MENJAWAB TUDUHAN 2

 Nov, 01 - 2006   20 comments

MENJAWAB TUDUHAN MELURUSKAN KESALAHPAHAMAN
(bagian 2)
Oleh :
Abu Salma al-Atsari

Tuduhan Kedua :
Halawi Makmun (MMI) mengatakan bahwa perselisihan yang terjadi di kalangan salafi bukan dikarenakan mereka berbeda pendapat, tetapi karena berbeda ‘PENDAPATAN’. Mereka (salafy) ini sering sekali mengatasnamakan Ibnu Taimiyah, padahal setelah dicek, ternyata Ibnu Taimiyah tidak mengatakan seperti yang mereka katakan. Bahkan banyak sekali pendapat mereka yang berbeda dengan Ibnu Taimiyah.

Tanggapan :
Adapun tuduhan sang mubaligh Halawi Makmun –semoga Alloh memberinya hidayah dan taufiq- sebagaimana tercantum di atas, saya rasa sebenarnya tidak perlu dikomentari, karena perkataannya berangkat dari pemikiran dirinya yang terbakar oleh kemarahan, kedengkian, apriori, tidak ilmiah dan tidak berdasar. Apabila sang mubaligh ini mau untuk menyebutkan tuduhan yang lebih ilmiah niscaya akan ada harganya untuk sedikit dikomentari. Namun sayang, komentarnya tidak berharga sama sekali untuk dijawab, dan sikapnya tidak berbeda dengan obyek yang ia jelekkan. Ia bermaksud menjelekkan dengan kejelekan yang serupa.
Adapun tuduhannya bahwa salafy sering sekali mengatasnamakan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, padahal setelah dicek ternyata Ibnu Taimiyah tidak mengatakan sebagaimana demikian keadaannya, maka ini juga tuduhan belaka yang tidak ada buktinya. Mana bukti atas tuduhan ini?!! Apabila ada bukti, maka diskusi dapat berlanjut, apabila tidak ada maka cukup sampai di sini.

قُلْ هَاتُوا بُرْهَانَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ
Artinya : “Katakanlah : tunjukkan bukti kebenaranmu jika kamu adalah orang yang benar” [QS Al-Baqarah 111].

Tuduhan Ketiga :
Abduh berkata, “Salafi gaya baru ala Syaikh Rabi’ ini baru muncul paska Perang Teluk. Semua buku-buku, makalah-makalah, dan fatwa-fatwa yang mendiskreditkan IM dan para tokohnya, serta jamaah-jamaah Islam secara umum, terutama yang punya perhatian terhadap politik; baru muncul paska Perang Teluk?”
Abduh juga berkata : “Salafy senantiasa menjadikan ulama-ulama Salafy sebagai rujukan dalam segala persoalan agama, diantaranya: Syaikh Rabi, Syaikh Bin Baz & Syaikh Albani. Dengan mengutamakan pendapat Syaikh Rabi dibanding Syaikh yang lain…”

Tanggapan :
Ucapan al-Ustadz Abduh ini adalah ucapan yang menyimpan tuduhan sangat keji terhadap para ulama ahlus sunnah. Ada beberapa poin jawaban mengenai tuduhan ini.
Poin pertama, penyebutan “salafi gaya baru” atau dengan meminjam bahasa yang digunakan seorang simpatisan HT yang berkedok dengan nama “Mujaddid”, yaitu “Neo Salafi”, Saya melihat tidak ada makna celaan di dalam penyebutan nama ini, karena kata salafi sendiri adalah nama terpuji, dan apabila ada orang yang dikatakan “fulan salafi”, maka niscaya ini adalah pujian atau bagian dari ta’dil.
Kata salafi sebagaimana telah saya kemukakan di tanggapan terhadap tuduhan pertama, bukanlah kata yang muhdats lagi tercela, namun ia adalah kata yang mahmudah (terpuji). Sehingga menyebutkan kata salafi dengan digandengkan kata “jadidah “ atau “gaya baru” atau “neo” bukanlah suatu celaan. Jadi, maknanya adalah nisbat kepada as-Salaf ash-Shalih yang dilakukan oleh orang-orang zaman sekarang, sehingga disebut “neo salafiy” atau “salafiy gaya baru”.
Berbeda dengan istilah “shufi gaya baru”, “neo mu’tazilah” atau “khowarij gaya baru”, karena kata yang disandarkan padanya kata “neo” atau “gaya baru” bermakna buruk dan jelek, merupakan bagian dari kelompok sesat dan menyimpang. Apabila disebut dengan “neo” atau “gaya baru”, maka artinya kelompok yang menghidupkan kembali pemahaman sesat kelompok menyimpang tersebut oleh orang-orang belakangan.
Poin kedua, penyebutan “ala Syaikh Rabi’”, adalah penyebutan yang salah. Karena salafiyah bukanlah kelompok dakwah yang berafiliasi pada individu-individu tertentu, sebagaimana telah lalu keterangannya. Jadi, apabila ada segelintir manusia yang menjadikan syaikh Rabi’ atau ulama lainnya sebagai tolok ukur dasar al-Wala’ wal Baro’, maka syaikh Rabi’ sendiri dan ulama lainnya yang dijadikan tolok ukur tersebut baro’ darinya dan ini bukanlah termasuk dari manhaj salaf sedikitpun.
Poin Ketiga, penyebutan “Salafy senantiasa menjadikan ulama-ulama Salafy sebagai rujukan dalam segala persoalan agama…” adalah ucapan yang bisa dibawa kepada pemahaman yang benar dan salah.
Yang benar adalah salafiyin senantiasa merujuk kepada para ulama, baik Syaikh Rabi’, Syaikh Shalih Fauzan, Syaikh Abdul Muhsin Abbad atau ulama-ulama lainnya, sebagai pengejawantahan firman Alloh swt :

فَاسْأَلُوا أَهْلَ الذِّكْرِ إِنْ كُنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ
Maka tanyakanlah olehmu kepada orang-orang yang berilmu, jika kamu tiada mengetahui“. (QS.Al-Anbiya’ : 7)

Adapun tuduhan ini menyimpan tuduhan lain, yaitu bahwa salafiyun itu taklid kepada para perseorangan dari ulama tertentu dan fanatik terhadap mereka. Entah itu syaikh Rabi’, syaikh Muqbil ataupun ulama lainnya. Padahal para ulama ahlus sunnah ini senantiasa menasehatkan :
‘Aku bukanlah hujjah, maka wajib bagimu untuk meminta kepadaku dalil sebab hujjah itu ada pada Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam….’ (Ucapan Syaikh Muqbil bin Hadi rahimahullahu dalam Tuhfatul Mujiib ‘ala As-Ilatil haadhir wal Ghoriib, hal. 205-206).
Poin Keempat, penyebutan “Dengan mengutamakan pendapat Syaikh Rabi dibanding Syaikh yang lain…” adalah ucapan yang keliru dan tidak benar. Karena fakta yang ada tidaklah demikian. Syaikh Rabi’ bin Hadi hafizhahullahu sendiri memiliki buku yang mencela ta’ashshub (fanatisme) baik terhadap individu, golongan, madzhab maupun kelompok, dalam buku beliau yang berjudul ta’ashshub. Buku ini dapat didownload secara gratis di website beliau (www.rabe.net) ataupun di Maktabah Sahab Salafiyah (www.sahab.org).
Para ulama ahlus sunnah sering menyebutkan bahwa dakwah salafiyah bukanlah da’wah asykhosh atau da’wah fulaniyah, yang mana al-wala’ dan al-baro’ menjadi tolok ukur dari individu-individu tersebut. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullahu berkata :

الواجب على كل مؤمن أن يحب ما أحب الله ورسوله وأن يبغض ما أبغضه الله ورسوله مما دل عليه في كتابه فلا يجوز لأحد أن يجعل الأصل في الدين لشخص إلا لرسول الله صلى الله عليه وسلم ولا لقول إلا لكتاب الله عز وجل ومن نصب شخصا كائنا من كان فوالى وعادى على موافقته في القول والفعل فهو( من الذين فرقوا دينهم وكانوا شيعا
Wajib bagi setiap mukmin untuk mencintai apa saja yang dicintai Alloh dan Rasul-Nya, dan membenci apa saja yang dibenci oleh Alloh dan Rasul-Nya, dari segala hal yang ditunjukkan di dalam kitab-Nya. Tidak boleh seorang pun menjadikan dasar di dalam agamanya kepada seorang individu kecuali kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam, tidak pula kepada sebuah ucapan kecuali kepada Kitabullah Azza wa Jalla. Barangsiapa yang menyandarkan kepada seorang individu setinggi apapun derajatnya, kemudian dia jadikan sebagai tolok ukur loyalitas dan permusuhan dan mensepakatinya di dalam ucapan dan perbuatan, maka dia termasuk orang-orang yang memecah belah agamanya dan mereka bergolong-golongan.” (Majmu’ Fatawa XX:8)

Syaikh Rabi’ bin Hadi al-Madkholi hafizhahullahu sama seperti para ulama lainnya, dapat diambil atau diterima ucapannya. Demikian pula dengan Imam Ibnu Baz, Imam al-Albani, Imam Ibnu Utsaimin dan para ulama lainnya. Mereka semua adalah ulama-ulama ahlus sunnah yang tidak ma’shum. Namun, bukanlah artinya mereka sama dengan manusia-manusia lainnya (awwamun naas) yang juga bisa salah dan benar. Karena awwamun naas ini lebih banyak salahnya ketimbang benarnya, sedangkan mereka –para ulama ahlus sunnah, alhamdulillah wa biidznillah- adalah orang yang lebih banyak menetapi kebenaran daripada kesalahan. Mereka adalah pelita penerang bagi umat dengan ilmu yang mereka miliki, pewaris para nabi dan pemegang amanah kebenaran.
Kepada merekalah selayaknya ilmu ini disandarkan dan diambil, sebagaimana perkataan Imam Ibnu Sirin rahimahullahu :

إن هذا العلم دين فانظروا عمّن تأخذون دينكم
Ilmu ini adalah agama, maka perhatikanlah darimana kalian mengambil agama kalian.” (Diriwayatkan oleh Imam Muslim di dalam Muqoddimah Shahih-nya).

Tatkala bid’ah dan firoq mulai melanda kaum muslimin, dan fitnah terhadap agama kaum muslimin mulai merebak, tatkala itulah pentingnya menguji manusia akan agamanya, sebagaimana ucapan Imam Barbahari rahimahullahu dalam kitab beliau yang sangat berharga, as-Sunnah :

والمحنة في الإسلام بدعة ، وأمّا اليوم فيمتحن بالسنة
Menguji manusia di dalam Islam itu bid’ah, namun hari ini perlu menguji manusia dengan sunnah.”

Dengan demikian, ketika fitnah perpecahan dan perselisihan datang bertubi-tubi, bid’ah dan penyimpangan semakin menyebar, maka adalah suatu hal yang niscaya, menguji manusia dengan kesesuaian mereka terhadap sunnah, dan memilah-milah guru di dalam menuntut ilmu. Inilah sikap salafiyun yang sering disalahartikan dengan fanatisme terhadap ulama-ulama mereka saja. Inilah sikap salafiyun yang sering disalahpersepsikan dengan menyibukkan diri untuk mencari-cari kesalahan kelompok-kelompok Islam saat ini, padahal mereka hanyalah bermaksud menguji kesesuaian kelompok-kelompok tersebut terhadap as-Sunnah.
Poin Kelima, Penyebutan “baru muncul pasca perang teluk” adalah suatu asumsi yang berangkat dari dugaan kosong semata. Karena kritikan dan tahdzir terhadap kemungkaran tidaklah terkait dengan waktu dan keadaan tertentu. Ketika penyimpangan dan kemungkaran telah tampak, maka pada saat itulah wajib dikoreksi dan diluruskan. Ucapan ustadz Abduh ini menyimpan tuduhan-tuduhan dan asumsi yang buruk terhadap para ulama ahlus sunnah, seakan-akan ada faktor politis dan unsur duniawi yang melatarbelakangi kritikan-kritikan para masyaikh ahlus sunnah terhadap Ikhwanul Muslimin, atau kelompok-kelompok lainnya.
Poin Keenam, Penyebutan “Semua buku-buku, makalah-makalah, dan fatwa-fatwa yang mendiskreditkan IM dan para tokohnya, serta jamaah-jamaah Islam secara umum, terutama yang punya perhatian terhadap politik; baru muncul paska Perang Teluk” juga asumsi yang terlalu dipaksakan. Seharusnya Ustadz Abduh menelaah isi dari buku-buku, makalah-makalah dan fatwa-fatwa tersebut, apakah selaras dengan kebenaran ataukah menyelisihi kebenaran. Apabila, ada penyelisihan terhadap kebenaran, maka yang perlu diluruskan dan dijelaskan adalah esensi kesalahan tersebut, bukannya mencari alibi dan alasan-alasan lain yang dipaksakan. Masalah ini –insya Alloh- akan saya turunkan bantahan khusus sekaligus sebagai koreksi buku “Siapa Teroris Siapa Khawarij” karya Ustadz Abduh Zulfidar.
Di akhir tanggapan terhadap Ustadz Abduh, tepatlah kiranya apa yang diucapkan oleh al-Imam Ibnul Qoyyim rahimahullahu :

فَعَلَيكَ بِالتَفصِيلِ وَالتَبيِينِ فَال إِطلاَقُ وَالإِجمَالُ دُونَ بَيَان
قَد أَفسَدَ هَذَا الوُجُودَ وَخَبَّطا ال أَذهَانَ وَالآراءَ كُلَّ زَمَانِ

Haruslah engkau memperinci dan menjelaskan
  Penjelasan global tanpa perincian
 Telah merusak alam ini dan membingungkan
  Akal pikiran setiap zaman

Tuduhan Keempat :
Sementara Budi Azhari (Dewan Syariah Wilayah DPW PKS DKI Jakarta) mengatakan meskipun Syaikh Muqbil adalah orang yang paling mendekati dengan Syaikh Rabi; dalam hal kekasaran dan ketajaman lisannya, namun Syaikh Muhammad Aman Al-Jami (guru Syaikh Rabi’) masih lebih kasar daripada Syaikh Rabi’. Kelompok salafi ini mempunyai kelemahan dan kesalahan yang sangat fundamental dalam manhajnya.

Tanggapan :
Ucapan Pak Budi Azhari bahwa Syaikh Muhammad Aman al-Jami rahimahullahu lebih kasar daripada Syaikh Rabi’ bin Hadi hafizhahullahu dan syaikh Muqbil bin Hadi rahimahullahu, adalah berangkat dari sikap apriori, kebencian dan kejahilannya terhadap hakikat Syaikh Muhammad Aman al-Jami. Padahal, tidak musti setiap kekasaran dan ketajaman lisan pasti buruk. Apalagi apabila ditujukan kepada ahlul bid’ah pengagung kesesatan, kesyirikan dan kebid’ahan yang keras kepala. Sebagaimana kata seorang penyair :

إذا لم يكن إلا الأسنة مركب فما حيلة المضطر إلا ركوبها
Apabila tidak ada yang lain melainkan hanya tombak untuk dikendarai
  Maka tidak ada jalan lain bagi yang terpaksa kecuali menaikinya
.”

Tentu saja Pak Budi Azhari akan kebakaran “kumis”, karena syaikh Muhammad Aman al-Jami rahimahullahu adalah ulama ahlus sunnah penghancur kebid’ahan, kesesatan, tahazzub, ta’ashshub, bid’ah, kesyirikan dan segala model penyimpangan lainnya. Syaikh Muhammad Aman rahimahullahu pernah berkata :

إن السلفيين حريصون على تصحيح مفاهيم كثيرة للعوام ، وأشباه العوام ، في باب العقيدة والعبادة وغيرهما ، و يدخرون وسعاً في ذلك ، نصحاً منهم لعباد الله ، والنصح واجب لأن من عرف الله حق المعرفة وسلمت عقيدته من التعلّق بغير الله ، وآمن بأسمائه الحسنى وصفاته العليا دون إلحاد أو تحريف فحقق العبودية لله تعالى ، سهل عليه القيام بالواجبات والفرائض الأخرى في الإسلام …
Sesungguhnya salafiyin sangatlah bersemangat di dalam membenahi kebanyakan pemahaman-pemahaman orang awam, baik di dalam permasalahan aqidah, ibadah dan selainnya. Mereka senantiasa mencurahkan daya upaya di dalam hal ini, memberikan nasehat kepada mereka bagi hamba-hamba Alloh. Dan memberikan nasehat itu wajib bagi orang yang benar-benar mengenal Alloh dan selamat aqidahnya dari bergantung kepada selain Alloh, serta bagi orang yang mengimani nama-nama-Nya yang indah dan sifat-sifat-Nya yang tinggi, tanpa ilhad atau tahrif dan senantiasa mewujudkan peribadatan hanyalah kepada Alloh Ta’ala semata. Alloh mudahkan baginya menegakkan kewajiban-kewajiban lainnya di dalam Islam…” (Majmu’ Mu’allafaat /Himpunan tulisan Syaikh al-Jami, hal 360-361).

Bagaimana tidak kebakaran “kumis”? Wong idola Pak Budi Azhari, yaitu Syaikh Hasan al-Banna rahimahullahu dan tokoh-tokoh Ikhwanul Muslimin lainnya semisal Sayyid Quthb, Said Hawa, dll termasuk diantara orang yang terjatuh kepada sekian banyak kesalahan aqodiyah, seperti tafwidh, ta’thil, tahrif, tawassul, tabaruk dan semisalnya. Mereka juga terperangkap dengan demokrasi, parlemen dan segala derivatnya yang kesemuanya ini dicela oleh Syaikh Muhammad al-Jami rahimahullahu dan ulama ahlus sunnah lainnya. Akan datang perincian masalah ini dalam bantahan khusus terhadap buku “Siapa Teroris Siapa Khowarij” karya Abduh Zulfidar Akaha. Oleh karena itu, ucapan Pak Budi ini bukanlah suatu hal yang asing.
Adapun ucapan Pak Budi bahwa “kelompok salafi ini mempunyai kelemahan dan kesalahan yang sangat fundamental dalam manhajnya”, maka ini adalah ucapan dan tuduhan belaka yang harus disokong dengan bukti-bukti dan argumentasi yang jelas. Apabila salafiyin memiliki kesalahan yang sangat fundamental di dalam manhajnya, lantas manhaj siapakah yang paling benar?!! Ini dalam artian bahwa salafiyin adalah para pengikut manhaj salaf… namun jika Pak Budi memaksudkan sebagai suatu kelompok tertentu maka adalah suatu kesalahan apabila menisbatkannya sebagai salafi…!!! Karena salafi bukanlah suatu kelompok, organisasi, tanzhim atau jama’ah sebagaimana PKS yang memiliki AD-ART dan manhaj tersendiri yang berbeda dengan partai atau kelompok lainnya…

وَمَنْ يَكُ ذَا فَمٍ مُرٍّ مَرِيْضٍ يَجِدُ مَرًّا بِهِ المَاءَ الزُّلالا
Barangsiapa yang merasa sakit mulutnya
Niscaya air yang tawar akan terasa pahit baginya

Tuduhan Kelima :
Fauzan al-Anshori (Ketua Departemen Data & Informasi MMI) mempertanyakan posisi Luqman Ba’abduh, apakah Luqman berada diantara Goerge Bush (kalangan kafir)? Atau berada yang oleh Amerika disebut Teroris, seperti: Hamas, Al-Qaeda dan gerakan Islam lainnya.

Tanggapan :
Ucapan Pak Fauzan ini terkesan tendensius, apriori dan emosional. Kita semua tahu bahwa Pak Fauzan ini (yang bernama asli pak Rudi) ini memiliki dendam dan emosi pribadi terhadap dakwah salafiyah. Beberapa tulisan dan statementnya, sebagaimana Mubaligh Halawi Makmun, sangatlah tendensius dan ngawur. Masih segar di ingatan kita tulisan Fauzan al-Anshori yang menghantam dakwah salafiyah beberapa waktu silam yang dimuat di website resmi MMI. Tuduhan tersebut penuh dengan kedustaan, kebodohan dan kecurangan.
Alhamdulillah, beberapa du’at salafiyin telah turun tangan membantah kedustaan Pak Fauzan –semoga Alloh memberinya hidayah-. Diantaranya apa yang ditulis oleh al-Ustadz Abu Abdirrahman bin Thayib, Lc. dengan judul “Menepis Tuduhan Membela Kebenaran” yang dimuat di Majalah adz-Dzakhiirah al-Islamiyyah (terbitan Ma’had Ali Al-Irsyad Surabaya) dan al-Ustadz Abu Umar Basyir al-Maidani di dalam bukunya yang bermanfaat, “Ada Apa dengan Salafi?” (terbitan Rumah Dzikir).
Oleh karena itu, tuduhan di atas saya rasa tidak perlu diladeni, karena tidak ada nilai ilmiahnya sama sekali untuk ditanggapi. Ucapannya di atas hanya berangkat dari kemarahan, emosional dan hawa nafsunya belaka.

أَعَاذَكَ اللَّه مِنْ سِهَامِهِم وَمُخْطِئٌ مَنْ رَمِيُّهُ القَمَرُ
Semoga Alloh melindungi dari bidikan anak panah mereka
Sungguh naïf orang yang membidikkan anak panahnya ke bulan

Tuduhan Keenam :
Halawi menegaskan bahwa Salafy Yamani (Luqman Ba’abduh cs) adalah teroris dan khawarij sesungguhnya! (Acara dan tempat yang sama).

Tanggapan :
Sekali lagi, tidak ada sama sekali minat saya memberikan jawaban kepada sang Mubaligh Halawi Makmun, karena ucapannya ini tidak ada nilainya sama sekali untuk dikomentari. Namun, ada satu hal yang tampaknya perlu sedikit diberi catatan, yaitu penyebutan istilah salafi yamani.
Iya, istilah ini mulai terkenal di kalangan kaum muslimin semenjak buku yang ditulis oleh saudara Abu Abdurrahman ath-Thalibi, “Dakwah Salafiyah Dakwah Bijak” turun di pasaran. Sebutan ini bagaikan gaung bersambut, hampir setiap harokiyin mengenal istilah ini dan menyebutkannya, tidak terkecuali juga al-Ustadz Abduh Zulfidar Akaha.
Sesungguhnya, istilah seperti ini adalah suatu tafriq (pemecahbelahan) dan taqsim (pemilah-milahan) yang tidak dikenal sebelumnya. Taqsim semacam ini adalah taqsim yang buruk dan jelek. Syaikh kami, Salim bin Ied al-Hilali hafizhahullahu telah membatalkan taqsim yang seperti ini. Beliau berkata pada penutupan Dauroh Ilmiyah fi Masa`ilil Aqodiyah wal Manhajiyah tahun 2001 silam di Masjid Al-Irsyad Surabaya :

 فإنّ من ثبت سلفيته أخٌ لنا سواء كان في مشرق الأرض أو في مغربها… أما تفريق الدعوة السلفية بأنّ هذه سلفيةٌ شاميةٌ أو سلفيةٌ حجازيةٌ أو سلفيةٌ مغربيةٌ أو سلفيةٌ يمنيةٌ فإن نبرأ إلى ذلك فإنّ سلفية واحدة, مات ائمتُنا وهم متّفقون عليها, مات الألباني وهو محبّ لإبن باز ومات إبن باز وهو محبّ للألباني ومات إبن عثيمن وهو محبّ لهما ومات درّة اليمن الشيخ مقبل وهو محبّ للجميع“Karena sesungguhnya, barangsiapa yang telah tetap kesalafiyahannya maka dia adalah saudara kita, sama saja baik dia berada dari bagian barat bumi ataupun timurnya… Adapun memilah-milah dakwah salafiyah menjadi salafiyah Syamiyah atau Salafiyah Hijaziyah atau Salafiyah Maghribiyah atau Salafiyah Yamaniyah, maka kami berlepas diri dari pemilah-milahan ini, karena salafiyah itu satu!!! Telah wafat para imam kita dan mereka semua bersepakat di atasnya, telah wafat al-Albani dan beliau mencintai Ibnu Baz, telah wafat Ibnu Baz dan beliau mencintai al-Albani, telah wafat pula Ibnu ‘Utsaimin dan beliau mencintai keduanya, serta telah wafat permata negeri Yaman, Syaikh Muqbil dan beliau mencintai seluruhnya…”

Pun seandainya istilah ini diterima dan dianggap benar, penyandaran istilah Salafi Yamani ini kepada al-Ustadz Luqman Ba’abduh cs. adalah suatu hal yang tidak tepat. Karena tidak semua rekan-rekan beliau hafizhahullahu adalah alumni Yaman. Juga apabila istilah ini dibenarkan, tentunya bakal muncul lagi nama-nama dan istilah salafi yang disandarkan pada tempat tertentu, seperti salafi syami, salafi hijazi, salafi najdi, salafi maghribi, salafi indunisi, salafi jawi, salafi medani, salafi bugisi, dan lain lain… dengan demikian, akan menjadi sah-sah saja apabila ada yang menyebut dirinya salafi haroki, salafi sufi, salafi jihadi, salafi ilmi, salafi ini dan itu…
Namun Ahlus Sunnah wal Jama’ah itu jelas, Firqoh Najiyah itu satu, Tha`ifah al-Manshurah itu tidak berbilang, dan salafiyah itu hanyalah satu. Dan tidaklah berfaidah sedikitpun pengaku-ngakuan dan pemilah-milahan di atas.
Adapun tuduhan bahwa al-Ustadz Luqman Ba’abduh cs. adalah teroris dan khowarij sesungguhnya, maka tidak ada kata yang patut diucapkan melainkan sang mubaligh Halawi Makmun sedang mengigau dan bercermin, karena dia sedang menuduh dirinya sendiri. Bukankah dia sendiri yang mengadopsi manhaj ‘takfir’ (baca : takpir), menyesat-nyesatkan dan mudah menvonis?!! Saya telah melihat rekaman VCD bedah buku “Siapa Teroris Siapa Khowarij” yang juga dihadiri oleh sang Mubaligh, dan sungguh sangat menyedihkan sekali, ada seorang mubaligh yang sangat arogan, emosional dan yang berpemahaman takfiri seperti dirinya menghujat dirinya sendiri…
Kepada sang mubaligh, saya hanya ingin mengucapkan :

قَوْمٌ إِذَ الشَّرُّ أَبْدَى نَاجِذَيْهِ لَهُمْ طَارُوا إِلَيْهِ زَرَفَاتٍ وَوُحْدَانٍ
Bila kejelekan menampakkan kedua taringnya pada suatu kaum maka mereka
akan menyerangnya secara berkelompok dan sendiri-sendiri

Wa nas’alullah salaamah wal ‘aafiyah
Alhamdulilahi Robbil ‘Aalamin
.


 Comments 20 comments

  • Abu Hamzah says:

    Assalamu’alaikum Warohmatullahi Wabarokatuh.

    Ana hanya ingin mengucapkan ‘bravo’ untuk akh Abu Salma. Trus sibukkan diri antum dengan ilmu dan membantah syubuhat para hizbiyun dan harokiyun. Oh ya, akh… ana baru ngirimin buat antum artikel syubuhat tulisan syabab HT yang menghantam dakwah salafiyah ini.

    Apabila ada waktu, harap diklarifikasi dan dicounter akh. Barokallohu fiikum wa Jazzakallohu Khoyrol Jazaa’.

    Wassalamu’alaikum Warohmatullahi Wabarokatuh.

  • hadi says:

    asalamualaikum warahmatullah wa barakatuh
    mungkin pertanyaan ana sedikit ketinggalan dan tidak nyambung dengan artikel diatas.pertanyaannya : siapakah Abu Abdurrahman ath-Thalibi ? adakah koreksian terhadap bukunya tersebut (termasuk penjelasan aqidah dan manhaj beliau) ? pertanyaan ini ana sampaikan kepada al-akh Abu Salma dan siapa saja yang membaca dan memilki jawaban yang bisa dipertanggungjawabkan kebenarannya. soalnya ana masih awam dengan persoalan seperti diatas dan semisalnya. terima kasih bagi yang telah membaca pertanyaan saya. saya tunggu jawabannya
    wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuhu
    (krisbow_123@yahoo.com)

    Wa’alaikumus Salam Warohmatullahi Wabarokatuh.
    Afwan, ana tidak begitu tahu tentang hal ihwal Abu Abdirrahman ath-Thalibi. Namun melihat dari tulisan dan sikap yang ditunjukkannya, bahwa dia berupaya melakukan ishlah dan menempatkan dirinya posisi pertengahan namun dia akhirnya juga jatuh ke dalam vonis, membuat klasifikasi yang memadharatkan yaitu salafi yamani dan haroki (dan ini jelas klasifikasi yang tidak tepat), dan dia cenderung meng’hakim’i salafi yamani. Ana sebenarnya sedang berupaya menelaah kembali bukunya, namun di Malang sini agak sulit mencari bukunya. Di Era Media, toko buku “ikhwani” yang terkenal di Malang bukunya saja tidak ada. Apalagi di toko buku “salafi” semisal Pustaka Ukhuwah dan Islami.

  • abu abdllah says:

    jazakallohu ala kalimatin thoyyibah naafi’an minal akhuna salafiyyin abu salma, barakallohu fiik.

  • yhanuar ismail says:

    Bismillahirrahmanirrahim…

    Saya termasuk muslim yang sedang berupaya memperdalam pemahaman agama saya. Salafus Salih… ternyata sama saja dengan kelompok2 islam lainnya. Saling hujat, saling mengaku paling benar dan mengatakan pihak lain ahli bidah, dan sama2 menggunakan ayat2 Quran untuk mengolok-olok pihak lain.

    Tidak adakah rasa persaudaraan di antara kalian, wahai umat Rasulullah?
    Kalau semuanya kayak gitu, trus siapa yang benar? Ah… kalian bikin pusing aja

  • buldozer says:

    @ akh yanuar

    masa sih pusing…:D

  • Abu Sufyan Al Bathowy says:

    sama….kamu juga bikin pusing….
    masa ngga bisa membedakan yang haq dengan yang bathil….
    kayaknya ngga ada yang main hujat2an deh….ini bicara kenyataan….
    kalo merasa paling benar juga ngga….karna semua manusia itu ngga ada yang ma’shum…
    tapi kalo manhaj salaf itu memang Ma’shum…manhajnya para Nabi Dan Rosul Salamun Alaihim…dan para shalafusholeh Ridwanullah alaihim…manhaj yang Haq…tanpa Bid’ah,Syirik dan Khurafat…
    di dalamnya hanya di tancapkan Kalimatuttauhid….

    trus trus kamu mau bersaudara sama Ahlul Bid’ah….
    mau bersaudara sama sufy yang (katanya) Bisa ngeliat Allah…
    mau bersaudara sama para pemberontak yang mengatas namakan islam…
    mau bersaudara sama orang2 yang menginjak2 agamanya sendiri…
    kalau cari sodara itu mbo’ ya milih2 toh mas…masa sampeyan mau bersaudara dengan orang yang ngajak sampeyan kedalam kesesatan…

    belajar dulu gih…..

    PS:jika terdapat kesalahan mohon di koreksi dan di nasehati….

  • Abdullah says:

    Untuk:Yhanuar Ismail

    “Salafus Salih… ternyata sama saja dengan kelompok2 islam lainnya. Saling hujat, saling mengaku paling benar dan mengatakan pihak lain ahli bidah, dan sama2 menggunakan ayat2 Quran untuk mengolok-olok pihak lain.”

    Salafush Salih, Akh Yanuar, adalah Muhammad bin Abdillah Al Qurosyi Al Hasyimi -Alayhi Sholatu Wassalam-, Shahabat, yang datang setelah mereka, dan yang datang setelah mereka. Yang mengajarkan kita amar ma’ruf nahi munkar, yang mengajarkan menegakkan Islam dengan dalil. Yang mengajarkan kritik untuk menjaga Din ini sebagai sarana penolak kemunkaran. Sama sekali bukan olok-olok.

    “Tidak adakah rasa persaudaraan di antara kalian, wahai umat Rasulullah?
    Kalau semuanya kayak gitu, trus siapa yang benar? Ah… kalian bikin pusing aja”

    Persaudaraan itu, Akh Yanuar, adalah dengan tetap mengatakan kebenaran di hadapan saudara kita, meski mungkin pahit. Bukan sekadar ya-ya-ya, membenarkan, membuang jauh kritik dengan alasan ‘ukhuwwah’, bukan juga tenang-tenang melihat syirik dan bid’ah merusak kaum muslimin. Siapa yang benar? Kebenaran itu dari Rabb-mu, maka janganlah kamu termasuk orang-orang yang ragu. Jadi, Akh Yanuar, jika anda tidak ingin pusing lagi, pelajarilah ilmu syar’i dengan pemahaman yang benar yang telah ditunjukkan Rasulullah. Anda akan mendapati perselisihan ilmiah yang banyak, tapi itu akan jadi bekal anda untuk tidak lagi pusing menghadapi ‘perselisihan’ model beginian. Hujjah syar’iah sejatinya sama sekali bukan tandingan sikap keras kepala dan tuduhan-tuduhan tanpa bukti. Jadikanlah hujjah syar’iah pedoman antum.

    Allahu a’lam

  • abu ahmad says:

    Barakallah fiik ya akhina ya Aba Salma.
    Terus berjuang,tegakkan kebenaran

  • Abu zaid al-gorontaly says:

    untuk akh Yhanuar Ismail

    salaf ash-shalih itu memang benar adalah Rasulullah, para sahabat dan para tabi’ien yang pada mereka kita dapati tidak adanya perselisihan dalam hal manhaj dan aqidah karena manhaj dan aqidah mereka adalah sama sehingga tidak adanya perpecahan diantara mereka. sedangkan kalau kita lihat fenomena dizaman sekarang ini banyak kelompok2 islam yang manhaj dan aqidahnya bertentangan dengan manhaj dan aqidah para sahabat dan para tabi’ien. coba kalau kita bersatu didalam manhaj dan aqidahnya para sahabat dan tabi’ien (salafush-sholeh), pasti kita tidak akan terpecah belah seperti sekarang ini karena hal itu telah diwasiatkan oleh Rasulullah yaitu dengan selalu berpegang teguh kepada sunnah beliau dan sunnah khulafa’urrasyidin. fahimtum?

  • Abu Mufidah says:

    ana tersentuh sekali dengan perkataan Syaikh Abu Usamah Salim Bin ‘Ied Al Hilali di atas..

    Karena sesungguhnya, barangsiapa yang telah tetap kesalafiyahannya maka dia adalah saudara kita, sama saja baik dia berada dari bagian barat bumi ataupun timurnya… Adapun memilah-milah dakwah salafiyah menjadi salafiyah Syamiyah atau Salafiyah Hijaziyah atau Salafiyah Maghribiyah atau Salafiyah Yamaniyah, maka kami berlepas diri dari pemilah-milahan ini, karena salafiyah itu satu!!! Telah wafat para imam kita dan mereka semua bersepakat di atasnya, telah wafat al-Albani dan beliau mencintai Ibnu Baz, telah wafat Ibnu Baz dan beliau mencintai al-Albani, telah wafat pula Ibnu ‘Utsaimin dan beliau mencintai keduanya, serta telah wafat permata negeri Yaman, Syaikh Muqbil dan beliau mencintai seluruhnya…”

  • Abu Mufidah says:

    Akh Abu Salma, ana di Mataram, Lombok .. kapan kapan silaturrahmi ke Mataram Akh..

  • Assalamu’alaikum warahmatullohi wabarakaatuh,
    Akhy Abu Salma, ana ingin sekali bertemu dengan antum -semoga Allah mengabulkannya- Kapan antum ke Aceh, kabari ana ya.
    No. HP ana 0852 6240 7980
    DiAceh sangat minim pengetahuan kami dalam masalah manhaj. Alhamdulillah ana bekerja di Warnet, sehingga ana dapat memperdalam manhaj ana. Akhy, mohon bantuannya. Ditunggu …

    Wassalam.

  • alief says:

    Bagi orang yang mau dan mampu berpikir ilmiah, saya pikir penjelasan oleh Abu Salma sudah baik. Tapi, sayangnya banyak orang “enggan” berpikir ilmiah karena tidak tahu mana yang ilmiah dan mana yang bukan… Atau juga mereka tahu, tapi tidak mau melihat kebenaran karena terlalu mengedepankan akal dan semangatnya.

    Padahal ilmiah bukan berarti percaya pada akal 100% dan bukan pula hanya didasari pada semangat membela yang “benar”. Kayaknya, perlu diadakan banyak seminar dan pelatihan tentang “metode ilmiah” supaya kejujuran dan kelapangdadaan menerima yang benar dapat terhimpun pada banyak diri manusia, utamanya yang mengaku “aktivis” dakwah….

    Mohon koreksinya bila ada yang tidak berkenan.

  • Buat Mas Toni,
    Jangan tergesa-gesa mas, Anda mungkin tidak tahu masalah kenapa Salafiyun men-tahdzir bahkan meng-hajr Hasan AlBana, Sayid Qutb.

    Nah sekarang anda terkesan mengkultuskan Mereka (AlBana dan Sayid Qutb) seolah mereka adalah yang paling berjasa, dan paling layak diterima semua pemikirannya.

    Mas Toni, Anda tidak kenal mereka (hasan Albana, Sayid Qutb), apa kata ulama tentang mereka, kenapa mereka di tahdzir (diperingatkan Ummat darinya). Anda menganggap bahwa iman hanyalah sekedar keyakinan tanpa disertai oleh amalan/prilaku , ini nampak dari ucapan antum :

    [quote]selama kita bersyahadah dan [b]yakin[/b] terhadap Allah SWT,Rosulnya,dan Al Qur’an kan jadi saudara,saya lihat apa yang di lakukan temen2 salafy sebagian memang hujatan[/quote]

    Tahukah anda,… Ucapan anda ini sangat berbahaya,
    Oleh karenanya saya nasehatkan kepada anda dan diri saya, agar jangan tergesa-gesa dalam menerima pemikiran orang semacam albana dan sayid qutb (kalau tidak mau dikatakan “tidak boleh sama sekali”).

    Baca buku-buku karangan orang yang terpercaya dalam masalah AlQuran dan AsSunnah. Baca tafsir yang selamat semisal Tafsir Ibn Katsir, Qurthubi, Ibn Jarir AthThobari, dan tinggalkan Tafsir Sayid Qutb yang didalamnya banyak faham Takfir yang diobral, dan hanya tafsiran Ra’yu belaka.

    Fa’tabiruuu ya ulil Albaab.

  • yanto says:

    Hayo kalau ente semua salaf tulen diriin dong khilafah
    angkat dan ba’iat tuh raja Arab
    Sebab Salaf tulen kagak pernah bikin kerajaan
    Kalau kagak berani berarti ente semua OMDO (Omong Doang), NATO (Not Action Talk Only)

  • musafirlaut says:

    Padi semakin berisi, semakin merunduk.
    Orang semakin tinggi ilmunya, seharusnya semakin rendah hati.

    Yuk, belajar dari makhluq Alloh yang bernama padi.
    Agar ilmu ini menjadi barokah bagi diri sendiri dan orang lain.

  • الحمد لله وحده والصلاة والسلام على من لا نبي بعده ، أما بعد
    السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

    حياكم الله

    ما شاء الله تبارك الله, nice blog dan isinya sangat menarik speacially this topic, hanya saja anaa miskiin info tentang siapa Abu Abdurrahmaan ath-Thalibi. Adakah yang mau share kindly? جزاكم الله خيرا وبارك الله فيكم.

    Selain itu, karena ini adalah kali pertama anaa visit blog ini maka tentunya akan ingin tahu siapa pemilik blog ini. Anaa dari Ternate juga dan anaa baru mulai gabung dengan kajian salafi di Ternate. Sebelumnya, ba3da pulang ke Ternate anaa pernah join Wahdah Islamiyyah (WI) yang mulanya anaa menyangka mereka adalah salafi. Anaa stopped joining mereka setelah kira-kira 7 or 8 kali kajian dan menemui beberapa keanehan, wa lil7amdulillaah.

    Yaa akhee Abuu Salmaa, kenapa tidak pulang ke Ternate aja untuk berda3wah di Ternate? Ternate sangat membutuhkan da3wah tawheed, da3wah para nabi 3alayhimu al-salaam di sini. Jazaakumu Allaahu khayran wa baaraka Allaahu feekum.

    Wa al-salaamu 3alaykum wa ra7matu Allaahi wa barakaatuhu.

    أم محمد الأثرية

    Wa’alaikumus Salam Warohmatullahi Wabarokatuh.
    Abu Abdirrahman ath-Thalibi adalah penulis buku “Dakwah Salafiyah Dakwah Bijak” yang bukunya cukup laris di Jawa. Adapun perihal dirinya, wallohu a’lam, tidak diketahui secara pasti siapa nama aslinya, asalnya dari mana, belajar dan menuntut ilmunya dimana… dst…
    Insya Alloh apabila isteri sudah selesai ko-ass, apabila Alloh mengizinkan saya bermaksud kembali ke Ternate dan bekerja di sana. Kecuali apabila Alloh menghendaki lain…

  • Al-Imaam Muhammad ibn Sirrin rahimahu Allaahu ta3aalaa berkata:

    “Sesungguhnya `Ilmu itu adalah deen/agama, maka lihatlah dari siapakah kalian mengambil agama kalian.”
    (Atsar riwayat Muslim dalam muqaddimah shahihnya)

    أم محمد الأثرية

  • abdullah says:

    Assalamualaikum, maaf ana masih awam, gmn tanggapan ustadz tentang ucapan halawy makmun bahwa salafy sekarang adalah murjiah yg taat pada pemerintah sekarang, sedangkan kalau zaman dulu itu kenapa ulama nya taat, karena waktu itu yg berjalan adalah khilafah islamiyah, sedankan sekarang gak ada khilafah islamiyyah dan sekarang pakai hukum kafir, kenapa kita taat pada pemerintah (bedah buku stsk di masjid DDII) yg menyinggung tentang Imam ahmad kenapa gak melawan pemerintah, karena pada masa itu masa khilafah islamiyah, dan karena imam ahmad waktu itu gak dikasih fasilitas sama pemerintah, terima kasih banyak atas jawabannya. assalamualaikum

    Wa’alaikumus salam.
    Masalah ini sebagiannya telah dijawab di dalam Majalah adz-Dzakhirah edisi 23, dan insya Alloh pada edisi yang akan datang akan ada pembahasan secara rinci masalah ini. Antum juga perlu merujuk kepada artikel al-ustadz Arifin Baderi dan Firanda dalam artikelnya yang berjudul “Antara Abduh dan Ba’abduh” di http://www.muslim.or.id. Karena ada kaidah prinsipil yg diletakkan di dalam artikel tsb khususnya di dalam masalah interaksi dengan penguasa. Sekian.

  • sahbat says:

    Assalamu’alaikum warohmatullohi wabarokatuh.

    Maaf saya ingin ikut berdiskusi disini, tapi terus terang jadi ngeri melihat komentar dan isi bahasannya. Banyak tuduh-menuduh, hujat menghujat sesama muslim. Sepertinya terasa sekali semangat untuk saling menhancurkan sesama saudara. Bukan semangat saling mengingatkan yg terasa disini.

    Merasa paling benar, gak trima di kritik, balas mengkritik. Kalau musuh islam melihat ini semua, kan malu kita. Mereka akan tertawa kegirangan melihat fenomena ini.

    Adakah orang yang bijak disini yg bisa diajak diskusi dan bertukar fikiran secara kepala dingin?

    Semoga Alloh memberi petunjuk kepada kita semua. Kita boleh yakin dengan kebenaran yg kita pahami. Tapi jangan menutup diri untuk menerima masukan. Dan jangan kita berfikiran sempit.

    Bagaimana jika banyak pembaca yg baru ingin belajar, akan merasa ketakutan sendiri, baru kasih komentar sedikit, bukan dibimbing, malah dihajar habis2an dg komentar yg tidak bijak. Bagaimana kita bisa mendidik ummat dengan cara ini, yang ada mereka lari donk.

    Wassalamu’alaikum.
    Saudara seiman.

  • Leave a Reply

    Your email address will not be published. Fields with * are mandatory.