik sesama ahlussunnah maupun kaum muslimin yang lain. Sehingga ya demikian ini, sebagaimana yang kita saksikan.
Lebih parah lagi pemuda-pemuda salafiyun yang baru belajar tentang hjr misalnya belum belajar tentang hak2 kaum muslimin, wala’ dan barro’ dll ikut nimbrung komentar pada permasalahan ustadz2nya. Mereka ga terima jika ustadz dari komunitasnya salahkan, dihjr dll. Ini semua sehingga permasalahan semakin berabe.
Mungkin perlu dijelaskan pada pemuda2 salafiyun bahwa beda pendapat / khilaf dikalangan ahlussunnah itu hal biasa, saling menyalahkan mengkritik bahkan saling menganggap bodoh, berbohong dll. Sampaikan itu hal biasa dalam rangka mempertahankah hujah. yaitu berbantahan dalam mencari siapa yang benar. Justru dengan semacam inilah kebenaran islam itu terjaga atas ijin Allah.
Sehingga apabila ustadz A mengatakan bahwa ustadz B itu salah bahkan mengatakan bodoh mungkin berbohong itu ya wajar. Yang perlu diketehui adalah ustadz A itu bodohnya pada perkara yang ustadz B yakin pendapatnya benar sementara ustadz A dalam kesalahan. Jadi bodohnya pada perkara yang di bicarakan aja bukan yang dimaksud bodoh di sini adalah bodoh dalam segala perkara.
Ini penting untuk diketehui oleh salafiyun.
Kembali kemasalah hjr. Sesungguhnya ustadz salafy dikarenakan sayang pada kaum muslimin mereka menjelaskan kesalahan duat2 islam, agar kaum muslimin terhindar dari subhatnya. Ini bukan berarti untuk memutus persaudaraan terhadap mereka yaitu orang yang di hajr tersebut. Bukan, bukan demikian. Yng dimaksud adalah jangan menuntut ilmu pada mereka karena duat yang dihajr itu banyak kesalahan nanti antum ngikuti salahnya bukan benarnya. gitulah kira2.
Singkatnya gini Abu Salma, coba natum bergaullah sama mereka ustadz salafy. Jangan pobi, yakinlah mereka baik. Insya Allah antum dapat faedah. Ana melihat antum salah bergaul. Afwan ya antum jangan tersinggung. Ana melihat ada keikhlasan pada diri antum hanya saja antum salah bergaul.
Cukuo dulu ya, kalo banyak omong entar banyak salah.
Oh ya, Komentar ana ini jangan di pubish ya abis dibaca di delete aja. Kemudian ana minta no HP antum nanti kita sambung lewat HP. Jangan khawatir ana bakul pulsa Insya Allah ga masalah ana yang tlpun antum. No ana 0818 048402328
Semoga Allah menambahi Ilmu dan menjaga antum sekeluarga.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
salah ketik no hp. 0818 0484 2328
Akhi….
Ustadz Luqman Baabduh, sedang menyusun bantahan…
Untuk kilasannya anta bisa liat di http://www.merekaadalahteroris.com
Barakallahufik….
dakwah salafi mesti merangkul,bukan memecah belah masyarakat,satu kasus daerah ane hampir bentrok hanya karena dakwah salafi yang tdk bersahabat,trus kadang ane mikir ap mesti masuk syurga harus ikut dakwah salafi segala,apa emang surga milih hanya orang salafi yang berhak masuk surga dan ahlul bid’ah ngga punya hak buat masuk surga,kalo emang ahlul bid’ah ngga bakalan masuk surga gimana dg para ulama abad dulu yang nyebarin Islam di indonesia,atw ulama besar seperti syeikh m.arsyad al banjari,syeikh nawawi banten,syeikh yusuf al makassari dan masih banyak ulama yang nota benenya adalh membid’aahkan hasanah,antum,napa mesti kaya’gitu????? ALLAH TIDAK PANDANG ANTUM SALAFI,NU,MUHAMMADIYAH,PERSIS,HTI,THAREQAT APAPUN,TOH PADA AKHIRNYA ALLAH YANG PUTUSKAN AP KITA MASUK NERAKA ATW SURGA,BUKAN SALAFI ATW SEJENISNYA, MOGA LEBIH DIPAHAMI GENGAN HATI YANG JERNIH,INSYAALLAH ANE LANJUTIN LAGI
ana kadang bingung kan padahal Allah tidak melihat dia itu salafi atw bukan,yapi kenapa selalu saja orang salafi memmerikan penilaian salah terhadap mereka yang bukan salafi,misal Tasawuf slalu penuh dg hujatan,Ulama besar dari Marttapura KH.ZAINAL ABIDIN Atw lebih dikenal dg TUAN GURU IJAY,sedikitpun tidak pernah mencela dakwah salafi,Padahal beliau adalh Ulama besar Tasawuf yang kontribusi Beliau dlm dakwah sudah tidak diragukan,HABIB ANIS AL HABSIY,jg Ulama tasawuf tidak mencela,bukankah beliau2 adalh ulama Tasawuf yang tawadwhu,tahu tidak sesungguhnya dalam dakwah Salafi juga ada ajaran Tasawuf,Tapi tidak sedikitpun disadari
To Oding Tendean.
Jangan tergesa-gesa mas !! Ingat Allah berfirman ;
فَلْيَحْذَرِ الَّذِينَ يُخَالِفُونَ عَنْ أَمْرِهِ أَنْ تُصِيبَهُمْ فِتْنَةٌ أَوْ يُصِيبَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ
“Hendaklah takut orang2 yang menentang perintahnya (Rasul) bahwa akan ditimpakan kepada mereka fitnah atau azab yang pedih” AnNur 63
Nah, mas Oding. Dakwah salaf adalah membawa ummat islam untuk senantiasa taat kepada Allah dan RasulNya. membuang jauh2 ta’ashub, terhadap mazhab, firqah2. menjauhi bid’ah, khurafat dan semua hal yang bertentangan dengan Syariat yang mulia ini.
فإن خير الحديث كتاب الله وخير الهدي هـدى محـمـد وشر الأمـور محدثاتها وكل بدعة ضلالة – رواه مسلم
Sesungguhnya sebaik-baik berita adalah Kitabullah, sebaik2 petunjuk adalah Petunjuk Rasulullah, Seburuk-buruk (Sejelek-jelek) perbuatan adalah yang mengada-ada, semua yang mengada-ada adalah bid’ah dan semua bid’ah adalah Sesat, semua kesesatan tempatnya dineraka” HR. MUslim.
Mas Oding, Taukah anda bagaimana bersikap terhadap perkataan (sabda) Rasulullah ini …? Akankah anda biarkan saudara2 anda, saudara2 kita semua terjerumus kepada kesesatan…??? Ambillah pelajaran wahai saudaraku..!!
Apakah sikap keras anda katagorikan dalam bentuk kebencian ??? Tidakkah kita memahami bahwa sikap keras kita kepada anak2 kita adalah merupakan bentuk kasih sayang kita ? Apakah anda menyangka bahwa dengan memanjakan anak tsb anda telah bersikap sayang kepadanya ???
Saudaraku Oding, Ketahuilah, kami sangat mencintai anda sebagaimana kami mencintai diri kami sendiri. Kami merasa bersalah jika ummat islam terjerumus kedalam kesesatan, kebid’ahan.
Mas Oding, Hadits Rasulullah diatas menegaskan kepada kita bahwa semua bentuk bid’ah adalah sesat. dan kesesatan adalah neraka tempat kembalinya. Maka, menurut anda, apakah rasulullah bermain-main dengan kata neraka ?
Ketahuilah, bahwa kerusakan yang terjadi pada agama nasrani dan yahudi adalah sikap pengkultusan/fanatik mereka kepada rahib2 dan pendeta2 mereka.
“Mereka menjadikan orang-orang alimnya, dan rahib-rahib mereka sebagai tuhan selain Allah” At-Taubah 31
Mas oding, mana yang anda sebut bahwa dalam salafi ada ajaran tasawuf ?
Wassalamu’alaikum
Buat Mas Oding, Senmoga Allah memberi petunjuk kepada kita semua.
Mas Oding saudaraku, Saya bertanya kepada Anda !
Pernahkah Anda ditipu / diperlakukan jelek oleh orang lain dalam perkara dunia Anda ?
Jika jawabnya pernah, bacalah tulisan orang yang bodoh ini.
Saudaraku, bagaimana sikap anda apabila anda melihat orang yang pernah menipu anda tersebut ternyata anda ketehui sedang menipu sahabat anda sendiri atau mungkin mertua anda sendiri bahkan mungkin ayah anda sendiri ?
Akankah anda menyampaikan keburukan orang yang telah menipu anda kepada orang yang akn ditipu penipu tersebut ?
Tentu dan insya allah anda akan membeberkan kejelekan penipu anda tersebut.
Demikian juga dai salafy yang telah mengetahui atas ijin dan kehendak Allah terhadap penipu-penipu agama kepada kaum muslimin, senantiasa berusaha menyampaikan kepada seluruh kaum mulimin bahwa mereka penipu-penipu agama tersebut terus dan terus melakukan penipuan-penipuan dengan atas agama. Dan pada saat itulah dai salafyn berjuang mengingatkan kaum muslimin dari tipu dayanya para penipu!
Tetu saja dari pihak kaum muslimin yang sudah kadung sangat percaya terhadap penipunya entah karena kecanggihan sang penipu atau dikarenakan kaum muslimin sangat tidak tau terhadap agamanaya, balik menuduh jelek terhadap dai salafy yang mengingatkannya. Hal ini tidaklah menjadikan dai salafy salafy kecewa dan sakit hati kepada kaum muslimin, Mengapa ?
Ya, karena dai salafy hanya mengharap pahala dari Allah semata sembari memohon ampun karena kekurangan dan kesalahannya dalam berdakwah membela agamanya.
Demikian saudaraku, saya mengingatkan anda untuk tidak apriori. Mencobalah bersikap ilmiah, membandingkan perbedaan yang ada. Tinjaulah dalil-dalil dai salafy dan kemudian lihat pula dalil yang digunakan oleh mereka yang dikatakan bid’ah oleh salafy! pelajarilah niscaya (insya Allah) akan anda temukan kebenaran itu selalu ada pada salafy, Mengapa ?
Karena salafy berdiri di atas hujjah / argumen yang kuat berdasarkan Al-Qur’an, Sunnah Nabi dan perkataan-perkataan para ulama Ahlussunnah waljamaah dari dulu hingga sekarang.
Akhirnya semoga Allah memuliakan kaum muslimin terkhusus di Indonesia dan seluruh kaum muslimin di dunia dengan memberi ilmu yang bermanfaat. Dan semoga kita termasuk hamba-hamba Allah yang bijaksana. Amin.
Ust. Abu Salma ysh,
Judul dari tulisan ustadz cukup menarik. “BUKAN PEMBELAAN TEHADAP BA’ABDUH, NAMUN PEMBELAAN TERHADAP SALAFIYAH”
Saya kira cukup kuat dalil-dalil yang Ustadz kemukakan untuk mengoreksi bukunya Ustadz Abdul Zulfidar. Namun, saya kira Ustadz juga perlu berlaku ADIL terhadap polemik ini. Ustadz juga perlu mengoreksi hal-hal yang keliru atau kurang tepat dari bukunya Ustadz Luqman Ba’abduh.
Siapapun yang berani mengkritik, harus siap pula untuk dikritik. Bukankah begitu, Ustadz?
Sebagaimana yg dikatakan ust Muhammad Arifin Badri bahwa sebagian besar isi bukunya ustadz Luqman adalah sudah benar, hanya ada catatan ringan.
Sedangkan bukunya Abduh Zulfidar?? kacau banget!!
Jadi pantes lah…
Mendingan pak Abduh, Halawi, Al-Thalibi, & para pendukung setianya tobat aja… al-Haq itu JELAS, kerusakan IM, MMI, HT, dll juga JELAS… Jadi??
berani terima tantangan ustadz salafiyyin membantah ustadz salafiyyin…?
bukannya memprovokasi.., kalo mau berbuat adil ya setiap ada tulisan salah ya dibenarkan walaupun itu saudara se-manhaj….
halawi makmun sudah dibantah di situs lain, abduh zulfidar akaha juga sudah dibantah, abdurrahman al thalibi juga sedang diproses bantahannya, fauzan al-anshari juga sudah dibantah… tinggal nunggu apa lagi selain taubatnya dari pemikiran dan kesalahan yang telah diluruskan oleh saudara muslim yang lain dimana mereka sangat sayang dan selalu menjaga kehormatan din ini.
barakallohufikum akhi abu salma…
bukan membela ustadz abduh,tapi bukankah sebaiknya diadakan semacam dialog yang lebih,sehat.kalo begini terus /hanya melalui homepage masing2 gak selesai2 dong…kata orang beraninya dikampung sendiri,padahal ini menegakkan yang hak lo! ditunggu dialognya,kalo bisa bikin iklan yang banyak,biar tau para muslimin mana yang membela sunnah ato yang tidak,jazakallah.
To Fauzan.
Seharusnya Abduh datang kepada Ust. luqman, karena abduh yang membantah buku beliau (Ust Luqman). Jangan cuma berani buat dialog tapi cuma dihadiri orang-orang yang hanya ingin memberi aplaus aja. Undang dong ust. Luqman.
Assalaamu’alaikum, ana mahasiswa politeknik unand padang, ana mohon izin untuk memberikan sedikit saran kepada saudara-saudara kaum muslimin sekalian. Menurut ana lebih baik untuk masalah perdebatan ini diselesaikan secara ilmiah melalui jalur yang lebih baik, diantaranya dialog secara ilmiah bagi pihak yang saling bertikai. Kita utamakan musyawarah dengan semangat kekeluargaan dan persaudaraan diantara kita semua sebagai kaum muslimin yang Allah telah anugrahkan nikmat agama ini. Kita utamakan cari kebenaran berdasarkan Al-Qur’an dan Assunnah yang shahih.
ya, zulfikar akaha & bukunya “STSK” adalah pendusta… banyak referensi yg dusta/bohong.cnth bersumber dr internet tp tdk jelas pembuatnya, memotong fatwa ulama ahlusunnah dan menambahinya sendiri.
==zulfikar akaha marah karena IM (ikhwanul Muslimin) dan tokoh2nya sering dibahas penyimpangan&kesesatannya oleh Salafiyyun.
lihat di http://www.merekaadalahteroris.com & http://www.salafy.or.id
Assalamualaikum warahmatullah wabarakatuh
Akh Abu Salma, mengomentari poin no.18 diatas ,yakni mengenai buku “Tashniifun Naas Baina azh-Zhann wal Yaqin karya Syaikh Bakr Abu Zaed hafidzahullah”
Buku denagn 98 halaman ini antum bisa dunlod scan pdf kitabnya di alamat http://www.waqfeya.com/open.php?cat=20&book=213
hanya 2.43Mb.
Wassalam
Abu Umair
Akhi ahmad, coba sekali lagi antum baca buku “MAT” karya Al Ustadz Luqman dan buku “STSK” karya Ustadz Zulfidar Akaha, kemudian bandingkan nada dan gaya bahasa ke2nya, kayaknya Ustadz Zulfidar tidak dalam keadaan marah seperti yang antum katakan, bahkan terlihat beliau begitu bijak dan dewasa. Tapi buku “MAT” Al Ustadz Luqman…seolah seluruh dunia hendak meledak karena emosi dan hujatan-hujatan kasarnya! Kalo hanya sumber rujukan yang tidak jelas pembuatnya, mungkin antum saja yang kurang gaul, lha sumber rujukan Al Ustadz Luqman (sbgaimana dikatakan Ustadz zulfidar Akaha) suka menukil dari nukilan, menafsirkan perkataan orang lain seenaknya sendiri.
Teguran Syaikh Bakr Abu Zaid terhadap Syaikh Robi’ Al-Madkhali
(Dikutip secara ringkas dari http://www.islamgold.com/view.php?gid=7&rid=94 dengan sedikit penyesuaian redaksi. Bagi yang tidak puas bisa langsung mengklik situs yang saya sebutkan)
Setelah menulis buku yang penuh tuduhan dan caci maki terhadap Asy-Syahid Sayyid Quthub yang berjudul, “Adhwa` Islamiyyah ‘Ala ‘Aqidati Sayyid Quthb wa Fikrih,” Syaikh Robi’ bin Hadi bin Umair Al-Madkholi meminta Syaikh DR. Bakr bin Abdillah Abu Zaid (anggota Hay`ah Kibar Al-‘Ulama di Saudi dan anggota Al-Lajnah Ad-Da`imah lil Buhuts Al-‘Ilmiyyah wal Ifta`) untuk memberikan kata pengantar bagi buku beliau tersebut. Namun, di luar dugaan, sebagai seorang ulama besar yang bijak dan berpengetahuan luas, Syaikh Bakr Abu Zaid dengan halus menolak memberikan kata pengantarnya.
Lalu, Syaikh Bakr pun menulis surat atau risalah kecil yang beliau beri judul “Al-Khithab Adz-Dzahabi” (surat emas) yang beliau tujukan kepada Syaikh Robi’. Di bawah ini adalah sebagian di antara yang beliau katakan dalam surat emas tersebut :
– Syaikh Bakr Abu Zaid berkata, “Dan di antara daftar isi tertulis ‘Perkataan Sayyid Quthub tentang Khalqul Qur`an dan Bahwa Kalam Allah adalah Ibarat dari Suatu Kehendak’… Akan tetapi, ketika saya membaca halaman-halaman yang disebutkan, saya tidak mendapatkan satu huruf pun yang di dalamnya menunjukkan bahwa Sayyid Quthub rahimahullahu Ta’ala mengatakan Al-Qur`an itu makhluk. Kenapa begitu mudahnya Anda melemparkan tuduhan takfir ini?”
– Syaikh Bakr Abu Zaid berkata, “Sungguh bergidik bulu kuduk saya ketika saya membaca daftar isi buku Anda, dimana tertera “Sayyid Quthub Membolehkan Orang Lain Selain Allah Untuk Membuat Syari’at.” Maka, saya pun segera membaca semua perkataan Sayyid dalam bukunya “Al-‘Adalah Al-Ijtima’iyyah,” dimana engkau menukil perkataannya; namun ternyata apa yang dikatakannya tidak layak untuk diberi judul yang sensasional seperti yang engkau lakukan. Taruhlah apa yang dikatakannya terdapat ibarat yang masih samar maknanya, tapi bagaimana engkau bisa mengubahnya menjadi sesuatu yang mengafirkan? Engkau telah melenyapkan semua kebaikan yang telah dibangun oleh Sayyid Rahimahullah sepanjang hidupnya dan juga segala yang ditulis oleh pena-nya dalam rangka dakwah kepada Allah Ta’ala dalam masalah hukum dan syariat, dimana beliau menolak undang-undang buatan manusia serta berdiri tegak menentang kemungkaran ini.”
– Syaikh Bakr Abu Zaid berkata, “Di antara judul dalam daftar isi buku Anda juga tertulis, “Perkataan Sayyid tentang Kemakhlukan Al-Qur`an dan Bahwasanya Kalam Allah Adalah Ibarat dari Kehendak.” Akan tetapi, setelah saya baca halaman demi halaman yang disebutkan, ternyata saya tidak menemukan satu huruf pun yang menegaskan bahwa Sayyid Quthub Rahimahullah Ta’ala telah mengucapkan perkataan ini. Bagaimana engkau bisa semudah ini melemparkan tuduhan kafir kepada orang lain?!”
– Syaikh Bakr Abu Zaid juga berkata, “Dari segi bahasa yang digunakan, jika dibandingkan antara gaya bahasa buku Anda dan gaya bahasa (uslub) yang dipakai Sayyid Quthub Rahimahullah, maka ada ketimpangan di sana. Jika dilihat dari sisi Anda, maka gaya bahasa Anda seperti gaya bahasa anak i’dadi (persiapan bahasa pra sekolah) yang tidak sebanding dengan gaya bahasa seorang mahasiswa (maksudnya’ Sayyid Quthub) yang telah mendapatkan penghargaan tinggi tingkat internasional. Jadi, dalam hal ini, seharusnya ada kesepadanan kemampuan dalam ilmu sastra, kemampuan dalam balaghah, ilmu bayan, dan keindahan pemaparan dalam tulisan. Kalau tidak (maksudnya kalau tidak seimbang antara kemampuan bahasa Robi’ Al-Madkhali dan Sayyid Quthb), maka hancurkan saja pena Anda.
Di akhir surat, Syaikh DR. Bakr Abdullah Abu Zaid bepesan kepada Robi’ Al-Madkholi, “Dan pada penutup surat ini, sesungguhnya saya menasehatkan kepada Saudaraku yang terhormat fillah, agar mencabut percetakan buku “Adhwa` Islamiyyah.” Sesungguhnya, buku ini tidak boleh diterbitkan dan diedarkan, karena di dalamnya terdapat pelecehan yang amat berat dan pengaruh yang sangat besar terhadap para pemuda umat ini untuk terjerumus ke dalam perbuatan mencela ulama, mendiskreditkan ulama, meremehkan kemampuan mereka, dan melalaikan segala keutamaan mereka. Dan, maafkanlah saya –semoga Allah memberi berkah kepada Anda– jika saya agak keras dalam menggunakan istilah. Hal ini tak lain karena saya melihat pelecehan Anda yang sangat berat, dan karena rasa sayang saya kepada Anda, juga dikarenakan keinginan Anda yang begitu menggebu untuk mengetahui apa pendapat saya tentang buku Anda tersebut… Maka, pena saya pun menuliskannya sebagaimana yang telah lalu. Semoga Allah memberikan kebaikan kepada apa yang telah saya tulis dan kepada semuanya.” (Amin).
Komentar diatas paling tidak jauh dari yang sudah-sudah !
Syaikh Rabi itu ahlu sunnah sedang Abu Bakar Zaid itu ahul Bid’ah karena berani mengkritk Ulama Ahlu Sunnah (Syaikh rabi’ ahlu sunnah loh ??? )
Wah ada koidah GRESS nih ,… dari Mas Agung Sulistyo :-))
===
Agung Sulistyo said:
Syaikh Rabi itu ahlu sunnah sedang Abu Bakar Zaid itu ahul Bid’ah karena berani mengkritk Ulama Ahlu Sunnah (Syaikh rabi’ ahlu sunnah loh ??? )
===
Rupanya , banyak yang demen jadi tukang patwa , dan merasa jumawa sebagai ahl Jarh.
Bersabarlah wahai kaum ,.. tahan diri-lah
Patahkanlah pena-pena kalian jika belum mampu menggunakannya.
Di dalam Haddul Fashil bainal Haq wal Bathil, syaikh Rabi’ telah menjelaskan hal ini. Bahwa Syaikh Bakr sendiri tidak ridha surat rahasia beliau kepada Syaikh Rabi’ disebarkan oleh oknum-2 tidak bertanggung jawab. Masalah ini juga sudah dijawab secara ilmiah dan obyektif oleh Fadhilatus Syaikh Sa’ad al-Husyain dalam artikel beliau yang berjudul “Sayyid Quthb baina Ro’yain” -insya Alloh apanila ada waktu akan saya turunkan pembahasannya secara khusus-. Intinya di dalam risalah ini, Syaikh Sa’ad al-Husyain hafizhahullahu menjelaskan bahwa tidak ada perbedaan prinsipil antara Syaikh Rabi’ dengan Syaikh Bakr. Perbedaan yang terjadi hanyalah dalam masalah ushlub belaka. Silakan download artikel ini di website pribadi beliau :
Jadi Intinya Gimana ?
Apakah Syaikh Abu Bakar Zaid Mentahzir Sayyid Quthb Nggak ?
Kita Tahu Bahwa Sayyid Quthb juga punya kesalahan, tetapi apakah kesalahan yang umum sebagai manusia kok langsung di Vonis semua yanbg dilakukan Bid’ah semua.
Banyak sekali ulama Salaf yang berbuat kesalahan baik dalam menafsir, mengartikan ayat/hadist dsb dan do Qotho’ oleh teman sejawatnya atau oleh generasi sesudahnya. tetapi toh mereka tetap sebagai Ulama.
Terus Maksud perkataan Syaikh Albani Apa itu Akhi ? ?
“Tegakkan Daulah dalam diri Kalian maka Akan tegak………”
Kalau Antum perhatikan, perkataan itu Diambil dari perkataan beraliran Apa ????
saya tidak menuduh Syaikh Bin baaz atau syaikh Albaani ini dan itu (Demi Allah, Ilmu mereka jauh dari Ilmu Saya, Semoga Allah Memasukkan Ulama tersebut ke dalam Jannah), tetapi tetap manusia punya kesalahan yang itu wajib di kritisi. Masak Antum bisa mengkritisi selain Salafy dengan Gamblang, tapi apa nggak merasa dikalangan antum sendiri juga banyak punya kesalahan sebagai manusia, kenapa tidak di tahzir diumumkan dan disebarkan kesalahan-kesalahan didalam umat Salafy supaya menjadi pelajaran Buat kaum Muslimin.
Kenapa Selain Salafy saja yang di sebarkan keburukan-keburukannya ke penjuru dunia (kebaikannya dibiarin dan didiamin), sedangkan diantara kalian yang Insya Allah Pasti punya kesalahan sebagai manusia kok tidak disebarkan kesalhan itu dan kami kok nggak tahu.
Apa Kalau sudah masuk Salafy terus Ahlu Sunnah ?
Tentunya tidaklah, tetap punya kesalahan.
Wallahua’alam
Subhanalloh, anda sendirilah yang menuduh syaikh Bakr sbg ahlul bid’ah karena kami tidak pernah menuduh beliau demikian, melainkan orang2 yang ghuluw dan terpengaruh faham Haddadiyah. Mereka berdua adalah ulama ahlus sunnah yang bisa salah dan benar. Kita ambil yg benar dari mereka dan kita tinggalkan yang salah. Alhamdulillah, inilah manhaj kami, tidak fanatik thd seorang pun dan tidak menjadikan seorang ulama sebagai dasar wala’ dan baro’, allohumma…
________________________________________________________
Pahami Dulu Akhi, Apa itu bahasa Asli atau Bahasa Sindiran
Kenapa Makna yang tersirat dihilangkan untuk mendapat makna yang sesuai pemahaman anda sendiri.
Saya juga sependapat dengan Antum dalam masalah ini,
Siapa saja ntah itu anak kecil, besar atau tua kalau memberikan nasehat yang itu benar dan bermanfaat bagi kita,
Saya nggak lihat itu Syaikh ini lulusan medinah, oo syaikh ini Doktor atau profesor, tetapi saya lihat kata-kata yang keluar dari Lisannya itu, bukan lihat dari Orangnya.
Ini loh yang menjadi kebiasaan umat salafy selalu saja melihat orang dan tidak melihat kata yang keluar dari lisan seseorang.
Inilah yang menjadi penyebab timbul ujub dan kesombongan dan sudah bisa menvonis, Oooo… ini Ahli Bida’, itu ,……. yang itu saya dengar sudah bosen .
jangan bilang oh itu Oknum salafy aja, tidak mewakili semua salafy.
Coba saja di Survai secara rahasia salafy di berbagai daerah, dan diberikat Quisener tentang Aliran-aliran islam atau hal yang lain. Serentak nggak pemahaman seperti itu ?
Wallahu’ Alam
Mas, Agung. Jangan tergesa-gesa dong…..!!!
Dalam ilmu hadits mas, kepribadian orangnya juga dinilai lho, bukan sekedar ucapannya saja.
Ini ana nukil perkataan Syeikh Bakar Abu Zaid dalam Kitab Tasnifun Nas bainadz Dzanni wal Yakin
إن كشف الأهواء , والبدع المضلة , ونقد المقالات المخالفة للكتاب , والسنة , وتعرية الدعاة إليها , وهجرهم وتحذير الناس منهم , وإقصائهم , والبراءة من فعلاتهم , سنة ماضية في تاريخ المسلمين في إطار أهل السنة , معتمدين شرطي النقد : العلم , وسلامة القصد
Lah apa Semua Hal harus Disamakan dengan Kaidah mencari Hadist.
Kalau Dalam Masalah mencari Hadist dan menentukan Haidst ini shahih, hasan, Hasan Lighairihi, Dhoif, Maudhu, Munkar, Mauquf dan sebagainya memang pakai hal itu.
Tetapi coba anda praktekan kaidah tersebut dalam setiap hari hari anda.
Sekarang Lupa sandalnya yang mana saja Sudah Dhoif., apalagi kayak seperti kita.
Anda berani mengatakan Ustadz Luqman Baabduh itu Seorang yang Shahih ?
Beda mas. Masak kaidah mencari dan menentukan derajad hadist disamakan dengan Kehidupan kita sehari Hari, Ini kaidah sendiri mas khusus Ilmu Hadist.
Anda jangan meletakkan kaidah tersebut dalam masalah yang dibahas disini.
KAlau anda benar melaksanakan Kaidah Tersebut dengan Baik, tentunya pertentangan antara Ustadz Askari dan Zulqarnain contohnya, tentunya mereka berdua sama-sama pendusta.
LUPA SAJA DHOIF RIWAYATNYA MAS, APALAGI SEPERTI ANDA DAN SAYA, APAKAH NGGAK MUNGKIN LEBIH DARI ITU ??
APALAGI BERBOHONG, MANCING, MEMBERI MAKAN AYAM DENGAN TANGAN KOSONG, MEMANGGIL ORANG DARI JAUH, AMALAN SUNNAHNYA SEDIKIT, BERKATA KASAR, TIDAK SABAR, BERJALAN TENGOK KANAN KIRI, DSB YANG ITU ADALAH BISA MENJADIKAN PERKATAANNYA MINIMAL DHOIF.
APA ANDA BERANI DENGAN KEPRIBADIAN ANDA MAU SESUAI KAIDAH HADIST TERSEBUT ?
KALAU BERANI, YAH SYUKUR, ANE SALUT AMA ANTUM !
…………………Kita ambil yg benar dari mereka dan kita tinggalkan yang salah. Alhamdulillah, inilah manhaj kami, tidak fanatik thd seorang pun dan tidak menjadikan seorang ulama sebagai dasar wala’ dan baro’, allohumma…
APA BENAR PEMAHAMAN SALAFY DI INDONESIA SEPERTI ITU ?
KOK BEDA DENGAN YANG ANDA TULIS DIATAS DALAM KESEHARIAN. YANG TEWRJADI MALAH SEBALIKNYA. TERUTAMA SALAFY GRUPNYA QOMAR SUAIDI, SEWED, LUQMAN, SEMPALANNYA GRUP JA’FAR.
apalagi di tempatnya Qomar suaidi di temanggung yang mayoritas muridnya adalah teman saya.
APA ANTUM TERMASUK GRUP MEREKA ATAU GRUPNYA ABU NIDA’, ALSOFWAH DLL (YANG SAlafy benar yang mana saya juga bingung, karena sama saling mentahzir)
Saudaraku Agung Sulistyo, apabila anda tidak tersulut oleh sikap apriori sebagaimana org-2 yg anda sebutkan, maka anda sama saja dengan mereka. Apabila anda jeli membaca tulisan saya di atas, niscaya ucapan anda semacam ini tidak akan keluar. Cukuplah saya jawab untuk menjawab syubhat anda di atas :
“Wahai para pengaku-ngaku punya hubungan dengan Laila
Sesungguhnya pengaku-ngakuanmu tidak ada hubungannya walaupun seujung kuku
Karena pengakuanmu kepada Laila hanya bagaikan Umar dan Amr
Yang mana Umar menzhalimi Amr hanya karena huruf wawu”
demikianlah kurang lebih inti syair tsb…
Silakan anda mengatakan saya pada grup mana saja, karena itu hak anda… Karena saya tidak pernah mengafiliasikian diri kepada orang-2 yg anda sebutkan… Semoga Alloh memberi anda hidayah dan taufiq
Sekali Lagi Akhi, Saya kan cuman tanya, Apa Anda termasuk Grup grup mereka, bukan menuduh anda grup mereka,
Afwan kalau kata-kata saya yang kurang berkenan, saya cuman bertanya Antum Apakah termasuk Grup yang saya sebutkan itu bukan menuduh.
Kalau Saya cuman bertanya seperti itu terus dikatakan Menuduh Antum yang bukan-bukan ! Lah Tabayyunnya mana akhi ?
Semoga Antum bukan termasuk Grup mereka dan senantiasa Selalu Di jalan Salafus-Shalih yang jeli dan tidak sembarangan mengambil 100% perkataan Masayikh dan membuang 100% perkataan yang mengkritisi Masayikhnya atas dasar Manusia Berbuat kesalahan.
Tetapi kalau antum langsung menuduh saya seperti itu, yah Saya aja yang minta Maaf, mungkin Ilmu Saya yang Kurang Dalam Islam Ini. Afwan… Afwan….
Saya tidak segan Minta maaf kepada siapa saja, kalau memang yang memperingatkannya itu benar, santun, tidak mencaci maki.
Seruan Buat Salafy Yamani :
Alangkah baik jika disini kita bersimpuh untuk mendengarkan petuah dari Al Imam Ahlus Sunnah, Syaikh Abdul ‘Aziz bin Abdullah bin Baz rahimahullah. “Kita harus bijak, netral, dan adil dalam menilai sesuatu. Kebenaran lebih utama dari yang lain, maka bila ia memiliki kebenaran dan kebathilan, kita ambil kebenaran dan meninggalkan kebathilan, sehingga bila ia salah dalam suatu masalah, haruslah diperingatkan dan mengatakan kepadanya: ‘Anda salah dalam masalah ini, karena dalil tersebut maksudnya begini dan begini,’ tidak malah menjatuhkan kebenarannya secara keseluruhan, tetapi kita harus mensyukuri apa-apa yang benar darinya seperti imam-imam yang empat dan lainnya. Karena setiap orang memiliki kesalahan dalam beberapa persoalan.” (Baca kembali wawancara Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah dengan majalah Ishlah, seperti tertera dalam buku ini, hal. 165-166).
kok tidak ditampilkan sih comment terakhir saya !